AIR MATAKU
Di saat menulis tentang air mataku, seolah-olah diriku meneteskan air mata yang ku anggap air mata kerinduan yang selalu datang pada diriku hampir setiap harinya. Mengapa dalam diriku selalu muncul rasa rindu itu? Rasa rindu yang selalu muncul padaku bukanlah rasa rindu yang hanya sebentar saja langsung hilang, bukan seperti itu. Ketika aku berdiam seorang diri, perasaan rindu itu akan datang lagi dan aku mengatasi rasa rindu itu hanya dengan baring-baring di tempat tidur saja sambil mendengarkan music kadang juga hanya dengan bermain games. Dalam tidur malamku terbayang wajah kedua orang tuaku nan jauh di sana, merekalah yang aku rindukan selama ini, aku selalu menantikan hari libur untuk pulang bertemu dengan mereka, tapi sampai kapan aku terus menunggu hari itu. Ketika menonton TV tentang anak yang baru bertemu orang tuanya, aku biasanya meneteskan air mata dan langsung teringat pada mereka dan aku tidak akan memperlihatkan hal itu kepada orang-orang yang ada di dekatku, yang mereka tahu hanyalah canda tawaku tapi mereka tidak tahu apa yang sedang aku alami. Orang-orang di sampingku tidak ku perlihatkan air mataku melainkan sebuah kisah dan cerita canda tawaku, air mataku hanya dapat di lihat dan di rasakan oleh diriku sendiri.
TUNA NETRA
Ku dengar kicau burung bernyanyi
dan hangatnya mentari pagi
hanya dapat ku rasakan dari kegelapan seluruh keindahan dunia ini.
Terasa begitu mencekam jiwa dalam diriku yang buta,
berjalan ku selalu meraba dengan bertemankan tongkat kayu
kadang kala aku tersesat arah yang ku tempuh
ingin rasanya menangisi kenyataan.
Aku si buta yang tak mengenali
wajah dari ayah dan ibuku.
Oh Tuhan,
hanyalah sinar-Mu, coba terangi jalanku ini
disaat ku tak kuasa menanggung beban ini
kegelapan menggeluti sepanjang hidupku,
Oh Tuhan,
hanyalah sinar-Mu, coba terangi jalanku ini,
adakah lagi air mataku dari dunia yang gelap ini,,,,,
"JULIUS SITANGGANG"
ANDAI AKU JALAN KAKI, Masihkah Engkau Selalu Ada Untukku?
“Aku ‘kan selalu ada untukmu, Sayang, aku nggak bisa hidup tanpamu…”
Gubrakkk…!!
Aku terjungkal. Sucikah bisikan itu? Jangan-jangan karena aku tajir, mapan, keren, pintar, dan popular? Apakah engkau masih akan selalu ada untukku andai aku hanya jalan kaki, dengan tubuh tanpa Bvlgari, dan dompet isi seribu?
Andai aku jalan kaki, dibawah terik matahari, bermandi keringat, menahan lapar, bertubuh dekil nan buluk, dengan dompet kemps yang tak bisa untuk beli sebuah air kemasan gelas, akankah kau, kau, kau, yang kini selalu tersenyum tersenyum manis dan mendengarkanku, tetap mau menyapaku, tersenyum padaku, menyentuh lenganku, merangkulku, memelukku, menciumku, dan menganggapku manusia?
Bukan hanya soal ketulusan cinta dan pesona berlian, juga tentang rahasia pilihan hidup, makna komitmen, chinistry pasangan hidup, tajamnya mulut, hingga arti kematian, di suguhkan dalam kisah-kisah popcorn yang begitu renyah dan menyentuh hati, berbumbu jenaka tajam, satire, bentakan, dalam bentangan padang savanna makna kebajikan yang tak bertepi. Mudah dibaca sekali duduk dimana saja, sebutlah busway, bahkan secara terpisah-pisah, serial popcorn ini menggasak ruhani terdalam setiap kita tentang siapa gerangan sesungguhnya aku, engkau, dan dia, dalam hiruk-pikuk kehidupan ini.
Edi Mulyono
Dalam buku “Andai Aku Jalan Kaki, Masihkah Engkau selalu ada Untukku?”
(Catatan-Catatan HATI,
Tentang Aku, Engkau, dan Dia)
Tentang Aku, Engkau, dan Dia (Catatan-catatan Hati dari balik Sepi)
Siapakah aku?
Siapakah engkau?
Siapakah dia?
Jawaban umum kita niscaya berputa rpada ungkapan, “Ya, aku manusia, sebagaimana engkau dan dia…” Kalangan yang mengagungkan dimensi spiritualitas pasti akan melengkapinya dengan idiom-idiom khas ketuhanan atau agama. Kalangan pemuja humanism pasti akan melengkapinya dengan diksi-diksi kemanusiaan. Kalangan materialis akan melengkapinya dengan slogan-slogan kebendaan, menafikan Tuhan, dan bahkan lebih ekstrem, semesta hati/jiwa.
Lalu, dimanakah gerangan buku ini menerjemahkan aku, engkau, dan dia itu? Penulis buku ini, sedari awal bersengaja memilih latar begini:
Pertama, ia percaya banget bahwa manusia adalah bukan semata mahkluk spiritual, humanistic, ataupun materialistic. Menempatkan manusia sebagai homoreligious saja, nyatanya tetap butuh makan, uang, rumah, teman, dan tatanan social. Menilai manusia sebagai makhluk social-humanistik an sich, nyatanya kita ya butuh Tuhan dan kitab suci untuk menjawab keliaran imajinasi-imajinsi tentang kehidupan yang tak terfisikkan. Pun menyuguhkan manusia sebagai makhluk material belaka, faktanya kita ya nggak bias menghindar dari sergapan rasa sedih, marah, kecewa, dan ilfeel saat ada sesuatu atau seseorang yang mencederai kita.
So complicated, maka ia sengaja memilih diksi something, bukan someone, sebab something mampu mencakup aspek fisik, sesuatu dan sekaligus yang di kandung di baliknya, bias psikologi (jiwa), sebagaimana hadirnya rasa marah atau cinta yang di picu oleh hal-hal fisikal. Sementara, someone cenderung tereduksi cakupan maknanya ke dimensi nonfisik belaka, jiwa belaka, ruhaniah belaka, spiritual belaka. Bro/Sist, plis jangan pahami bahwa saya cenderung kealiran materialism, bukanya! Ia semata berusaha menempatkan diri di antara kecenderungan besar (mainstream) pemikiran dan perilaku umum kita yang menempatkan manusia dalam kerangka dominan fisik-materialisme.
Kedua, ia yakin banget bahwa agama atau kebajikan spiritual apapun di turunkanoleh Tuhan atau di ciptakanoleh para arif itu untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Poinnya bukanlah Tuhan itu sendiri, sebab Tuhan tanpa perilaku kita “tuhankan” tetaplah Tuhan Yang Maha Esa. Spektrumnya adalah kita, ya manusia ini, yang sangat kompleks, mulai ranah spiritual, emosional, dan material. Agama, kebajikan spiritual, dan cultism apapun yang tidak menempatkan manusia sebagai temannya adalah bullshit belaka alias omong kosong doang!
Maka, pembicaraan renik-renik yang meliputi kehidupan manusia otomatis meliputi pemahaman tentang Tuhan, jiwa, emosi, social, dan material sekaligus. Itu,jadilah apa yang kini anda baca, yang ia kumpulkan dan curhatkan dalam buku Catatan-Catatan Hati ini, yang terbentang dalam tempo yang panjang secara kontemplatif (permenungan) meski di tuliskan dalam kurun yang (dalam ukuran ia) cepat, sekitar sebulan, dari Jogja, Malang, hingga Sumenep, di ruang khusus menulis di rumah, di kafe, cottage, dan lain-lain.
Maka, kompleksitas tema, peristiwa, kisah, curhat tentang manusia dalam buku ini terasa sangat manusia, kita banget, aku banget, engkau banget, dan dia banget. Mulai dari soal dilema rasa, obsesi, pilihan hidup, cinta, materi, omong kosong, ego, makna kehadiran, hingga kematian. Jadi, kalau anda membaca bagian mana pun dari buku ini, dan anda merasa itu kok mengena banget dengan apa yang telah atau sedang anda alami, itu semata karena watak buku ini yang membicarakan manusia, termasuk anda, meski tentu saja dalam konteks, waktu, nama, dan alur yang variatif.
Dan, ia menuliskan semua catatan hati ini berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi, pengalaman-pengalaman orang lain, hikmah atas bacaan, bisikan gossip dan lain-lain, sehingga kian meneguhkan bahwa buku ini adalah tentang realitas hidup manusia sehari-hari.
Edi Mulyono
Dalam buku“Andai Aku Jalan Kaki, Masihkah Engkau selalu ada Untukku?”
(Catatan-Catatan HATI,
Tentang Aku, Engkau, dan Dia)
WANITA KU JADIKAN ALAS KAKI
Wanita merupakan salah satu penyokong kehidupan bagi para lelaki, tanpa seorang wanita kehidupan pria akan terasa hampa, oleh sebab itu jangan merasa heran kalau manusia punya pasangan masing-masing. Para lelaki biasanya akan memilih wanita yang dapat membahagiakan dirinya, namun disisi lain para lelaki biasanya mempermainkan hati seorang wanita, begitu pula sebaliknya para wanita membutuhkan pria yang selalu setia dalam mendampingi kehidupannya bahkan sampai ke kursi pelaminan, tapi kenapa ada juga wanita yang mempermainkan hati dan perasaan seorang pria. Kalau keadaannya terus-terus seperti itu, bisa saja pria dan wanita akan saling membenci. Pertahankanlah keadaan hati dan perasaan bagi orang-orang yang selalu setia dalam menjalankan hubungan sebagai pasangan hidup dikemudian hari, jangan karena kita berada di jaman modern sekarang, sampai-sampai kita terpengaruh dengan berbagai macam godaan yang datang menjerumuskan kita kepada hal-hal yang dapat menghancurkan setiap hubungan kita. Bagi para lelaki, janganlah mengecewakan dan membenci seorang wanita yang ada dalam hubungan kita, karena kita tidak akan tahu suatu saat nanti dialah orang yang siap mendampingi kita.
Kita ketahui bersama, bahwa kehidupan para wanita itu di ibaratkan Telur di atas tanduk, ketika telur itu jatuh maka akan hancur dan tidak akan kembali kepada yang semula. Jadi, bagi para wanita behati-hatilah dalam memilih pasangan hidup agar tidak menjadi seperti telur tadi. Bagi pribadi, saya orang yang takut mengecewakan hati seorang wanita. Kasihan, hati wanita sangat lemah, kenapa harus di sakiti. Jika aku mempunyai seseorang dalam hidupku, aku akan menjaganya dari berbagi permasalahan yang akan muncul bahkan tidak akan mengecewakannya, karena dia adalah alas kakiku yang selalu ku bawa terus kemana-mana dan tidak akan melepaskannya. Dialah cinta sejatiku,,,,,,,,,,