pengorbanan ibu demi anaknya

14 November 2013 20:04:18 Dibaca : 701

Assalamualaikum semua ... post ni merupakan
satu cerita yang agak sedih .. ya .. kasih ibu sangat besar .. lebih besar dari segalanya, lebih berharga dari nilai gaji yang kita dapatkan .. tetapi mengapa kita harus jadi sedemikian rupa ... bacalah dengan teliti cerita ini ... hergailah mereka selagi kita masih punya ... kini cz hanya memiliki ibu saja ... dan cz memang SAYANGKAN DIA .....



Pada suatu hari, seorang pemuda yang bernama Faizal terlibat dalam kecelakaan. Dia ditabrak oleh sebuah taksi di sebuah jalan raya.

Akibat dari kecelakaan itu dia cedera parah. Kepalanya luka, tangannya patah dan perutnya terburai. Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter menemukan adanya terlalu parah dan berharap dia tidak ada harapan lagi untuk hidup. Ibunya, Jamilah segera dihubungi dan diberitahu tentang kecelakaan yang menimpa anaknya.

Hampir pingsan Jamilah mendengar berita tentang anaknya itu. Dia segera bergegas ke rumah sakit tempat anaknya dimasukkan.Berlinang air mata ibu melihat kondisi anaknya. Meskipun telah diberitahu bahwa anaknya sudah tiada harapan lagi untuk diselamatkan, Jamilah tetap tidak henti-hentinya berdoa dan bermohon kepada Allah agar anaknya itu selamat.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, kondisi Faizal tidak banyak berubah. Saban hari Jamilah akan datang menjenguk anaknya itu tanpa jemu. Saban malam pula Jamilah bangun untuk menunaikan shalat malam bertahajjud kepada Allah memohon keselamatan anaknya. Dalam keheningan malam, sambil berlinangan air mata, Jamilah merintih meminta agar anaknya disembuhkan oleh Allah.

Berikut adalah antara doa Jamilah untuk anaknya itu;

"Ya Allah ya Tuhanku, kasihanilah aku dan kasihanilah anak aku. Susah payah aku membesarkannya, dengan susu aku yang Engkau anugerahkan kepadaku, aku suapkan ke dalam mulutnya. Ya Allah, aku pasrah dengan apapun keputusan-Mu! Aku redho dengan qada 'dan qadar Mu yaa Allah. "

"Yaa Allah, dengan air mataku ini, aku bermohon kepadaMu, Engkau sembuhkanlah anakku dan janganlah Engkau cabut nyawanya. Aku sangat sayang kepadanya. Aku sangat rindu kepadanya. Susah rasanya bagiku untuk hidup tanpa anakku ini. Mengiang suaranya terdengar di telingaku memanggil-manggil aku ibunya. "

"Ya Allah, tidak ada Tuhan melainkan hanya Engkau saja. Tunjukkanlah kuasa Mu ya Allah. Aku reda kalau anggota badanku dapat didermakan kepadanya agar dengannya dia dapat hidup sempurna kembali. "

"Ya Allah, aku redho nyawaku Engkau ambil sebagai ganti asalkan Engkau hidupkan anakku. Engkaulah yang Maha segala hal, berkat kebesaran Mu ya Allah, terimalah doaku ini .... aamiin ".

Keyakinan Jamilah terhadap kekuasaan Ilahi sangat kuat meskipun tubuh anaknya hancur cedera dan dikatakan sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup. Namun, Allah benar-benar mau menunjukkan kebesaran dan kekuasaan.

Setelah 5 bulan terlantar, akhirnya Faizal menampakkan tanda-tanda kesembuhan dan akhirnya dia sembuh sepenuhnya. Berkat doa seorang ibu yang ikhlas.

Faizal dapat terus hidup sampai berumahtangga dan beranak-pinak. Ibunya, Jamilah semakin hari semakin tua dan uzur.

Suatu hari, Jamilah yang berusia hampir 75 tahun jatuh sakit dan masuk rumah sakit. Awalnya, Faizal masih mengunjungi dan menjaga ibunya di rumah sakit. Tetapi semakin hari semakin jarang dia datang menjenguk ibunya sampai pada suatu hari pihak rumah sakit menghubunginya untuk memberitahukan kondisi ibunya yang semakin parah.

Faizal segera bergegas ke rumah sakit. Di situ, Faizal temukan kondisi ibunya semakin lemah. Nafas ibunya turun naik. Dokter memberitahu bahwa ibunya sudah tidak ada waktu yang lama untuk hidup. Ibunya akan menghembuskan nafasnya yang terakhir pada setiap saat saja.

Melihat kondisi ibunya yang sedemikian dan konon beranggapan ibunya sedang tersiksa, lantas Faizal terus menadah tangan dan berdoa seperti ini;

"Yaa Allah, seandainya mati lebih baik untuk ibu, maka Engkau matikanlah ibuku! Aku tidak sanggup melihat penderitaannya. Yaa Allah, aku akan redho dengan kepergiannya ... aamin. "

Begitulah bedanya doa ibu terhadap anak dan doa anak terhadap orang tuanya. Ketika anak sakit, walau seteruk mana sekalipun, walau badan hancur sekalipun, walau anak tinggal nyawa-nyawa ikan sekalipun, namun orang tua akan tetap mendoakan semoga anaknya diselamatkan dan dipanjangkan umur.

Tetapi anak-anak yang dikatakan 'baik' pada hari ini akan mendoakan agar ibu atau bapaknya yang sakit agar segera diambil oleh ALLAH, padahal orang tua itu baru saja sakit. Mereka meminta pada Allah agar segera menonaktifkan ibu atau bapaknya karena konon sudah tidak tahan melihat 'penderitaan' orang tuanya.

Anda bagaimana? Apa doa Anda untuk orang tua Anda?

perjuangan seorang ibu

14 November 2013 20:01:44 Dibaca : 87

ini merupakan kisah nyata. kehidupan seorang single parent yang berjuang menemani anaknya dalam melawan kanker ganas. satu pesan saya buat para sahabar TERIMA KASIH IBU : "Jangan pernah menyakiti seorang perempuan yang dipanggil IBU"


Menggambarkan sosok seorang single mother dalam berjuang bersama anaknya yang masih kecil untuk melawan kanker ganas. 

Balapan bertelanjang kaki, Cyndie mendorong putranya Derek Madsen (10) naik dan turun lorong di UC Davis Medical Center di Sacramento pada 21 Juni 2005. Cyndie berusaha mengalihkan perhatian Derek selama menunggu ekstraksi sumsum tulang. Dokter ingin menentukan apakah ia memenuhi syarat untuk transplantasi Blood Cell Stem, dengan harapan terbaik untuk mengalahkan neuroblastoma, kanker masa kanak-kanak yang langka, yang didiagnosis padaNovember 2004.

Cyndie, memeluk Derek pada tanggal 25 Juli 2005, setelah mengetahui Derek membutuhkan operasi untuk mengangkat tumor kanker di perutnya. Cyndie tampak emosional, “Bagaimana ia bisa mempertahankan pekerjaannya dan melakukan ini?” dia mulai bertanya-tanya.

Tak lama setelah ulang tahun Derek ke 11 dan Cyndie ke 40, Derek ditemani oleh saudaranya Mikha Moffe, 17, kiri, dan ibu Cyndie, kanan, Derek mendapatkan tato dalam persiapan untuk terapi radiasi pada 30 November 2005. Mikha sering menemani Derek dalam perawatan meskipun sibuk sekolah.

Menyadari bahwa Derek mungkin tidak akan pernah mempunyai kesempatan untuk mendapatkan SIM-nya, Cyndie membiarkan dia menyetir naik turun jalan di West Sacramento. Pada hari yang sama, 9 Februari 2006, Cyndie bertemu untuk pertama kalinya dengan pekerja dari rumah sakit yang kemudian selalu menjaga Derek dirumah, dan Cyndie menyadari tinggal sedikit waktu yang tersisa untuk Derek.

Derek menangis setelah berargumen dengan Cyndie di UC Davis Cancer Center on Feb 14, 2006. Dia dan Dr William Hall berpendapat bahwa Derek harus memiliki serangkaian perawatan radiasi untuk mengecilkan tumor menyebar ke seluruh tubuh dan meringankan rasa sakit. “Derek, kamu mungkin tidak akan bertahan jika kamu tidak melakukan ini,” Cyndie berkata pada anaknya. Derek berteriak: “Aku tidak peduli! Bawa aku pulang. Aku sudah selesai, Bu. Apakah Ibu mendengarkan saya? Aku sudah selesai.”

yndie menghibur sahabatnya, Kelly Whysong [kiri] pada 24 April 2006, khawatir "waktu" Derek sudah dekat, Cyndie menulis surat kepada Derek tentang betapa beraninya dia selama perjuangan melawan kanker. Dia membacakan kepada putra bungsunya berulang kali, berharap ia masih dapat mengerti.
Setelah meletakkan bunga di samping kepala anaknya, Cyndie menangis terisak-isak jatuh ke lantai pada tanggal 25 April, sahabatnya, Kelly Whysong, kiri, dan teman yang lain, Nick Rocha, menenangkannya. Derek terlalu lemah untuk mengenali kehadiran ibunya.Derek memiliki energi terakhir setelah berhari-hari Cyndie menjaganya di samping tempat tidurnya. Dia membantu anaknya yang kesakitan berjalan pada 26 April. Sebuah kanker tumor diperut Derek membesar begitu cepat sehingga celananya tidak muat lagi. Tumor lain di otaknya mengganggu penglihatannya membuat sulitnya bernavigasi dirumah kontrakan mereka.Derek menolak untuk minum obat karena ia takut merusak organnya lebih parah. Ia mengamuk pada ibunya pada 28 April, menyalahkan dia karena tidak membuatnya lebih sehat. “Kamu harus menenangkan diri dan bantu saya untuk membantu kamu,” kata Cyndie.
Derek mencium ibunya di Relay for Life Benefit, bersama saudara perempuannya yang berumur 6 tahun, Brianna. Cyndie merekrut banyak relawan untuk acara itu. Sebelum perlombaan, Cyndie berbicara kepada penonton betapa ia bangga dengan keberanian putranya selama melawan kanker.
Cyndie memegang Derek pada 8 Mei. Dia sedang dalam pengobatan yang menghambat kemampuan bicaranya dan selalu terbangun di malam hari. Cyndie menghabiskan hampir setiap saat hari di sisinya kecuali beberapa menit sementara perawat rumah sakit mengurusnya, “Aku sangat lelah tapi aku harus melakukan ini. Dia akan memanggil nama saya dan selalu mengharapkan saya untuk berada disebelahnya,” kata Cyndie.
Dalam upaya untuk mengajak Derek keluar, Cyndie mendorongnya melalui pintu depan melewati gambar-gambar dan kartu diberikan kepada anaknya oleh teman-teman sekelasnya di SD Pulau Bridgeway. “Sama seperti bayi yang baru lahir, ia perlu untuk keluar dan menghirup udara segar,” katanya. Itu adalah perjalanan terakhir di luar rumah.

Cyndie melawan tangis emosinya pada tanggal 10 Mei, saat dia bersiap menguras kateter Derek dengan larutan garam sebelum perawat Sue Kirkpatrick [kiri] memberikan obat penenang yang akan memberikan Derek kematian yang damai. “Aku tahu dalam hatiku, aku sudah melakukan semua yang saya bisa,” kata Cyndie.

Cyndie menimang Derek dengan lagu, “Because We Believe,” yang di putar di CD. Ia bernyanyi berbisik bersamaan dengan Andrea Bocelli. “Sekali dalam setiap kehidupan, Ada saatnya, Kita berjalan keluar sendirian, Dan ke dalam cahaya …” Dari kiri, teman-teman keluarga Ashley Berger, Amy Whysong Morgan dan Kelly menenangkan Cyndie yang sedang berkata kepada Derek, “Tidak apa-apa, Sayang. Aku mencintaimu, anakku yang kecil. Aku mencintaimu, anakku yang pemberani. Aku cinta kamu. Aku mencintaimu.” Derek meninggal segera setelah di pelukan ibunya pada 10 Mei 2006.

Cyndie memimpin peti mati Derek untuk penguburan dengan bantuan dari putra-putranya Anthony Moffe [depan] Mikha Moffe [sebrangnya] dan Vincent Morris [yg tidak terlihat] dan juga beberapa teman. “Aku akan selamanya mengenangmu dalam hatiku dan mengingatkan orang lain untuk memberikan waktu mereka, energi dan dukungan kepada keluarga lain seperti kita,” kata Cyndie di pemakaman. Derek dimakamkan di Mount Vernon Memorial Park di Fair Oaks, California, pada 19 Mei 2006.

Sebuah kisah yang sangat menginspirasi, berbagai pelajaran didapat dari kisah ini, pelajaran mengenai perjuangan, pelajaran mengenai kasih ibu, juga pelajaran mengenai tidak pernah menyerah

AKU INGIN MEMBACA QUR'AN UNTUK IBUKU

14 November 2013 19:49:59 Dibaca : 176

AKU INGIN MEMBACA QUR’AN UNTUK IBUKU”

Sebuah kisah yang menyentuh hati tentang harapan indah seorang ibu kepada anaknya dan bakti sang anak kepadanya.

Ahmad berumur sebelas tahun ketika ibunya (orang tua tunggal) mengantarnya untuk kelas Qira’ati (membaca Al Qur’an). Saya suka anak-anak itu memulai belajar membaca Qur’an di awal usia, terutama anak laki-laki. Aku sampaikan hal itu pada Ahmad. Namun ia menyampaikan alasannya, bahwa ibunya selalu berharap dapat mendengar bacaan Al Qur’an darinya.

Ahmad memulai pelajaran Qira’atinya dan sejak itu aku berfikir ini merupakan pekerjaan yang sia-sia. Meskipun aku sudah berusaha keras mengajarinya, ia tampaknya belum bisa mengenal huruf-huruf hijaiyah dan tidak bisa menalar bagaimana membacanya.

Namun ia patuh untuk terus membaca Al Qur’an seperti yang kuwajibkan untuk semua murid-muridku.

Dalam beberapa bulan ia terus berusaha sementara aku menyimak bacaannya dan terus menyemangatinya. Di setiap akhir pekan ia selalu berkata: “Ibuku akan mendengarku membaca Al Qur’an suatu hari.” Di balik itu aku melihatnya tak bisa diharapkan. Ia tidak berbakat!

Aku tak mengenal ibunya dengan baik. Aku hanya sempat melihatnya dari kejauhan ketika ia mengantar atau menjemput Ahmad dengan mobil tuanya. Ia selalu melambaikan tangan kepadaku tapi tak pernah berhenti untuk masuk ke kelas.

Suatu hari, Ahmad berhenti dari mendatangi kelas kami. Aku pernah berniat akan menelponnya tetapi kemudian berfikir mungkin ia memutuskan untuk melakukan hal lain. Mungkin ia akhirnya menyadari akan ketiadaan bakatnya dalam Qira’ati. Aku juga merasa lega dengan ketidakhadirannya. Ia bisa menjadi iklan yang buruk bagi kelas Qira’atiku!

Beberapa minggu kemudian, aku mengirimkan selebaran kepada murid-muridku di rumah akan adanya acara pembacaan qira’ah Al Qur’an. Tak disangka, Ahmad (yang juga menerima pengumuman itu) menanyakan apakah ia diperkenankan untuk tampil membaca qira’ah Al Qur’an.

Aku menyatakan bahwa sebenarnya acara ini untuk murid yang masih aktif saja dan karena ia sudah tidak pernah hadir lagi, maka ia tidak berhak tampil. Ia menyatakan bahwa ibunya akhir-akhir ini sakit dan tak bisa mengantarnya ke kelas. Ia juga menyatakan bahwa dirinya masih terus berlatih Qira’ati di rumah meskipun tidak masuk kelas

“Ustadzah, … Aku harus ikut membaca qira’ah!,” paksanya kepadaku. Aku tak tahu apa yang menyebabkanku akhirnya memperbolehkannya ikut tampil. Mungkin karena tekad Ahmad yang kuat atau ada bisikan hatiku yang menyatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Malam acara pembacaan qira’ah itu telah tiba. Gedung olah raga sekolah telah dipenuhi para orang tua murid, teman-teman dan sanak saudara. Aku tempatkan Ahmad pada giliran terakhir sebelum aku sendiri yang akan menutup acara dengan ucapan terima kasih dan pembacaan qira’ah penutup.

Aku berfikir bahwa jika penampilan Ahmad merusak acara ini maka itu terjadi di akhir acara dan aku bisa “menyelamatkan” penampilan buruknya dengan penampilanku sendiri.

Pembacaan qira’ah dari murid ke murid berlangsung lancar. Mereka telah berlatih dan itu terlihat dalam penampilan mereka. Kini giliran Ahmad naik ke panggung. Bajunya lusuh tak terseterika dan rambutnya pun acak-acakan tak tersisir rapi. “Mengapa ia tidak berpenampilan rapi seperti murid-murid yang lain?” lintasan pertanyaan buruk sangka langsung bergolak di kepalaku.

“Mengapa ibunya tidak mempersiapkan penampilannya? Paling tidak, sekedar menyisir rambutnya untuk acara istimewa malam ini?”

Ia mulai membaca. Aku sungguh terkejut ketika ia mengumumkan bahwa surat Al Kahfi akan ia bacakan. Aku tak menyangka dan tak siap dengan apa yang kudengar selanjutnya. Suaranya begitu ringan dan lembut. Qira’ahnya sangat sempurna! Belum pernah kudengar bacaan Al Qur’an seindah itu dari anak-anak seumurnya.

Setelah enam setengah menit ia berhenti …

Penuh haru dan berlinang air mata, aku bergegas ke atas panggung dan memeluk Ahmad dengan gembira. “Aku belum pernah mendengar yang seindah itu Ahmad! Bagaimana engkau bisa seperti itu?”

Melalui mikrofon Ahmad menjelaskan: “Ustadzah, … ingat tidak ketika aku mengatakan bahwa ibuku sakit? Ya, sebenarnya ia menderita kanker dan telah meninggal pagi tadi. Dan sebenarnya … ia lahir tuli. Jadi, malam ini adalah kali pertama ia bisa mendengarku membaca Al Qur’an. Karena itu, aku ingin menjadikan ini qira’ah yang istimewa.”

Tak ada mata yang kering sepenuh gedung malam itu. Saat petugas dari Dinas Sosial mengantar Ahmad dari panggung untuk dibawa ke Panti Asuhan, aku melihat, bahkan mata mereka pun memerah dan sembab.

Aku berkata di dalam hati, betapa hidupku semakin kaya dengan menjadikan Ahmad sebagai muridku. Ialah sebenarnya “sang guru” sementara aku adalah muridnya. Ialah yang mengajariku hikmah dari kesabaran dan cinta serta kepercayaan diri. Aku juga belajar untuk memberikan kesempatan kepada seseorang, berharap kebaikan meskipun kadang tanpa alasan yang bisa dimengerti.

Silahkan saudara-saudariku yang baik, yang mau share atau co-pas, dengan senang hati. Semoga bermanfaat. Semoga pula Allah Ta’ala berikan pahala kepada yang membaca, yang menulis, yang menyebarkan, yang mengajarkan dan yang mengamalkan… Aamiin, Aamiin, Aamiin ya Alloh ya Rabbal’alamin.

Subhanallah...

Semoga Kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah dan semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati Kita yang telah lama terkunci. Aamiin..

 

belajar komputer

12 November 2013 20:55:01 Dibaca : 76

selamat datang

Blogroll

  • Masih Kosong