Jenazah Berubah Menjadi Babi Hutan
erva kurniawan 11:33 am on 12 Maret 2014 Permalink | Balas
Jenazah Berubah Menjadi Babi Hutan
sholat 2Jenazah Berubah Menjadi Babi Hutan
Seorang anak mendatangi Rasulullah sambil menangis. Peristiwa itu sangat mengharukan Rasulullah S.A.W yang sedang duduk bersama-sama sahabat yang lain.
“Mengapa engkau menangis wahai anakku?” tanya Rasulullah.
“Ayahku telah meninggal tetapi tiada seorang pun yang datang melawat. Aku tidak mempunyai kain kafan, siapa yang akan memakamkan ayahku dan siapa pula yang akan memandikannya?” tanya anak itu.
Segeralah Rasulullah memerintahkan Abu Bakar dan Umar untuk menjenguk jenazah itu. Betapa terperanjatnya Abu Bakar dan Umar, mayat itu berubah menjadi seekor babi hutan. Kedua sahabat itu lalu segera kembali melapor kepada Rasulullah S.A.W.
Maka datanglah sendiri Rasulullah S.A.W ke rumah anak itu. Didoakan kepada Allah sehingga babi hutan itu kembali berubah menjadi jenazah manusia. Kemudian Nabi menyembahyangkannya dan meminta sahabat untuk memakamkannya. Betapa herannya para sahabat, ketika jenazah itu akan dimakamkan berubah kembali menjadi babi hutan.
Melihat kejadian itu, Rasulullah menanyakan anak itu apa yang dikerjakan oleh ayahnya selama hidupnya.
“Ayahku tidak pernah mengerjakan solat selama hidupnya,” jawab anak itu.
Kemudian Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya, “Para sahabat, lihatlah sendiri. Begitulah akibatnya bila orang meninggalkan solat selama hidupnya. Ia akan menjadi babi hutan di hari kiamat.”
***
Sumber : 1001 kisah teladan
Selembar Bulu Mata
erva kurniawan 12:16 pm on 11 April 2014 Permalink | Balas
Selembar Bulu Mata
air mataSelembar Bulu Mata
Diceritakan di Hari Pembalasan kelak, ada seorang hamba Allah sedang di adili. Ia dituduh bersalah, menyia-nyiakan umurnya di dunia untuk berbuat maksiat. Tetapi ia berkeras membantah. “Tidak. Demi langit dan bumi sungguh tidak benar. Saya tidak melakukan semua itu.”
“Tetapi saksi-saksi mengatakan engkau betul-betul telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam dosa,” jawab malaikat.
Orang itu menoleh ke kiri dan ke kanan, lalu ke segenap penjuru. Tetapi anehnya, ia tidak menjumpai seorang saksi pun yang sedang berdiri. Di situ hanya ada dia sendirian. Makanya ia pun menyanggah, “Manakah saksi-saksi yang kau maksudkan? Di sini tidak ada siapa kecuali aku dan suaramu.” “Inilah saksi-saksi itu,” ujar malaikat.
Tiba-tiba mata angkat bicara, “Saya yang memandangi.” Disusul oleh telinga, “Saya yang mendengarkan.”
Hidung pun tidak ketinggalan, “Saya yang mencium.”
Bibir mengaku, “Saya yang merayu.”
Lidah menambah, “Saya yang mengisap.”
Tangan meneruskan, “Saya yang meraba dan meremas.”
Kaki menyusul, “Saya yang dipakai lari ketika ketahuan.”
“Nah kalau kubiarkan, seluruh anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian tentang perbuatan aibmu itu”, ucap malaikat.
Orang tersebut tidak dapat membuka sanggahannya lagi. Ia putus asa dan amat berduka, sebab sebentar lagi bakal dihumbankan ke dalam jahanam. Padahal, rasa-rasanya ia telah terbebas dari tuduhan dosa itu.
Tatkala ia sedang dilanda kesedihan itu, sekonyong-konyong terdengar suara yang amat lembut dari selembar bulu matanya: “Saya pun ingin juga mengangkat sumpah sebagai saksi.”
“Silakan”, kata malaikat.
“Terus terang saja, menjelang ajalnya, pada suatu tengah malam yang lengang, aku pernah dibasahinya dengan air mata ketika ia sedang menangis menyesali perbuatan buruknya. Bukankah nabinya pernah berjanji, bahwa apabila ada seorang hamba kemudian bertobat, walaupun selembar bulu matanya saja yang terbasahi air matanya, namun sudah diharamkan dirinya dari ancaman api neraka? Maka saya, selembar bulu matanya, berani tampil sebagai saksi bahwa ia telah melakukan tobat sampai membasahi saya dengan air mata penyesalan.”
Dengan kesaksian selembar bulu mata itu, orang tersebut di bebaskan dari neraka dan diantarkan ke surga. Sampai terdengar suara bergaung kepada para penghuni surga: “Lihatlah, Hamba Tuhan ini masuk surga karena pertolongan selembar bulu mata.”
Firman Allah swt, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, yang ingat-mengingati supaya mentaati kebenaran, dan yang ingat-mengingati dengan kesabaran.” Surah Al-Ashr
Dari Abdullah bin ‘Amr R.A, Rasulullah S.A.W bersabda: ” Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat…”
***
Dari Sahabat
Tanda Tanda Ajal Mendekat
erva kurniawan 12:15 pm on 18 April 2014 Permalink | Balas
Tanda Tanda Ajal Mendekat
sakitTanda Tanda Ajal Mendekat
Ada seorang hamba yang begitu taat kepada Allah, sebut saja namanya Fulan. Dia tak pernah lalai dalam beribadah kepada Allah SWT. Suatu hari Izrail, malaikat pencabut nyawa, datang bertamu kepadanya. Terjadilah tanya jawab antara Fulan dengan tamunya itu.”Wahai Izrail! Apakah perihal kedatanganmu ke mari adalah atas perintah Allah untuk mencabut nyawaku, ataukah hanya kunjungan biasa?” “Ya, Fulan ! Kedatanganku kali ini tidak dalam rangka mencabut nyawamu. Kedatanganku ini hanya kunjungan biasa. Mendengar penjelasan Izrail, maka seketika bersinarlah wajah Fulan karena gembiranya. Mereka lalu bercakap-cakap sampai tiba saatnya Izrail akan pamit.
“Wahai sahabatku, Izrail! Sebagai tanda persahabatan kita, aku ada harapan kepadamu kiranya engkau tidak berkeberatan untuk mengabulkannya.” “Gerangan apakah permohonanmu itu, hai Fulan sahabatku?” “Begini, ya Izrail. Jika nanti kau datang lagi kepadaku dengan maksud untuk mencabut nyawaku, maka mohon kiranya engkau mau mengirimkan utusan kepadaku terlebih dahulu. Jika demikian, maka aku ada waktu untuk bersiap-siap menyambut kedatanganmu.” “Oh, begitu? Hai, Fulan, kalau hanya itu permohonanmu, aku kabulkan. Aku berjanji akan mengirimkan utusan itu kepadamu.”
Waktu pun berjalan. Tahun berganti tahun. Tak terasa bahwa pertemuan antara Fulan dengan Izrail telah sekian lama berlalu. Kehidupan berlangsung terus sampai suatu ketika Fulan kaget sekali. Tak disangka-sangka sebelumnya Izrail muncul di rumahnya. Fulan merasa bahwa kedatangan Izrail ini begitu mendadak, padahal ada komitmen janji Izrail kepadanya.
“Wahai, Izrail sahabatku! Mengapa engkau tak mengirimkan utusanmu kepadaku? Mengapa engkau ingkar janji?” Dengan tersenyum, Izrail menjawab, “Wahai Fulan, sahabatku! Sesungguhnya aku sudah mengirimkan utusanku itu kepadamu, hanya kamu sendiri yang mungkin tidak menyadarinya. Coba perhatikan punggungmu, dulu ia tegak tetapi sekarang bungkuk. Perhatikan caramu berjalan, dulu kamu begitu tegap perkasa, sekarang gemetaran dengan ditopang tongkat. Perhatikan penglihatanmu, dulu ia bersinar sehingga orang luluh kena sorotnya tetapi sekarang kabur dan lemah. Ya, Fulan, bukankah pikiran-pikiranmu sekarang mudah putus asa padahal dulu begitu enerjik dan penuh berbagai harapan? Tempo hari kamu hanya menginginkan satu utusan saja dariku, tetapi aku telah mengirimkan begitu banyak utusanku kepadamu!”
Sahabat, itu adalah tanda ajal yang pasti mendekat. Banyak juga manusia yang mendapat ajal tanpa mengalami tanda-tanda tersebut. Namun ada juga telah mendapatkan tanda-tanda tapi tidak menghiraukannya. Semoga kita diberikan waktu dan kesiapan untuk membekali diri sebelum ajal menimpa kita.
***
(Diambil dari Mutiara Hikmah dalam 1001 Kisah, Poliyama Widya Pustaka)
Mengapa Engkau Menangis?
erva kurniawan 12:29 pm on 22 Juli 2014 Permalink | Balas
Mengapa Engkau Menangis?
air mataMengapa Engkau Menangis?
Penulis:Saad Saefullah
Ketika mendengar suara hiruk-pikuk, Aisyah sontak bertanya, “Apakah yang telah terjadi di kota Madinah?”
“Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang- barang dagangannya,” seseorang menjawab.
Ummul Mukminin berkata lagi, “Kafilah yang telah menyebabkan semua ini?”
“Benar, ya Ummul Mukminin. Karena ada 700 kendaraan.”
Aisyah menggeleng-gelengkan kepalanya. Pandangannya jauh menerawang seolah-olah hendak mengingat-ingat kejadian yang pernah dilihat dan didengarnya. Kemudian ia berkata, “Aku ingat, aku pernah mendengar Rasululah berkata, 'Kulihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan.”
Sebagian sahabat mendengar itu. Mereka pun menyampaikannya kepada Abdurrahman bin Auf. Alangkah terkejutnya saudagar kaya itu. Sebelum tali-temali perniagaannya dilepaskan, ia segera melangkahkan kakiknya ke rumah Aisyah. “Engkau telah mengingatkanku sebuah hadits yang tak mungkin kulupa.” Abdurrahman bin Auf berkata lagi, “Maka dengan ini aku mengharap dengan sangat agar engkau menjadi saksi, bahwa kafilah ini dengan semua muatannya berikut kendaraan dan perlengkapannya, kupersembahkan di jalan Allah.”
Dan dibagikanlah seluruh muatan 700 kendaraan itu kepada semua penduduk Madinah dan sekitarnya. Sebuah infak yang mahabesar. Abdurrahman bin Auf adalah seorang pemipin yang mengendalikan hartanya. Bukan seorang budak yang dikendalikan oleh hartanya. Sebagai bukti, ia tidak mau celaka dengan mengumpulkan harta kemudian menyimpannya. Ia mengumpulkan harta dengan jalan yang halal. Kemudian, harta itu tidak ia nikmati sendirian. Keluarga, kaum kerabatnya, saudara-saudaranya dan masyarakat ikut juga menikmati kekayaan Abdurrahman bin Auf.
Saking kayanya Abdurrahman bin Auf, seseorang pernah berkata, “Seluruh penduduk Madinah bersatu dengan Abdurrahman bin Auf. Sepertiga hartanya dipinjamkan kepada mereka. Sepertiga lagi dipergunakannya untuk membayar utang-utang mereka. Dan sepertiga sisanya diberikan dan dibagi-bagikan kepada mereka.”
Abdurahman bin Auf sadar bahwa harta kekayaan yang ada padanya tidak akan mendatangkan kelegaan dan kesenangan pada dirinya jika tidak ia pergunakan untuk membela agama Allah dan membantu kawan-kawannya. Adapun, jika ia memikirkan harta itu untuk dirinya, ia selalu ragu saja.
Pada suatu hari, dihidangkan kepada Abdurahman bin Auf makanan untuk berbuka. Memang, ketika itu ia tengah berpuasa. Sewaktu pandangannya jatuh pada hidangan tersebut, timbul selera makannya. Tetapi, beberapa saat kemudian ia malah menangis dan berkata, “Mush’ab bin Umair telah gugur sebagai seorang syahid. Ia seorang yang jauh lebih baik daripadaku. Ia hanya mendapat kafan sehelai burdah; jika ditutupkan ke kepalanya, maka kelihatan kakinya. Dan jika ditutupkan kedua kakinya, terbuka kepalanya.”
Abdurrahman bin Auf berhenti sejenak. Kemudian melanjutkan, “Demikian pula Hamzah yang jauh lebih baik daripadaku. Ia pun gugur sebagai syahid, dan di saat akan dikuburkan hanya terdapat baginya sehelai selendang. Telah dihamparkan bagi kami dunia seluas-luasnya, dan telah diberikan pula kepada kami hasil sebanyak-banyaknya. Sungguh kami khawatir telah didahulukan pahala kebaikan kami.”
Begitulah Abdurrahman bin Auf. Ia selalu takut bahwa hartanya hanya akan memberatkan dirinya di hadapan Allah. Ketakutan itu sering sekali, akhirnya menumpahkan air matanya. Padahal, ia tidak pernah mengambil harta yang haram sedikitpun.
Pada hari lain, sebagian sahabat berkumpul bersama Abdurrahman bin Auf menghadapi jamuan di rumahnya. Tak lama setalah makanan diletakkan di hadapan mereka, tiba-tiba ia kembali menangis. Sontak para sahabat terkejut. Mereka pun bertanya, “Kenapa kau menangis, wahai Abdurrahman bin Auf?”
Abdurrahman bin Auf sejenak tidak menjawab. Ia menangis tersedu-sedu. Sahabat benar-benar melihat bahwa betapa halusnya hati seorang Abdurrahman bin Auf. Ia mudah tersentuh dan begitu penuh kekhawatiran akan segala apa yang diperbuatnya di dunia ini. Kemudian terdengar Abdurrahman bin Auf menjawab, “Rasulullah saw. wafat dan belum pernah beliau berikut keluarganya makan roti gandum sampai kenyang. Apa harapan kita apabila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan?”
Jika sudah begini, bukan hanya Abdurrahman bin Auf yang menangis, para sahabat pun akan ikut menangis. Mereka adalah orang-orang yang hatinya mudah tersentuh, dekat dengan Allah dan tak pernah berhenti mengharap rida Allah.
***
Dari Sahabat
Share this:
Tujuh Kata yang Dihapus Nabi
Tujuh Kata yang Dihapus Nabi
muhammad2Tujuh Kata yang Dihapus Nabi
Dalam sejarah Islam dikenal apa yang dinamai dengan “Shulh Al-Hudaibiah”, yaitu Perjanjian Perdamaian yang disepakati pada tahun ke enam Hijri. Perjanjian ini merupakan perjanjian antara Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dengan Suhail bin Amr yang ketika itu mewakili mayoritas penduduk Makkah yang masih musyrik. Perjanjian ini dinilai oleh banyak sahabat Nabi sangat menguntungkan lawan, walaupun banyak pakar Al-Qur’an yang kemudian menilai bahwa Allah SWT menamainya fath mubiin (kemenangan yang sangat jelas bagi kaum muslim).
—“Sesungguhnya kami telah memenangkan engkau dengan kemenangan yang nyata” [ QS- Al Fat-h; 48:1 ]–
“Siapa yang mendatangi Muhammad (untuk memeluk agama Islam) maka ia harus dikembalikan, tetapi yang meninggalkannya menuju Makkah tidak dapat dikembalikan.” Demikian salah satu butir perjanjian yang sulit dipahami oleh kebanyakan sahabat Nabi. Mengapa perjanjian itu disetujui Nabi? Namun demikian, reaksi yang ditimbulkannya belum seberapa dibandingkan dengan penghapusan tujuh kata yang dilakukan oleh Nabi ketika merumuskan naskah perjanjian tersebut.
” Tulislah wahai Ali, Bismillaahirahmaanirrahiim.” Ali r.a. pun menulis, tetapi dengan serta merta Suhail keberatan: “Kami tidak mengenal Al-Rahman, hapuslah kata itu dan tulislah ‘dengan namamu wahai Tuhan’,”
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menyetujui dan memerintahkan menghapus basmalah sambil melanjutkan: “Inilah perjanjian perdamaian antara Muhammad Rasulullah dengan Suhail bin Amr.”
“Tidak, tidak! Kalau kami mengakuimu sebagai pesuruh Allah, niscaya kami tidak memerangimu. Hapus itu, dan tulislah ‘Muhammad putra Abdullah’,”
Sekali lagi Rasulullah menyetujui sambil berkata: “Demi Tuhan, aku adalah pesuruh Allah walau kalian mengingkarinya, hapuslah kata tersebut wahai Ali!”
Ali r.a. tampak ragu, sementara para sahabat yang lain menggerutu. Umar bin Kaththab berkata: “Mengapa kita harus menerima kehinaan bagi agama kita?”
“Tenanglah wahai Umar. Aku ini pesuruh Allah.” Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam lalu mengambil naskah rancangan perjanjian tersebut dan menghapusnya dengan tangannya sendiri kata-kata “Muhammad Rasul Allah”. Demikianlah tujuh kata, yaitu Bismi, Allah, Al-Rahmaan, Al-Rahiim, Muhammad, Rasul, dan Allah, dihapus oleh Nabi.
Betapa luwes dan sabarnya sikap beliau menghadapi kaum musyrik demi perdamaian. Beliau sadar bahwa mereka sebenarnya tidak mengerti atau tidak mau mengerti. Tetapi, setelah diskusi ilmiah mereka samakan dengan perdebatan, keluwesan mereka nilai kelemahan, perjanjian yang telah disetujui mereka langgar, ketika itulah tidak ada jalan lain kecuali ketegasan, walaupun itu masih harus selalu diliputi oleh rahmat dan kasih sayang. Ketika memasuki kota Makkah sebagai sanksi atas pelanggaran perjanjian tersebut, beliau mengingatkan untuk tidak menumpahkan darah. Dikecamnya sahabat-sahabatnya yang bermaksud menjadikan hari tersebut sebagai hari pembalasan. “Tidak!” kata beliau, “ini adalah hari kasih sayang.” Adapun ‘semboyan’ yang disetujuinya adalah: “Akhun kariim wa ibnu akhn kariim” (saudara sebangsa yang mulia dan putra saudara sebangsa yang mulia).
Sungguh agung manusia ini. Alangkah wajar kita meneladaninya.
***
Quraish Shihab [Lentera Hati]
Kategori
- Masih Kosong
Blogroll
- Masih Kosong