Berdialog dengan "Satu Detik Yang Tidak Akan Pernah Kembali"
Pada suatu hari aku duduk dan menghadapkan hati ini ke hadirat Allah sambil menyesali rentangan usia yang telah kulalui. Kupanggil satu detik dari waktu hidupku. Aku katakan kepadanya :
(+) Aku harap agar engkau mau kembali lagi kepadaku, supaya aku dapat menggunakanmu untuk berbuat kebajikan.
(-) Sesungguhnya tidak ada waktu yang sudi berkompromi untuk berhenti.
(+) Wahai detik......aku memohon, kembalilah padaku agar aku dapat memanfaatkanmu dan mengisi kekuranganku pada dirimu.
(-) Bagaimana aku dapat kembali kepadamu, padahal aku telah tertutup oleh perbuatan perbuatanmu!
(+) Coba lakukanlah hal yang mustahil itu dapat kembalilah padaku. Betapa banyak detik-detik selain kamu yang juga aku sia-siakan ?
(-) Seandainya kekuasaan ada di tanganku, pastilah aku kembali kepadamu, namun tiada kehidupan bagiku. Dan itu terlipat oleh lembaran-lembaran amalmu dan diserahkan kepada Allah swt.
(+) Apakah mustahil, jika engkau kembali lagi kepadaku, padahal saat ini engkau sedang berbicara kepadaku ?
(-) Sesungguhnya detik-detik dalam kehidupan manusia, ada yang dapat menjadi kawan setianya dan ada kalanya ia menjadi musuh besarnya. Aku adalah termasuk detik-detik yang menjadi musuhmu dan yang akan menjadi saksi atas kamu di hari kiamat kelak. Mungkinkah akan bertemu, dua orang yang saling bermusuhan ?
(+) Aduh, alangkah menyesalnya aku. Betapa aku telah sering menyia-nyiakan detik-detik dalam perjalanan hidupku! Tetapi sekali lagi aku mohon sekiranya engkau sudi kembali kepadaku, niscaya aku akan beramal saleh "di dalammu" yang pernah aku tinggalkan.
Maka detik itupun terdiam, tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Aku pun lantas memanggilnya :
(+) Wahai detik, tidakkah engkau dengar panggilanku ? Kumohon jawablah.....
(-) Wahai orang yang lalai akan dirinya, wahai orang yang menyia-nyiakan waktu - waktunya. Tahukah kamu, saat ini, demi mengembalikan satu detik saja, sesungguhnya kamu telah menyia-nyiakan beberapa detik dari umurmu. Mungkinkah engkau dapat mengembalikan mereka pula ? Namun aku hanya dapat berpesan kepadamu, "Sesungguhnya segala perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) segala perbuatan yang buruk".
Maka, wahai sahabatku bersegeralah......,
beramallah, bersungguh-sungguhlah, bertakwalah kepada Allah dimana pun engkau berada. Ikutilah perbuatan buruk itu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik itu akan menghapusnya, dan bergaullah dengan sesama manusia dengan budi pekerti yang luhur.
(Dikutip dari "Efisiensi Waktu Konsep Islam")
Dari posting Zubir Agusman di milis Isnet.
Ayah vs Uang
Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.
"Kok, belum tidur?" sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?" "Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja." "Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?"
Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.
"Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong," katanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok," perintah Rudi. Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, "Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?"
"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah."
"Tapi, Ayah..." Kesabaran Rudi habis. "Ayah bilang tidur!" hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, "Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok' kan bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari itu pun ayah kasih." "Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini."
"Iya,iya, tapi buat apa?" tanya Rudi lembut. "Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah," kata Imron polos.
Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.
Saya tidak tahu apakah kisah di atas fiktif atau kisah nyata. Tapi saya tahu kebanyakan anak-anak orang kantoran maupun wirausahawan saat ini memang merindukan saat-saat bercengkerama dengan orang tua mereka. Saat dimana mereka tidak merasa "disingkirkan" dan diserahkan kepada suster, pembantu atau sopir. Mereka tidak butuh uang yang lebih banyak. Mereka ingin lebih dari itu. Mereka ingin merasakan sentuhan kasih-sayang Ayah dan Ibunya. Apakah hal ini berlebihan? Sebagian besar wanita karier yang nampaknya menikmati emansipasi-nya, diam-diam menangis dalam hati ketika anak-anak mereka lebih dekat dengan suster, supir, dan pembantu daripada ibu kandung mereka sendiri. Seorang wanita muda yang menduduki posisi asisten manajer sebuah bank swasta, menangis pilu ketika menceritakan bagaimana anaknya yang sakit demam tinggi tak mau dipeluk ibunya,
tetapi berteriak-teriak memanggil nama pembantu mereka yang sedang mudik lebaran.
Akal Setipis Rambutnya
Jangankan lelaki biasa, Nabi pun terasa sunyi tanpa wanita. Tanpa mereka, hati, fikiran, perasaan lelaki akan resah. Masih mencari walaupun sudah ada segala - galanya. Apalagi yang tidak ada di syurga, namun Nabi Adam a.s. tetap merindukan siti hawa.
Kepada wanitalah lelaki memanggil ibu, istri atau puteri. Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki, tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus, tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.
Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus. Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah, karena mereka diciptakan begitu rupa oleh mereka. Didiklah mereka dengan panduan dariNya: JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA, NANTI MEREKA SEMAKIN LIAR, JANGAN HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN, NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITA,
Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah, Kenalkan mereka kepada Allah, zat yang kekal, disitulah kuncinya. AKAL SETIPIS RAMBUTNYA, TEBALKAN DENGAN ILMU, HATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMAN, PERASAAN SELEMBUT SUTERA, HIASILAH DENGAN AKHLAK .
Suburkanlah karena dari situlah nanti mereka akan nampak penilaian dan keadilan Tuhan. Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi ratu cantik dunia, presiden ataupun perdana mentri negara atau women gladiator. Bisikkan ke telinga mereka bahwa kelembutan bukan suatu kelemahan. Itu bukan diskriminasi Tuhan. Sebaliknya, disitulah kasih sayang Tuhan, karena rahim wanita yang lembut itulah yang mengandungkan lelaki2 wajah: negarawan, karyawan, jutawan dan wan-wan lain. Wanita yang lupa hakikat kejadiannya, pasti tidak terhibur dan tidak menghiburkan. Tanpa ilmu, iman dan akhlak, mereka bukan saja tidak bisa diluruskan, bahkan mereka pula membengkokkan.
LEBIH BANYAK LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUAN DARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKI. SEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN SEPANDAI-PANDAI LELAKI.
Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan, mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak boss telah kehilangan secretary, bahkan anakpun akan kehilangan ibu, suami kehilangan istri dan bapak akan kehilangan puteri. Bila wanita durhaka dunia akan huru-hara. Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung, hati dan limpa. Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan tetapi binalah kepemimpinan.
Pastikan sebelum memimpin wanita menuju Allah PIMPINLAH DIRI SENDIRI DAHULU KEPADA-NYA. jinakan diri dengan Allah, niscaya jinaklah segala-galanya dibawah pimpinan kita.
JANGAN MENGHARAP ISTRI SEPERTI SITI FATIMAH, KALAU PRIBADI BELUM SEPERTI SAYIDINA ALI
Tentang 7 Hari Kita (Wajib Dibaca dan Direnungkan)
Hari ke-1, tahajudku tetinggal dan aku begitu sibuk akan duniaku hingga dzuhurku kuselesaikan saat ashar mulai memanggil dan sorenya kulewati saja masjid yang mengumandangkan azan magrib. Dengan niat kulakukan bersama isya itupun terlaksana setelah acara tv selesai
Hari ke-2, tahajudku tertinggal lagi dan hal yang sama aku lakukan sebagaimana hari pertama
Hari ke-3 aku lalai lagi akan tahujudku. Temanku memberi hadiah novel best seller yang lebih dr 200 hlmn. Dalam waktu tidak 1 hari aku telah selesai membacanya. Tapi, enggan sekali aku membaca Al-qur'an walau cuma 1 juzz Al-qur'an yg 114 surat, hanya 1 sampai 2 surat yang kuhafal itupun dengan terbata-bata. Tapi, ketika temanku bertanya ttg novel tadi betapa mudah dan lancarnya aku menceritakan.
Hari ke-4 kembali aku lalai lagi akan tahajudku. Sorenya aku datang ke Selatan Jakarta dengan niat mengaji. Tapi kubiarkan ustazdku yang sedang mengajarkan kebaikan. Kubiarkan ustadzku yang sedang mengajarkan lebih luas tentang agamaku. Aku lebih suka mencari bahan obrolan dengan teman yg ada disamping kiri & kananku. Padahal bada magrib tadi betapa sulitnya aku merangkai Kata-kata untuk kupanjatkan saat berdoa
Hari ke-5 kembali aku lupa akan tahajudku. Kupilih shaf paling belakang dan aku mengeluh saat imam sholat jum'at. Kelamaan bacaannya, padahal betapa dekat jaraknya aku dengan televisi dan betapa nikmat, serunya saat perpanjangan waktu sepak bola favoritku tadi malam.
Hari ke-6 aku semakin lupa akan tahajudku. Kuhabiskan waktu di mall & bioskop bersama teman - temanku. Demi memuaskan nafsu mata & perutku sampai puluhan ribu tak terasa keluar. Aku lupa, waktu di perempatan tadi saat wanita tua mengetuk kaca mobilku hanya uang dua ratus rupiah kuberikan itupun tanpa menoleh.
Hari ke-7 bukan hanya tahajudku tapi subuhkupun tertinggal. Aku bermalas - malasan ditempat tidurku dan menghabiskan waktu untuk tidur sepuasnya. Selang beberapa saat dihari ke-7 itu juga aku tersentak kaget mendengar kabar temanku kini telah terbungkus kain kafan padahal baru tadi malam aku bersamanya & ¾ malam tadi dia dengan misscallnya mengingat aku ttg tahajud
Kematian kenapa aku baru gemetar mendengarnya? Padahal dari dulu sayap2nya selalu mengelilingiku dan dia bisa hinggap kapanpun dia mau
¼ abad lebih aku lalai. Dari hari ke hari, bulan dan tahun. Yang wajib jarang aku lakukan apalagi yang sunah. Kurang mensyukuri walaupun KAU tak pernah meminta. Berkata kuno akan nasehat ke-2 orang tuaku. Padahal keringat & airmatanya telah terlanjur menetes demi aku
Tuhan andai ini merupakan satu titik hidayah. Walaupun imanku belum seujung kuku hitam. Aku hanya ingin detik ini hingga nafasku yang saat nanti tersisa tahajud dan sholatku meninggalkan bekas
Saat aku melipat sajadahku.....
Amiiin..
Semoga Kita tidak termasuk orang yang menyia-nyiakan 7 hari kita dengan begitu saja.
6 Pertanyaan Imam Al-Ghozali
Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali mengajukan 6 pertanyaan.
Pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".
Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185). Maka Persiapkanlah segala sesuatu untuk menyambutnya.
Pertanyaan kedua "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".
Murid -muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.
Pertanyaan yang ke tiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?".
Murid-muridnya ada yang menjawah gunung, bumi,dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (Al A'Raf 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.
Pertanyaan ke empat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".
Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban itu benar, kata Imam Ghozali. Tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT,sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.
Pertanyaan yang ke lima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".
Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.
Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA". Karena melalui lidah, Manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.
Demikian Ringkasan 6 Pertanyaan Imam Al-Ghozali.
Semoga bermanfaat untuk kita semua dan bisa kita renungkan sebagai acuan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada allah S.W.T
Amiiin..