meilinda thaib_diabetes melitus

09 December 2014 20:41:12 Dibaca : 458

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronis yang memerlukan terapi medis secara berkelanjutan. Penyakit ini semakin berkembang dalam jumlah kasus begitu pula dalam hal diagnosis dan terapi. Dikalangan masyarakat luas,penyakit ini lebih dikenal sebagai penyakit gula atau kencing manis. Dari berbagai penelitian, terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi DM baik di dunia maupun di Indonesia.Diabetes Melitus (DM) atau disingkat diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa skumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal, terutama di kalangan keluarga, khususnya keluarga berbadan besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup “tinggi”. Kenyataannya kemudian, DM menjadi penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas dan membawa banyak kematian.
Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association tahun 2012 (ADA 2012), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.
Dalam jumlah prevalensi penduduk dunia dengan DM di perhitungkan mencapai 125 juta pertahun dengan DM, dengan prediksi berlipat ganda mencapai 250 juta dalam 10 tahun mendatang (tahun 2010). Peningkatan prevalensi akan lebih menonjol perkembangannya di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Prevalensi DM di Indonesia besarnya 1,2% – 2,3% dari penduduk usia lebih 15 tahun.
Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membuat perubahan posisi DM yang semakin merajalela, yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peringkatnya dikalangan 10 besar penyakit (leading desiases). Selain itu DM juga memberi kontribusi terhadap kematian.
Saat ini upaya penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata dan ginjal
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum dari diabetes melitus?
2. Bagaimana epidemiologi dari diabetes melitus?
3. Bagaimana patofisiologi dari diabetes melitus?
4. Bagaimana faktor resiko dari diabetes melitus?
5. Bagaimana gejala dari diabetes melitus?
6. Bagaimana upaya pencegahan dari diabetes melitus?
7. Bagaimana pengobatan dari diabetes melitus?
1.3. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaiamana gambaran umum dari diabetes melitus
2. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi dari diabetes melitus
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari diabetes melitus
4. Untuk mengetahui bagaimana faktor resiko dari diabetes melitus
5. Untuk mengetahui bagaimana gejala dari diabetes melitus
6. Untuk mengetahui bagaimana upaya pencegahan dari diabetes melitus
7. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dari diabetes melitus

BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) atau dikenal juga di masyarakat sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Akibat gangguan hormonal tersebut dapat menimbulkan komplikasi pada mata seperti katarak, ginjal (nefropati) ,saraf dan pembuluh darah. Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah. Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa > 126 mg/dL dan pada saat tes > 200 mg/dL
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.
Ada 2 tipe diabetes melitus, yaitu (Soegondo 2009) :
1. Diabetes melitustipe 1
Suatu keadaan dimana tubuh sudah sama sekali tidak dapat memproduksi hormon insulin. Sehingga penderita penyakit diabetes harus menggunakan suntikan insulin dalam mengatur gula darahnya. Sebagian besar penderita penyakit diabetes ini adalah anak-anak & remaja.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun (respon kekebalan salah sasaran yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kacau dan menyerang tubuh sendiri). Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik (Latin idio (sendiri) dan patheia (kesakitan). Idiopatik berarti penyebabnya tidak diketahui. Setiap penyakit yang penyebabnya tidak pasti). Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2. Diabettes melitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe II ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada / kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia. Tujuh puluh lima persen penderita DM tipe II adalah penderita obesitas atau sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. Kegemukan atau obesitas salah satu faktor penyebab penyakit DM, dalam pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti diabetes, perlu ditunjang dengan terapi diit untuk menurunkan kadar gula darah serta mencegah komplikasi-komplikasi yang lain.
efek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, antara lain : defek genetic fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes.
4. Diabetes Mellitus Kehamilan
Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung. Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat DMG, gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat preeklamsia. Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya.
B. EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus, atau sekitar 2.8% dari total populasi, insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia,DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe2 terjadi di negara berkembang, peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika , ini akibat tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat, di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas(2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mgdl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glucosa sebanyak 75 gram),
DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah, daerah dengan angka penderita DM yang tertinggi adalah Kalimantan Barat dan Maluku Utara, yaitu 11.1% sedangkan kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahunyaitu 13.5%, beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah Obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya komsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007).
Prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%, prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2% disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% (Depkes,2008).
Hasil penelitian epidemiologi yang dilakukan pada tahun 1993 di Jakarta daerah urban membuktikan adanya peningkatan prevalensi DM dari 1.7% pada tahun 1982 menjadi 5.7% kemudian tahun 2001 di Depok dan didaerah Jakarta Selatan menjadi 12.8%, demikian juga di Ujung Pandang daerah urban meningkat dari 1.5% pada tahun 1981 menjadi 3,5% pada tahun1998, kemudian pada akhir 2005 menjadi 12.5%, di daerah rural yang dilakukan oleh Arifin di Jawa Barat 1,1% didaerah terpencil, di tanah Toraja didapatkan prevalensi DM hanya 0,8% dapat dijelaskan perbedaan prevalensi daerah urban dan rural (Soegondo dkk, 2009).

C. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus tipe 1, terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel β pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan) yaitu Hiperglikemia postprandial merupakan kadar gula darah dua jam sesudah makan yang melebihi nilai normal..Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik). Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi) (Brunner & Suddarth 1997).
Pada diabetes mellitus tipe 2, terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada kondisi normal, insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe 2 .
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin yaitu :
1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg per 100 ml.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut akan berdampak :
a) Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah.
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia).
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :
1) Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
2) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4) Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur.
b) Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).
c) Starvasi Selluler
Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :
1) Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.
2) Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh.
Protein dan asam amino yang melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein.
Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan negative nitrogen.
Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau cidera).
3) Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel. Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein.
Adanya starvasi selluler akan meningkatakan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul rasa baal dan mata kabur).
Diabetes mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke sistem kardiovaskular, terjadi kerusakan di mikro dan makrovaskular.

D. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a) Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40tahun. Diabetes mellitus sering muncul setelah manusiamemasuki umur rawan tersebut. Semakin bertambahnya umur,maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).
b) Jenis kelamin
Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi pada perempuan daripada lakilaki. Namun, mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus belum jelas.
c) Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan
bahwa bangsa Asia lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia kurang berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat. Selain itu, kelompok etnik tertentu juga berpengaruh terutama Cina, India, dan Melayu lebih berisiko terkena diabetes mellitus.
d) Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

e) Riwayat menderita diabetes gestasional.
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir.Namun, dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari. Ibu hamilyang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar denganberat badan lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, makakemungkinan besar si ibu akan mengidap diabetes tipe 2kelak.
f) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
a) Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80- 90% penderita mengalami obesitas.2,4,5,9
b) Aktifitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus.

c) Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan. Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan kadar glukosa darah.
d) Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak. Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi terlalu banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
e) Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin.
f) Penyakit pada pankreas : pankreatitis, neoplasma, fibrosis kistik Alkohol
g) Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.

E. GEJALA
Gejala pada penderita diabetes mellitus disebut juga dengan istilah 3 P, yaitu Polifagia (banyak makan), Polidipsia (banyak minum), dan Poliuria (banyak kencing). Bila keadaan ini tidak cepat diobati, dalam jangka waktu yang panjang gejala yang dirasakan bukan 3 P lagi, melainkan 2 P saja (Polidipsia dan Poliuria) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai berkurang, penurunan berat badan, cepat lelah, badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Di samping gejala diatas, ada juga gejala yang sering tampak setelah terjadi komplikasi kronis antara lain : kesemutan, kulit terasa panas (neuropati), kram, mata kabur, infeksi jamur pada alat reproduksi wanita, kemampuan seksualmenurun bahkan impotensi, luka lama sembuh, pada ibu hamil seringmengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, ataumelahirkan dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4000 gram.
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat menyebabkan beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkan dapat berupa:
1. Komplikasi Akut
a) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
b) Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yangterbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagaisumber energi, sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan;. memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebasdan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi.
c) Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia > 40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi >320.
2) Komplikasi Kronis (Menahun)
a) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
b) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
c) Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit
d) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
F. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah sebagai upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes melitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien (Smeltzer & Bare, 2002).
Penatalaksanaan diabetes melitus dalam jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan/gejala diabetes melitus, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut, kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri (Mansjoer dkk, 2007).
Terdapat lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes melitus yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi (jika diperlukan), dan pendidikan. Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes melitus akan bervariasi mengikuti kemajuan dalam metode terapi yang dihasilkan dari riset, perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik, dan mental daripenderita diabetes melitus sendiri. Para diabetisi diharapkan dapat mengontrol kadar glukosa darahnya secara rutin agar dapat dilakukan tindakan pencegahan sedini mungkin (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Pencegahan Diabetes Melitus
1) Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitumakanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perluditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwalmakan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yangmenggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yangseimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% danprotein 10-15%. Untuk menentukan status gizi, dihitung denganBMI (Body Mass Indeks). Indeks Massa Tubuh (IMT) atauBodyMass Index (BMI) merupupakan alat atau cara yang sederhanauntuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yangberkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.
2) Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan Dmuntuk mendapatkan hasil yang optimal. Pendidikan kesehatan pada pasien DM sebaiknya dilakukan oleh semua pihak yangterkait dalam pengelolaan DM, seperti dokter, perawat, ahli gizi.Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus diberikan kepadakelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatansekunder diberikan kepada kelompok pasien DM. Sedangkanpendidikan kesehatan untuk pencegahan tersier diberikan kepadapasien yang sudah mengidap DM dengan penyulit menahun.
3) Exercise (latihan fisik/olah raga)
Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selamakurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai dengan CRIPE(Continous, Rhythmical, Interval, Progresive, EnduranceTraining) sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contohadalah olah raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit.Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak ataubermalas-malasan.
4) Pemeriksaan tekanan darah secara teratur.
Sekitar 73 persen orang dewasa dengan diabetes ternyata juga menderita tekanan darah tinggi.
5) Berperanaktifdalam proses pengobatan
Melakukan pemeriksaan kesehatan ,Setiap orang yang berusia diatas 45 tahun harus memiliki jadwal rutin pemeriksaan kadar gula darah setiap 3 tahun sekali. Namun, jika seseorang termasuk kelompok dengan faktor risiko tinggi, pemeriksaan rutin harus dimulai pada usia lebih dini.
6) MinumobatsesuaidengananjuranDokter
7) Periksakadarguladarahsecarateratur
8) Perhatikan kaki Anda
Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus adalah masalah kaki. Misalnya luka pada kaki yang tidak kunjung sembuh, infeksi bakteri atau jamur, dan yang paling parah adalahpembusukan jaringan sehingga perlu dilakukan amputasi. Masalah pada kaki penderita DM disebabkan oleh dua hal, yakni:
a) Aliran darah yang buruk. Hal ini terjadi karena kerusakan pembuluh darah yang disebabkan oleh kadar gula darah yang tinggi dalam waktu lama. Aliran darah yang terganggu menyebabkan kaki tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, sehingga kulit kaki menjadi lemah, mudah luka dan sukar sembuh jika terjadi luka.
b) Kerusakan saraf. Hal ini juga terjadi karena kadar gula darah yang tinggi dalam waktu lama. Kerusakan saraf menyebabkan kepekaan seorang pasien DM terhadap rasa nyeri menjadi berkurang, sehingga pasien tidak sadar saat kakinya terluka.
Perawatan harian yang dapat dilakukan adalah mencuci kaki dengan sabun dan air hangat. Setelah itu,kaki harus dikeringkan dengan benar sampai ke sela-sela jari agar tidak terinfeksi jamur. Oleskan pelembab untuk mencegah kulit kering, tetapi jangan oleskan pelembab pada sela-sela jari. Jangan merendam kaki Anda, karena akan membuat kulit rusak, sehingga mudah terkena infeksi.
b. Pengobatan Diabetes Melitus
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang perlu mendapatkan perhatian bagi pasien dan dokter. Kejadian DM makin hari makin meningkat kasusnya yang disebabkan oleh karena faktor kegemukan, pola makan yang tidak baik, autoimun, penyakit penyerta dan idiopatik.. Menurut etiologi DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM dalam kehamilan dan DM tipe lain.
DM lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding dengan pria, lebih sering pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah. Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin. Banyaksekalifaktor yang menyebabkanseseorangmenderitapenyakit Diabetes Militus.Seperticonohnya, Obesitas(beratbadanberlebih),faktorgenetis, polahidup yang tidaksehat (jarangberolah raga),
B. SARAN
Adapun saran bagipembacadarimakalahiniadalahsebagaiberikut:
1) Selaluberhati – hatilahdalammenjagapolahidup. Seringberolah raga danistirahat yang cukup
2) Jagapolamakananda. Janganterlaluseringmengkonsumsimakananatauminuman yang terlalumanis. Karenaitudapatmenyebabkankadargulamelonjaktinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati,Winarsih.2011.Konseling Pencegahan Dan Penatalaksanaan Penderita Diabetes Mellitus.Sumatera Utara:universitas sumatera utara.
Awad,Nadyah.2011. Gambaran faktor resiko pasien diabetes melitus tipe Ii di poliklinik endokrin bagian/smf fk-unsrat rsu prof.Dr. R.d kandou manado periode mei 2011 - oktober 2011.Manado:UNSTRAT.dalam http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/viewFile/1160/936
Rachmawati, Dkk.2012.Hasil Diagnostik diabetes melitus.Makasar: Lembaga Pendidikan UniversitasHasanudin. Dalam http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00613-mtif%202.pdf
utjahjo, A., Tjokroprawiro, A., Murtiwi, S., Wibisono, S., 2006.Konsensus pengelolaan dan pencegahan dan pencegahandiabetes melitus tipe 2 di Indonesia tahun 2006.Jakarta:Rineka cipta.
Dalam http://www.kedokteran.info.