Prinsip dasar pengembangan pertanian organik

23 February 2013 11:12:50 Dibaca : 1432 Kategori : AGRICULTURE

Akhir-akhir ini dan kedepan masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya dan dampak negative yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintesis dalam bidang pertanian.  Orang semakin arif memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.  Gaya hidup sehat “back to nature” makin menggaung mengurangi dominasi pola hidup lama yang mengandalkan penggunaan bahan kimia non alami, seperti pupuk anorganik, pestisida kimia sintesis dan hormone tumbuh dalam produksi pertanian.  Pangan yang sehat dan bergizi dapat diproduksi dengan cara yang dikenal sebagai pertanian organik.

Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian yang berorientasi pada pemanfaatan bahan-bahan alami (lokal)  tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintesis seperti pupuk, pestisida (kecuali bahan yang diperkenankan).  Teknik budidaya lainnya bertumpu pada peningkatan  produksi, pendapatan serta berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen dan tidak merusak lingkungan.  Slogan “hidup sehat” telah melembaga secara internasional sehingga produk-produk pertanian disyaratkan memiliki atribut jaminan mutu “ aman konsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).

Tulisan ini memuat bahasan tentang prinsip dasar pertanian organik, mudah-mudahan bermanfaat dalam rangka menyambut dan mempersiapkan berbagai hal untuk memenuhi  permintaan produk-produk organik yang semakin meningkat ke depan, baik dalam  negeri maupun mancanegara.

PENGERTIAN UMUM PERTANIAN ORGANIK

Pertanian organik (Organic Farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong tanaman dan tanah tetap sehat melalui cara pengelolaan tanah dan tanaman yang disyaratkan dengan pemanfaatan  bahan-bahan organik atau alamiah sebagai input, dan menghindari penggunaan pupuk buatan dan pestisida kecuali untuk bahan-bahan yang diperkenankan ( IASA, 1990).

 

Produk organik adalah  produk (hasil tanaman/ternak yang diproduksi melalui praktek-praktek yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan mutunya baik (nilai gizi dan keamanan terhadap racun terjamin).  Oleh karena itu pertanian organik tidak berarti hanya meninggalkan praktek pemberian bahan non organik, tetapi juga harus memperhatikan cara-cara budidaya lain, misalnya pengemdalian erosi, penyiangan  pemupukan, pengendalian hama dengan bahan-bahan organik atau non organik yang diizinkan.  Dari segi sosial ekonomi, keuntungan yang diperoleh dan produksi pertanian organik hendaknya dirasakan secara adil oleh produsen, pedagang dan konsumen (Pierrot, 1991).  Budidaya organik juga bertujuan untuk meningkatkan siklus biologi dengan melibatkan mikro organism, flora, fauna, tanah, mempertahankan  dan meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan segala bentuk polusi dan mempertimbangkan dampak social ekologi yang lebih luas.

 

Sistem pertanian yang sama sekali tidak menggunakan input kimia anorganik (kecuali yang diizinkan) tetapi hanya menggunakan bahan alami berupa bahan atau pupuk organik disebut sebagai Sistem Pertanian Organik Absolut.  Sistem pertanian yang menggunakan bahan organic sebagai salah satu masukan yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan suplemen pupuk buatan (kimia anorganik), disertai dengan aplikasi herbisida dan pestisida secara selektif dan rasional dinamakan Sistem Pertanian Organik Rasional (Fagi dan Las, 2007).

 

Produk Organik dari suatu sistem pertanian organik dalam konteks pertanian organik standar tentunya mangacu pada sistem pertanian organik absolut.  Selama ini masih banyak kalangan masyarakat yang beranggapan bahwa pertanian organik adalah produk yang dihasilkan dari suatu pertanaman/lahan (produk) yang telah menggunakan/memanfaatkan bahan organik dalam proses produksinya, sekalipun dalam sistem produksi masih digunakan pupuk/pestisida anorganik atau belum memenuhi standar organik yang ditetapkan oleh IFOAM.  Pandangan ini perlu diluruskan agar tidak mengecewakan dikemudian hari.

 

PRINSIP DASAR BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK

 

Prinsip dasar pertanian organic yang dirumuskan oleh IFOAM, International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 1992) tentang budidaya tanaman organik harus memenuhi persyaratan – persyaratan sebagai berikut :

1. Lingkungan

Lokasi kebun harus bebas dari kontaminasi bahan-bahan sintetik.  Karena itu pertanaman organik tidak boleh berdekatan dengan pertanaman yang memakai pupuk buatan, pestisida kimia dan lain-lain yang tidak diizinkan.  Lahan yang sudah tercemar (intensifikasi) bisa digunakan namun perlu konversi selama 2 tahun dengan pengelolaan berdasarkan prinsip pertanian organik.

2. Bahan Tanaman

Varietas yang ditanam sebaiknya yang telah beradaptasi baik di daerah yang bersangkutan, dan tidak berdampak negative terhadap lingkungan.

3. Pola Tanam

Pola tanam hendaknya berpijak pada prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, berwawasan lingkungan menuju pertanian berkelanjutan

4. Pemupukan dan Zat Pengatur Tumbuh

Bahan organik sebagai pupuk adalah sebagai berikut :

- Berasal dari kebun atau luar kebun yang diusahakan secara organik
- Kotoran ternak, kompos sisa tanaman, pupuk hijau, jerami, mulsa lain, urin ternak, sampak kota (kompos) dan lain-lain bahan organik asalkan tidak tercemar bahan kimia sintetik atau zat-zat beracun.
- Pupuk buatan (mineral)
- Urea, ZA, SP36/TSP dan KCl, tidak boleh digunakan
- K2SO4 (Kalium Sulfat) boleh digunakan maksimal 40 kg/ha; kapur, kieserite, dolomite, fosfat batuan boleh digunakan
- Semua zat pengatur tumbuh tidak boleh digunakan

5. Pengelolaan Organisme Pengganggu

- Semua pestisida buatan (kimia) tidak boleh digunakan, kecuali yang diizinkan dan terdaftar pada IFOAM
- Pestisida hayati diperbolehkan

 

SERTIFIKASI DAN STANDARDISASI  PERTANIAN ORGANIK

 

Suatu produk dapat diakui sebagai produk organik apabila telah melalui proses sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi resmi yang telah terdaftar pada IFOAM (IFOAM,1986).  Lembaga-lembaga Standardisasi Internasional yang diakui adalah IFOAM dan The Codex Alimentarius.  Standar IFOAM merupakan standar dasar untuk produk organik dan prosesnya, ditetapkan sejak tahun 1980.  Standar The Codex Alimentarius  adalah standar yang disusun dengan penyesuaian Standar IFOAM dengan beberapa standar dan aturan lain.

 

Tiap Negara terus berusaha menyusun standar pertanian organiknya.  Uni Eropa misalnya mencapai kesepakatan mengenai aturan baru tentang produksi dan pelabelan organik dalam pertemuan di Brussel Belgia, Juni 2007.  Peraturan ini berlaku efektif Januari 2009.  Aturan baru ini mewajibkan pelabelan organik Uni Eropa bagi produk organik yang dipasarkan di Uni Eropa, namun produk tersebut dapat menyertakan label logo organik nasional atau swasta.

 

Adanya standar masing-masing Negara sering membuat salah tafsir sehingga menimbulkan pasar produk organik terhambat.  Untuk mengatasi ini diperlukan suatu panduan harmonisasi dan kesetaraan standar organik yang dibangun dalam pertemuan-pertemuan badan/lembaga dunia.

 

Otoritas Pertanian Organik India telah memperoleh kesetaraan sistem dengan Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan Uni Eropa sejak tahun 2006 sehingga memudahkan produsen India memasarkan produk organiknya ke Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan sertifikat organik yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi lokal.

 

Departemen Pertanian Republik Indonesia juga telah menyusun standar pertanian organik di Indonesia, tertuang dalam  SNI 01-6729-2002.  Sistem Pertanian Organik menganut paham organik proses artinya semua proses Sistem Pertanian Organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pasca panen memenuhi standar budidaya organik, bukan dilihat dari produk organik yang dihasilkan.   SNI Sistem Pangan Organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga harus diakreditasi oleh Departemen Pertanian dan Pusat Standardisasi dan Akreditasi (PSA).

 

PELUANG, TANTANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

 

Peluang

 

Indonesia khususnya Sulawesi Selatan memiliki potensi dan peluang yang cukup besar dalam rangka pengembangan pertanian organik. Potensi sumberdaya pertanian antara lain lahan, tanaman, manusia, teknologi dan lain-lain, cukup tersedia. Sistem pertanian organik sudah sejak dulu dilakukan oleh petani sebelum program BIMAS (Revolusi hijau).  Hingga saat ini masih dijumpai di beberapa daerah, petani tetap mempertahankan cara pertanian tersebut. Oleh karena itu teknologi pengembangan pertanian organik tidak akan menghadapi problem yang berarti dalam penerapannya. Teknologi pertanian organik relatif tersedia dan mudah dilakukan. Teknologi pembuatan kompos, pupuk-pupuk organik, telah siap. Jerami, pupuk kandang, sisa (limbah) tanaman, sampah kota, juga tersedia dan melimpah serta mudah diperoleh di lapang (Tandisau, 2009).

 

Beberapa tahun terakhir dan di masa yang akan datang, konsumen semakin sadar untuk mengkonsumsi produk-produk yang sehat, tidak tercemar, aman dari racun sebagaimana yang disinyalir dihasilkan oleh pertanian modern yang banyak menggunakan bahan-bahan sintetik dan kimia. Diperkirakan pangsa pasar produk pertanian organik di dunia sekitar 20 % dari total produk pertanian dunia (Surip et al. 1994), dan total penjualan diperkirakan sekitar $USD 20 M (Winaryo 2002). Sayangnya pangsa pasar produk organik di Indonesia belum termonitor. Di Indonesia, perhatian terhadap produk organik masih kurang, namun sebagian masyarakat telah memahami akan pentingnya mengkonsumsi makanan yang aman dan sehat. Karena itu produk organik memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan di masa depan, baik untuk pasar domestik maupun luar negeri. Harga pupuk dan pestisida semakin mahal, tidak terjangkau petani sehingga petani akan mencari alternatif pengganti yang lebih murah dan selalu tersedia dan melimpah di daerah yaitu bahan-bahan organik (alamiah).

 

Harga produk pertanian organik umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan non organik. Selisih harga mencapai ≥ 30%. Dengan penerapan teknologi pertanian organik secara baik, diharapkan hasil yang diperoleh relatif sama dengan pertanian non organik. Dengan demikian pendapatan petani akan meningkat, lingkungan sehat dan aman, kondisi lahan tetap sunur, mampu memberikan hasil yang tinggi secara kontinyu. Karena itu dengan tingkat harga yang menarik tersebut, petani akan tergerak dan termotivasi untuk mengembangkan pertanian organik. Dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah sangat kuat dalam rangka pengembangan pertanian organik karena cara tersebut dapat mengatasi masalah lingkungan. Karena itu, pengembangan pertanian organik di Sulawesi Selatan cukup prospektif di masa depan.

 

Tantangan

 

Dalam pelaksanaan dan pengembangan sistim pertanian organik, beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi adalah sebagai berikut :

- Pertanian organik menekankan  pemberian bahan organik (pupuk organik)
Kadar hara bahan organik sangat rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman. Karena itu butuh tempat penyimpanan, pengolahan dan ruang yang cukup. Disamping itu membutuhkan biaya angkutan yang besar terutama jika jarak kebun dan rumah sangat jauh.  Dengan demikian diperlukan tenaga, waktu dan biaya yang cukup dalam pengelolaan pertanian organik (Syers dan Craswell 1995; Tandisau dan Sariubang, 1995)

 

  1. Produktivitas pertanian organik lebih rendah, sehingga jika tidak ada insentif harga untuk produk organik maka petani tidak akan tertarik berusaha tani pertanian organik.
  2. Pengakuan sebagai pelaku pertanian organik harus melalui proses akreditasi dan sertifikasi. Pembentukan lembaga akreditasi untuk produk tiap sub sektor di Indonesia mungkin belum terpenuhi. Karena itu masih memerlukan waktu yang cukup untuk bisa mengembangkan pertanian organik tiap komoditas.
  3. Biaya sertifikasi lahan/produk cukup mahal, tidak terjangkau petani perorangan.
  4. Lembaga pendukung kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran, serta pendukung lainnya harus dipersiapkan
  5. Sikap petani selama ini terlena oleh cara pertanian yang relatif serba cepat, mudah, kebutuhan relatif lebih sedikit sehingga menjadi tantangan untuk dapat merobah kembali menjadi petani yang tekun, sabar dan mau bekerja keras.
  6. Diperlukan inovasi teknologi pemanfaatan bahan organik yang sederhana, cepat, mudah diaplikasikan, tidak membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak dalam proses pembuatan dan penanganan sampai pada aplikasinya. Ini merupakan tantangan bagi peneliti.
  7. Diperlukan inovasi teknologi pengembangan peranan organik yang memberi hasil (produktivitas tinggi).

 

Strategi Pengembangan

Pengembangan sistem pertanian organik ke depan dalam jangka pendek lebih baik di arahkan ke daerah-daerah yang masih mempertahankan sistem pertanian lokal-tradisional (daerah pegunungan, pedalaman).  Komoditas-komoditas yang dimungkinkan antara lain kopi, teh, padi-padi lokal bermutu baik, tanaman rempah dan obat serta sayuran dan buah-buahan. Kakao, merica, jambu mete (tanaman ekspor) juga potensial untuk diusahakan dalam pertanian organik. Sistem integrasi tanaman-ternak juga merupakan pilihan untuk dikembangkan kedepan.

Pemerintah perlu mendorong terbentuknya lembaga sertifikasi produk pertanian organik yang dibutuhkan (yang belum ada).  Disamping itu pembentukan, pengembangan, dan penguatan lembaga-lembaga pendukung seperti kelompok tani, penyuluh, lembaga pemasaran (pasar khusus produk oragnik) perlu persiapan dan pembenahan. Selain itu diperlukan kegiatan sosialisasi untuk member pemahaman dan bekal tentang makna dan manfaat pertanian organik kepada masyarakat produsen (petani), konsumen (pengguna), pedagang, pemerintah daerah, penyuluh serta pelaku pertanian dan institusi terkait lainnya.

Dukungan dalam bentuk kebijakan oleh pemerintah berupa insentif harga produk dan subsidi biaya sertifikasi lahan (produk) diperlukan dalam rangka pengembangan pertanian organik.