CATATAN HITAM BUNG KARNO
Salah satu pengalaman pahit Soekarno dan bangsa Indonesia terjadi pada peristiwa romusha atau kerja paksa pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Sistem kerja paksa tersebut pada praktiknya lebih tepat disebut perbudakan terhadap rakyat Indonesia oleh tentara Jepang.
Romusha sendiri berlangsung tahun 1942 sampai tahun 1945. Romusha berasal dari bahasa Jepang yang artinya “Serdadu Kerja”. Pengertian romusha secara harfiah ialah orang yang pekerjaannya sebagai buruh atau pekerja kasar.
Romusha adalah catatan hitam seorang Sukarno. Ribuan bahkan ratusan ribu nyawa rakyat Indonesia yang begitu mencintai Bung Karno, mati dengan cara mengenaskan akibat sistem kerja paksa yang kejam zaman pendudukan Jepang. Ironis, karena justru Bung Karno yang ditugasi Jepang mendata dan “merayu” rakyatnya memasuki ranah kerja paksa yang mengerikan itu.
Pada salah satu pengakuannya yang tertulis dalam autobiografi berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang merupakan terjemahan dari Soekarno an Auto Biography to Cindy Adams (1965), Sukarno mengakui peristiwa tersebut sebagai salah satu luka dan kenangan yang sakit untuk ditulis.
Inilah pernyataan Bung Karno tentang romusha: “Sesungguhnya akulah –Sukarno– yang mengirim mereka kerja paksa. Ya, akulah orangnya. Aku menyuruh mereka berlayar menuju kematian. Ya, ya, ya, ya akulah orangnya. Aku membuat pernyataan untuk menyokong pengerahan romusha Aku bergambar dekat Bogor dengan topi di kepala dan cangkul di tangan untuk menunjukkan betapa mudah dan enaknya menjadi seorang romusha. Dengan para wartawan, juru potret, Gunseikan –Kepala Pemerintahan Militer- dan para pembesar pemerintahan aku membuat perjalanan ke Banten untuk menyaksikan tulang-tulang-kerangka-hidup yang menimbulkan belas, membudak di garis-belakang, itu jauh di dalam tambang batubara dan tambang mas. Mengerikan. Ini membikin hati di dalam seperti diremuk-remuk.”
Bung Karno menjelaskan bahwa Dai Nippon lebih suka membujuk penduduk menjadi romusha dengan janji upah yang menarik dan gelar “Pahlawan Kerja”. Namun pada kenyataannya mereka dijadikan budak dan ia sendiri yang ditunjuk untuk mendaftar mereka. Pengalaman pahit itulah yang ia sesali.
Di satu sisi Soekarno memanfaatkan PETA untuk melakukan konsolidasi persiapan perlawanan. Namun di sisi lain ia harus menerima kenyataan bahwa Jepang berbuat kejam terhadap rakyat Indonesia. Perlakuan kejam tentara Jepang tersebut digambarkan dengan begitu dramatis oleh Soekarno.
Penyesalan kian mendalam, lantaran Soekarno mengakui dengan nada getir bahwa dialah yang terpaksa “memberikan” kepada orang Jepang. “Rasanya mengerikan sekali, bukankah begitu? Ada yang mengatakan rakyat tidak mau membaca ini, benar begitu? Ya, aku tidak marah kepada mereka. Tidak seorangpun yang suka kepada kebenaran yang menyedihkan.”
Bung Karno bukannya tidak menuai protes. Lima mahasiswa kedokteran yang juga aktivis pergerakan segera mendatangi Bung Karno, sesaat setelah gambar Bung Karno bersama romusha dan terkesan mendukung romusha tersebar di mana-mana. “Nampaknya Bung Karno tidak dipercayai lagi oleh rakyat. Cara bagaimana Bung Karno bisa menjawab persoalan romusha?” seorang mahasiswa membuka percakapan yang menegangkan.
Bung Karno menjawab, ada dua jalan untuk bekerja (menuju Indonesia merdeka). Pertama dengan tindakan revolusioner, yang menurut Bung Karno, kita belum siap. Jalan yang kedua adalah dengan bekerja-sama dengan Jepang sambil mengkonsolidasikan kekuatan dan menantikan sampai tiba saatnya ia (Jepang) jatuh. Saya mengikuti jalan kedua. Begitu kata Bung Karno.
Tidak puas dengan jawaban Bung Karno, mahasiswa lain menimpali, “Tapi kenapa Bung Karno sampai hati memberikan rakyat kita kepada mereka?”
Jawab Bung Karno, “Dalam setiap perang ada korban. Tugas dari seorang Panglima adalah untuk memenangkan perang, sekalipun akan mengalami kekalahan dalam beberapa pertempuran di jalan. Andaikata saya terpaksa mengorbankan ribuan jiwa demi menyelamatkan jutaan orang, saya akan lakukan. Kita berada dalam suatu perjuangan untuk hidup….”
Dalam dialog yang lebih lunak Bung Karno menjelaskan, langkah “kooperatif” dengan Jepang adalah untuk menjaga kepercayaan Jepang kepadanya sebagai pemimpin. Dan Sukarno tahu betul, saat itu sudah sangat dekat dengan pintu gerbang kemerdekaan. Terlebih setelah ia dan Hatta diterima Kaisar Tenno Heika, dan mendapat sinyal tentang dukungan Kaisar Jepang terhadap kemerdekaan Indonesia.
Akan tetapi, yang jelas Bung Karno banyak menuai kritik, hujatan, cacian, hinaan, dan berbagai tudingan negatif ihwal romusha. Bahwa kemudian berbagai kritik dan hujatan itu memudar, karena yang dikatakan Bung Karno memang benar. Setahun setalah “tragedi” Romusha, ia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Melepaskan derita rakyat Indonesia dari penjajahan laknat Belanda yang 3,5 abad, dan menyingkirkan penjajahan Jepang terkutuk yang 3,5 tahun. (roso daras)
Diluar itu Soekarno sangat berjasa kepada Indonesia , makasih pak
SC : ---https://www.bantennews.co.id/romusha-dan-kesedihan-soekarno-di-banten/ ---https://rosodaras.wordpress.com/2009/06/03/bung-karno-dan-lembar-hitam-romusha/
EKSPERIMEN MANUSIA OLEH NAZI
Eksperimen manusia Nazi adalah serangkaian eksperimen medis terhadap sejumlah besar tahanan, terutama orang-orang Yahudi (termasuk anak-anak Yahudi) dari seluruh Eropa, namun dalam beberapa kasus, eksperimen ini juga dilakukan terhadap Orang Rom, tawanan perang Soviet, dan orang cacat Jerman non-Yahudi, yang dilakukan oleh rezim Jerman Nazi di dalam kamp konsentrasi pada awal 1940-an, khususnya selama Perang Dunia II dan Holokau$. Para tahanan dipaksa untuk berpartisipasi, tidak ada di antara mereka yang bersedia untuk menjadi sukarelawan. Biasanya, eksperimen medis ini akan berakhir dengan kematian, infeksi, atau cacat permanen, dan dengan demikian dianggap sebagai contoh penyiksaan medis. Di Auschwitz dan kamp-kamp lainnya, di bawah arahan dari Dr. Eduard Wirths, tahanan yang terpilih akan menjadi sasaran bagi berbagai eksperimen berbahaya yang dirancang untuk membantu personel militer Jerman dalam menghadapi pertempuran, untuk mengembangkan senjata baru, membantu pemulihan personel militer yang terluka, dan untuk mendukung ideologi rasial yang dicetuskan oleh Reich Ketiga. Setelah perang, kejahatan-kejahatan keji ini diadili di pengadilan khusus yang dikenal dengan Pengadilan Dokter.
Menurut dakwaan di Pengadilan Nuremberg di kemudian hari,eksperimen medis ini meliputi:
- EKSPERIMEN ANAK KEMBAR
- EKSPERIMEN TRANSPLANTASI TULANG , OTOT DAN SARAF
- EKSPERIMEN CEDERA KEPALA
- EKSPERIMEN PEMBEKUAN
- EKSPERIMEN MALARIA
- EKSPERIMEN GAS MUSTAR
- EKSPERIMEN SULFONAMIDA
- EKSPERIMEN AIR LAUT
- EKSPERIMEN STERILISASI
- EKSPERIMEN DENGAN RACUN
- EKSPERIMEN DENGAN BOM
- EKSPERIMEN TINGKAT KETINGGIAN
Sebagai tanggapan atas eksperimen keji Nazi, Drs. Leo Alexander dan Andrew Conway Ivy menyusun sepuluh poin memorandum yang berjudul "Eksperimen Medis yang Diijinkan", memorandum ini selanjutnya dikenal dengan Kode Nuremberg.Kode ini antara lain menyatakan bahwa eksperimen medis diijinkan jika ada persetujuan sukarela dari pasien, tanpa menyebabkan rasa sakit dan penderitaan yang tidak perlu, dan harus ada keyakinan bahwa eksperimen tidak akan berakhir dengan kematian atau cacat. Kode Nuremberg ini tidak disebutkan dalam persidangan dokter Naz* dan bahkan tidak pernah berhasil "lolos" ke dalam undang-undang kedokteran Jerman ataupun Amerika Serikat.
SC : Wikipedia
SEJARAH PENGGUNAAN JALUR KIRI
Sejarah penggunaan Jalur kiri
Beberapa abad lalu, sebenarnya orang-orang menggunakan jalan raya di jalur sebelah kiri. Menurut Charles Anderson dalam buku berjudul Puzzles and Essays from the Exchange Essays, prajurit Yunani kuno, Mesir kuno, dan Romawi ketika berjalan selalu memilih jalur kiri. Kebiasaan pada zaman Sebelum Masehi tersebut berlanjut hingga abad pertengahan, ketika sebagian besar pengguna jalan adalah kaum kesatria feodal serta orang-orang yang bersenjata di Eropa.Para kesatria Eropa biasa menggunakan jalur kiri karena sebagian besar dari mereka terbiasa menggunakan tangan kanan. Penggunaan jalur kiri dirasa menguntungkan bagi mereka ketika menghadapi serangan di jalan karena tangan kanan mereka mampu mencabut pedang dan menyerang musuh yang berada di sebelah kanan mereka.
Lebih lanjut, posisi sarung pedang (scabbard) yang dipasang di pinggang kiri kesatria juga berpengaruh. Karena penempatan sarung pedang di sebelah kiri, menunggangi dan turun dari kuda terasa lebih mudah dari sisi kiri kuda. Kegiatan tersebut lebih aman apabila dilakukan di sudut pinggir kiri jalan. Sehingga ketika berkendara, para kesatria berjalan di jalur kiri.
Namun kebiasaan ini mulai kehilangan dominasinya di Eropa pasca meletusnya Revolusi Perancis yang dimulai pada tahun 1789. Sebelum revolusi, para aristokrat di Perancis menggunakan jalur kiri dan memaksa rakyat jelata menggunakan jalur kanan. Namun perubahan kondisi sosial yang radikal pasca revolusi menyebabkan para aristokrat turut menggunakan jalur kanan untuk membaur dengan rakyat jelata. Penggunaan jalur kanan di Perancis mulai disahkan pada tahun 1794 oleh Napoleon Bonaparte.
Penggunaan Jalur Kiri di Indonesia
Nah, lantas bagaimana ceritanya Indonesia akhirnya menggunakan jalur kiri? Pada umumnya, segala norma dan nilai-nilai yang dipegang oleh bangsa Eropa akan diterapkan pada wilayah koloninya. Tidak terkecuali Belanda yang pernah menguasai sejumlah wilayah di dunia, termasuk Hindia Belanda Timur (yang kini menjadi Indonesia). Semenjak kedatangan Belanda pada tahun 1596, kebiasaan penggunaan jalur kiri di jalan juga turut di bawa ke Hindia Belanda, untuk menyesuaikan mobilitas orang-orang Belanda di tanah jajahan.
Namun kebiasaan jalur kiri di Belanda berakhir setelah Napoleon berhasil menguasai Belanda. Memang setelah Revolusi Perancis, Napoleon Bonaparte naik menjadi pemimpin baru Perancis dan mulai mencanangkan kebijakan yang ekspansif dan agresif di Eropa. Tidak hanya ekspansi wilayah, Napoleon juga menyebarkan kebiasaan jalur kanan ke seluruh penjuru Eropa. Bagi negara yang menentang Napoleon seperti Britania Raya, mereka menolak kebiasaan Perancis dan tetap setia berjalan di jalur kiri. Namun bagi negara yang berhasil dikuasai oleh Napoleon, mereka mau tidak mau harus turut berjalan di sebelah kanan. Salah satu negara yang mengalami perubahan jalur tersebut adalah Belanda.
Uniknya, perubahan Belanda yang menggunakan jalur kanan tidak diikuti oleh koloni-koloninya. Bahkan setelah Hindia Belanda sempat dipegang oleh Herman Williem Daendels yang notabene bawahan Napoleon. Meskipun Daendels mampu memimpin pembangunan Jalan Raya Pos (Jalan Anyer-Panarukan), namun ia tidak mengubah jalur berkendara di Hindia Belanda. Sehingga Hindia Belanda masih menggunakan jalur kiri.
Tidak adanya perubahan jalur menyebabkan Indonesia hingga kini masih tetap menggunakan jalur kiri. Bagi Indonesia, letak geografis yang terisolasi oleh bentang samudera menyebabkan perubahan jalur dirasa tidak diperlukan. Selain itu, negara-negara yang berbatasan darat langsung dengan Indonesia (Malaysia) sebagian besar merupakan bekas koloni Britania Raya yang notabene masih menggunakan jalur kiri. Sehingga kondisi tersebut menyebabkan Indonesia menjadi bagian dari 35% populasi di dunia yang masih konsisten menggunakan jalur kiri.
Meskipun demikian, ternyata ada jalan di Indonesia yang justru tidak menggunakan jalur kiri. Jalan Praban di Surabaya adalah contoh jalan yang tergolong berbeda. Jalan yang terletak di sebelah barat laut Gedung Siola (kini Museum Surabaya) justru menggunakan jalur kanan. Cukup melintas di Jalan Praban, kalian bisa mencoba sensasi melewati jalan raya di jalur kanan tanpa harus repot-repot ke luar negeri.
Sumber : World Standards
Profil Universitas Negeri Gorontalo
A.SEJARAH SINGKAT UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Universitas Negeri Gorontalo, disingkat UNG, adalah perguruan tinggi negeri di Gorontalo, Indonesia, yang berdiri pada 1 September 1963. Mulanya Universitas ini diberi nama Junior College, dan menjadi bagian dari FKIP UNSULUTENG. Tahun 1964 statusnya berubah menjadi Cabang FKIP IKIP Yogyakarta Cabang Manado, tahun 1965 bergabung dengan IKIP Manado Cabang Gorontalo.
Tahun 1982 lembaga ini menjadi salah satu Fakultas dari Universitas Sam Ratulangi Manado dengan nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsrat Manado di Gorontalo. Lembaga ini resmi berdiri sendiri berdasarkan Keppres RI Nomor 9 Tahun 1993 tanggal 16 Januari 1993, dengan nama Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Gorontalo.
Tahun 2001 berdasarkan Keppres RI Nomor 19 Tahun 2001 tanggal 5 Februari 2001 status lembaga ini ditingkatkan menjadi IKIP Negeri Gorontalo dengan 5 Fakultas dan 25 Program Studi. Dan akhirnya, pada tanggal 23 Juni 2004 Presiden Megawati meresmikan menjadi Universitas Negeri Gorontalo dengan Keputusan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2004, tanggal 23 Juni 2004.
Pada masa pemerintahan gubernur provinsi gorontalo Rusli Habibie, pergantian nama Universitas Negeri Gorontalo sempat diusulkan menjadi UBJ Habibie (Universitas BJ Habibie). Namun kemudian para mahasiswanya menolak. Sebab dianggap akan menghilangkan entitas jati diri rakyat Provinsi Gorontalo.
B.PROFIL UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Universitas negeri Gorontalo , mencermati semakin cepatnya perubahan dunia , yang diiringi dengan ketatnya kompetisi terus melakukan inovasi dan kreativitas pendidikan.
Sampai Tahun 2019 jumlah mahasiswa pendaftar adalah 19.940 orang, dengan 814 dosen yang termasuk didalamnya 34 Guru besar yang tersebar di 10 Fakultas yang ada di Universitas Negeri Gorontalo.
Ditahun 2019 Dr.Eduart Wolok, ST, MT sebagai rektor Universitas Negeri Gorontalo menetapkan Visi dan misi universitas negeri Gorontalo yaitu :
1. Mengembangkan pendidikan dan pengajaran digital based learning guna menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan profesionalitas dengan menguasai teknologi di bidang kependidikan dan non kependidikan
2. Meningkatkan kompetensi dan penelitian dan mengembangkan kompetensi peneliti untuk menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi terbarukan yang memiliki manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan daerah dan nasional secara berkelanjutan
3. Mengembangkan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang inovatif ,melakukan penyebarluasan serta penerapan hasil-hasil penelitian untuk menunjang pembangunan daerah dan nasional dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan ketimpangan
4. Mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja sama yang luas untuk memajukan pendidikan, penelitian , dan pengabdian kepada masyarakat
5. Memperkuat nilai nilai budaya , penerapan sains dan teknologi serta inovasi berbasis potensi regional
6. Menyelanggarakan tata kelola dan layanan yang profesional , transparan dan akuntabilitas yang tinggi menuju Good University Government.
Berdasarkan hasil akreditasi institusi oleh Badan Akreditasi Perguruan Tinggi tahun 2018, mengukuhkan Universitas Negeri Gorontalo masuk sebagai jajaran Perguruan Tinggi terbaik dengan perolehan akreditasi A. Pada tahun 2017, menempatkan Universitas Negeri Gorontalo pada peringkat 50 berdasarkan peringkat 100 besar Perguruan Tinggi Indonesia Non Politeknik oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Republik Indonesia. Selain itu berdasarkan data Peringkat Universitas di Dunia versi Webometrics tahun 2018, menempatkan Universitas Negeri Gorontalo pada peringkat 154 (Asia Tenggara) dan 42 (Indonesia).
C.PIMPINAN
1. Drs. Idris Djalali - Dekan Koordinator IKIP Yogyakarta Cab. Manado di Gorontalo - 1963-1966
2. Drs. Ek. M. J. Neno - Dekan Koordinator IKIP Manado Cab. Gorontalo - 1967-1969
3. Prof. Drs. H. Thahir A. Musa - Dekan Koordinator IKIP Manado Cab. Gorontalo - 1969-1981
4. Prof. Drs. H. Kadir Abdussamad - Dekan FKIP Unsrat Manado di Gorontalo - 1982-1988
5. Drs. H. Husain Jusuf, M.Pd - Dekan FKIP Unsrat Manado di Gorontalo - 1989-1992
6. Prof. Dr. H. Nani Tuloli
- Dekan FKIP Unsrat Manado di Gorontalo - 1992-1993
- Ketua STKIP Negeri Gorontalo - 1993 - 2001
- Pj. Rektor IKIIP Negeri Gorontalo - 2001 - 2002
7. Prof. Dr. Ir. H. Nelson Pomalingo, M.Pd
- Rektor IKIP Negeri Gorontalo - 2002-2004
- Rektor Universitas Negeri Gorontalo - 2004-2010
8. Prof. Dr. H. Syamsu Qamar Badu, M.Pd - Rektor Universitas Negeri Gorontalo - 2010 - 14 April 2019
9. Prof. Drs. John Hendri, M.Si, Ph.D - Plt. Rektor Universitas Negeri Gorontalo - 15 April 2019 - 26 September 2019
10. Dr. Eduart Wolok, ST, MT - Rektor Universitas Negeri Gorontalo - 26 September 2019 - 26 September 2023
D.FAKULTAS
Universitas Negeri Gorontalo memiliki 10 fakultas, yaitu:
1. Fakultas Ilmu Pendidikan
2. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
3. Fakultas Ilmu Sosial
4. Fakultas Sastra dan Budaya
5. Fakultas Teknik
6. Fakultas Pertanian
7. Fakultas Olahraga dan Kesehatan
8. Fakultas Ekonomi
9. Fakultas Hukum
10. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
11. Sekolah Vokasi