UNG, Kampus Kerakyatan

16 September 2020 20:26:05 Dibaca : 19

Usia yang telah memasuki kematangan, ibarat manusia ia sudah masuk kategori mapan, telah melahirkan puluhan ribu sarjana.

Dalam pidatonya, rektor UNG menyampaikan capaian yang telah diraih kampus merah maron, termasuk kekurangan yang perlu dibenahi. Hal menarik dalam pidato Dies Natalis, rektor mencanangkan –UNG: Kampus Kerakyatan–, lebih dari satu dekade sebelumnya dimasa kepemimpinan Prof. Nelson Pomalingo kampus yang telah 8 kali bertransformasi dinisbatkan sebagai –Kampus Peradaban–.

Saya mencoba menangkap apa makna kerakyatan yang disematkan kepada UNG, apakah sekedar mentradisikan kelaziman dari sebuah kepemimpinan organisasi hendak menghapus “artefak” kepemimpinan sebelumnya.

Tentu tidak sesederhana itu tafsirannya, setiap kepemimpinan memiliki tantangan yang berbeda maka orientasi dan penguatannya juga lain sesuai perkembangan zaman.

Lebih penting perguruan tinggi harus menjadi solusi bagi realitas kehidupan masyarakat dan daerah, keberadaan perguruan tinggi tidak dapat melepaskan diri dari kondisi ril disekitarnya.

Dari sana biasanya melekat julukan kampus, misalnya UI kampus metropolis karena berada di pusat ibukota, mereka membangun Pusat Studi Perkotaan hingga pendirian Program Studi Manajemen Perkotaan.

Dulu UGM dijuluki “Kampus Ndeso”, sekilas bernada ejekan karena mayoritas mahasiswa UGM berasal dari desa, atau UGM berlokasi di sebuah “Kota yang Ndeso”.

Dalam dunia keilmuan, julukan sebagai “Kampus Ndeso” sebenarnya adalah bentuk penghargaan. Di masa lalu UGM memang adalah salah satu “center of excellence” dalam kajian pedesaan, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di kancah internasional. Reputasi UGM dalam kajian pedesaan mendunia (Nugroho, 2015).

Jika UI punya pusat studi perkotaan, maka UGM punya pusat studi perdesaan. Dan itu bukan hanya mewakili dua “positioning” yang berbeda antara UI dan UGM di masa itu, melainkan juga menjadi penanda model dunia kesarjanaan yang dihidupi oleh keduanya (Laksono, 2005).

Jika menarik benang merah dari “positioning” kedua kampus besar di atas, maka saya mencoba menangkap nukilan pidato rektor, sebagai berikut, —“dimana kerakyatan mengandung makna sistem yang berbasis pada kekuatan (ekonomi) rakyat, kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan yang mengelola sumber daya dengan berdasarkan potensi yang ada di lingkungannya, menurut apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya.

Jadi, intinya terletak pada tujuan kedaulatan rakyat, aktivitas rakyat termasuk kegiatan seperti ini biasanya banyak diidentikkan dengan keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang tidak jauh dari sektor pertanian”—.

Nukilan pidato ini dua hal yang urgen untuk digaris bawahi, diantaranya sistem yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat dan pengelolaan sumber daya berdasarkan potensi di lingkungannya.

Faktanya UNG berada di Gorontalo, daerah ini sebagai pusat perdagangan dan jasa di Kawasan Teluk Tomini dan sebagian utara Sulawesi.

Sekalipun sebagai “center”, tapi realitasnya Gorontalo tetap mengandalkan sektor pertanian sebagai pangsa utama dalam pembentukan ekonomi.

Malahan pada Quartal II 2020 sektor pertanian mengalami kontraksi tetapi kontribusinya justru meningkat sebesar 38,69 persen dibanding Quartal I 2020 disaat masih tumbuh positif.

Kondisi serupa dialami oleh Provinsi Sulawesi Utara, nampak sektor-sektor lain pangsanya meningkat, namun demikian sektor pertanian tetap menjadi penunjang utama sebesar 20,81 persen, demikian adanya Provinsi Sulawesi Tengah sektor pertanian menyumbang sebesar 26,64 persen.

Mahasiswa UNG didominasi dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Gorontalo sendiri, ketiganya mengandalkan sektor pertanian.

Dalam rangka menopang pendidikan di Indonesia Timur, Universitas Negeri Gorontalo (UNG) terus berupaya untuk meningkatkan perannya dalam melaks

Demikian ungkap Wakil Rektor I Bidang Akademik UNG Prof. Dr. Ir. Mahludin H. Baruwadi, M.P., ketika ditemui usai melakukan Diskusi Tentang Best Practice Kebijakan Akademik, Pola Pembinaan/Pengembangan Kemahasiswaan dan Implementasi Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Negeri Gorontalo (UNG), yang bertempat di Ruang Rapat Lantai 3 Gedung University Center, Kampus UPI Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung, Rabu (28/3/2018).

Lebih lanjut dikatakan,”Universitas Negeri Gorontalo belajar banyak hal dari UPI, salah satu contohnya di UNG belum diterapkannya Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). Tahun ini kita akan mulai menerapkannya, oleh karena itu kami belajar ke UPI untuk memperoleh bahan refensi. Kita harapkan terdiseminasinya apa-apa yang sudah terlaksana di UPI.”

Bagi UNG, UPI merupakan kiblat untuk beberapa kegiatan terkait pelaksanaan akademik terutama bidang kurikulum dan kemahasiswaan, tegasnya. Dosen-dosen UNG mayoritas alumni dari UPI, bahkan ada diantaranya merupakan pimpinan dan guru besar UNG. UPI menjadi tolak ukur dalam mengembangkan pendidikan.

anakan pendidikan dan pengajaran dalam melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas secara berkelanjutan.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UPI Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., atas nama lembaga mengapresiasi keberhasilan UNG dalam upayanya mendapatkan akreditasi kelembagaan dengan predikat A.

Dikatakannya,”Bagi UPI, kunjungan yang dilakukan oleh Universitas Negeri Gorontalo merupakan suatu hal yang positif  sebagai sesama LPTK, dan ini adalah sebuah kepercayaan dari UNG atas pengalaman yang kami miliki, dan tidak ada salahnya kita juga mengeksplorasi pengalaman mereka.”

Saat ini UPI sudah berbasis online, ujarnya, 98% sudah patuh, sisanya 2% tidak patuh karena faktor non teknis. UPI memiliki 78 program studi, termasuk 3 prodi baru yaitu Kewirausahaan, Survey Pemetaan dan Informasi Geografis (SPIG), dan Desain Komunikasi Visual (DKV), ditambah 55 prodi di Sekolah Pascasarjana, jadi total ad 148 prodi, dengan jumlah mahasiswa sebanyak 37.000 orang termasuk mahasiswa SPs, mendekati target 38.000 mahasiswa yang dibebankan oleh Kemenristekdikti.

Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Dr. Fence M Wantu, SH, MH., serta jajarannya, demikian pula UPI. (dodiangga)

Universitas Negeri Gorontalo (UNG) merupakan universitas yang dikembangkan atas dasar perluasan mandat (wider mandate) dari IKIP Negeri Gorontalo. Keberadaan Universitas Negeri Gorontalo dimulai dari Junior College FKIP Universitas Sulawesi Utara-Tengah (UNSULUTTENG) Manado di Gorontalo berdasarkan surat keputusan pejabat Rektor UNSULUTTENG Nomor 1313/II/E/63 tanggal 22 Juni 1963, Cabang FKIP UNSULUTTENG di Gorontalo berdasarkan Surat Keputusan Menteri PTIP nomor 67 tahun 1963 tanggal 11 Juli 1963, IKIP Manado Cabang Gorontalo berdasarkan Surat Keputusan Menteri PTIP Nomor 114 tahun 1965 tanggal 18 Juni 1965, FKIP UNSRAT Manado di Gorontalo berdasarkan Keppres nomor 70 tahun 1982 tanggal 7 September 1982, STKIP Gorontalo berdasarkan Kepres RI nomor 9 tahun 1993 tanggal 16 Januari 1993, IKIP Negeri Gorontalo berdasarkan Kepres RI nomor 19 tahun 2001 tanggal 5 Februari 2001.

Perubahan IKIP Negeri Gorontalo menjadi Universitas Negeri Gorontalo ditetapkan dengan surat Keputusan Presiden RI nomor 54 tahun 2004 tanggal 23 Juni 2004. Hari lahir UNG ditetapkan sama dengan lahirnya cabang FKIP UNSULUTTENG di Gorontalo yaitu, tanggal 1 September 1963 sebagaimana dinyatakan dalam surat keputusan menteri PTIP nomor 67 tahun 1963 tanggal 11 Juli 1963. Dalam perjalanannya selama 50 tahun telah mengalami tujuh kali pergantian pimpinan dan enam kali perubahan nama lembaga.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong