Kampus UNG Angkat Bicara Soal Pungutan Rp50 Juta ke Mahasiswa Baru
Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Gorontalo (FK UNG) tengah diterpa isu pungutan wajib Rp50 juta kepada calon mahasiswa baru. Parahnya, jika sumbangan itu tidak dibayar dalam jangka waktu 22 - 26 Juli 2019, maka mahasiswa baru FK UNG dianggap mengundurkan diri.Uang sumbangan sebenarnya memang diatur dalam Peraturan Mentri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2017. Namun Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya bisa memungut uang pangkal atau pungutan hanya kepada mahasiswa asing, mahasiswa Kelas International. Mahasiswa yang melalui jalur SBMPTN tidak bisa dimintai pungutan tersebut.Faktanya, sumbangan Rp50 juta tersebut tetap dibebankan kepada mahasiswa yang lulus dari jalur pendaftaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).Hal itu dibuktikan dengan surat Pernyataan Kesediaan Pembayaran sumbangan orangtua dengan tanda tangan materai 6.000 yang disebarkan pihak UNG kepada mahasiswa baruWakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan UNG, Fence M Wantu saat dikonfirmasi Liputan6.com, Rabu (31/7/2019), membenarkan adanya sumbungan tersebut, namun dirinya tidak tahu detail konsep sumbangan itu"Bagian perencanaan yang tahu, itu bukan wilayah saya," katanya.Wakil Rektor I, Mahludin H Baruwadi kepada Liputan6.com mengatakan, yang bisa menjelaskan soal sumbangan Rp50 juta itu adalah pihak Fakultas Kedokteran sendiri. Karena mereka, kata Baruwadi, memakai peraturan menteri kesehatan untuk penyelenggaraan ilmu kedokteran."Coba hubungi pihak fakultas kedokteran, yang membuat pembiyaan tersebut adalah tim dokter dan Wakil Rektor IV, dan hal itu disetujui oleh Wakil Rektor II," tuturnya.Ia mengungkapkan bahwa dia sebagai wakil rektor I, hanya bagian tesnya saja, kalau bagian perumusan tentang sumbangan itu bukan dirinya."Wakil rektor tidak masuk membahas pembiayaan mahasiswa, untuk bagian perencanaan. Itu bagian Wakil Rektor IV, karena tentang pembiayaan itu, dibicarakan oleh Wakil Rektor IV, Wakil Rektor II, dan Bagian Kedokteran, hasilnya, disampakan ke saya sebagai wakil rektor I," ungkapnya. Jawaban Pihak KampusTim Penyusunan Perencanaan Penganggaran Fakultas Kedokteran, Rio Monoarfa mengatakan, pendidikan dokter adalah satu-satunya pendidikan yang diatur dalam undang-undang nomor 20 tahun 2013 tentang pendidikan kedokteran."Dokter itu merupakan yang bisa menentukan kesehatan masa depan masyarakat, sehingga dokter harus memiliki kompetensi yang handal, serta alat penunjang kedokteran harus diperhatikan juga, tapi hal itu harus memiliki anggaran yang besar, sehingga wajar dimintai sumbangan semacam itu," katanya.Menurut undang-undang nomor 20 tersebut, kata Rio, pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah, institusi, dan masyarakat, dan sumbangan itu merupakan inovasi masyarakat."Undang-undang nomor 20 itu, pendidikan kedokteran itu, harus didapatkan dana dari masyarakat, berupa hibah atau sumbangan, atau bentuk apapun, karena urgensi pendidikan kedokteran harus membutuhkan biaya yang tidak sedikit," lanjut Rio.Sumbangan tersebut, kata Rio, juga diatur dalam undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, dimana masalah pembiayaan bisa diambil dari masyarakat."Fakultas yang terbilang masih baru, sehingga harus memerlukan pembiayaan tambahan, di samping Uang Kuliah Tunggal (UKT), sehingga sumbangan yang dimintai dari orangtua mahasiswa itu ada, karena itu bagian dari inovasi masyarakat," jelasnya.Namun Rio menegaskan, besaran sumbangan harus melihat kemampuan orangtua mahasiswa baru yang mendaftar ke FK."Sumbangan itu bukan pungutan, kita hanya memita inovasi kepada masyarakat, dan itu tidak di tentukan harganya dan jumlahnya," imbuhnya.Saat ditanya soal konsekuensi tidak membayar sumbangan dalam waktu yang sudah ditentukan maka mahasiswa baru dinyatakan mengundurkan diri, Rio mengaku tidak tahu.Yang pasti, katanya, Berdasarkan Surat Keputusan Rektor, tidak ada besaran yang dicantumkan dalam pembiayaan sumbangan dari orangtua mahasiswa yang masuk di Fakultas Kedokteran.
"Kalau praktik di lapangan sudah ada dicatumkan harga sampai Rp50 juta, kami tidak tahu menahu, karena itu sudah di luar jangkauan kami, dan kita tidak mencantumkan harga begitu," kata Rio menegaskan.