Pemanfaatan limbah pertanian untuk membuat biochar

06 February 2014 00:33:13 Dibaca : 3722 Kategori : ENVIRONMENT

A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alamnya. Banyak potensi pertanian yang menguntungkan bila diolah secara maksimal. Melihat fakta selama ini, banyak limbah pertanian yang dibiarkan begitu saja pasca panen, tanpa memperhatikan pertambahan nilai olahan limbah tersebut. Limbah-limbah tersebut masih dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi produk baru yang dapat menambah produktivitas pertanian.
Lahan pertanian di Indonesia sangat luas. Banyak diantaranya merupakan lahan kritis. Lahan yang tidak diolah dengan baik, sehingga secara bertahap menyebabkan kualitas tanah menurun dan berakibat pada penurunan produktivitas pertanian. Serta daerah bekas pertambangan yang tidak subur dan strukturnya telah rusak. Luas kedua tipe lahan tersebut semakin besar dan secara teori masih dapat direkonstruksi.
Bila ditelaah lebih teliti lahan pertanian yang rusak dapat dikembalikan lagi tingkat kesuburannya dengan pengolahan yang baik. Konsep biochar (arang hayati) ditawarkan sebagai pembenah lahan. Biochar dapat dibuat dari berbagai biomasa, bahkan limbah-limbah pertanian yang memenuhi syarat. Sejarah menujukkan, biochar telah dimanfaatkan secara tradisional oleh petani di berbagai belahan dunia. Berbagai penelitian menunjukkan, biochar berpotensi memperbaiki struktur dan kesuburan tanah. Di Indonesia, pemanfaatan biochar dalam skala besar adalah hal yang relatif baru. Oleh karena itu, pemerintah berperan penting dalam memeberikan pemahaman dan pembinaan kepada masyarkat luas terutama petani akan pentingnya biochar sebagai pembenah tanah guna mendukung mendukung peningkatan produksi pertanian ke depannya.

B. ISI
Definisi limbah pertanian
Makalah ini membahas limbah pertanian yang secara khusus merupakan limbah hasil pertanian, berupa sekam, jerami, tempurung kelapa, limbah biji sawit ataupun limbah kayu, yang merupakan sisa hasil panen yang sudah tidak dimanfaatkan.
Definisi biochar
Biochar adalah istilah baru yang digunakan untuk menggambarkan arang (biasanya arang berserbuk halus) berpori terbuat dari sampah organik yang ditambahkan pada tanah. Biochar dihasilkan melalui proses pirolisis biomasa. Pirolisis Ini dilakukan dengan memaparkan biomasa pada temperatur tinggi tanpa adanya oksigen. Proses ini menghasilkan dua jenis bahan bakar (sygas atau gas sintetis dan bio-oil atau minyak nabati) dan arang (yang kemudian disebut biochar) sebagai produk sampingan.
Biochar memiliki karakteristik: high surface area, high volume, micropores, density, macropores, serta mengikat air. Karakteristik tersebut menyebabkan biochar mampu memasok karbon, bochar juga dapat mengurangi CO2 dari atmosfer dengan cara mengikatnya kedalam tanah.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan biochar antara lain:
- Dapat memperbaiki struktur tanah
- Luas permukaan biochar lebih besar, hal ini dapat menahan air dan tanah dari erosi
- Mengikat nitrogen, calcium (Ca2+), potassium (K+), magnesium (Mg2+)

Proses pembuatan biochar
Biochar adalah produk kaya karbon ketika biomassa seperti rabuk (manure) atau daun, dipanaskan dengan oksigen rendah atau bahkan vakum. Secara teknis biochar diproduksi melalui dekomposisi termal materi organikdi bawah suplai oksigen yang terbatas serta temperatur yang rellatif rendah (<700°C).
Biochar dapat dibuat melalui banyak cara, terutama menggunakan salah satu dari tiga proses dekomposisi termal dominan: pirolisis, gasifikasi, dan karbonisasi hidrotermal. Energi yang dihasilkan berbentuk gas atau minyak yang terbentuk bersama dengan terbentuknya biochar. Energi yang dihasilkan tersebut dimungkinkan dapat menutup fungsi lain (recoverable), atau secara sederhana energi tersebut dibakar dan dibebaskan sebagai panas. Biochar dapat dibuat dari berbagai macam biomassa. Sistem (reaktor) yang digunakan pun berbeda-beda, dan mungkin menggunakan teknologi yang memproduksi energi recoverable ataupun tidak, mulai dari skala rumah tangga hingga pembangkit listrik bioenergi besar.
Tanah yang subur memerlukan kandungan bahan organik sebesar 2%. Arang hayati atau biochar memberikan opsi untuk pengelolaan tanah terutama sebagai supplier karbon dan perekonstruksi. Menurut Lehmann (2007), semua bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah nyata meningkatkan berbagai fungsi tanah tak terkecuali retensi berbagai unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman. Biochar lebih efektif menahan unsure hara untuk ketersediaannya bagi tanaman dibandingkan bahan organik lain seperti sampah dedaunan, kompos atau pupuk kandang. Biochar juga menahan P yang tidak bisa diretensi oleh bahan organik tanah biasa. Lehmann dan Rondon (2006) serta Rondon et al. (2007) melaporkan bahwa biochar juga menyediakan media tumbuh yang baik bagi berbagai mikroba tanah.

Sejarah biochar
Perhatian terhadap biochar dari biomassa didorong oleh studi tentang tanah yang ditemui di Lembah Amazon, disebut Terra Preta (Lehmann et al. 2003; Lehmann et al. 2006; Miles 2009). Tanah hitam Amazon merupakan tanah yang sudah tua, dikelola oleh bangsa Ameridian antara 500 dan 2500 tahun yang lalu. Tanah ini mempertahankan kandungan karbon organik dan kesuburan yang tinggi, bahkan beberapa ribu tahun setelah ditinggalkan oleh penduduk setempat, sangat berbeda dengan tanah masam di dekatnya yang mempunyai kesuburan rendah. Kandungan bahan organik tanah dan hara yang tinggi disebabkan oleh kandungan karbon hitam yang sangat tinggi.
Dari buku kuno di Jepang juga diketahui istilah pupuk-api (fire-manure) sebagai penyubur pertanian pada tahun 1697. Pupuk-api ini tak ubahnya biochar.
Tradisi di China, upaya menyuburkan lahan sejak lama dikembangkan melalui pembakaran biomassa. Penelitian ilmiah terhadap peran biochar bagi pertumbuhan bibit padi juga sudah dikembangkan pada tahun 1915.
Pada tahun 2007 International Rice Research Institute (IRRI) menguji pemberian biochar pada produksi padi gogo di Laos bagian utara. Biochar terbukti meningkatkan konduktivitas hidrolik top soil atau lapisan permukaan tanah dan meningkatkan hasil gabah pada kandungan tanah yang rendah fosfor (P) tersebut. Pemberian biochar juga terbukti meningkatkan respons terhadap pemberian pupuk dengan kandungan nitrogen (N).


Potensi pengembangan biochar limbah pertanian
Dalam aplikasinya, arang hayati, misalnya dari pembakaran batang kayu, biasanya dijadikan media tanam tanaman anggrek. Petani juga kerap membakar jerami untuk menambah kesuburan lahan. Itulah praktik pemanfaatan biochar yang tanpa disadari sesungguhnya dapat dikembangkan jauh lebih optimal.
Di Indonesia potensi alam melimpah tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal. Jumlah biomassa sangat melimpah, tetapi pemanfaatannya masih sangat sedikit. Dapat diambil contoh residu pertanian dari produksi padi adalah sekam dan jerami.
Dari bulir gabah (Gani,2009) dapat diperoleh sekam dengan kandungan 18 persen hingga 22 persen. Kemudian dari jerami dapat diperoleh 45 persen sampai 55 persen biomassa tanaman itu. Panenan gabah kering rata-rata saat ini 6 ton per hektar, akan diperoleh 1,2 ton sekam dan 6 ton jerami. Total limbah produksi padi untuk biochar mencapai 120 persen gabahnya. Setiap tahun kini diproduksi lebih dari 55 juta ton gabah kering panen. Ini berarti di Indonesia ada sekitar 66 juta ton limbah produksi padi berpotensi menjadi biochar setiap tahun.
Belum lagi residu dari produksi tani kacang-kacangan atau tongkol jagung, residu perkebunan kelapa sawit, tempurung kelapa, residu tebu dan residu pengolahan hasil kehutanan berupa kayu. Potensi pembuatan biochar dari limbah pertanian benar-benar sangat berlimpah.


C. PENUTUP
Penelitian dan pengembangan biochar telah menarik banyak komunitas ilmiah dan pengguna yang melihat perspektif menarik tentang pengelolaan biomassa bagi pembanguan perekonomian dan swasembada pangan. Integrasi produksi bioenergi pertanian berkelanjutan dengan pengelolaan limbah ke dalam suatu pendekatan penggunaan biochar merupakan usaha pengelolaan sumber daya yang memiliki peluang besar. Sehingga diharapkan adanya realisasi oleh berbagai pihak terkait.
Aplikasi biochar mempunyai manfaat agronomis yang nyata. Namun, hasil ini tidak universal karena dari beberapa hasil penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh luasnya kisaran sifat biochar, sesuai dengan bahan dasarnya, dan interaksi yang beragam antara biochar dengan tipe tanah. Karena itu masih diperlukan penelitian untuk pengembangan pemanfaatan biochar secara umum.
Karena biochar dapat dibuat dari berbagai biomassa, maka diharapkan tidak memakai biomassa bahan makanan layak pakai dan kayu hutan, tetapi menggantinya dengan limbah-limbah pertanian dan bahan organik yang tidak dipakai.
Produksi biochar dengan reaktor yang tidak kedap udara memungkinkan emisi pembakaran keluar dari sistem dan mencemari lingkungan. Maka dari itu diperlukan inovasi dan pengembangan reaktor seideal mungkin. Sehingga selain mencegah keluarnya emisi, jumlah karbon yang terfiksasi ke dalam biochar pun semakin besar.