KATEGORI : COURSE

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERANAN BIOLOGI MOLEKULER

08 March 2015 08:41:24 Dibaca : 5557


Biologi Molekuler merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati serta kontribusi hubungan tersebut terhadap pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses biokimia. Secara lebih ringkas dapat dikatakan bahwa Biologi Molekuler mempelajari dasar-dasar molekuler setiap fenomena hayati.
Meskipun sebagai cabang ilmu pengetahuan tergolong relatif masih baru, Biologi Molekuler telah mengalami perkembangan yang sangat pesat semenjak tiga dasawarsa yang lalu. Kebanyakan dari kemajuan-kemajuan itu pada awalnya adalah berkat kerja yang baik para peneliti yang memberi perhatian pada jasad renik. Menurut Francois Jacob dan James D. Watson penemuan sukses di tahun 1950-an dan 960-an yang dapat digunakan dalam mempelajari sel dan organ pada organisme tingkat tinggi  adalah berupa :
1.      Penemuan struktur DNA
2.      Peranan RNA (sintesis protein)
3.      Kode genetik
4.      Cara pengaturan gen pada bakteri
Telah diadakan pendekatan molekuler dalam biologi dan akan sangat mempengaruhi tiap disiplin ilmu dalam biologi seperti :
1.      Histologi : bidang biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis.
2.      Sitologi : ilmu yang mempelajari tentang sel. Pemeriksaan sitologi yang sering digunakan untuk mendeteksi kanker payudara adalah dengan cairan antara selaput pembungkus paru (cairan pleura).
3.      Anatomi : cabang dari biologi yang berhubungan dengan struktur dan organisasi dari makhluk hidup.
4.      Embriologi : cabang ilmu yang mempelajari perkembangan embrio
dalam rahim ibu.
5.      Genetika : cabang biologi yang mempelajari pewarisan sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion)
6.      Fisiologi : turunan biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan berfungsi secara fisik dan kimiawi.
7.      Evolusi : ilmu yang mempelajari perubaan-perubahan pada makhluk hidup dalam jangka waktu yang sangat lama.
Perbedaannya adalah, pada saat itu para ahli biologi dalam studinya menggunakan sel-sel prokariotik, terutama suatu tipe bakteri Eschericia coli. Berbeda dengan waktu ini yang menggunakan sel eukariotik. Tetapi kebanyakan sifat-sifat yang menyebabkan organisme tingkat tinggi berbeda dengan bakteri sekarang sudah dapat ditunjukkan pada tingkat molekuler.
Pada akhir abad ke-19 timbul 2 teori, yaitu teori evolusi dan teori sel, yang mendorong adanya konversi dalam biologi dari masa lalu yang observasional menjadi ilmu eksperimental yang aktif.dalam teori evolusinya, Darwin dan Wallace melihat ketidaktetapan dunia hayati. Mereka mengajuka hipotesa bahwa perubahan-perubahan massa tanah, fluktuasi suhu dan hujan lokal, dan perubahan iklim jangka lama, merupakan penyebab ‘seleksi alam’. Di lingkungan selektif itu dapat muncul jenis-jenis baru, sedang jenis –jenis lama yang tidak bisa menyesuaikan diri akan mati.
Pada akhir abad ke-17 ahli berkebangsaan Belanda, Anton Van Leeuwenhoek, membuat mikroskop yang pertama. Alat ini menunjukkan padanya adanya partikel-partikel kecil yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa. Pada waktu yang hampir bersamaan, Robert Hooke mengamati unitunit mikroskopik yang menyusun gabus, suatu jaringan mati. Ia menamakan unit-unit tersebut sel. Setelah mikroskop yang modern, teknik-teknik pengawetan jaringan, serta alat-alat untuk membuat irisan tipis telah ada pada awal abad ke-19 para penyelidik tidak hanya melihat bahwa jaringan disusun oleh unit-unit sel, tetapi juga bahwa sel-sel dapat membelah. Mulailah diketahui bahwa tiap sel menunjukkan kehidupan. Hingga dapat dinyatakan bahwa ada satu prinsip universal mengenai perkembangan untuk bagian-bagian dasar pada organisme, walaupun berbeda, dan prinsip ini adalah pembentukan sel-sel.
Menurut kepercayaan orang dahulu tidak ada suatu bagianpun dari organisme yang dulunya hidup. Selain itu, dulu diduga bahwa suatu bentuk primitif protoplasma, suatu “blastema primitif”, merupakan bahan asal kebanyakan organisme. Namun, teori sel sangat melemahkan pendapat ini dengan dalil organisme dapat timbul dari organisme-organisme penyusunnya.suatu kesimpulan dari teori sel adalah paling penting jika sel-sel masing-masing dapat tumbuh dan membelah, maka sel-sel itu adalah subyek yang cocok untuk studi organisme hidup. Sbelum jaman Louis Pasteur, organisme bersel satu yang diamati Leeuwenhoek dianggap timbul sebagai “generatio spontanea”. Tetapi percobaan Pasteur memunyai bobot untuk melawan konsep tersebut. Menjelang akhir abad ke-19 teori sel diterima secara luas dan dasar biologi modern telah ada.
Pada awal abad ke-19 ditemukan bahwa suatu bagian utama ekstrak yang berasal dari sel-sel tumbuhan dan hewan adalah bahan yang sangat kompleks yang menghasilkan endapan “fibrous” jika ekstrak tersebut dipanasi atau dicampur dengan asam.G.J. Mulder berkesimpulan di tahun 1838 bahwa bahan “fibrous” tersebut adalah protein. Pada tahun 1900, 16 dari 20 asam amino standard yang menjadi penyusun protein telah diketahui.Pada tahun 1865 hukum-hukum dasar pewarisan ditemukan oleh Gregor Mendel. Namun kesimpulan-kesimpulannya ini jauh lebih awal dari ilmu yang bersangkutan sehingga diabaikan begitu saja. Baru pada tahun 1900 kesimpulan-kesimpulan tersebut diterima dalam dunia ilmu pengetahuan. Adalah suatu hal yang wajar jika teori sel mengakar lebih kuat dahulu sebelum para ahli biologi memahami hubungan antara genetika Mendel dengan pembelahan sel. Setelah itu orang memalingkan perhatiannya kepada sperma dan sel telur yang persatuannya merupakan langkah pertama dalam semua pembelahan sel pada organisme tingkat tinggi. Berkat penemuan ini selanjutnya berkembang dan diketahui proses-proses pembelahan mitosis dan meiosis. Tidak hanya berhenti disitu, para ahli biologi semakin gencar melakukan penelitian dan mendapatkan penemuan yang berguna bagi dunia ilmu pengetahuan, mulai dari inti sel dan kromosom, enzim, DNA (menetapkannya sebagai bahan genetik), struktur DNA, virus, basa nitrogen, dan banyak lagi. Sejak tahun 1975 teknik-teknik baru telah memungkinkan manusia untuk mengisolasi segmen DNA dan memurnikannya dalam jumlah besar. Pada umumnya pendekatan molekuler diterapkan pada sel-sel euakariotik.



Perbedaan    Sebelum berkembang pesat    Sesudah berkembang pesat
1.      objek    prokariotik    eukariotik
2.      faham    generatio spontanea    berasal dari mikroba yang ada di udara


1.1 Latar Belakang
    Perkembangan ilmu biologi molekuler di dunia begitu pesat,hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola fikir dan keadaan wilayah sehingga banyaknya ilmu-ilmu yang mempelajari bagaimana memaksimalkan DNA dan mempelajari perubahan DNA (genetik) karena perubahan lingkungan maupun karena hal lainnya. Sehingga berbagai pihak harus bisa mengerti dan paham akan fenomena ini,salah satunya profesi dokter hewan di Indonesia.
    DNA merupakan pembawa informasi genetik yang akan diturunkan kepada generasi penerusnya (Anonim,2010) ,sehingga dengan memodifikasi informasi ini akan menghasilkan generasi baru yang bisa bersaing dan mendapatkan keuntungan berlimpah,baik dari segi budaya maupun ekonomi serta sosial. Sehingga ilmu ini sangatlah bermanfaat bagi umat manusia.
    Ilmu dasar yang harus dimiliki untuk bisa mengolah data genetik yaitu harus mengetahui dan memahami teknik Isolasi DNA,Amplifikasi DNA dengan PCR,Uji Polimerisme dengan teknik RFLP dan Elektroforesis Gel Poliakrilamid. Dimana praktikum tersebut saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya (Suryanto Dwi,2010)
    Isolasi DNA merupakan proses untuk mendapatkan DNA murni yang bebas dari RNA maupun protein lainnya hal ini didasarkan pada proses sentrifugasi (berat molekul),kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi DNA dengan PCR. Hal tersebut bermanfaat dalam memperbanyak jumlah DNA agar bisa dimanfaatkan lebih maksimal karena jumlahnya lebih banyak. Kemudian diidentifikasi dengan proses RFLP agar tahu variasi-variasi dari bahan genetic tersebut. Dan hasilnya dilihat menggunakan Elektroforesis Gel Poliakrilamid untuk mengetahui visualisasi dari semua praktikum diatas. Agar bisa ditentukan berat molekul dan menentukan keberhasilan teknik tersebut.
    Berdasarkan latarbelakang di atas, praktikum “Isolasi DNA,AmplifikasiDNA dengan PCR,Uji Polimersime dengan teknik RFLP dan Elektroforesis Gel Poliakrilamid” dirasa sangat dibutuhkan oleh Dokter Hewan. Selain itu,praktikum ini merupakan salah satu cara memenuhi kewajiban dari pihak akademik fakultas agar menghasilkan lulusan yang bisa bersaing secara nasional maupun internasional.

1.2 Tujuan
•    Untuk memperoleh Isolat DNA pada berbagai makluk hidup ( Isolasi DNA )
•    Untuk memperbanyak jumlah DNA agar bisa digunakan untuk analisis maupun penelitian. (Amplifikasi DNA dengan PCR)
•    Untuk mengetahui keanekaragaman genetic maupun variasi–variasinya ( Uji polimersime dengan teknik RFLP )
•    Untuk memurnikan maupun memisahkan suatu molekul baik protein maupun asam nukleat berdasarkan perbedaan ukurannya ( Elektroforesis Gel Poliakrilamid )

1.3 Manfaat
•    Memberikan pengetahuan seputar karakteristik dari DNA pada suatu makluk hidup khususnya pada praktikum ini DNA sapi (darah sapi). (Isolasi DNA)
•    Memberikan pengetahuan akan keragaman genetic maupun cara seleksi maupun uji kemurnian pada bahan tersebut (Amplifikasi DNA dengan PCR)
•    Memberikan pengetahuan akan variasi-variasi genetic beserta pemetaan genetic,penentuan mutasi,kekerabatan dan hal-hal yang berhubungan jenis genetic. ( Uji polimersime dengan teknik RFLP )
•    Memberikan pengetahuan tentang perbedaan ukuran dari DNA hasil PCR dsb serta berperan dalam mempurifikasikan DNA tersebut dan proses-prosesnya. ( Elektroforesis Gel Poliakrilamid ).


BAB II
METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat
    Praktikum Isolasi DNA ,Amplifikasi DNA dengan PCR,Uji Polimerisme dengan Teknik RFLP dan Elektroforesisi Gel Poliakrilamid dilakukan pada tanggal 05 November 2012 jam 13.00 – 18.00 WIB di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Brawijaya,Malang.

2.2 Alat dan Bahan
    2.2.1 Isolasi DNA
    Peralatan yang digunakan pada praktikum Isolasi DNA antara lain microtube atau eppendorf steril,kemudian mortar,microcentrifugastor,micropipette,vortex dan inkubator. Kemudian bahan yang dibutuhkan antara lain ; darah sapi,larutan buffer ekstrak atau buffer lysis,PCI (Phenol Chloroform Isoamil Alkohol), Ethanol atau Alkohol 70% dan dd H2O steril.

    2.2.2 Amplifikasi DNA dengan PCR
    Adapun perlatan yang digunakan antara lain ; Thin Wall, Laminar Air Flow (LAF) ,Mikropipet,Mikrotube (tabung 1,5 ml),Yellow Tip , Mesin PCR/Thermal cycler,Spin down/mesin sentrifugasi,Masker dan Gloves. Serta juga dibutuhkan beberapa bahan seperti ddH2O,PCR mix,DNA Template / Whole genom (diambil dari darah sapi),Primer forward (satelit IV) dan Primer reverse (satellite IV).
     
    2.2.3 Uji Polimerisme dengan Teknik RFLP
    Bahan yang digunakan antara lain ; ddH2O 5µl,Buffer enzim 2x sebanyak 1 µl,DNA hasil PCR sebanyak 3 µl,dan enzim Hind III 1 µl serta ditambahkan Loading Dye. Adapun Alat-alat yang digunakan Thin Wall,Eppendorf,Lemari pendingin (refrigerator),mikropipet dan stopwatch.

    2.2.4 Elektroforesis Gel Poliakrilamid
    Alat-alat yang digunakan antara lain ; Gloves,Mikropipet,Blue Tip,Yellow Tip,Sisiran,Alat running,Shaker Machine ,Pemanas,Chamber,Plate cetakan 30 ml,sisiran 17,timbangan digital,tabung Erlenmeyer,plastic penutup,mikropipet dan oven. Sedangkan bahan yang dibutuhkan antara lain ; Bubuk agarosa 0,45 gr,TBE 30 ml dan ETBR 0,25 ml.

2.3 Cara Kerja
    2.3.1 Isolasi DNA
    Untuk Isolasi DNA,pertama siapkan terlebih dahulu sampel darah yang ingin diisolasi. Pada praktikum ini,kami menggunakan darah sapi sebagai sampel tersebut. Kemudian sebanyak 200 mikroL ditempatkan pada microtube ataupun tabung eppendorf. Setelah itu tambahkan larutan buffer lysis sebanyak 300 mikrolit menggunakan micropipet. Selanjutnya campuran tersebut divortex selama lebih kurang 10-20 detik dan dilanjutkan dengan menginkubasinya selama 10 menit.
    Setelah 10 menit,kemudian pisahkan dan ambil supernatant dari mikrotube dan letakkan di microtube yang baru dan steril. Setelah itu ditambahkan PCI sebanyak 300 mikrolit dan lakukan vortex lagi selama lebih kurang 10 detik sampai homogen. Setelah homogeny disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm suhu 25 C selama 10 menit.
    Kemudian lakukan lagi langkah seperti sebelumnya,yakni ambil supernatannya kemudian pindahkan ke mikrotube yang baru dan steril. Selanjutnya tambahkan CI sebanyak 300 mikrolit dan lakukan vortex lagi selama lebih kurang 10 detik dan dilanjutkan dengan mensentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm suhu 25 C selama 10 menit.
    Setelah itu ambil upperfase dari sampel tersebut. Kemudian pindahkan ke mikrotube baru dan steril. Dan ditambahkan Ethanol absolut sebanyak 200 mikrolit dan amunium asetat 7,5 M sebanyak 50 mikrolit,dan homogenkan dengan cara mengocok.
    Selanjutnya diinkubasi selama lebih kurag 30 menit dilanjutkan dengan mensentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm suhu 4 C selama 10 menit. Dan akan menghasilkan supernatant lagi. Dan supernatant itu dibuang kemudian dicuci pellet DNA dengan menggunakan Ethanol atau alcohol 70% sebanyak 500 mikrolit. Setelah itu disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm suhu 4 C selama 10 menit.
    Bagian supernatant hasil dari sentrifugasi dibuang dan tambahkan pada mikortube larutan buffer ddH2O steril (sebagai pengganti TE). Dan setelah itu masukkan ke dalam oven pada suhu 55 C selama 3 menit dan dilanjutkan dengan tahap elektroforesis.

    2.3.2 Amplifikasi DNA dengan PCR
    Langkah awal PCR antara lain membuat PCR mix solution. PCR mix solution merupakan bahan ataupun campuran dari beberapa jenis bahan kedalam thin wall. Adapun cara membuatnya dengan menambahkan ddH2o sebanyak 2 mikrolit,dan tambahkan PCR mix sebanyak 5 mikrolit serta ditambahkan DNA template atau whole genom  sebanyak 1 mikrolit. Kemudian primer reverse dan primer forward dimasukkan juga masing-masingnya sebanyak 1 mikrolit. Setelah semuanya tercampur,whole genom diencerkan menggunakan ddH2O sebanyak 20 mikrolit. Kemudian disentrifugasu dengan kecepatan lebih kurang 10.000 rpm.
    Setelah dilakukan sentrifugasi bahan tersebut dimasukkan kedalam mesin PCR/thermasl cycle dengan program 1D, dengan rincian sebagai berikut ;

1.    Pemanasan awal atau Hot Start (denaturasi awal) dengan memasukkan thin wall ke mesin PCR selama 30 menit dengan suhu 95 C
2.    Kemudian perlakuan tersebut diulang selama 33 kali yang disebut dengan siklus amplifikasi. Adapun prosesnya antara lain ; denaturasi selama 30 detik dengan suhu 95 C,Annealing selama 30 detik dengan suhu 60 C dan ekstensi selama 30 detik pada suhu 72 C
3.    Diakhiri dengan periode ekstensi selama 10 menit pada suhu 72 C.

Proses ekstensi berakhir,otomatis mesin akan otomatis tersetting 4 C hal ini terjadi demi keamanan praktikum saat mengambil thin wall di dalam mesin.

    2.3.3 Uji Polimerisme dengan Teknik RFLP
    Langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan bahan-bahan yang telah disebutkan di atas kedalam Thin Wall antara lain ; Pertama masukkan ddH2O sebanyak 5 µl,kemudian masukkan juga buffer enzim 2x sebanyak 1 µl tidak lupa masukkan juga DNA hasil PCR sebanyak 3 µl serta tambahkan enzim Hind III sebanyak 1 µl. Setelah itu homogenkan dengan cara menjentik thin wall tersebut maupun memutarnya searah jarum jam atu boleh juga dengan bantuan mikropipet dengan teknik sedot semprot.
    Setelah homogen,larutan tersebut diinkubasi dalam eppendorf dengan suhu 37 C selama 1 jam ( 60 menit). Kemudian bekukan menggunakan lemari pendingin. Setelah reaksi dirasa cukup sempurna,kemudian ditambahkan Loading Dye dan elektroforesis pada suhu 100 V selama 30 menit.

    2.3.4. Elektroforesis  Gel Poliakrilamid
    Pertama bubuk gel agarosa disiapkan sebanyak 0,45 g (ditimbang menggunakan timbangan digitas). Kemudian tambahkan larutan TEB kedalam tabung Erlenmeyer selama lebih kurang 1 – 2 menit. Tabung tersebut ditutup dengan plastik. Akan tetapi pada plastic itu diberi lubang sebagai fentilasi sewaktu di dalam oven. Kemudian masukkan ke dalam oven dan ditunggu sampai mendidih. Kemudian ditunggu 2 menit sampai jernih. Setelah itu ditambahkan ETBR 0,5 – 1 mikrolit,lalu dihomogenkan dan setelah dihomogenkan dicetak pada plate 30 ml sisiran 17 dan ditunggu selama 25 menit. Selanjutnya plate dimasukkan ke dalam chamber dan plate tersebut direndam dengan TBE.


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Isolasi DNA
Gagal,tidak ada visualisasi saat elektroforesis,dapat dilihat pada gambar diatas (kolom berwarna kuning,sedangkan sampel asisten berhasil, ada visualisasi pada kota berwarna hijau)
3.1.2 Amplifikasi DNA dengan PCR
Gagal,tidak ada visualisasi saat elektroforesis dapat dilihat gambar di atas ( kolom berwarna biru muda terlihat kosong/tidak terjadi apa-apa sedangkan milik asisten berhasil,lihat kolom berwarna hitam).
3.1.3 Uji Polimerisasi dengan Teknik RFLP
1 gagal,3 berhasil. Lihat gambar diatas,di kolom berwarna biru tua. Kelompok I gagal sedangkan kelompok 2,3 dan 4 berhasil. Cara menghitungnya dengan melihat hasil dari kolom hijau dihitung dari bawah ke atas. Dimana ditemukan 1000 bp (dimana garis pertama 300bp dan kedua 700bp)
3.1.4 Elektroforesis Gel Poliakrilamid
Berhasil,gel bisa digunakan untuk elektroforesis,terlihat di gambar,hasil elektroforesis lumayan jelas dan merata.

3.2 Pembahasan
    3.2.1 Isolasi DNA
    Percobaan Isolasi DNA yang kami lakukan pada saat praktikum tidak membuahkan hasil yang kami harapkan. Dimana tidak ditemukan pita (sebagai visualisasi keberhasilan) pada saat elektroforesis. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa factor antara lain ; Faktor interna,yaitu praktikan belum terbiasa melakukan praktikum yang membutuhkan ketelitian serta keakuratan pengisian bahan serta perlunya jam terbang yang lebih lama agar bisa menghasilkan isolat yang terbaik serta maksimal.
    Kesalahan selanjutnya bisa terjadi karena faktor eksternal,seperti kesalahan saat melakukan langkah kerja,misalnya saja langkahnya tidak tepat,ataupun adanya kontaminasi sehingga DNA yang seharusnya diambil supernatannya,tapi malahan ikut terbuang bersama hasil sentrifugasi yang tidak diinginkan ( dibuang). Selanjutnya juga bisa dikarenakan kesalahan dalam memasukkan bahan serta komposisinya tidak tepat serta butuhnya pengalaman dalam penggunaan alat yang masih non familier bagi mahasiswa kedokteran hewan.
    Adapun isolasi DNA itu sendiri pada dasarnya mengambil DNA murni dari sediaan yang tersedia ( Darah sapi) kemudian membuang RNA maupun protein-protein lainnya. Sehingga perbedaan berat molekul akan membuat DNA akan naik ke atas dan yang lainnya di bawah (dalam proses sentrifugasi). Pada saat penambahan buffer lysis itu dimaksudkan untuk melisiskan dinding selnya agar materi di dalamnya bisa keluar. Selanjutnya vortex bertujuan untuk mempercepat percampuran hal tersebut. Setelah tercampur secara maksimal,maka kombinasi tersebut akan disentrifugasi agar yang berat molekulnya lebih tinggi akan tersingkir ke bawah dan DNA (supernatant) akan naik ke atas,sehingga DNA murni bisa didapatkan walaupun hal tersebut diulang sampai beberapa kali.
    Adapun tahapannya yang benar sebagai berikut,pertama bahan darah sapi sebanyak 200 mikrolit dilisiskan dinding dan membrane sel dengan larutan pelisis. Pada saat praktikum kami menggunakan buffer ekstrasi (buffer lisis) sekitar 300 mikrolit. Kemudian bahan tersebut di vortex menggunakan mesin vortex selama 10 – 20 detik,hal ini bertujuan untuk mempercepat proses homogeny atau pencampuran dan perusakan sel dari darah. Sampel yang sudah tercampur tadi maka akan dilakukan inkubasi pada suhu 55 C selama 10 menit. Selanjutnya supernatant diambil dan dipindahkan ke dalam mikrotube menggunakan alat mikropipet. Bahan tersebut kemudian ditambahkan Phonel Chloroform Isoamil Alkohol (PCI) bertujuan untuk memurnikan DNA dari ekstrak sel tadi.
    Setelah itu langkah sebelumnya diulangi lagi,yaitu divortex dan disentrifugasi dengan kecepatan dan suhu yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan DNA yang murni (terbaik) dan sentrifugasi 12.000 rpm berfungsi untuk memisahkan bahan berdasarkan berat molekulnya.
    Selanjutnya akan ditemukan fase supernatant dan pellet,sehingga harus ditambahkan Chloroform Isoamil Alkohol (CI) sebanyak 300 mikrolit,digunakan untuk purifikasi dengan cara menghilangkan kontaminan (yang ditambahkan supernatannya saja). Selanjutnya divortex dan disentrifugasi lagi dengan tujuan yang sama dengan diatas. Supernatan selanjutnya ditambahkan dengan Ethanol absolut 200 mikrolit dan amunium asestat 7,5 M sebanyak 50 mikrolit. Hal tersebut dilakukan untuk presipitasi dengan cara salting out dan ammonium asestat agar DNA menempel di mikrotube.
    3.2.2 Amplifikasi DNA dengan PCR
    Amplifikasi DNA dengan PCR berfungsi untuk memperbanyak DNA setelah hasil dari Isolasi DNA (DNA murni). Hal ini dimaksudkan agar bisa dimanfaatkan dalam penelitian karena jumlahnya lebih banyak dibanding dengan hasil isolasi. Akan tetapi pada saat praktikum,kami lagi-lagi mengalami kegagalan. Hal ini bisa dkarenakan praktikan sendiri yang baru pertama kali melakukan praktikum ini. Sehingga beberapa kesalahanpun bisa terjadi. Pertama karena kurang atau kelebihan dalam menambahkan bahan maupun salah dalam menggunakan alat sehingga hasil yang diharapkan tidak bisa terjadi. Hal itu bisa juga terjadi karena mahasiswa bercanda saat melakukan praktikum,sehingga kontaminasi misalnya dari mulut masuk secara bebas,sehingga hasil yang diharapkan tidak bisa ditemukan.
    Adapun metode yang seharusnya dilakukan antara lain : Pertama, whole genom diencerkan dengan ddH2O agar mendapatkan whole genom yang encer. Selanjutnya dilakukan pembuatn PCR mix Solution yang mengandung Taq enzim. Dimana taq enzim berfungsi untuk mengikat dNTP (yaitu basa nukleotida yang belum membentuk untai DNA atau bergerak bebas). Adapun PCR mix itu dikemas didalam LAF agar menghindari kontaminasi udara maupun bahan asing dari lingkungan luar.
    Setelah PCR mix selesai maka dimasukkan dalam thin wall dan di spin down dengan kecepatan 10.000 rpm agar cairan yang menempel di sisi tabung bisa lepas. Sehingga dosisnya akan sesuai dengan yang diinginkan.
    Kemudian masukkan PCR mix solution ke dalam mesin PCR hal inipun berfungsi sebagai meningkatkan urutan DNA. Adapun kelompok kami melakukan program 1D dimana prosesnya meliputi hot start (awal) dimana pada proses ini terjadi pemisahan rantai DNA kemudian amplifikasi yang diulang berkali-kali (33 kali) dan ketiga adalah ekstensi. Hal ini tujuan utamanya adalah mendapatkan sequence DNA yang banyak.
    3.2.3 Uji Polimerisme dengan Teknik RFLP
    Uji polimersime dengan teknik RFLP berfungsi untuk mengidentifikasi variasi variasi genetic yang ada pada DNA tersebut. Sehingga bisa memberikan hasil yang agak spesifik dari yang lainnya. Pada saat praktikum kelompok kami berhasil,diamana ditemukan pita-pita DNA yang lumayan jelas. Ditemukan 1000 dp dengan rincian garis pertama 300dp dan kedua 700dp. Akan tetapi keolompok pertama kurang berhasil karena mereka mengalami kesalahan dalam penggunaan mikropipet sehingga bahan yang dimasukkan tidak sesuai dengan takaran yang sudah ditentukan,ataupun dilakukan dengan tidak serius sehingga kontaminasi begitu besar.
    Pada metodologi dari RFLP ditambahkan ddH2O hal ini dimaksudkan untuk menjadi pelarut bahan,kemudian ditambahkan buffer lysis sebagai penyangga dan ditambahkan lagi dengan enzim hind III,hal tersebut berfungsi untuk pemotongan sequence pada DNA,dan diinkubasi. Inkubasi bertujuan untuk memaksimalkan reaksi enzimtis pada suhu kamar 37 C. Kemudian akan diinkubasi lagi dengan suhu 70 C hal itu bertujuan untuk memberhentikan reaksi (stop reaksi). Karena enzim tidak akan aktif jika suhu tinggi. Terakhir ditambahkan loading dye berfungsi untuk penanda jalan saat dilakukan elektroforesis.
    3.2.4 Elektroforesis Gel Poliakrilamid
    Elektroforesis Gel Poliakrilamid membuahkan hasil yang bagus. Dimana gel yang dihasilkan bisa digunakan saat pembacaan elektroforesis. Hal itu disebabkan agar lumayan bening dan ketebalannya masuk dalam kategori standart (bagus). Hal ini didukung dengan kehandalan mahasiswa dalam menggunakan alat serta teliti dalam memasukkan bahan-bahan yang dibutuhkan. Serta dengan bantuan asisten dosen yang professional.
    Elektroforesis Gel Poliakrilamid ini sendiri berfungsi dalam melihat molekul DNA berdasarkan berat mereka serta sebagai visualisasi dari praktikum-praktikum sebelumnya. Hal itu disebabkan pada bahan tersebut terdapat zat fluorence (dicampur gel agarosa) sehingga kalau disinari dengan ultra violet (UV) dapat menunjukkan ukuran DNA dari bahan-bahan yang diujikan di atasnya.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
    Praktikum yang kami lakukan pada tanggal 05 November 2012 mengalami kegagalan antara lain di Isolasi DNA dan PCR,hal itu dikarenakan praktikan masih belum terbiasa dengan praktikum yang membutuhkan ketelitian dan kejelian tingkat tinggi serta penggunaan alat yang masih tingkat pemula sehingga beberapa hal bisa menyebabkan kegagalan. Akan tetapi pada praktikum RFLP sebagian besar mengalami keberhasilan dengan terlihatnya pita pada elektroforesis walaupun 1 kelompok gagal dikarenakan pada saat pencampuran bahan kurang benar komposisinya. Dan terakhir elektroforesis Gel Poliakrilamid sangat sukses karena bahan gel bisa digunakan untuk elektroforesis dan terlihat lumayan jelas dan ketebalan yang pas.
4.2 Saran
    Adapun saran yang harus diterapkan antara lain ;
•    Praktikum harus dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat sesuai dengan yang diajarkan. Agar mendapatkan hasil yang maksimal
•    Jumlah komposisi dan takaran bahan harus tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sesuai dengan yang diharapkan.
•    Pengunaan alat dan cara pemakaiannya harus benar dan sesuai dengan instruksi agar mengurangi persentase kegagalan praktikum
•    Mulai praktikum dengan berdoa


Proposal PKM

08 March 2015 08:40:00 Dibaca : 1213


PROPOSAL
PERMOHONAN MODAL USAHA
PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO

 



OLEH
Kelompok 98 :
1.    Adhan Wiranto Makmur     
2.    Moh. Arief Adriansyah   
3.    Febriani Fauzi Halalutu     
4.    Lisna H. Polutu             


UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami pajatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, alhamdulilah kami dapat menyelesaikan proposal ini.
Salah satu usaha untuk mendukung kegiatan dimaksud dengan cara mengembangkan usaha kelompok budidaya ikan lele dumbo yang berorientasi kepada pemberdayaan ekonomi yang berdampak positif pada optimalisasi potensi sumberdaya perikanan dan peningkatan kesejahteraan pelaku usaha budidaya ikan dimaksud.
Kegiatan usaha kelompok budidaya ikan ini berjalan sebagai bentuk usaha bersama yang mampu memberi dampak positif pada peningkatan ekonomi, namun  untuk mengembangkan serta meningkatkan produksi ikan tersebut perlu bantuan dana dan dukungan yang memadai dari Rektor Universitas Negeri Gorontalo, berupa bantuan sarana dan prasarana untuk pengembangan dan peningkatan produksi komoditas ikan lele dumbo.
Besar harapan kami untuk mendapat bantuan keuangan sebagai modal usaha dan dukungan serta kemudahan lainnya dari Rektor Universitas Negeri Gorontalo sehinggga program-program pembangunan perikanan dapat berjalan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan.



Gorontalo, 18 Desember 2012
Kelompok 98
Ketua


(Adhan Wiranto Makmur)



1.    PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Ikan Lele dumbo merupakan keluarga Catfish yang memiliki jenis yang sangat banyak, diantaranya Lele dumbo Dumbo, Lele dumbo Lokal, Lele dumbo Phyton, Lele dumbo Sangkuriang dan lain-lain. Budidaya Ikan Lele dumbo dumbo relatif lebih mudah dan sederhana jika dibandingkan dengan yang lain. Pada dasarnya metode Budidaya ini adalah solusi untuk beberapa kondisi antara lain lahan yang sempit, modal yang tidak terlalu besar dan solusi untuk daerah yang minim air. Lele dumbo Dumbo merupakan ikan yang memiliki beberapa keistimewaan dan banyak diminati orang.
Aneka masakan dari lele dumbo bisa diperoleh dengan mudah, rasa daging yang lezat dan gurih membuat bisnis budi daya lele dumbo menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan keuntungan. Selain itu Lele dumbo dumbo lebih mudah dipelihara dan cepat dalam pertumbuhannya. Dengan kondisi air yang “buruk” Lele dumbo bisa bertahan hidup dan berkembang dengan baik, dengan demikian solusi pemeliharaan lele dumbo dumbo dengan terpal menjadi alternatif yang perlu dicoba. Budidaya Ikan Lele dumbo dengan mendatangkan peluang usaha yang cukup menjanjikan dan tidak memerlukan modal usaha yang besar. Analisis budidaya Lele dumbo Dumbo dapa dilakukan dalam berbagai model untuk konsumsi dan pembibitan.
    Sebagai salah satu komoditas pengembangan usaha budidaya ikan, budidaya ikan lele dumbo telah memberikan dampak pada peningkatan produksi perikanan. Selain itu, usaha budidaya ikan lele dumbo telah menjadi salah satu faktor dalam usaha pemanfaatan lahan marjinal.
    Potensi pengembangan usaha budidaya ikan lele dumbo perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pasar ikan lele dumbo secara kuantitas, kualitas dan kontinuitas.
    Sehubungan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan maka kami mengajukan permohonan Proposal Permohonan Dana Usaha Pengembangan Budidaya Ikan Lele Dumbo, dengan harapan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait untuk ikut serta mengembangkan usaha budidaya ikan lele dumbo tersebut.

1.2    Tujuan
    Tujuan pengajuan Proposal Pengembangan Budidaya Ikan Lele Dumbo adalah:
a.    Meningkatkan produksi perikanan budidaya komoditas ikan lele dumbo dan optimalisasi potensi sumberdaya perikanan;
b.    Meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran;
c.    Meningkatkan pendapatan pelaku usaha budidaya.

2.    Aspek Teknis
    Kelompok usaha budidaya ikan lele dumbo dalam hal ini kelompok 98 berfokus pada usaha budidaya pembesaran (pedaging) ikan lele dumbo di kolam dengan berorientasi pada ukuran konsumsi. Secara garis besar kegiatannya dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a.    Penyiapan Kolam
    Kolam yang digunakan untuk pembesaran ikan lele dumbo adalah dengan ukuran 25 m2, dengan dasar dan tanggul kolam tanah (tidak mempersyaratkan kontruksi yang khusus). Pada tanggul dipasang gedeg dari bambu untuk menghindari kebocoran, terutama pada lahan yang memiliki tingkat penyerapan tinggi dan untuk menghindari kebocoran karena sifat alamiyah lele dumbo.

    Air yang dipergunakan diperoleh dengan cara dipompa karena tidak memiliki sumber air (irigasi teknis), dengan ketinggian maksimal 1 (satu) meter dan jarak permukaan air dari tanggul 25-30 cm untuk menghindari melompatnya lele dumbo dari kolam.

b.    Penanaman  Benih
    Benih yang ditamam adalah benih ukuran 5-8 cm sebanyak 3.000 ekor per kolam dengan kualitas tinggi yang terjamin. Untuk menjamin ketersediaan dan kontinuitas.

c.    Pemeliharaan / Pembesaran
    Untuk mencapai ukuran konsumsi (super) dengan ukuran 8-12 ekor per kilogram, pemeliharaan atau pembesaran lele dumbo dilakukan selama 50 (lima puluh) atau 60 (enam puluh) hari. Selama pemeliharaan, pemberian pakan dilakukan dengan frekuesi 4 (empat) kali sehari dengan formula yang telah terjadwal. Dengan formula dan dosis yang terjadwal, dari 3.000 ekor per kolam benih yang ditanam, akan dihasilkan ikan lele dumbo sebanyak 600 kg. pengamatan dan penanganan dilakukan selama pembesaran apabila ikan lele dumbo terserang hama atau penyakit.

d.    Pemanenan dan pemasaran
    Pemanenan dilakukan setelalh ikan mencapai ukuran konsumsi (ukuran super) 8-12 ekor per kilogram dengan system panen sekaligus. Penyortiran dilakukan untuk memisahkan ikan lele dumbo yang tidak masuk pada ukuran super (terlalu kecil atau terlalu besar). Untuk ikan lele dumbo yang tidak termasuk pada ukuran super dilakukan penanganan lebih lanjut.

3.    Estimasi Anggaran
Kebutuhan biaya yang diperlukan dalam rangka ekstensifikasi dan intensifikasi adalah sebagai berikut:
Biaya operasional per 1 buah kolam
No    Uraian    Kuantitas    Harga satuan (Rp)    Jumlah (Rp)
1    Benih Ikan Lele    3.000 ekor    250    750.000
2    Pakan    500 kg    7.000    3.500.000
3    Operasional per/hari    60 hari    25.000    1.500.000
4    Perbaikan kolam    1 kolam    250.000    250.000
Total biaya yang diperlukan untuk 1 kolam    6.000.000
Jumlah kolam = 2 kolam x Rp. 6.000.000 = Rp. 12.000.000
Terbilang: Dua Belas Juta Rupiah

Catatan     : Jumlah panen/kolam    x     Harga Jual ikan     = Target panen
    : 600 kg     x     Rp. 15.000,-     = Rp. 9.000.000,-


4.    PENUTUP
Demikian, Proposal Pengembangan Budidaya Ikan Lele Dumbo Budidaya ini kami sampaikan. Besar harapan kami, proposal yang kami ajukan dapat menjadi gambaran dan bahan pertimbangan pihak yang berkepentingan untuk memfasilitasi sarana dan prasarana usaha budidaya perikanan. Atas kebijakan dan kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.

            Gorontalo, 18 Desember 2012






Adhan Wiranto Makmur
Ketua




Febriani Fauzi Halalutu
Sekertaris        Kelompok 98





Moh. Arief Adriansyah
Wakil Ketua




Lisna H. Polutu
Bendahara
       
       
       




Belajar Dari Petanian Zaman Dulu

15 March 2013 08:25:55 Dibaca : 1100

Memori Sejumlah Catatan Sejarah Penemuan Teknologi Pengelolaan Tanah-Tanaman Sebagai Bahan Perenungan)

PENDAHULUAN

Bahan makanan dan sandang merupakan keperluan dasar umat manusia. Pada tahun 1975 populasi penduduk berjumlah 4 miliar, pada tahun 2000 jumlah penduduk meningkat lebih 6 miliar.  Setiap tahun penduduk bertambah, berarti kebutuhan bahan makanan dan sandang untuk manusia juga bertambah.  Untuk itu manusia perlu mengupayakan peningkatan produksi bahan makanan dan sandang setiap tahun untuk memenuhi kebutuhannya.

Perluasan area pertanian tidak dapat diandalkan, yang dibutuhkan adalah mengintensifkan lahan-lahan pertanian dimana teknologi pengelolaan tanah-tanaman memainkan peranan yang amat penting dalam meningkatkan produksi.  Berhubungan dengan itu, mengetahui perkembangan kemajuan bidang pertanian diharapkan akan mendorong semangat peneliti atau yang berjiwa peneliti, untuk mempelajari dan menemukan cara-cara baru inovatif guna meningkatkan produksi tanaman.  Tulisan ini kupersembahkan bagi adik-adik peneliti muda semoga bermanfaat.

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN ZAMAN DAHULU (PURBA)

Perkembangan pertanian dimulai ketika manusia mulai menanam.  Waktu yang tepat tidak diketahui. Pada mulanya memungut, berburu, dan berpindah-pindah.  Waktu terus berjalan, manusia lebih banyak menetap daripada berpindah-pindah. Manusia berkembang, terbentuklah keluarga, marga, suku, kampung, dan desa-desa.  Perubahan mengembara ke menetap member keterampilan dan keahlian bertani.

Sepanjang catatan yang ada, perkembangan pengelolaan tanah-tanaman dimulai di Mesopotania (Irak), terletak antara sungai Tigris dan Kufrat pada 2500 SM.  Tanah di wilayah ini subur dan produksi tanaman pertaniannya jauh lebih tinggi daripada di wilayah lain.  Menurut Horodutus, tingginya produksi diduga karena adanya sistim irigasi yang baik dan subur karena banjir tahunan yang melanda tiap tahun.  Theophrastus (300 SM) kemudian menulis bahwa sungai Tigris kaya akan lumpur, dan orang-orang sengaja menggenangi lahannya selama mungkin sehingga akan mengendap sejumlah besar lumpur di lahannya.  Selanjutnya pada era ini juga diamati bahwa pada lahan tertentu, jika ditanami terus menerus produksinya akan turun. Namun dengan penambahan pupuk kandang dan limbah tanaman, kesuburan tanahnya akan pulih.

Homer (700-900 SM) sebelumnya telah menulis dalam syair kepahlawanan Yunani bahwa pemberian pupuk kandang memperbaiki pertumbuhan anggur dan pupuk kandang yang ditumpuk akan menjadi kompos.  Theophrastus (372 – 287 SM) melaporkan beberapa hal sebagai berikut ; 1) Tanah yang miskin perlu pupuk banyak, sedangkan yang subur dipupuk sekedar saja; 2) Makna pembuatan persemaian; 3) Tanaman yang subur memerlukan banyak air; 4) Anjuran untuk menanmpung kotoran hewan yang nilai pupuknya tinggi; 5) Dikisahkan pula tentang kebun sayuran dan zaitun disekitar Athena diberi air comberan kota, dan pupk kandang cair. 6) Ppupuk dibedakan menurut urutan nilai terbesar ke kecil : manusia > babi > kambing > domba > sapi > kuda (RRC saat ini dikenal paling luas menggunakan tinja).  Kemudian Varro (Roma) menulis bahwa kotoran unggas nilai pupknya lebih tinggi daripada kotoran manusia.  Selanjutnya Collumella menyatakan bahwa semanggi baik untuk makanan ternak karena semanggi memperkaya kotoran ternak.  Jauh sebelumnya Archilochus (700 SM) melaporkan bahwa bangkai dan darah baik untuk tanaman.

Pupuk hijau, tanaman kekacangan (legum) dikenal menyuburkan tanah. Teophrastus mencatat bahwa di Macedonia petani memanfaatkan legum dan membajaknya sehingga bercampur dengan tanah. Cato (234 – 149 SM), seorang pemikir dan sejarawan mengemukakan; (1) Abu tanaman dapat menyuburkan tanah, (2) Kebun anggur yang miskin jika ditanami dengan legum kemudian dibenamkan, akan memulihkan kesuburan tanah.  Peranan tanaman kekacangan juga diakui oleh Columella dan Virgil (70 -19 SM).

Kapan penggunaan pupuk mineral oleh orang purba tidak diketahui dengan pasti. Theophastus menulis bahwa campuran berbagai macam tanah merupakan suatu cara untuk memperbaiki kerusakan dan kesuburan tanah. Penambahan tanah subur ke tanah kurang subur, dan campuran tanah bertekstur kasar dan halus akan memperbaiki tanah.

Gamping (kapur) juga telah dicatat bermanfaat bagi tanah.  Orang-orang Aegina menambang gamping dan memanfaatkannya ke tanah. Pliny (62 -113) menganjurkan pemberian kapur halus ke tanah.  Pemberian sekali, nampak cukup untuk beberapa tahun.

Arti dan nilai abu tanaman pada zaman ini juga tertulis.  Xenophon dan Virgil (70 -19 SM) menganjurkan pembakaran jerami.  Cato menasihatkan penjaga kebun anggur untuk membakar pangkasan-pangkasan dan membajaknya dengan maksud menyuburkan tanah.  Demikian pula Columella, menganjurkan penebaran abu atau kapur pada tanah untuk mengurangi kemasaman tanah.

KNO3 (salperter) bermanfaat untuk tanaman telah dicatat oleh Theophrastus dan Pliny.  Air asin juga diketahui berguna.  Theophrastus menyatakan bahwa pohon palem membutuhkan garam.  Petani-petani dulu, menebar air asin disekitar akar pohon (tanaman) mereka.

Karakteristik tanha, Bulk Density (BD) sebagai indikator kesuburan tanah telah dikemukakan oleh Virgil. Cara mulai BD tanah yaitu gali lubang, dan kembalikan tanah galian ke lubang.  Bila lubang penuh atau berlebih berarti tanah itu padat, kurang baik untuk tanaman.  Tanah demikian butuh pengolahan dengan bajak (sapi) yang kuat.  Sebaliknya, jika galian tidak penuh, berarti tanahnya gembur, baik untuk tanaman.  Virgil juga memperkenalkan cara-cara yang sekarang dikenal sebagai prototype uji kimia tanah.  Tanah yang bergaram, rasanya lebih pahit, sehingga jagung tidak akan tumbuh.  Selanjutnya Columella juga menganjurkan uji rasa untuk mengukur tingkat kemasaman dan kegaraman tanah.  Kemudian Pliny menyatakan bahwa rasa pahit mungkin ada hubungannya dengan warna hitam tanah dan adanya bahan (sisa) tanaman dalam tanah.  Selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan pertumbuhan terjadi akibat dari tingkat kesuburan yang berbeda.  Ini dapat diketahui dengan membandingkan tebal batang jagung.  Columella kemudian mengemukakan bahwa uji terbaik kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu adalah apakah tanaman itu dapat tumbuh.

Penulis-penulis dulu dan sekarang banyak percaya bahwa warna tanah merupakan kriteria kesuburan tanah. Tanah yang berwarna hitam (gelap) berarti subur, sedangkan yang berwarna terang atau kelabu berarti tidak subur. Pandangan ini ditentang oleh Columella, diberi contoh tanah rawa di Libya berwarna hitam ternyata tidak subur, sedangkan yang berwarna terang diketahui subur.  Dia menyimpulkan bahwa petunjuk yang baik untuk menduga kesuburan tanah adalah struktur, tekstur dan kemasaman tanah.

Zaman keemasan bangsa Yunani terjadi pada 800 – 200 SM. Banyak orang dalam periode ini genius. Tulisan-tulisan, budaya dan cara-cara pertaniannya ditiru oleh orang Romawi, dan filosofi Yunani menguasai pemikiran manusia selama lebih dari 2000 tahun.

KEMAJUAN TEKNOLOGI PERTANIAN SAMPAI DENGAN ABAD XIX

Dimulai saat jatuhnya kerajaan Romawi.  Pietro de Crescenzi (1230 – 1307) dijuluki sebagai Bapak Agronomi.  Beliau menyusun buku “Opus Ruralium Commodorum” yang merupakan cara bercocok tanam setempat.  Isi utamanya merupakan ringkasan pekerjaan sejak Homer.

Palissy (1563) berpendapat bahwa abu tanaman merupakan bahan yang berasal dari tanah.  Sementara itu Francis Bacon (1561-1624) mengemukakan bahwa (1) Hara (makanan) utama adalah air,(2) Fungsi tanah yaitu mempertahankan tanaman tegak, melindungi dari panas dan dingin, menyediakan senyawa khusus untuk tanaman, (3) Penanaman terus-menerus pada lahan yang sama akan menurunkan produksi. Selanjutnya D.B. Van Helmont (1577-1644) seorang ahli fisika dan kimia mengadakan percobaan tanaman Willow berat awalnya 5 pound ditanam dalam pot berisi tanah seberat 200 pound. Setelah 5 tahun tanaman dan tanah ditimbang, berat tanaman menjadi 169 pound, sedangkan tanah 198 pound, berarti lebih ringan 2 pound.  Selam percobaan hanya ditambahkan air.  Akhirnya disimpulkan bahwa air merupakan hara satu-satunya bagi tanaman.  Kesimpulan Helmont walaupun salah, namun merupakan dasar bagi peneliti-peneliti lainnya.  Kemudian Robert Boyle (1627-1691) seorang ahli fisika mengulangi pekerjaan Helmont dan memperkuat temuannya bahwa tanaman terdiri dari garam, alcohol, tanah dan minyak yang semuanya dibentuk dari air. Sebaliknya J. R. Glauber (1604-1668), ahli kimia, menyimpulkan bahwa saltpeter (KNO3) merupakan satu-satunya hara yang diperlukan tanaman, bukan air.

Pengamatannya melalui pengambilan contoh tanah di kandang. Diketahui bahwa garam (mineral) berasal dari kotoran ternak, sedangkan ternak memakan rumput, berarti garam itu berasal dari rumput.  Ketika garam diberikan pada tanaman, pertumbuhan tampak lebih baik.  Akhirnya J. Woodward (± 1700) menjawab pekerjaan Helmont dan Boyle.  Dia menanam spearmint dalam air hujan, air sungai, comberan, comberan + tanah.  Tanaman ditimbang pada awal dan akhir.  Nampak pertumbuhan tanaman berbeda-beda menurut kotoran yang terdapat dalam air. Pendekatan ini agaknya lebih baik dari sebelumnya.

Jethro Tull (1674 – 1741) dikenal sebagai Bapak Mekanisasi Pertanian. Dia mengamati kejanggalan dari dua lahan berbeda yang ditanami tanaman yang sama.  Kedua lahan diketahui mendapat udara dan hujan yang sama, namun hasilnya berbeda.  Tull berpendapat bahwa tentu ada sesuatu yang diambil tanaman dari tanah yang berbeda. Dia menyatakan bahwa tanaman mengambil makanan dari partikel-partikel halus tanah, karena itu pengolahan tanah penting agar tanah menjadi lebih halus dan gembur. Jethro Tull adalah pencipta alat-alat pertanian yang ditarik hewan.

Arthur Young (1741 – 1820)melakukan percobaan pot untuk mengetahui senyawa apa yang memperbaiki pertumbuhan tanaman barley (jelai).  Pot-pot diberi perlakuan arang, minyak, kotoran ayam, anggur, nitrat, mesiu, kulit kerang, dan bahan-bahan lain.  Hasilnya, ada yang baik, ada yang mati.  Hasilnya diterbitkan dalam 64 volume, dan menggambarkan pendapat bahwa tanaman tersusun dari suatu senyawa dan selanjutnya para ahli mencari prinsip tanaman ini.

Francis Home (± 1775) melakukan percobaan pot dan mengukur pengaruh berbagai macam zat, kemudian menganalisis (kimia) bahan tanaman. Dia menyatakan bahwa persoalan pertanian yang penting adalah hara tanaman.  Prinsip tanaman bukan hanya satu, melainkan ada beberapa antara lain : udara, air, tanah, garam-garam, minyak, dan api padat (Phlogiston). Dia juga yakin bahwa bahan organic atau humus diambil secara langsung oleh tanaman dan merupakan hara pokok. Pendapat ini bertahan selama bertahun-tahun dan sukar untuk dihilangkan oleh karena hasil analisis kimia tanaman dan humus menunjukkan keduanya mengandung unsur-unsur penting yang sama. Pada waktu itu proses fotosintesis belum ditemukan. Penelitian Home merupakan batu loncatan yang berharga dalam perkembangan ilmu-ilmu pertanian selanjutnya.

Priestley (1772) dan Ingenhousz (1730 – 1799) menunjukkan bahwa dalam keadaan terang (ada cahaya matahari) akan menghasilkan oksigen.  Selanjutnya, J.Senebier (1742 – 1809) menyatakan bahwa kenaikan bobot Willow dari percobaan Van Helmont bukan akibat air melainkan udara (C dalam tanaman berasal dari udara).

KEMAJUAN SELAMA ABAD XIX DAN XX

De Sausseure (1804) mengamati pengaruh udara terhadap tanaman serta asal garam dalam tanaman.  Disimpulkan bahwa tanaman menyerap O2 dan melepaskan CO2.  Di bawah pengaruh sinar matahari tanaman menyerap CO2 dan melepaskan O2.  Selanjutnya dikatakan, tanpa CO2, tanaman akan mati.  De Sausseure menganalisis abu tanaman dan mendapatkan kesamaan unsur-unsur yang dikandung abu tanaman dan tanah.  Selanjutnya, Sir Humphrey Davy (1813) menentang De Sausseure bahwa CO2 berasal dari udara.  Dia mengemukakan pentingnya pupuk dan abu tanaman, dan minyak bumi adalah pupuk.  Jika tanah tidak produktif dan harus diperbaiki, perlu dicari penyebabnya melalui analisis kimia.

Kemajuan selanjutnya dicapai oleh Jurtus Von Liebig (1803 -1873).  Dari beberapa percobaannya disimpulkan : 1) Unsur kimia dalam tanaman mesti berasal dari tanah dan udara, 2) Sebagian besar C nerasal dari atmosfer, H dan O berasal dari air, 3) Logam-logam Ca, Mg, K, penting untuk menetralisir asam, dan 4) Fosfor diperlukan untuk pembentukan biji.  Kemudian Lawes (1830 -1850) mencoba efektivitas tulang yang digiling sebagai sumber P tanaman.  Ternyata, tidak efektif, dan berlawanan dengan pendapat Liebig.  Rupanya diperlukan P yang lebih larut.  Lawes dkk juga berpendapat lain bahwa sumber N adalah tanah sedangkan Leibig berpendapat bahwa N bersumber dari udara.

Pada era ini (1802 – 1882) J.B. Bousingault seorang ahli kimia tanah dan pertanian mengamati bahwa tanaman polongan memperoleh N dari udara bila tanah tempat ia tumbuh tidak pernah dipanaskan. N udara kemudian diubah menjadi senyawa yang cocok bagi tanaman.  Pemanasan rupanya mematikan jasad hidup tanah, dan Bousingault belum dapat mengkaitkannya dengan fiksasi N.  Nanti 50 tahun kemudian Beiyerinck mengisolasi bakteri (Bacillus radicicola) yang berperan dalam pengikatan nitrogen udara oleh tanaman polongan.

Temuan-temuan dalam abad 20 antara lain unsur-unsur penting lainnya bagi tanaman misalnya Mn, B, Zn, Cn, Mo, Cl, Co, V dan Na, metode-metode penelitian, analisis-analisis, pupuk, kesetimbangan hara dalam tanah, serapan dan ketersediaan hara, peranan mikrobia dalam pengikatan N udara, dan bioteknologi lainnya.

HARAPAN ABAD XXI

Manusia makin bertambah, kebutuhan makanan dan sandang juga semakin bertambah.  Unsur yang paling banyak dibutuhkan tanaman adalah nitrogen, dengan demikian kebutuhan pupuk N dimasa datang juga meningkat.  Untuk memproduksi pupuk N dibutuhkan biaya besar (konstruksi pabrik, gas alam).  Di samping itu juga adanya resiko polusi, dan bahan baku tidak dapat diperbaharui.  Sebagai pilihan dimasa datang adalah meningkatkan dan mengembangkan mikrobia yang dapat mengikat N udara.

Perbaikan metode analisis tanah dan tanaman untuk menentukan kebutuhan pupuk juga merupakan bagian penting dimasa datang.  Selanjutnya bagaimana mencari, menemukan, dan mengembangkan formulasi pupuk yang pelepasannya lambat sehingga lebih efektif dan efisien perlu mendapat perhatian.  Teknik-teknik konservasi untuk menekan laju erosi, dan meningkatkan efisiensi irigasi dan penggunaan air amsih memerlukan penelitian mendalam.  Suatu perkembangan baru muncul di bidang genetikamolekuler.  Lewat teknik-teknik pemindahan gen, kualitas dari suatu genus atau jenis yang diinginkan dapat dipindahkan ke tanaman lain.  Teknologi ini diharapkan terus dikembangkan dan disempurnakan sehingga dimasa datang dapat diciptakan tanaman-tanaman sesusai dengan yang diinginkan.  Kemajuan-kemajuan bioteknologi kini dan masa datang akan sangat bermanfaat bagi manusia.

Teknologi pemanfaatan pengindraan jauh (remote sensing) untuk menentukan kondisi tanaman juga diharapkan semakin meningkat.  Persoalan-persoalan yang muncul dari tanah, irigasi, serangan hama dan penyakit dapat diketahui sedini mungkin melalui pengindraan jauh dan dapat segera diperbaiki untuk mencegah kerusakan yang lebih serius.  Kemajuan-kemajuan pertanian dimasa datang tergantung pada peneliti-peneliti berbobot, yang mempunyai pengamatan tajam dan pandangan jauh kedepan.

Untuk setiap persoalan yang dipecahkan peneliti hari ini mungkin akan banyak menimbulkan persoalan lain dimasa datang.  Seorang peneliti dibidang pertanian mestinya mampu menggali lebih dalam dan lebih banyak bertanya tentang “mengapa” (Why) daripada “apa” (What).  Alam terbuka namun penuh rahasia dan misteri alam menantimu.  Suatu tantangan bagi peneliti untuk menjelajahi dan menyingkapnya.

KESIMPULAN

Pada zaman dahulu tercatat beberapa kemajuan teknologi dibidang pertanian antara lain adanya system jaringan irigasi yang sudah berkembang, pemanfaatan pupuk kandang, limbah tanaman, kotoran (air buangan) manusia, penggunaan pupuk hijau, dan pengaturan pola tanam.  Orang-orang dahulu kala juga telah memanfaatkan kapur, abu tanaman, serta mineral (campuran tanah) sebagai bahan untuk meningkatkan kesuburan tanah.  Dalam menilai lahan yang baik untuk bercocok tanam, mereka menggunakan metode analisis secara sederhana terhadap sifat fisik dan kimia tanah.

Sampai dengan abad XIX, pengamatan sudah agak lebih jauh maju.  Peneliti berupaya mencari prinsip vegetasi atau bahan (senyawa) yang menyusun tubuh tanaman serta berupaya menyingkap asal-usul bahan penyusun tanaman.

Dalam abad XIX dan XX, pengamatan terhadap prinsip vegetasi makin dipertajam, dan semakin jelas terungkap mengenai faktor-faktor yang berperan dalam pertumbuhan tanaman.  Tanaman polongan yang bekerjasama dengan mikrobia (hidup pada tanaman polongan) diketahui dapat menambat nitrogen udara.  Juga ditemukan beberapa unsur esensil lainnya.  Metode-metode penelitian makin berkembang, demikian pula metode analisis, penemuan pupuk-pupuk baru, serta kemajuan-kemajuan dalam pemahaman perilaku hara dalam tanah dan tanaman.  Juga makin terasa bagaimana arti dan peranan mikrobia (bioteknologi) dalam bidang pertanian dan lain-lain.  Dalam menyongsong dan memasuki abad ke XXI, penelitian dan pengembangan dibidang pertanian semakin terasa mendesak, serta semakin perlu ditingkatkan guna menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Friets,  F. G. JR. 1977.  A perspective on two centuries of progress in soil fertility and plant nutrition.  SSAJ 41  :  242-249

Goeswono Soepardi.  1982.  Bahan Kuliah Kesuburan Tanah,  FPS-IPB.

Tisdale, S.L.  W.L.  Nelsond, and J.D.  Beaton 1985.  Soil Fertility and Fertilizers.  John Wiley and Sons, New York.

Source: http://sulsel.litbang.deptan.go.id

Alat Pertanian Jaman Dulu Masih Tersimpan di Bali

15 March 2013 08:23:35 Dibaca : 1446

Selain dikenal sebagai daerah pariwisata Bali juga dikenal dengan sistem pertanian yang disebut Subang. Ratusan jenis peralatan tradisional Bali kini tersimpan rapi di Museum Subang.

Sekitar 250 jenis peralatan pertanian tradisonal di Bali kini tersimpan rapi di Museum Subak Bali. Museum pertanian satu-satunya di Indonesia ini berlokasi di desa Banjar Anyar, kecamatan Kediri, kabupaten Tabanan.

Berbagai peralatan tradisional yang dikoleksi diantaranya peralatan pembuatan terowongan air, peralatan membajak sawah, peralatan panen hingga peralatan penyimpanan hasil panen. Semuanya terlihat sederhana, namun tidak kalah dengan peralatan teknologi saat ini.

Seperti alat pengukur waktu yang digunakan petani jaman dulu, alat yang disebut Jangge ini, terbuat dari tempurung kelapa utuh. Alat ini dapat menentukan waktu hingga 1 hingga 6 jam. Sistem kerjanya, tempurung diisi air, diberi lubang kecil hingga air menetes keluar. Jika air dalam tempurung kelapa habis maka sama dengan satu jam. Semakin besar tempurung yang digunakan maka semakin lama hitungan jamnya.

Peralatan unik lainnya yaitu, alat untuk membuat terowongan air yang disebut geganjing. Meski berbuat dari kayu dan bentuknya sederhana namun dengan geganjing ini, para leluhur di Bali mampu membuat terowongan dibawah tanah untuk membawa air irigasi ratusan meter panjangnya.

Selain itu ada pula sistem kalender pertanian yang terbuat dari kayu. Kalender tersebut dijadikan patokan dalam menentukan masa cocok tanam, maupun hari baik untuk melaksanakan upacara.

Koleksi lainnya yakni berbagai peralatan pengelolaan pertanian seperti cangkul, bajak dan kayu, gerinda untuk mengiling tanah usai dibajak dan turut untuk meratakan tanah. Juga ada peralatan panen hingga alat penyimpanan panen dalam lumbung.

Namun koleksi peralatan pertanian yang memiliki sejarah tinggi tersebut belum banyak diketahui masyarakat. Kunjungan wisatawan di museum tersebut masih berkisar antara 4 hingga 5 ribu orang pertahun termasuk wisatawan asing. (Tim Liputan/Alb).

Kesuburan dan Ksehatan Tanah

15 March 2013 08:21:47 Dibaca : 3866

Sebelum membicarakan bagaimana upaya membangun kesuburan dan kesehatan tanah ada baiknya kita mengetahui dulu apa yang menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan dan kesehatan tanah?

Dalam dunia pertanian, tanah mempunyai peranan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya akar tanaman, tempat persediaan udara bagi pernapasan akar, tempat persediaan unsur-unsur makanan bagi tumbuhan, tempat persediaan air bagi tumbuh-tumbuhan dan tempat berkembangnya mikro dan makroorganisme yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kesehatan tanaman.

Agar mampu menjalankan peran-peran tersebut, maka tanah harus memiliki kesuburan dan kesehatan yang baik.  Kata ”kesuburan dan kesehatan tanah” sering kali digunakan secara bersamaan. Pada kenyataannya ada dijumpai tanahnya subur tetapi tanaman yang tumbuh di atasnya, tumbuh tidak sehat.  Terdapat perbedaan definisi antara kesuburan dan kesehatan tanah.  Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman dengan sifat kimia, fisika, dan biologi yang dimilikinya. Sedangkan kesehatan tanah bisa diartikan suatu keadaan tanah yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara sehat tanpa adanya gangguan apapun.  Walaupun terdapat perbedaan definisi, faktanya terkadang sulit membedakan antara kesuburan tanah maupun kesehatan tanah karena pada keduanya terkait dengan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah.  Ditinjau dari sudut kesuburan, tanah dipandang sebagai tempat tumbuh tanaman dimana faktor yang sangat berpengaruh adalah tekstur tanah, ketersediaan hara, aerasi, kemampuan mengikat tanah dll.  Sedangkan ditinjau dari sudut kesehatan  tanah, tanah dipandang sebagai tempat kehidupan, dimana selain faktor fisik dan kimia seperti tersebut di atas, kehidupan jasad-jasad makro dan mikro di dalam tanah harus mampu mendukung kehidupan tanaman.

Kesuburan dan kesehatan tanah bisa berubah ubah. Tanah yang tadinya subur dan sehat bisa saja menjadi kurang subur dan sakit. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kesuburan dan kesehatan tanah menjadi menurun.  Beberapa faktor penyebab menurunnya kesuburan tanah diantaranya yaitu penyerapan zat hara oleh tanaman,  penguapan elemen hara ke atmosfer, resapan ke dalam tanah, dan terjadinya erosi.  Sedangkan faktor-faktor penyebab menurunnya kesehatan tanah diantaranya yaitu tidak pernah melakukan pemberian bahan organik ke tanah, pemakaian pupuk yang berlebihan,  terjadinya pencemaran bahan kimia berbahaya (seperti pestisida kimia), melakukan pembakaran di atas lahan (merusak tekstur tanah) dan juga erosi.

Peningkatan Kesuburan dan Kesehatan Tanah

Tanah yang subur dan sehat adalah faktor yang paling penting dalam kesuksesan pertanian dan perkebunan.  Jika dimanfaatkan dengan teknik dan pengelolaan yang baik maka kesehatan tanah akan semakin meningkat.

Ciri-ciri tanah yang subur dan sehat :

  • Mengandung humus/bunga tanah (terbuat dari bahan organik yang hancur dan terurai, kompos, mulsa, kotoran hewan dll)
  • Mengandung sejumlah besar biota-biota tanah bermanfaat (mikrofauna, mikroflora, makrofauna, dll)
  • Mengandung campuran partikel tanah liat dan pasir yang seimbang (tanah liat mengikat mineral sedangkan pasir memungkinkan drainase)
  • Bertekstur lempung, mempunyai porositas dan daya mengisap air yang baik
  • Mempunyai tingkat pH yang netral.
  • Berbagai tanaman bisa tumbuh di atasnya

Tanah yang sehat berperan sebagai bank nutrisi dengan menyimpan unsur hara yang siap untuk digunakan oleh tanaman.  Upaya-upaya mempertahankan dan meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah adalah dengan melakukan pengelolaan lahan dan tanaman secara terpadu.

Pengelolaan lahan :

1.    Pemberaan/kosong

Yaitu mengistirahatkan atau mengosongkan lahan selama periode waktu tertentu dan membiarkan gulma dan rumput tumbuh setelah panen.

2.    Pemulsaan

Yaitu memberi kulit untuk menutupi permukaan tanah dengan menggunakan sisa tanaman atau rumput-rumputan (jerami padi dll).

Pemberian mulsa membantu dalam mencegah hilangnya air melalui penguapan dengan mengurangi pengaruh erosi dan curah hujan pada tanah, mengendalikan pertumbuhan gulma dan membantu dalam menjaga struktur tanah yang baik.

3.    Pemberian pupuk organik :

-  Pupuk hijau

Dengan menanam dan membenamkan tanaman sebagai pupuk. Tanaman leguminose/kacang-kacangan dan tanaman penutup yang biasanya merambat dan menutupi permukaan tanah kemudian dibenamkan ke dalam tanah dengan bajak atau garu.

Hal ini dilakukan untuk mengganti kesehatan tanah yang hilang dengan zat hara yang ada dalam pupuk hijau yang akan bertindak sebagai penambahan bahan organik untuk tanah.

- Pupuk kandang

Sisa ternak seperti manur, urin dan organ bagian dalam dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah atau meningkatkan kesehatan tanah.

- Pupuk cair dan kompos

Mengandung bermacam-macam unsur hara, murah pembuatannya, meningkatkan jumlah biota dan memperbaiki kualitas struktur tanah. [HUS]

 Sumber : Manual Sumber mengenai Alternatif Pengendalian Hama untuk Tanaman Sayuran, 2001. PAN Indonesia, Jakarta.