KONSEP KETUHANAN

07 October 2022 14:25:44 Dibaca : 60

Nama : LISRA YANI

NIM : 452422016

Semester/Kelas : 1(Satu)

Dosen Pengampuh : Prof. Dr. Novianty Djafri, S.Pd.I, M.Pd.I

Mata Kuliah : Agama

Jurusan : Ilmu Teknologi Kebumian

Program Studi : Teknik Geologi

 

Konsep tentang Tuhan bukanlah konsep baru dalam peradaban manusia. Sebelum Islam datang, nama Allah telah digunakan oleh orang-orang arab sebagai nama Tuhan yang tertinggi di antara tuhan-tuhan lain yang mereka sembah. Tentu nama allah tidak muncul begitu saja pada zaman mereka, melainkan telah dikenal dari agama-agama mereka terdahulu agama Hanif Nabi Ibrahim As.

Dalam kehidupan beragama, sekularisasi dapat membawa makna bagi kehidupan manusia apabila semakin memurnikan dan mendewasakan penghayatan agama. Namun, sekularisasi juga membawa petaka bagi kehidupan manusia bagi kehidupan manusia apabila menjadi suatu ideologi tertutup yang memisahkan secara tegas campur tangan Tuhan di dunia (sekularisme), atau bahkan sampai pada pengingkaran adanya Tuhan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, sekularisasi perlu di tindaklanjuti dengan dialog antar budi (rasio) dengan wahyu secara intensif, bukan dalam suasana dikotonomis dan oposisif, melainkan dalam suasana yang harmonis dan dan komplementer. Perwujudan iman tanpa sekuler (mendunia) akan menjadi mandul dan hampa. Sekularisasi tanpa dilandari oleh iman akan menjadikan hidup manusia kehilangan visi dan orientasi nilai dasar kemanusiaan yang akhirnya akan sampai pada humanisme yang sempit.

Dunia modern menyisakan problem yang rumit akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mulai dari problem sosio-kultural sampai dengan problem etis normatif. Problem itu lantas menghendaki pemecahan yang tidak lagi monolitik seperti yang terjadi pada abad pertengahan, hasilnya sekarang melahirkan banyak paradigma, filsafat, teologi dan pandangan hidup yang menggugat pola hubungan konvensional antara Tuhan-manusia-alam. Modernitas lantas menjadi sebuah kesadaran baru, dengan visi rasionalitas berusaha menempatkan manusia menjadi sosok yang sentral, subjek, pelaku dan menjadi ukuran kebenaran.

Semangat modernitas dengan fondasi ontologis kemerdekaan rasio dan otonomi manusia juga menggugat pengalaman eksistensial manusia akan Yang Transenden, suatu keberadaan yang mengatasi segala yang Ada, sesuatu yang Supranatural dan berada “di luar sana”. Dalam sejarah kemanusiaan pengalaman akan kesadaran transendensi ini telah mengalami evolusi yang panjang dan kompleks, sehingga pada titik modernitas ia berkontradiksi dengan otonomi manusia yang bebas. Dari sini dimulailah berbagai interpretasi ilmiah yang akhirnya merampas kuasa Tuhan dari kehidupan manusia, bahkan secara total tidak memberi tempat pada Tuhan dalam kehidupan manusia. Krisis religiositas pun menjadi warna dunia modern. Agama sebagai institusi dimana religiositas mendapat formatnya yang lebih konkrit dan praktis akhirnya berhadapan dengan krisis eksistensial seperti ini.

Semua agama mengklaim dirinya memiliki sejumlah doktrin yang mampu mengatur segala aspek kehidupan manusia, memberikan ketenangan dan kedamaian dalam kehidupannya. Kenyataannya, agama telah ikut serta menimbulkan tragedi bagi umat manusia. Hampir tidak ada satu agama pun yang tidak ikut bertanggung jawab atas terjadinya berbagai peperangan, tirani dan penindasan kebenaran yang menimpa manusia. Cinta kepada Tuhan dan agama di satu sisi berhasil menciptakan suatu kebahagiaan dan ketenangan batin dalam diri manusia. Namun, di sisi lain, sadar atau tidak sadar,cinta tersebut telah menjadi akar dari kejahatan, kemiskinan dan keterbelakangan yang diderita manusia.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong