surveilance penyakit hipertensi

07 December 2014 17:34:23 Dibaca : 8424

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di seluruh dunia, Hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak. Kehadiran hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian karena dapat menyebabkan kematian utama di Negara-negara maju maupun Negara berkembang. Menurut survey yang dilakukan oleh Word Health Organization (WHO) pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia yang menderita hipertensi untuk pria sekitar 26,6% dan wanita sekitar 26,1% dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29,2% .
Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2001, angka kesakitan Hipertensi pada dewasa sebanyak 6-15% dan kasusnya cenderung meningkat menurut peningkatan usia. Beberapa penyakit tidak menular yang ada tersebut,penyakit kardiovaskular mempunyai kontribusi cukup besar terhadap tingginya angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat PTM.
Di Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia terus terjadi peningkatan. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2000 sebesar 21% menjadi 26,4% dan 27,5% pada tahun 2001 dan 2004. Selanjutnya, diperkirakan meningkat lagi menjadi 37% pada tahun 2015 dan menjadi 42% pada tahun 2025. Menurut data Kementrian Kesehatan RI tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% tahun 2010. Data Dinas Kesehatan kota Semarang tahun 2009 menyebutkan prevalensi hipertensi sebesar 12,85 % dengan jumlah kasus sebanyak 2063.
Beberapa penelitian lain yang telah dilakukan tenyata prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukan 1,8 – 28,6 % penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Gorontalo Tahun 2013, angka penderita hipertensi dari tahun 2011 hingga 2013 sebagai berikut. Pada tahun 2011 sebesar 123990 jiwa, terjadi peningkatan pada tahun 2011 sebesar 130683 jiwa. Selanjutnya pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan, pada tahun 2011 sebesar 113537 jiwa dan pada tahun 2012 sebesar 107839 jiwa. Namun, pada tahun 2013 terjadi peningkatan yaitu sebesar 128594 jiwa.
Diharapkan dengan dibuatnya laporan survailans epidemiologi penyakit Hipertensi ini dapat mengurangi angka kesakitan serta kematian karena hipertensi dalam masyarakat..
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam perumusan penyakit Hipertensi yaitu :
1. Bagaimana gambaran surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di Puskesmas Limboto Barat tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran surveilans epidemiologi penyakit hipertensi di Puskesmas Limboto Barat tahun 2012?
3. Belum diketahuianya gambaran surveilans epidemiologi penyakit hipertensi Puskesmas Limboto Barat tahun 2013?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Yaitu Untuk mendapatkan gambaran survailans tentang epidemiologi penyakit Hipertensi pada kawasan wilayah kerja puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013

2. Tujuan Khusus
1. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan kelompok umur
2. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
3. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan Tempat (Place)
4. Di peroleh gambaran survailans penyakit Hipertensi berdasarkan waktu kejadian (Time)
3. Manfaat
1) Untuk menambah wawasan terhadap masyarakat tentang penyakit Hipertensi dan bagaimana cara pencegahan dan pengobatannya.
2) Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kecamatan Limboto Barat pada wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat dalam hal pencegahan dan pengobatan penyakit Hipertensi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Survailans
Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu “surveillance”, yang berarti “mengamati tentang sesuatu”. Menurut Last (2001) survailans adalah proses pengumpulan pengolahan analisis dan interpretasi data secara sistimatik dan terus-menerus serta diseminasi (penyebarluasan) informasi secara tepat waktu kepada unit yang membutuhkan untu3k dapat diambil tindakan yang tepat.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir, Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001), Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi, Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science of public health).
Program Surveilans adalah program pengamaan dan pemantauan penyakit di lapangan yang memiliki tugas dan fungsi mengumpulkan dan mengolah data, menganalisis dan menginterpretasi data, menyebarluaskan hasil analisis serta mengevaluasi hasil cakupan. Di lapangan, survelans penyakit dilaksanakan untuk mengetahui besar kecilnya kejadian penyakit dan indikasi-indikasi penularan/meluasnya kasus melalui kajian-kajian tertentu.
Setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga kesehatan masyarakat dan swasta diwajibkan untuk menyelenggarakan surveilans epidemiologi. Kegiatan dari unit surveilans ini adalah melakukan pengumpulan, pencatatan, dan pelaporan data baik secara aktif maupun pasif (kompilasi dan analisis data) serta penentuan tindak lanjut/cara penanggulangan masalah.
Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan secara terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.
Untuk menggambarkan tingkat prevalensi penyakit di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat maka disusun laporan tentang penyakit hipertensi disekitar wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat. Penyakit Hipertensi tersebut merupakan suatu pola penyakit yang ada pada kunjungan pasien ke Puskesmas Limboto Barat yang dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan upaya-upaya pencegahan berbagai penyakit.
Dalam melakukan surveilans penyakit terdapat beberapa komponen surveilans didalamnya. Di antaranya :
1. Pengumpulan data
Data diperoleh melalui laporan dari Puskesmas Pembantu, Puskesmas, dan pelayanan kesehatan swasta seperti klinik, DPS/BPS Pengambilan data dilakukan secara manual atau menggunakan data sekunder, yaitu dengan cara merekap data yang ada di puskesmas Limboto Barat. Selanjutnya data mentah tersebut di input kedalam program-program yang sudah ada agar dapat dengan mudah untuk memilah-milahnya sesuai dengan yang kita perlukan
2. Pengolahan data
Dilakukan kompilasi terhadap data yang telah terkumpul untuk kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun peta yang dirinci berdasarkan golongan umur, jenis kelamin, waktu, tempat, dan lain-lain.
Pengolahan data yang dilakukan sebelumnya adalah dengan merekap data yang diperoleh dari puskesmas Limboto barat menggunakan cara manual. Selanjutnya data yang telah terurut berdasarkan orang, tempat, dan waktu tersebut di input kedalam program pengloah SPSS untuk lebih memudahkan kita dalam menganalisis data.
3. Analisis Dan Interpretasi Data
Analisis data yang kami lakukan yaitu menggunakan anilisis Bivariat dengan membuat Tabel (menghitung proporsi), Grafik (analisis kecenderungan) dan Peta (analisis tempat dan waktu). Hasil analisis dan interpretasi data berupa informasi Epidemiologi. Oleh karena belum adanya sistem pencatatan yang lebih rinci maka analisis data menjadi tidak maksimal terutama analisa terhadap tempat atau daerah yang cenderung memiliki jumlah kasus yang tinggi.
Survailans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematik dan terus-menerus terhadap masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan, dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
4. Penyebaran data
Kesimpulan yang telah diambil disebarkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Tujuan survailans epidemiologi adalah :
a. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemic ( out break )
b. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan pengendalian penyakit.
c. Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya kesehatan.
d. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak penyakit dimasa mendatang.
e. Mengindentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut.

Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi karakteristik sebagai berikut (Romaguera, 2000) :
a. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan pengorganisasian sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara pengiriman data, organisasi yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan analisa data perlu dirancang agar tidak membutuhkan sumber daya yang terlalu besar dan prosedur yang terlalu rumit.
b. Fleksibilitas (Flexibility)
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa memerlukan peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.
c. Dapat diterima (Acceptability).
Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi individu, organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem dengan mereka yang terlibat, temasuk pasien atau kasus yang terdeteksi dan petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan terhadap sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian formulir pelaporan dan ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans dipengaruhi oleh pentingnya kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas kontribusi mereka yang terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar, beban sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang dijalankan dengan tepat.
d. Sensitivitas (Sensitivity).
Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan mengidentifikasi adanya KLB. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :
1) Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.
2) Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang terdiagnosa akan dilaporkan.
3) Keakuratan data yang dilaporkan
e. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang kenyataannya memang menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif Positif menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau masalah kesehatan di masyarakat.
f. Representatif (Representative).
Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara akurat distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat. Kualitas data merupakan karakteristik sistem surveilans yang representatif. Data surveilans tidak sekedar pemecahan kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri demografik dan infomasi mengenai faktor resiko yang penting.
g. Tepat Waktu.
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan kecepatan mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu perlu dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak meluas sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka panjang.Tekhnologi komputer dapat sebagai faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu penyediaan informasi.
B. Epidemiologi penyakit Hipertensi
1. Defenisi Penyakit Hipertensi
Hipertensi yang di derita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekana sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan diastolik berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi di antara dua denyut jantung. Dari hasil penelitian tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan diastolik .
Menurut WHO tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg. Angka yang lebih tinggi menunjukkan fase darah yang sedang dipompa jantung (sistolik) sedangkan nilai yang lebih rendah menunjukkan fase darah yang kembali ke dalam jantung (diastolik). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur sosial dan ekonomi. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kesakitan hipertensi.
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dindingdinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik). Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh darah. Mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dapat di klasifisikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini di kategorikan sebagai primer atau esensial dan hipertensi sekunder, terjadi sebagai akibat kondisi patologi yang dapat di kenali, sering kali dapat di perbaiki.
Hipertensi adalah suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.
Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan arteri rata-rata lebih tinggi dari pada batas atas yang di anggap normal yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi dapat di definisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Dari definisi –definisi di atas dapat di peroleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik lebih dari 140/90 mmHg, di mana sudah di lakukan pengukuran tekanan darah minimal dua kali untuk memastikan keadaan tersebut dan hipertensi dapat menimbulkan resiko terhadap penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.
2. Anatomi dan Fisiologi Hipertensi
a) Anatomi
1) Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak di dalam dada, batas kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercosta kelima kiri pada linea midclavikula.
Hubungan jantung adalah:
atas: pembuluh darah besar
bawah: diafragma
setiap sisi: paru-paru
belakang: aorta dessendens, oesopagus, columna vertebralis
2) Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki lapisan tengah yang terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arterosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi “vasokonstriksi”, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat, Sebaliknya, jika:
a) Aktivitas memompa jantung berkurang
b) arteri mengalami pelebaran
c) banyak cairan keluar dari sirkulasi.
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

3) Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
a. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
b. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal
c. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pada ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
4) Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
5) Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah utama
6) Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan
7) Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
b) Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk reoksigenasi (Black, 2010).
3. Klasifikasi
1. Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi esensial meliputi lebih kurang 95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder.
b. Hipertensi Sekunder ( Hipertensi Non Esensial )
Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat di ketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi kurang lebih 5% dari total penderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang.
Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut :
1) Akibat stres yang parah,
2) Penyakit atau gangguan ginjal,
3) Kehamilan atau pemakaian hormon pencegah kehamilan,
4) Pemakaian obat-obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya,
5) Cidera di kepala atau pendarahan di otak yang berat,
6) Tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.25
2. Berdasarkan Tinggi Rendahnya TDS dan TDD
Berdasarkan tingginya tekanan sistolik, The Seven Of The Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure ( JNC 7) tahun 2003, membagi hipertensi sebagai berikut :
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-150 90-99
Hipertensi stage II >150 >100

Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO:
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan 140-149 <90

Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap I
140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap II ≥160 Atau ≥100
Hipertensi Sistol Terisolasi ≥140 Dan <90

3. Berdasarkan Gejala-gejala Klinik
a. Hipertensi Benigna
Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau kerusakan dari target organ seperti mata, otak, jantung dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya.
b. Hipertensi Maligna
Disebut juga accelarated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.
Apabila diagnosis hipertensi maligna di tegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Di upayakan tekanan darah sistolik mencapai 120 – 139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena insidensi terjadinya pendarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat besar.

c. Hipertensi Ensafalopati
Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak. Secara klinis hipertensi ensafalopati bermanifestasi dengan sakit kepala yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, pendarahan otak, pendarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara seksama.
5. Gejala Penyakit Hipertensi
Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung.
Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-gejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai. Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering di jumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma
Keluhan tersebut tidak selalu akan dialami oleh seorang penderita hipertensi. Sering juga seseorang dengan keluhan sakit belakang kepala, mudah tersinggung dan sukar tidur, ketika diukur tekanan darahnya menunjukkan angka tekanan darah yang normal. Satu-satunya cara untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi hanya dengan mengukur tekanan darah.

6. Pencegahan Penyakit
Hipertensi esensial tidak dapat diobati tetapi dapat diberikan pengobatan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Langkah awal biasanya adalah merubah pola hidup penderita:
1) Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal.
2) Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah tinggi.
3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol.
4) Olah raga aerobik yang tidak terlalu berat.
5) Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali.
6) Berhenti merokok.
7. Pengobatan Penyakit
Tujuan penatalaksanaan penderita hipertensi adalah menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis untuk menghindari komplikasi seperti stroke, penyakit jantung dan lain-lain, olahraga dan aktifitas fisik, perubahan pola makan dan menghilangkan stres serta pemberian obat antihipertensi secara adekuat.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.

a) Diauretik
1) Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi.
2) Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah.
3) Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah.
4) Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium.
5) Diuretik sangat efektif pada: orang kulit hitam,lanjut usia, kegemukan, penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun.
b) Penghambat adrenergik
Merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, betablocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis.Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.
Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker, yang efektif diberikan kepada: penderita usia muda,penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita dengan denyut jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada), sakit kepala migren.
c) Angiotensin Converting Enzyme
Merupakan inhibitor (ACE-inhibitor) yang menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.Obat ini efektif diberikan kepada:orang kulit putih,usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.

d) Angiotensin-II-bloker
menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
e) Antagonis kalsium
menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yangbenar-benar berbeda.
8. Faktor Risiko Hipertensi
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi.
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnyaatau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika
berumur lima puluhan dan enampuluhan.Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala
usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darahsedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai
faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik.Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi.

3) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan.
Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.34
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan
timbul tanda dan gejala.
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.6 Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.
2. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya hipertensi.
3. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
4. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.
5. Obesitas
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi.
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.
6. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

7. Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparantehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi
hipertensi.
Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh
yang datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag.
8. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.
Distribusi epidemiologi penyakit Hipertensi pada wilayah keja Puskesmas limboto barat Tahun 2011-2013.
a. Berdasarkan Orang (Person)
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit yang umum timbul di dalam masyarakat yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi tidak menunjukkan gejala spesifik,Sehingga pada tahap awal, orang masih merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya dan tidak merasa perlu memeriksakan diri. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain
Penyakit Hipertensi ini dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur sosial dan ekonomi. Begitupun dengan jenis kelamin penyakit Hipertensi ini tidak mengenal perempuan atau laki-laki. Kecenderungan berubahnya gaya hidup akibat urbanisasi, modernisasi dan globalisasi memunculkan berbagai faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kesakitan hipertensi. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.Dengan bertambahnya umur juga, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi.
b. Tempat (Place)
Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola kehidupan masyarakat.Berdasarkan tempat, Distribusi epidemiologi penyakit hipertensi dapat di pengaruhi oleh kondisi lingkungan atau tempat tinggal. Hal ini di akibatkan oleh pembawaan sikap dan perilaku dari lingkungannya sekitarnya, yang akan dapat mempengaruhi kebiasaan individu. Misalnya terdapat suatu kelompok dengan kebiasaan merokok, mengkonsumsi alkohol atau Kurangnya olahraga serta tidak menjaga pola makan akan dapat berpengaruh terhadap masyarakat lain di sekitar. Sehingga sikap tersebut akan menjadi suatu kebiasaan bagi suatu kelompok.
c. Berdasarkan Waktu (Time)
Distribusi epidemiologi berrdasarkan waktu digunakan untuk menentukan masa inkubasi penyakit, dan penyebaran penyakit. Penyakit hipertensi dapat muncul kapan saja tergantung dari pengendalian sikap atau kontrol terhadap kesehatan termasuk pola makan, gaya hidup serta kebiasaan

BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. Gambaran Georafis

Gambar : Puskesmas Limboto Barat Tahun 2010 Tampak dari Depan

Gambar : puskesmas Limboto Barat tahun 2013

Kegiatan survailans biasanya dilakukan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat dan merupakan sarana kesehatan yang penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Sesuai fungsinya petugas puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan setiap individu, keluarga dan lingkungannya secara mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat.
Seperti halnya pada puskesmas di limboto barat, Puskesmas Limboto Barat terletak di Kecamatan Limboto Barat yang merupakan salah satu wilayah administrative di Kabupaten Gorontalo di gambarkan sebagai berikut:

B. Gambaran Geografis
Puskesmas Limboto Barat merupakan salah satu Puskesmas Yang ada di Kabupaten Gorontalo dengan Batas wilayah daerah adalah sebagai berikut:
a. SebelahTimur berbatasan dengan Kec.Limboto
b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kec.Tibawa
c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec.Kwandang
d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec.Batudaa
Puskesmas Limboto Barat ini memiliki Luas wilayah 154,95 KM2 dengan wilayah kerja sebanyak 8 desa kemudian diakhir tahun 2007 dimekarkan menjadi 10 desa dengan jumlah penduduk 23.717 jiwa.
Puskesmas ini tak jauh beda dari Puskesmas-puskesmas lainnya, karena Puskesmas ini memliki beberapa fasilitas misalnya 1 buah mobil puskesmas keliling dan 1 buah motor sebagai kenderaan Operasional Pegawai Puskesmas. Program Promosi Kesehatan yang sementara di jalankan di puskesmas ini disamping Posyandu, Perilaku Hidup Sehat dan Desa siaga.
C. Sarana dan Fasilitas Puskesmas Limboto Barat
Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Pemeriksaan EKG
Laboratorium
D. Tenaga Kesehatan Puskesmas Limboto Barat
Jumlah Tenaga : 51 orang
Dokter Umum : 2 orang
Dokter Gigi :1 orang
Bidan : 8 orang
Perawat : 16 orang
Perawat Gigi : 2 orang
SKM : 4 orang
Sanitasi : 3 orang
Gizi : 2 orang
Perkarya : 2 orang
SMA : 1 orang
Tenaga Magang : 4 orang
CS : 2 orang
Tenaga Abdi : 4 orang
E. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Limboto Barat 23.717 jiwa dengan luas wilayah 154,95 KM2 . Desa yang termasuk wilayah kerja puskesmas Limboto Barat ada 10 desa diantaranya: Desa Daenaa, Ombulo, Yosonegoro, Padengo, Tunggulo, Pone, Huidu, Hutabohu, Haya-haya, dan Huidu Utara.
Situasi di puskesmas limboto barat setiap minggunya selalu mendapat kunjungan baik yang melakukan pemeriksaan maupun pengobatan. Ada juga mereka yang lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.

Tabel 3.1
Data 10 Penyakit Menonjol Tahun 2013
No Jenis Penyakit Jumlah
1 ISPA 2540
2 Dermatitis 785
3 HPT 752
4 Dispepsia 708
5 Pneunomia 666
6 Diare 601
7 Abses Kulit 560
8 TB 519
9 Influenza Virus 457
10 DM Tipe II 341
Sumber : Data Sekunder Puskesmas Limboto Barat Tahun 2013

BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN

Dalam kegiatan survailans epidemiologi penyakit hipertensi ,Pengambilan data pertama kali dilakukan pada tanggal 1 maret 2014 , meminta izin dalam hal pengambilan data terkait gambaran survailans di puskesmas tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat jumlah pasien yang berkunjung di puskesmas tersebut dan mencatat berdasarkan penyakit diambil, adapun yang terkait dalam pencatatan yang kami lakukan adalah tahun kunjungan, bulan kunjungan, umur, jenis kelamin dan tempat tinggal dari pasien tersebut.
Dalam kunjungan kami ke 2 terdapat Beberapa kendala yang kami alami yakni data yang tersedia tidak diperkenankan untuk di pinjamkan alasannya data ditahun kemarin akan hilang. Kendala kedua data yang seharusnya kami ambil melingkupi register UMUM, ASKES, JAMKESDA dan JAMKESMAS tahun 2011,2012 dan 2013. Namun, sayangnya dari semua data yang lengkap hanya register umum tahun 2011(september-desember)register umum 2012 dan 2013. Kami memutuskan mengambil data hanya register umum tiga tahun teakhir.
Buku register pasien, tidak hanya mencatat penyakit hipertensi melainkan untuk seluruh diagnosa. Dalam register tersebut mencakup nomor urut atau kode penyakit, tanggal registrasi, nama pasien, umur, jenis kelamin, dan diagnosa serta keterangan kunjungan. Buku register tersebut tidak mencantumkan faktor risiko dan klasifikasi penderita.
Di wilayah kerja puskesmas Limboto barat pada tahun 2013 terdapat beberapa penyakit yang paling menonjol yaitu : penyakit ISPA, Dermatitis, Hipertensi, Dispepsia, Pneumonia, Diare, Abses kulit, TB BTA, Influenza Viruz,DM tipe II.

A. Hasil Dan Analisis
1. Distribusi penderita Hipertensi berdasarkan karakteristik Orang
a. Distribusi penderita Hipertensi menurut umur.
Penderita Hipertensi menurut umur di Puskesmas Limboto Barat dapat dilihat pada tabel dan diagram dibawah ini :
Tabel 4.1
Distribusi Penyakit Hipertensi Berdasarkan Umur
Di Wilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat
Tahun 2011-2013
Kelompok Umur Tahun Jumlah
( Tahun ) 2011 2012 2013
n % n % n % n %
25-29 1 1,2 2 1,0 2 1,4 5 1,1
30-34 4 4,7 5 2,5 4 2,7 13 3,0
35-39 5 5,9 6 3,0 6 4,1 17 3,9
40-44 3 3,5 7 3,5 6 4,1 16 3,7
45-49 12 14,1 12 5,9 5 3,4 29 6,7
50-54 7 8,2 11 5,4 26 17,7 44 10,1
55-59 15 17,6 36 17,8 25 17,0 76 17,5
60-64 11 12,9 26 12,9 30 20,4 67 15,4
65-69 11 12,9 48 23,8 16 10,9 75 17,2
70-74 8 9,4 26 12,9 14 9,5 48 11,0
75-79 6 7,1 15 7,4 10 6,8 31 7,1
80-84 2 2,4 4 2,0 2 1,4 9 2,1
85+ 0 0,0 4 2,0 1 0,7 5 1,1
JUMLAH 85 19,5 202 46,4 147 33,8 435 100,0
Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun
2012-2013
Gambar 4.1: Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Umur Di Wilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013
Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.1,Dapat di lihat bahwa Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur ( Tahun ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat ini ternyata Mengalami Peningkatan Penderitanya Pada Umur 55-59 Tahun Bahwa Pada Tahun 2011 meningkat Sebanyak 15 Orang (17%), kemudian Pada Tahun 2012 semakin meningkat berbeda dengan tahun 2011 yaitu sebanyak 48 orang (23 %) pada umur 65-69 tahun. Serta pada Tahun 2013 sebanyak 30 orang (20 %) terdapat pada umur 60-64 Tahun.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Distribusi penderita Hipertensi yang tertinggi pada Tahun 2011-2013 di wilayah kerja puskesmas Limboto Barat terdapat pada kelompok usia lanjut (orang tua) yaitu kelompok umur 50 tahun keatas dan distribusi penderita Hipertensi yang terendah adalah terdapat pada kelompok usia remaja/ dewasa yaitu kelompok umur 25 -29 Tahun. Hal ini menunjukan bahwa Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi.

b. Distribusi penderita penyakit Hipertensi menurut Jenis Kelamin.
Tabel 4.2
Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat
Tahun 2011-2013
JENIS KELAMIN Tahun Jumlah
2011 2012 2013
n % n % n % n %
LAKI-LAKI 42 49,4 87 43,1 61 41,5 190 43,8
PEREMPUAN 43 50,6 115 56,9 86 58,5 244 56,2
JUMLAH 85 19,6 202 46,5 147 33,9 434 100,0
Sumber : Data Sekunder di wilayah kerja puskesmas Limboto Barat tahun 2011-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013
Gambar 4.2: Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013.
Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.2, Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa penderita hipertensi Lebih Banyak di derita oleh perempuan Dibadingkan Laki-laki, akan tetapi persentase penderita hipertensi perempuan dan laki-laki hanya berbanding sedikit. dapat dilihat bahwa perempuan pada tahun 2011 sebanyak 43 orang (51 %), kemudian pada tahun 2012 sebanyak 115 orang (57%) serta pada tahun 2013 sebanyak 86 orang atau sebesar (59%) sedangkan penderita hipertensi laki-laki pada tahun 2011 sebanyak 42 orang (49%),kemudian pada tahun 2012 sebanyak 87 orang (43%) dan pada tahun 2013 sebanyak 61orang ( 41%).
c. Distribusi Penderita Hipertensi Menurut Tempat ( Place)
Tabel 4.3
Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat
Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat
Tahun 2011-2013
Tempat Tinggal
(Desa) Tahun Jumlah
2011 2012 2013
N % n % n % n %
Daenaa 2 2,4 8 4,0 15 10,2 25 16,5
Haya-haya 11 12,9 31 15,3 7 4,8 49 33,0
Huidu 4 4,7 6 3,0 11 7,5 21 15,2
Hutabohu 11 12,9 17 8,4 19 12,9 47 34,3
Ombulo 22 25,9 33 16,3 29 19,7 84 61,9
Padengo 11 12,9 20 9,9 19 12,9 50 35,8
Pone 2 2,4 15 7,4 7 4,8 24 14,5
Tunggulo 13 15,3 50 24,8 25 17,0 88 57,1
Yosonegoro 9 10,6 22 10,9 15 10,2 46 31,7
JUMLAH 85 19,6 202 46,5 147 33,9 434 100,0
Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013
Gambar 4.3 : Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013
Berdasarkan Tabel Dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa penyakit Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2011 lebih banyak diderita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa Ombulo yaitu 22 orang (25,9 %) dan yang paling rendah tedapat di 2 desa yaitu di desa Daenaa dan desa Pone , yang masing-masing mempunyai jumlah penderita penyakit Hipertensi yang sama yaitu 2 orang penderita (2,4%). Kemudian pada tahun 2012 penderita Hipertensi banyak di derita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa Tunggulo dengan jumlah penderita sebanyak 50 orang (24,8 %) dan yang paling terendah terdapat pada 2 desa juga yaitu desa Daenaa dan desa Huidu di mana masing-masing penderita berturut-turut sebanyak 8 orang (4,0%) terdapat pada desa Daenaa dan penderita sebanyak 6 orang (3,0%) terdapat pada desa Huidu. Sedagkan pada tahun 2013 penderita hipertensi terbanyak terdapat pada desa Ombulo yaitu sebanyak 29 orang atau (19,7%) dan yang paling terendah penderita hipertensinya terdapat pada desa haya-haya dan pone denga jumlah penderita dan persentase yang sama yaitu sebanyak 7 orang (4,8%).

d. Distribusi penderita penyakit Hipertensi menurut Waktu Kejadian
Tabel 4.4
Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu Kejadian
Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat
Tahun2011-2013
Waktu Tahun Jumlah
( Bulan ) 2011 2012 2013
n % n % n % n %
Januari 0 0,0 16 7,9 15 10,2 31 18,1
Februari 0 0,0 15 7,4 5 3,4 20 10,8
Maret 0 0,0 25 12,4 11 7,5 36 19,9
April 0 0,0 18 8,9 12 8,2 30 17,1
Mei 0 0,0 16 7,9 11 7,5 27 15,4
Juni 0 0,0 12 5,9 11 7,5 23 13,4
Juli 0 0,0 13 6,4 10 6,8 23 13,2
Agustus 0 0,0 14 6,9 16 10,9 30 17,8
September 0 0,0 25 12,4 9 6,1 34 18,5
Oktober 34 61,8 15 7,4 6 4,1 55 73,3
November 25 48,1 19 9,4 8 5,4 52 62,9
Desember 26 35,6 14 6,9 33 22,4 73 65,0
Jumlah 85 19,6 202 46,5 147 33,9 434 100,0

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012-2013

Sumber : Data Sekunder Buku Register puskesmas Limboto Barat Tahun 2012 -2013
Gambar 4.4: Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu Kunjungan Di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat Tahun 2011-2013.
Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.4 , Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu ( Bulan Kunjungan ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa yang paling banyak penderita Hipertensi tersebut terdapat pada tahun 2011 yaitu pada bulan oktober sebanyak 34 orang (40%) , kemudian pada tahun 2012 terdapat 2 bulan kunjungan yang tebanyak dan jumlah penderitanya sama yaitu pada bulan maret sebanyak 25 orang (12,4 %) dan pada bulan september sebanyak 25 orang (12,4 %) dan pada tahun 2013 terdapat pada akhir bulan yaitu desember sebanyak 33 orang atau (22,4 %) .
B. Pembahasan
Dari pemaparan hasil yang disampaikan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa diwilayah kerja puskesmas Limboto Barat pada tahun 2011 jumlah penderita hipertensi sebanyak 94 orang dan pada tahun 2012 sebanyak 202 orang serta pada tahun 2013 sebanyak 147 orang. Ini terlihat bahwa penderita hipertensi di wilayah puskesmas Limboto Barat bila di bandingkan dari tahun ke tahun itu mengalami penurunan yang bearti upaya pencegahan dan pengobatan yang telah di promosikan oleh petugas kesehatan di wilayah puskesmas Limboto Barat telah berhasil. Sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dari penyakit Hipertensi.
Dalam pembahasan ini sulit membandingkan apakah penderita penyakti ini berkurang atau mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena data yang kurang lengkap. Maka yang diamati dalam penyususunan laporan terutama dalam hasil dan pembahasan adalah tingkat persentase tertinggi dari distribusi epidemiologi berdasarkan orang, waktu, dan tempat dari penderita Hipertensi..
Distribusi epidemiologi penderita Hipertensi pada tahun 2011-2013
1. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Karakteristik Orang
a) Umur
Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.1,Dapat di lihat bahwa Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur ( Tahun ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat ini ternyata Mengalami Peningkatan Penderitanya Pada Umur 55-59 Tahun Bahwa Pada Tahun 2011 meningkat Sebanyak 15 Orang (18%), kemudian Pada Tahun 2012 semakin meningkat berbeda dengan tahun 2011 yaitu sebanyak 48 orang (24 %) pada umur 65-69 tahun. Serta pada Tahun 2013 sebanyak 30 orang (20 %) terdapat pada umur 60-64 Tahun.
Berdasarkan data tersebut kasus hipertensi lebih banyak terjadi pada kelompok umur 50 tahun keatas . Oleh sebab itu, kemungkinan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat adalah karena faktor umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang saya lakukan bahwa prevalensi hipertensi makin meningkat seiring dengan bertambahnya umur hal ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik.
b) Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.2, Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa penderita hipertensi Lebih Banyak di derita oleh perempuan Dibadingkan Laki-laki, akan tetapi persentase penderita hipertensi perempuan dan laki-laki hanya berbanding sedikit. dapat dilihat bahwa perempuan pada tahun 2011 sebanyak 43 orang (51 %), kemudian pada tahun 2012 sebanyak 115 orang (57%) serta pada tahun 2013 sebanyak 86 orang atau sebesar (59%) sedangkan penderita hipertensi laki-laki pada tahun 2011 sebanyak 42 orang (49%),kemudian pada tahun 2012 sebanyak 87 orang (43%) dan pada tahun 2013 sebanyak 61orang
( 41%). Secara teoritis penyakit hipertensi cendrung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dari pada dengan laki-laki. Hal ini disebabkan karena resiko hipertensi pada perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga , apalagi bagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stress yang tinggi. Sebelum menopause, perempuan relative terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormone estrogen. Sedangkan pada perempuan masa memopause cnderung memililki tekanan darah lebih tinggi dari pada laki-laki penyebabnya adalah penurunnan kadar hormone estrogen setelah menopause.
2. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Tempat
Prevalensi hipertensi ditiap daerah berbeda-beda tergantung pada pola kehidupan masyarakat. Penduduk yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan.
Berdasarkan tabel dan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa penyakit Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2011 lebih banyak diderita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa Ombulo yaitu 22 orang (26 %) dan yang paling rendah tedapat di 2 desa yaitu di desa Daenaa dan desa Pone , yang masing-masing mempunyai jumlah penderita penyakit Hipertensi yang sama yaitu 2 orang penderita (2%). Kemudian pada tahun 2012 penderita Hipertensi banyak di derita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa Tunggulo dengan jumlah penderita sebanyak 50 orang (25 %) dan yang paling terendah terdapat pada 2 desa juga yaitu desa Daenaa dan desa Huidu di mana masing-masing penderita berturut-turut sebanyak 8 orang (4%) terdapat pada desa Daenaa dan penderita sebanyak 6 orang (3%) terdapat pada desa Huidu. Sedagkan pada tahun 2013 penderita hipertensi terbanyak terdapat pada desa Ombulo yaitu sebanyak 29 orang atau (20%) dan yang paling terendah penderita hipertensinya terdapat pada desa haya-haya dan pone denga jumlah penderita dan persentase yang sama yaitu sebanyak 7 orang (5%).
3. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu
Penderita Hipertensi berdasarkan waktu berbeda-beda setiap tahunnya kemungkinan hal ini di karenakan oleh pola makan dari masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan Tabel dan Gambar 4.4 , Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Waktu ( Bulan Kunjungan ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa yang paling banyak penderita Hipertensi tersebut terdapat pada tahun 2011 yaitu pada bulan oktober sebanyak 34 orang (40%) , kemudian pada tahun 2012 terdapat 2 bulan kunjungan yang tebanyak dan jumlah penderitanya sama yaitu pada bulan maret sebanyak 25 orang (13 %) dan pada bulan september sebanyak 25 orang (13 %) dan pada tahun 2013 terdapat pada akhir bulan yaitu desember sebanyak 33 orang atau (22 %) .
C. Sistem Surveilans Puskesmas Limboto Barat
1. Kesederhanaan (Simlicity)
Dalam arti sistem sureveilans berkaitan dengan kesederhanaan sistem, tidak membutuhkan biaya yang mahal serta sumber daya yang tidak terlalu rumit.
Sesuai dengan apa yang telah kami survei serta analisis dapat di katakana bahwa sistem surveilans di Puskesmas Limboto Barat mempunyai Kriteria sederhana, dengan hanya satu orang petugas dan hanya dengan buku album yang panjang serta polpen tinta berwarna hitam yang di gunakan untuk register diagnosa para pasien.
2. Fleksibilitas (Flexibility)
Fleksibilitas merupakan salah satu kriteria sistem surveilans yang baik, fleksibilitas ini dimaksudkan sistem surveilans dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-perubahan informasi yang di butuhkan.
Berkaitan dengan sistem surveilans yang ada di puskesmas Limboto Barat, belum dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan informasi yang ada. Dapat dilihat pada buku pengisian formulir kelengkapan (Buku Register) pada tahun 2011, 2012 dan 2013 tidak mempunyai variable pengisian kelengkapan pelaporan. Misalnya variabel Pekerjaan si penderita penyakit tersebut, jika di analis secara mendalam bahwa variabel tersebut sangat penting dalam melakukan suatu monitoring pencegahan terhadap penyakit. akan tetapi system surveilans yang ada di Puskesmas Limboto Barat tidak memakai variable tersebut selama pada tahun 2011, 2012 sampai 2013.
3. Dapat diterima (Acceptability)
Dalam arti sistem surveilans dapat diterima, dilihat dari beberapa indikator yakni ialah kelengkapan pengisian formulir dan kelengkapan pelaporan diagnosa penyakit . sehingga dapat di simpulkan bahwa sistem surveilans di Puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi kriteria Dapat diterima (Acceptability).
4. Sensivitas (Sensivity)
Dalam arti dengan adanya sistem surveilans dapat mendeteksi kejadian-kejadian penyakit baru dan mengidentifikasi adanya kejadian Luar Biasa (KLB).
Dapat di lihat bahwa sistem surveilans di puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi kriteria sensivitas, karena dilihat dari formulir kelengkapan pelaporan (register pasien ) sudah di isi dengan baik dan benar sehingga memudahkan kami untuk menganalisis dan menginterpretasi data tersebut .
5. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive positif)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, serta menggambarkan sensivitas dan spesifitas serta prevalensi penyakit.
Sistem surveilans di Puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi criteria Nilai prediktif positif. setelah data diolah dan analisis secara manual pada buku kelengkapan formulir terlihat bahwa data tersebut sama dengan hasil analisis yang kami buat.
6. Representatif (Representatif)
Representative ialah suatu kriteria sistem surveilans yang baik, representative
sangat berhubungan dengan keakuratan data distribusi penyakit menurut karesteristik orang , tempat dan waktu. berdasarkan hal tersebut dapat di simpulkan bahwa sistem surveilans di Puskesmas Limboto Barat sudah memenuhi criteria Representatif ini terbukti dari kelengkapan dari buku register pasien tersebut.
7. Tepat waktu (Timeliness)
Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka panjang.
Dapat dikatakan system surveilans yang ada di Puskesmas Limboto Barat di katgorikan tepat waktu dalam hal pengisian data register pasien.

BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Kelompok Umur ( Tahun ) Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat ini tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 48 orang (24 %) terdapat pada umur 65-69 tahun. Dan yang terendah terdapat Pada Tahun 2011 Sebanyak 15 Orang (18%) Pada Umur 55-59 Tahun .
2. Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin Diwilayah Kerja Puskesmas Limboto Barat Bahwa penderita hipertensi Lebih Banyak di derita oleh perempuan Dibadingkan Laki-laki, ini terbukti pada tahun 2012 sebanyak115 orang (57%) dan yang paling terendah pada tahun 2011 sebanyak 43 orang (51 %), sedangkan penderita hipertensi laki-laki tertinggi pada tahun 2012 sebanyak 87 orang (43%) dan yang terendah pada tahun 2011 sebanyak 42 orang (49%).
3. Distribusi penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Limboto Barat pada tahun 2012 lebih banyak diderita oleh masyarakat yang bertempat tinggal di desa Tunggulo dengan jumlah penderita sebanyak 50 orang ( 57%) sedang