ARSIP BULANAN : September 2015

Tugas Pend. Agama

29 September 2015 10:20:55 Dibaca : 23

NAMA : Isran Abdullah

KELAS : G

NIM : 921 415 195

 

Sejarah Islam & Adat Kota Gorontalo

Proses masuk islam ke Gorontalo sekitar tahun 1525 atau sekitar 490 Tahun yang lalu. Antara agama dengan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara' bersendikan Kitabullah". Sebelum islam masuk ke Gorontalo, nilai budaya yang dianut kerajaan gorontalo adalah yang berbasiskan pandangan harmoni dengan mengambil pelajaran yang ditunjukkan oleh alam (Animisme).

Masuknya Islam pada waktu itu melalui jalur perkawinan. Bermula dari Raja Amai yang menikahi putri dari kerajaan Palasa, bernama Owutango. Ketika Raja Amai ingin meminang putri raja Palasa, sang putri yang berasal dari kerajaan Islam di Sulawesi Tengah inipun mengajukan beberapa persyaratan sebagai berikut :1. Pertama, Sultan Amai dan rakyat Gorontalo harus diislamkan dan,2. Kedua, adat kebiasaan dalam masyarakat Gorontalo harus bersumber dari Alquran.

Kedua syarat itu diterima oleh Raja Amai. Di sinilah awal Islam menjadi kepercayaan penduduk Gorontalo. Sebelum menikah Raja Amai mengumpulkan seluruh rakyatnya. Raja Amai dengan terang-terangan mengumumkan diri telah memeluk agama Islam secara sah dan kemudian meminta seluruh pengikutnya untuk melakukan pesta meriah. Pada pesta tersebut Raja Amai meminta kepada rakyatnya untuk menyembelih babi disertai dengan pelaksanaan sumpah adat. Saat pendeklarasian sumpah tersebut, adalah hari terakhir rakyat Gorontalo memakan babi. Usai proses sumpah adat, Raja Amai kemudian meminta rakyatnya untuk masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat. Ia sendiri kemudian mengganti gelarnya dengan gelar raja Islam, yaitu sultan.

Karena penduduk Provinsi Gorontalo memiliki penduduk yang hampir seluruhnya memeluk agama Islam, sudah tentu adat istiadatnya sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Untuk itu ada semboyan yang selalu dipegang oleh masyarakat Gorontalo yaitu, “Adati hula hula Sareati, Sareati hula hula to Kitabullah” yang artinya, Adat Bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah

Kota Gorontalo dan wilayah sekitarnya dihuni oleh beragam suku, yaitu Suku Gorontalo, Suku Bugis, Suku Polahi, Suku Jawa, Suku Makassar, Suku Bali, Suku Minahasa, dan Tionghoa. Suku asli Gorontalo memiliki warisan kebudayaanLambang Daerah Provinsi Gorontalo memiliki nuansa Global :

Warna biru keunguan adalah warna yang memberi makna tenang, setia dan selalu ingin mempertahankan kebenaran dan harapan masa depan yang cerahModel pohon kelapa yang melengkung memberi makna gerak inamis dan tidak diam tetapi selalu berbuat untuk masa de panSayap maleo yang mengembang memberi makna dinamika siap untuk tinggal landas dan siap bersaing.Buku yang terbuka melambangkan keinginan masyarakat untuk untuk siap meraih prestasi dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Iman dan Taqwa secara terus menerusBintang mengandung makna global jika dikaitkan dengan cita cita yang tinggi yaitu "Gantungkan cita cita setinggi bintang di langitPita mempunyai makna keinginan masyrakat Gorontalo untuk menyerap, merekam dan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi

Lambang Daerah Gorontalo memiliki nuansa Nasional :

Padi dan Kapas yang mengandung makna kemakmuran dan kesejahteraan seperti pada Pancasila.Rantai mempunyai makna adanya pengakuan persatuan dan kesatuan dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika.

Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.

Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga.Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa.

Tondhalo dalam bahasa gorontalo yaitu upacara yang dilaksanakan pada usia kandungan 7 bulan, dilaksanakan pada pagi hari dan pesta yang meriah dan tentu sangat berbeda dengan upacara tujuh bulan pada umumnya.

Upacara Khitanan bagi anak laki-laki dan Beat bagi anak perempuan. Dalam upacara masyarakat yang menggunakan alat tradisional untuk mengkhitan anak laki-laki.

Sapaan atau toli atau nama panggilan bagi seseorang adalah suatu kebudayaan masyarakat gorontalo.Tata krama ini sudah ada berabad-abad lamanya . menurut “wulito” atau cerita leluhur kebudayaan ini berkembang menjadi “pulangga “ atau gelar kepada raja jogugu,marsaoleh,dan para pejabat kerajaan / negri yang dinobatkan atau dinilai berilomato atau berkarya dalam negeri bahkan apabila wafatpun raja dan pejabat-pejabat masih di anugrahi gelar yang disebut gara’I yang juga diberikan sesuai karyanya semasa hidupnya.

Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan, dan hijau.

Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo Poboide. Rumah adat ini terletak di tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, LimbotoDulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo.

MOMB DAN PELATIHAN TIK

08 September 2015 17:27:35 Dibaca : 14

kesan;saya untuk pelatihan MOMB DAN PELATIHAN saya merasa senang karena kita dibelajarkan untuk menjadi mahasiswa yang baik dan berkarakter

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong