ARSIP BULANAN : September 2016

Imunohematologi SLE kasus 4

29 September 2016 17:37:39 Dibaca : 889

 

SKENARIO IV
KETIDAKNYAMANAN

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
a. Efloresensi
Efloresensi adalah kelainan kulit yang mempunyai sifat tertentu atau ruam yang bisa diamati dengan mata telanjang
b. Makula
Makula adalah efloresensi primer yang terbatas tegas, hanya berupa perubahan kulit tanpa perubahan bentuk.
c. Eritema
Eritema adalah kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh kapiler yang reversible
d. Milier
Miliern adalah ukuran lesi kulit sebesar kepala jarum pentul
e. lentikular
lentikular adalah ukuran lesi kulit sebesar biji jagung
2. KATA/PROBLEM KUNCI
a. Wanita dewasa
b. Mata terasa panas dan gatal
c. Nyeri pada bibir dan mulut
d. Bintik kemerahan pada wajah dan badan
e. Kulit muka kemerahan, panas dan gatal terkena sinar matahari
f. Bibir pucat, pecah-pecah, mengeluarkan darah
g. Sendi terasa nyeri
h. VS, TD : 100/60 mmHg, N : 96 x/m, SB : 38.80C, RR : 24 x/m
i. Efloresensi : Makula eritema ukuran milier – lentikular
j. Mata : nyeri, sekret (+), konjungtiva anemis
k. Dada : Makula eritema ukuran milier – lentikular
l. Hb : 4,6.

3. MIND MAP/LEMBAR CHECK LIST

LEMBAR CHECK LIST
MANIFESTASI DBD SLE SSJ VASKULITIS
Ketidaknyamanan + + + +
Mata panas & gatal - + - -
Nyeri sendi - + - +
Makula eritema - + + +
Nyeri bibir, mulut - + - -
Bibir pecah-pecah - + + -
Bintik merah dibadan + + + +
Wajah kemerahan, panas & gatal - + + +

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Bagaimana terjadi makula eritema ukuran milier-lentikuler pada kulit?
b. Apa yang menyebabkan bibir dan mulut klien terasa nyeri, pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah?
c. Apa faktor penyebab nyeri sendi dari kasus di atas?

5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi
menjadi kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini
menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah.
b. Menurut American Collage Of Rheumatology 1997 Sekitar 20-45% pasien SLE dilaporkan memiliki lesi oral. Beberapa manifestasi oral yang timbul pada pasien SLE, antara lain :
1) Xerostomia
Xerostomia merupakan salah satu manifestasi SLE pada rongga mulut. Sekitar
75% penderita lupus mengeluhkan gejala pada rongga mulut seperti rasa kering
terutama ketika makan makanan panas dan pedas. Adanya infiltrasi limfosit pada
kelenjar saliva mayor telah ditemukan pada 50-75% pasien SLE, baik pada pasien
yang mengeluhkan adanya rasa kering di mulut ataupun tidak. Laju aliran saliva yang tidak distimulasi terlihat menurun pada beberapa penderita SLE. Hal ini dapat dikaitkan pada penyakit autoimun lain yaitu Sjogren’s Syndrome yang menyerang kelenjar saliva mayor.

2) Lesi Ulserasi
Ulser rongga mulut merupakan salah satu kriteria untuk penegakan diagnosis SLE. Dalam suatu studi, prevalensi ulserasi orofaringeal berjumlah 15% pada pasien lupus. Lesi ulser pada SLE berukuran lebih dari 1 cm, dengan tepi ireguler, berbatas jelas, dan dikelilingi dengan eritema halo. Ulser ini dapat timbul sebelum, saat ataupun setelah lesi kulit timbul. Ulser pada pasien lupus sering ditemukan pada mukosa bukal, gingiva, palatum, serta meluas ke daerah faring.
3) Lesi Diskoid
Lesi diskoid dapat terjadi pada bibir, terutama pada bibir bawah bagian tepi
vermillion yang sering terpajan dengan sinar matahari, sementara itu
bibir bagian atas juga dapat terkena akibat perluasan langsung dari lesi diskoid yan terdapat pada kulit. Lesi biasanya diawali dengan lesi kemerahan, namun lamakelamaan berubah menjadi lesi keratotik dan bersisik. Bila sisik diangkat,
maka bibir akan perih dan menimbulkan perdarahan.
4) Lesi mirip Lichen planus
5) Kandidiasis oral
c. Nyeri sendi merupakan salah satu akibat dari antibodi yang berlebihan dalam tubuh sehingga antibodi tersebut malah menyerang tubuh sendiri. Apabila antibodi menyerang tubuh maka akan menyebabkan berbagai penyakit lain seperti penyakit jantung, paru, ginjal dan salah satunya radang sendi.
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
Bagaimana hubungan efloresensi sehingga pasien menjadi ketidaknyamanan
7. INFORMASI TAMBAHAN
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya penyakit SLE yaitu
a. Genetik
b. Hormonal

8. KLARIFIKASI INFORMASI
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya SLE yaitu
a. Genetik
Pada jurnal penelitian oleh dr.wicaksono N utomo pada tahun 2012 dijelaskan bahwa faktor genetik memegang peran banyak pada penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot.penelitian terakhir bahwa banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode unsur-unsur sistim imun.diduga berhubungan dengan gen respon imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, yaiti HLA-DR2 dan HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikat komplemen ( yaitu C1q, C1r, C1s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen gen lain yang mulai ikut berperan dalah gen yang mengkode reseptor Sel T, imunoglobulin dan sitokin.
b. Hormonal
Masih dengan peneliti yang sama faktor hormonal termasuk penyebab dari penyakit SLE dalam hal ini mayoritas penyakit ini menyerang wanita muda dan beberapa penelitian menunjukkan terdapat hubungan timbal balik antara kadar hormonestrogen dengan sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien LES.Autoantibodi pada lupus kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear ( ANA dan anti-DNA).

9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI
Pada kasus skenario 4 tentang ketidaknyamanan, informasi yang tertera pada kasus merupakan informasi yang sangat umum, gejala-gejala yang muncul merupakan gejala umum pada beberapa penyakit tentang sistim imunohematologi sehingga pengambilan diagnosis yang pasti merupakan hal yang kurang bijak dan tidak tepat. Oleh karena itu dengan berdasarkan gejala-gejala tersebut, dapat dimunculkan beberapa diagnosis banding yang masih memerlukan tahap-tahap tertentu seperti pemeriksaan penunjang lainnya yang memungkinkan munculnya kausa penyakit dan penegakan diagnosa yang tepat.
Berdasarkan gejala yang dialami oleh klien pada skenario 4 maka dapat ditetapkan bahwa Differensial Diagnosis utama adalah SLE.

10. LAPORAN DISKUSI
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MEDIK
A. PENGERTIAN
Sistemik lupus eritematosus adalah suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh terbentuknya antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan. Antibodi-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat bekerja terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Komplek antigen antibodi dapat mengendap di jaringan kapiler sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas III, kemudian terjadi peradangan kronik (Elizabeth, 2009).
Systemic Eritematosus Lupus (SEL) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi dari yang ringan sampai yang berat. Pada keadaan awal, sering sekali sukar dikenal sebagai LES, karena manifestasinya sering tidak terjadi bersamaan (Sylvia dan Lorraine, 1995).
Ada tiga bentuk lupus yang dikenal, yaitu:
a. Lupus systemik
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah gangguan autoimun kronis dimana tubuh menghasilkan antibodi melawan jaringannya sendiri. Kompleks imun ini bersirkulasi di dalam darah dan merangsang reaksi inflamasi di pembuluh darah kecil, jaringan penyambung, dan membran serosa seluruh tubuh, sehingga menimbulkan berbagai gejala.
b. Lupus discoid
Yaitu penyakit lupus yang menyerang kulit.
c. Lupus karena obat
Penyakit lupus yang muncul setelah penggunaan obat tertentu, seperti hidralazin (Apresoline), metildopa (Aldomet), klorpromazin (Thorazine), prokainamid (Pronestyl) (Barbara Engram, 1998).

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
 Etiologi
Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi LES.
Kecenderungan terjadinya LES dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali. Wanita lebih cenderung mengalami LES dibandigkan pria, karena peran hormon seks. LES dapat dicetuskan oleh stres, sering berkaitan dengan kehamilan atau menyususi.
Pada beberapa orang, pajanan radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat mencetuskan penyakit. Penyakit ini biasanya mengenai wanita muda selama masa subur. Penyakit ini dapat bersifat ringan selama bertahn-tahun, atau dapat berkembang dan menyebabkan kematian (Elizabeth, 2009).
 Faktor Risiko
1) Faktor risiko genetik
Meliputi jenis kelamin (frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering daripada pria dewasa), umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga di mana terdapat anggota dengan penyakit tersebut).
2) Faktor risiko hormon
Estrogen menambah risiko LES, sedang androgen mengurangi risiko ini.
3) Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun secara sistemik melalui peredaran di pemuluh darah.
4) Imunitas
Pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi terhadap sel T.
5) Obat
Obat tertentu dalam presentasi kecil sekali pada pasien tertentu dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE).
Jenis obat yang dapat menyebabkan lupus obat adalah:
a) Obat yang pasti menyebabkan lupus obat: klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
b) Obat yang mungkin dapat menyebabkan lupus obat: dilantin, peninsilamin, dan kuinidin.
c) Hubungannya belum jelas: garam emas, beberapa jenis antibiotik, dan griseofulvin.
6) Infeksi
Pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi.
7) Stres
Stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan penyakit ini (Arif Mansjoer, 2000).

C. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis dari LES biasanya dapat membingungkan, gejala yang palin sering adalah sebagai berikut:
a. Poliartralgia (nyeri sendi) dan artiritis (peradangan sendi).
b. Demam akibat peradangan kronik
c. Ruam wajah dalam pola malar (seperti kupu-kupu) di pipi dan hidung, kata Lupus berarti serigala dan mengacu kepada penampakan topeng seperti serigala.
d. Lesi dan kebiruan di ujung kaki akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik
e. Sklerosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan
f. Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan)
g. Lesi berskuama di kepala, leher dan punggung
h. Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi
i. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena serangan terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit (Elizabeth, 2009).

D. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita LES adalah sebagai berikut:
a. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita LES. Gagal ginjal dapat terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen pada glomerulus disertai pengaktifan komplemen resultan yang menyebabkan cedera sel, suatu contoh reaksi hipersensitivitas tipe III
b. Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikadium yang mengelilingi jantung)
c. Peradangan membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi perapasan. Sering terjadi bronkhitis.
d. Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
e. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan kepribadian, termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi. Perubahan kepribadian mungkin berkaitan dengan terapi obat atau penyakitnya (Elizabeth, 2009).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan terhadap pasien LES meliputi:
a. ANA (anti nucler antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun spesifisitas yang rendah.
b. Anti dsDNA (double stranded). Tes ini sangat spesifik untuk LES, biasanya titernya akan meningkat sebelum LES kambuh.
c. Antibodi anti-S (Smith). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30% pasien.
d. Anti-RNP (ribonukleoprotein), anti-ro/anti SS-A, antikoagulan lupus)/anti-SSB, dan antibodi antikardiolipin. Titernya tidak terkait dengan kambuhnya LES.
e. Tes sel LE. Kurang spesifik dan juga positif pada artritis reumatoid, sindrom sjogren, skleroderna, obat, dan bahan-bahan kimia lain.
f. Anti ssDNA (single stranded)
g. Pasien dengan anti ssDNA positif cenderung menderita nefritis (Arif Mansjoer, 2000).

G. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-obat:
1) Antiradang nonstreroid (AINS)
AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan artralgia. Aspirin saat ini lebih jarang dipakai karena memiliki insiden hepatotoksik tertinggi, dan sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan pada hati. Penderita LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek samping obat-obatan AINS pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian harus dipantau secara seksama.
2) Kortikosteroid
3) Antimalaria
Pemberian antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS tidak dapat mengendalikan gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria mula-mula diberikan dengan dosis tinggi untuk memperoleh keadaan remisi. Bersihnya lesi kulit merupakan parameter untuk memantau pemakaian dosis.
4) Imunosupresif
Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat dilakukan untuk menekan aktivitas autoimun LES. Obat-obatan ini biasanya dipakai ketika:
a) Diagnosis pasti sudah ditegakkan
b) Adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa
c) Kegagalan tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian steroid tidak memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan karena adanya efek samping
d) Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma (Sylvia dan Lorraine, 1995).
b. Penatalaksanaan keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat tiga komponen asuhan keperawatan yang utama.
1) Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi yang berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.
2) Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang menyadari hubungan antara stres dan serangan aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advice tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit kepala, atau pusing, penting dalam membantu pasien mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah diperhatikan dengan baik.
3) Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat dapat memberi dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka (Anisa Tri U., 2012).
c. Penatalaksanaan diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY Y
DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUNOHEMATOLOGI
Pengkajian
1. Data Demografi
Nama : Ny. L
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : -
Alamat : -
Suku/Bangsa : -
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Status kawin : -
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
A. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien MRS dengan keluhan panas dan gatal semakin jelas pada saat terkena matahari
3. Keluhan utama
Panas dan gatal
4. Riwayat keluhan utama
Kulit muka kemerahan sudah dirasakan sejak + 3 tahun yang lalu
5. Riwayat keluhan menyertai
Sendi kaki dan tangan terasa nyeri dan menganggu aktivitas,keluhan mata dan muka terasa panas dan gatal, nyeri pada bibir dan mulut, timbul bintik kemerahan pada muka dan badan,klien menguluh lemas dan tidak nyaman dengan kondisinya bibir klien tampak pucat,pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah, TD: 100/60 mmHg, SB:38,8 C, N:96x/m, RR: 24x/m, eflorensi: makula eritema ukuran miliar – lentikuler, sekret (+), kunjungtiva anemis, dada: makula eritema ukuran miliar – lentikuler, HB: 4,6 g/dl.
6. Riwayat kesehatan masa lalu: -
7. Riwayat Kesehatan Keluarga: -
8. Pola Kehidupan Sehari-hari: -
9. Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
10. Pemeriksaan fisik:
a. TTV:
TD: 100/60mmHg
RR: 24x/m
N: 96x/m
S: 38,8 C
b. sekret (+)
c. Kepala: konjungtiva anemis(+), mata dan muka terasa panasbintik merah pada muka
d. toraks: makula eritema ukuran miliar - lentikuler
e. Abdomen:
f. Ektremitas: sendi dan tangan terasa nyeri
g. EKG:
h. ronsen:
i. laboratorium: HB 4,6 g/dl
nilai rujukan normal pada pemeriksaan hemoglobin menurut WHO
wanita 12-16 g/dl
Pria 14-18 g/dl
Anak 10-16 g/dl
Bayi baru lahir 12-24 g/dl

PATHWAY LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (LES)

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. kerusakan integritas kulit
2. nyeri
3. intoleran aktivitas
Data focus
Data subyektif Data obyektif
- klien mengeluh panas dan gatal semakin jelas apabila terkena matahari
- klien mengeluh mata dan muka terasa panas
- klien mengeluh kulit muka kemerahan
- klien mengeluh nyeri sendi kaki dan tangan
- klien mengeluh nyeri pada gigi dan mulut
- klien mengeluh lemas
- klien mengeluh terganggu aktivitasnya sehari-hari - timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan
- bibir klien tampak pucat
- bibir klien pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah
- eflorensi : makula eritema ukuran milar – lentikuler
- dada : makula eritema ukuran miliar - lentikuler
- TD 100/60mmHg
- SB: 38,8 C
- N: 96x/m
- RR: 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6
Analisa data
NO DATA MASALAH KEPERAWATAN
1 DS:
- klien mengeluh nyeri sendi kaki dan tangan
- klien mengeluh nyeri pada gigi dan mulut
-
DO:
- TD 100/60mmHg
- SB 38,8 C
- N 96x/m
- RR 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6 g/dl Nyeri
2 DS:
- klien mengeluh panas dan gatal semakin jelas apabila terkena matahari
- klien mengeluh mata dan muka terasa panas
- klien mengeluh kulit muka kemerahan
DO:
- timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan
- bibir klien pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah
- eflorensi : makula eritema ukuran milar – lentikuler
- dada : makula eritema ukuran miliar - lentikuler
- TD 100/60 mmHg
- SB 38,8 C
- N 96x/m
- RR 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6- Kerusakan integritas kulit
'3 DS:
- klien mengeluh lemas
- klien mengeluh terganggu aktivitasnya sehari-hari
DO:
- TD 100/60mmHg
- SB 38,8 C
- N 96x/m
- RR 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6 Intoleran aktivitas

Rencana asuhan keperawatan
No Diagnosa keperawatan tujuan dan criteria hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1 Nyeri
Domain
Kelas4:
Defenisi: ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
Batasan karakteristik:
- DS: klien mengeluh nyeri sendi kaki dan tangan
- klien mengeluh nyeri pada gigi dan mulut
DO:
- TD 100/60mmHg
- SB 38,8 C
- N 96x/m
- RR 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6
-
Faktor yang berhubungan
• Agen cedera (mis, biologi, zat kimia, fisik, psikologis) NOC
 Pain level
 Paint control
 Control level
kriteria ahsil:
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik non farmokologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkam bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajement nyeri
 Mampu mengenal nyeri (skala, intensitas, frekwensi dan tanda nyeri)
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karateristik, durasi, frekwensi, kualitas, dan faktor presipitasi
2. Posisikan klien untuk meberikan kenyamanan
3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

4. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
5. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
6. Tentukan analgesik pilihan tergantung tipe dan beratnya nyeri

1. Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan rasa nyeri yang dirasakan sehinnga dapat dijadikan sebagai acuan untuk intervensi selanjutnya
2. Dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk rileks

3. Dimana dapat diketahui penyebab apa yang dpat menimbulkan nyeri

4. Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dandapat meningkatkan mekanisme koping

5. Tehknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan

6. Obat-obat analgesik dapat memblok resptor nyeri sehingga nyeri tdak dapat dipresepsikan

2 Kerusakan integritas kulit
Domain
Kelas:
Defenisi: perubahan/gangguan epudermin dan/atau dermis.
Batasan karakteristik:
DS:
- klien mengeluh panas dan gatal semakin jelas apabila terkena matahari
- klien mengeluh mata dan muka terasa panas
- klien mengeluh kulit muka kemerahan
- DO:
- timbul bintik-bintik merah pada muka dan badan
- bibir klien pecah-pecah dan terkadang mengeluarkan darah
- eflorensi : makula eritema ukuran milar – lentikuler
- dada : makula eritema ukuran miliar - lentikuler
- TD 100/60 mmHg
- SB 38,8 C
- N 96x/m
- RR 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6
Factor yang berhubungan
• Zat kimia/radiasi
• Perubahan pigmentasi NOC:
 Tissue integrity: skin and mucous
 Hemodyalisis akses
Criteria hasil
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
 Tidak ada luak/lesi pada kulit
 Menunujukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

3. Monitor kulit akan adanya kemerahan

4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
5. kolaborasi gunakan/berikan obat-obat topical sesuai indikasi

1. Mencegah iritasi dan tekanan dari baju

2. Area yang lembab dan terkontaminasi merupakan media untuk pertumbuhan organisme patogenik

3. Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif

4. Mempertahankan kebersihan kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi

5. Digunakan pada perawatan lesi kulit

3 Intoleran aktivitas
Kelas 4: respon kardiovaskuler/pulmonal
Defenisi: ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
Batasan karakteristik:
DS:
- klien mengeluh lemas
- klien mengeluh terganggu aktivitasnya sehari-hari
DO:
- TD 100/60mmHg
- SB 38,8 C
- N 96x/m
- RR 24x/m
- Sekret (+)
- Konjungtiva anemis
- HB 4,6
Faktor yang berhubungan
• Tirah baring atau mobilisasi
• Kelemahan umum
• Imobilitas
• Gaya hidup monoton NOC:
 energy conservation
 activity tolerance
 self care : ADLs
kriteria ahsil:
 berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
 mampu melakukan aktifitas sehari hari
 tanda tanda vital normal
 sirkulasi status baik
 level kelemahan
 energi pskkomotor
 tanda – tanda vital normal NIC:
1. monitor, TTV, respon fisik, emosi, sosial dan spritual,

2. bantu mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

3. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.

4. Berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Batasi pengunjung
5. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan,
6. Kolaborasikan dengn tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi 1. Membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stress, aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas

2. Membantu mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan pasien

3. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas

4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh

5. Regangan atau stress kardiopulmonal dapat menimbulkan dekompensasi

6. Sangat membantu dalam membuat program latihan/aktivitas individu