alfamart dan kios kecil

14 December 2016 09:56:06 Dibaca : 271

Berbagai tanggapan baik pro maupun kontra mengenai pembangunan Alfamart di Kota Gorontalo muncul diberbagai kalangan masyarakat. Bukan hanya itu, keberadaan Alfamart pun menjadi polemik tersendiri terutama antara pemerintah DPRD Kota Gorontalo dan masyarakat yang bersikap kontra dengan adanya pembangunan Alfamart.


Lantas, siapakah pemilik alfamart? Djoko Susanto, dia mulai merintis bisnis jaringan minimarket sejak tahun 1994. Tentunya dibalik kesuksesan Alfamart, pastinya ada usaha dan kerja keras yang dibangun susah payah dari nol.

     Dibalik keberadaan munculnya Alfamart di Gorontalo, para pedagang dan pemilik warung-warung kecil pun merasa sangat dirugikan. Bagaimana tidak, setelah Alfamart dibangun di Gorontalo, para pelanggan mereka sebagian besar lari dan lebih memilih berbelanja di alfamart. Padahal harganya jauh lebih mahal di alfamart ketimbang di warung-warung kecil.

     Kehadiran Alfamart di Gorontalo menimbulkan dampak negatif dan positif bagi masyarakat Gorontalo itu sendiri. Dampak positif yaitu adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan menciptakan investasi di Kota Gorontalo. Namun disisi lain hal ini dapat menyebabkan keresahan para pedagang kecil dan kios tradisional, bahkan dapat mematikan usaha mereka.

     “Sudah sepi terus, biasanya banyak yang beli disini tapi sekarang udah ga lagi karena udah pindah belanja di alfamart” ucap Marinah, wanita berusia 38 tahun. Marinah hanyalah satu dari segelintir pedagang-pedagang kecil yang menggantungkan nasib dengan menjajakan jualannya dipinggiran jalan dan kehilangan beberapa pelanggannya.
Terkadang, dia terpaksa harus menutup warung kecilnya karena sepinya pelanggan. Upah dari hasil dagangannya di warung menjadi satu-satunya harapan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

**


Beberapa bulan yang lalu, tim dari Alfamart kembali datang bertemu dengan Walikota, bapak Marten Taha untuk kembali melakukan survey serta lokasi dimana pembangunan Alfamart akan berlangsung. Hal ini menjadi pemicu terjadinya kembali pro kontra di masyarakat.

     Banyak masyarakat Gorontalo yang mendukung usaha pembangunan Alfamart, namun tidak sedikit pula masyarakat Gorontalo yang menolak adanya pembangunan Alfamart. Mereka menganggap dengan adanya Alfamart, itu sama saja seperti mematikan usaha mereka sebagai pedagang-pedagang kecil. Bapak Marten Taha selaku walikota pun angkat suara. Menurut beliau, keberadaan Alfamart tidak akan mengancam dan mematikan para pedagang kecil.

     Meskipun begitu, penolakan terhadap Alfamart masih terus terjadi. Sekitar 3 bulan yang lalu, puluhan warga Kabupaten Gorontalo Utara menggelar aksi unjuk rasa terkait pembangunan Alfamart di Gorontalo Utara yang dinilai mereka sangat mengganggu dan dinilai tidak penting.

     Menuai banyak tanggapan pro kontra tidak lantas membuat Pemerintah Kota Gorontalo membatalkan pembangunan Alfamart. Sekarang ini kita bisa menjumpai gerai Alfamart yang sudah lebih dari dua menghiasi beberapa tempat di Kota Gorontalo. Pedagang-pedagang kecil pun tidak dapat berbuat banyak. Mereka masih berharap pelanggan/konsumen tetap memilih untuk membeli dagangan mereka guna menghindari kerugian.

 

     Beberapa pedagang terpaksa gulung tikar namun tidak sedikit pula pedagang kecil yang masih tetap bertahan menjajakan dagangan mereka dipinggiran jalan untuk melanjutkan kebutuhan hidup.
Gulung tikarnya pedagang bermodal kecil menjadi salah satu fakta yang terjadi akibat sistem kapitalisme, siapa yang bermodal besar akan bertahan dan siapa yang modalnya kecil akan jatuh.

     Tidak dapat dipungkiri, sebagian besar masyarakat lebih memilih dan lebih suka belanja di Alfamart dengan berbagai jenis alasan seperti kebersihan, pelayanan, mutu dan kualitas barang.
Selain itu, letak atau lokasi Alfamart yang tersebar di beberapa tempat serta pelayanan Alfamart yang selalu buka 24 jam non stop menjadi moment yang “pas” saat konsumen atau pembeli mendadak membutuhkan sesuatu di jam-jam kritis. Beda halnya dengan warung-warung kecil yang sering tutup jika sepinya konsumen.

     Alasan lainnya beberapa orang memilih untuk berbelanja di Alfamart karena mementingkan pelayanan yang memuaskan dan kenyamanan daripada masalah harga. Namun, masih ada beberapa orang yang tetap berbelanja di warung-warung kecil entah karena jarak ataupun rasa simpati.

***

 

Berbicara mengenai warung-warung kecil yang beberapa diantaranya terpaksa gulung tikar, masih ada pedagang-pedagang kecil lainnya yang masih bertahan didunia bisnis dan bersaing dengan Alfamart dan toko-toko besar. Sebenarnha kualitas dan mutu produk yang dijual belikan di alfamart tidak jauh berbeda dengan produk yang dijual di warung-warung kecil karena mengingat pedagang kecil umumnya hanya menjual atau menjajakan produk yang menurut mereka layak dijual serta disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.

     Kehidupan para pedagang-pedagang kecil setelah ini menjadi tanda tanya besar. Banyak diantara mereka memutuskan untuk menutup warung kecilnya dan menjadi pengangguran. Bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari? Sayangnya, cerita dari sudut pandang pedagang-pedagang kecil kurang diperhatikan oleh sebagian besar masyarakat.

     Banyak yang bersikap masa bodoh dengan fakta dan realita kehidupan pedagang-pedagang kecil. Mereka hanya mengharapkan untung dari jualannya yang tidak seberapa, hasil keuntung dari jualan diputar kembali menjadi modal untuk membeli produk guna mengisi stok yang sudah habis di warung. Berbeda dengan Alfamart, yang setiap hasil dan keuntungan produk yang terjual langsung dikirimkan ke Alfamart pusat yang berada di Ibukota Jakarta.

     Bisnis kios kecil-kecilan Ibu Reni contohnya. Ibu Reni sudah berjualan sejak 5 tahun yang lalu. Pada mulanya, omset dan keuntungan yang diperoleh Ibu Reni bisa mencapai 2-4juta perbulan. Kiosnya selalu ramai dipenuhi pembeli yang berdatangan untuk berbelanja.

     Selain itu, Ibu Reni membuka usaha gorengan yang didirikan disamping kiosnya. Pendapatan Ibu Reni pun makin bertambah, tidaklah heran pada awal mula kios Ibu Reni berdiri, dia dapat menyelesaikan sekolah anak keduanya.

Perjalanan dalam berbisnis pun tidaklah mulus, Ibu Reni harus pasrah menerima kenyataan tetangga-tetangga di kompleks rumahnya mengikuti usahanya berjualan di kios. Ini menjadi faktor penghambat bagi bisnis Ibu Reni. Mau tidak mau, Ibu Reni dan beberapa rivalnya harus bersaing sehat dalam memikat hati konsumen.

 

Belum selesai disitu, desas desus kabar mengenai pembangunan Alfamart yang akan segera hadir di Gorontalo menjadi berita yang kurang enak didengar bagi pedagang-pedagang kecil tidak hanya Ibu Reni tetapi rival-rivalnya yang lain.
Selain akan mematikan usaha kecil-kecilan yang mereka bangun selama ini, mereka juga beranggapan kemunculan Alfamart akan berpengaruh pada ekonomi di Kota Gorontalo.

     "Dulu itu yang beli disini banyak, banyak banget sampe yang dari jauh-jauh datang kesini karena cuma kios saya yang disekitar sini terus saya matok harganya ga mahal-mahal. Laku bangetlah pokoknya, beda sama sekarang kan udah banyak yang punya kios malah lebih besar kiosnya daripada kios saya terus Alfamart juga sudah muncul otomatis keuntungan dari hasil dagangan saya tergantung sama konsumen yang beli disini" ujar Ibu Reni.

     Kios Ibu Reni yang dulunya selalu buka sekarang lebih sering ditutup dikarenakan sepinya konsumen. Kadang, Ibu Reni harus menelan pil pahit ketika bisnisnya mengalami kerugian. Masa kejayaannya dulu berbeda dengan sekarang karena persaingan bisnis yang semakin ketat.

Ini menjadi tidak adil bagi pedagang kecil atau pemilik kios tradisional. Kehadiran Alfamart dan pasar modern tersebut telah menimbulkan iklim persaingan yang tidak sehat, yang secara tidak langsung sudah merugikan pedagang kios kecil. Tidak menutup kemungkinan, kondisi tersebut juga menjadi pemicu tumbuhnya benih-benih kecemburuan sosial di antara para pelaku perdagangan.

     Hal ini membuat pedagang kios kecil semakin terpuruk bahkan mati karena tergerus keberadaan Alfamart yang hadir di gorontalo, yang menawarkan kenyamanan berbelanja, kemudahan pembayaran, kualitas produk yang lebih baik dan nilai plus lainnya apabila kita bandingkan dengan apa yang ditawarkan oleh pedagang-pedagang kios kecil.

Tidaklah heran apabila kita seringkali menjumpai beberapa kios kecil yang sudah tidak beroperasi lagi atau sudah tutup. Pemerintah seharusnya bisa lebih memperhatikan pengaruh-pengaruh yang timbul akan munculnya keberadaan Alfamart di Gorontalo bagi pedagang kios tradisional.

MEMORI

03 December 2016 13:09:13 Dibaca : 41

Kaki ini terus melangkah setapak demi setapak menyusuri taman. Teriknya sinar matahari yang sedari tadi membakar kulit membuat peluh keringat menetes terasa sampai kedalam tubuh. Perasaan senang bukan main bercampur rasa deg-degan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata terbalut “pas” didalam hati. Senyum sumringah tak terlepas dari bibir indah ini. Aku mempercepat langkahku.
“Hei!” suara indah yang begitu khas menyapaku dari kejauhan. Seorang lelaki mengenakan kaos berwarna keabu-abuan sebahu sedang berdiri menatapku diujung taman. Jantungku berdegup kencang tak terkendali. Aku menghampirinya dengan senyum yang masih tersungging dibibirku. Kami saling bertatap, melakukan kontak mata seperti pasangan kekasih lainnya. Ups! Bukan. Bukan pasangan kekasih, entahlah. Senyum manis melekat dibibir kecilnya. Kami duduk diatas kursi kayu bercat putih tepat dibawah pohon jambu air. Tiupan angin berhembus kencang menerbangkan rambut panjangku. Gumpalan awan berusaha menutupi sinar matahari yang sedang terik-teriknya.

Beberapa saat keheningan mulai terasa diantara kami. Mulut ini serasa terkunci tak dapat berkata sepatah katapun. Ada rasa canggung untuk memulai percakapan. Terlihat jelas raut wajahnya berubah menjadi datar. Ada sesuatu yang ingin diungkapkan namun seperti menunggu waktu yang “pas”. Sesekali dia tersenyum kaku. Oh, ada apakah gerangan?
“Sudah lama menunggu?” Ku beranikan diri untuk bertanya, mencoba memecahkan keheningan yang ada diantara kami. Berusaha membuat suasana yang beku menjadi cair. Aku terus menatap lelaki yang ada didepanku. Yoga namanya. Lelaki yang sudah hampir setahun ini dekat denganku. Namun, tidak ada kata yang pasti untuk mendeskripsikan hubungan kami.

“Ya. Lumayan” singkat namun bermakna. Lumayan. Mungkin itu jawaban yang tidak terlalu menyakitkan. Kutatap kedua bola mata coklatnya, terlihat sedikit keraguan disana. Semrawut wajah kegelisahan begitu nampak. Aku mencoba untuk menebak ada apa sebenarnya, apa maksud dan tujuan dia mengajakku disini.
Setahun lalu aku berjumpa dengan Yoga disini. Taman ini menjadi saksi bagaimana pertemuan singkat yang begitu bermakna. Ah, sudahlah. Toh tidak akan bisa diulang kembali.
“Kita tidak akan pernah bertemu lagi setelah ini. Aku dijodohkan oleh orangtuaku” Krik...Krik...Krik! Nafasku tertahan. Kaki ini terasa lumpuh, tidak bisa merasakkan apapun. Jantung yang sedari tadi terus berdetak tak karuan serasa berhenti untuk beberapa saat. Mulut ini terasa kaku, tidak bisa berucap. Mataku mulai berkaca-kaca. Kata-katanya seperti menusuk, mencabik-cabik hati. Satu kata mewakili segala rasa. SAKIT.
PLAK! Satu tamparan keras mendarat dipipi kanannya. Sakit yang ia rasakan tidak sebanding dengan sakit yang dia perbuat padaku. Hujan pun turun membasahi taman. Tanpa basa-basi, aku berlari sekencang mungkin meninggalkan tempat itu. Suara hujan yang begitu deras mengalahkan suaranya yang masih terus meneriaki namaku. Persetan dengan semuanya.

**
Suara petir membangunkan lamunanku. Kupandangkan mataku disekitar, kutatap langit berubah menjadi gelap. Sepertinya akan segera hujan. Aku bersandar diatas kursi kayu bercat putih yang sudah mulai rapuh, cat putihnya sudah ada yang mengelupas, tidak seperti setahun yang lalu. Aku merasa seperti déjà vu.
"Aku dijodohkan" sayup-sayup suara itu masih saja terngiang ditelingaku. Aku tidak akan melupakan bagaimana pertama kalinya aku bertemu dengan Yoga ditaman ini, aku juga tidak akan melupakan bagaimana terakhir kalinya kita bertemu dengan cara yang sampai detik ini pun masih terasa sakit. Pergi ditinggalkan oleh orang yang dulu begitu dekat bagaikan perangko yang sudah dilapisi beribu-ribu lem, tiba-tiba sekarang terasa begitu jauh seperti tidak pernah mengenal satu sama lain, seperti tidak pernah bertemu sebelumnya. Aku tau kita berbeda, aku bukanlah dari keluarga berdarah biru. Bukan seorang keluarga ningrat atau puteri seorang kerajaan. Perbedaan mengalahkan semuanya. Bagaikan kucing yang jatuh cinta pada singa. Miris memang, tapi apalah dayaku semuanya sudah terjadi dan tidak bisa diputar kembali.
Aku mencoba menyulam kembari memori di taman ini. Luka dalam yang tergores setahun yang lalu masih terasa. Sayang, semuanya hanya tinggal kenangan. Tidak terasa air mataku menetes dipipi. Kenapa aku masih menangisi kepergiannya? Bisakah aku kembali mengulang masa-masa indahnya saja? Ah, harapan tak akan seindah kenyataan! Pasti dia sudah bahagia dengan kehidupan barunya.

Di seberang taman nampak seorang lelaki yang sudah berumur sedang menjajakan dagangannya. Aku merasa tertarik untuk menghampiri lelaki berumur itu daripada harus tetap duduk diam disini mengingat kenangan pahit setahun lalu. Aku bangkit dari dudukku, menghampiri lelaki berumur diseberang taman. Aku melihat barang-barang dagangannya yang berjejer rapi. Aksesoris-aksesoris bergantung diatas tali yang dikaitkan dengan paku, lukisan-lukisan berjejer diletakkan dibawah meja dagangannya. Barang antik dan bingkai foto diletakkan tepat diatas meja bundar. Tidak ada yang unik, tidak ada pula yang menarik tapi pandanganku tiba-tiba tertuju pada bapak-bapak yang duduk dikursi roda.

“Tidak baik berlarut-larut dalam kesedihan. Ada banyak hal yang harus kamu lakukan daripada mengulang-ulang kembali masa lalu” Bapak itu menatapku sambil tersenyum. Keriput di wajahnya begitu jelas. Mungkin umurnya sekitar 50-an keatas. Aku tergelak mendengar ucapannya. Darimana bisa dia tau aku sedang bertarung dengan kesedihan? Apakah dia seorang dukun? Atau seseorang yang bisa membaca fikiran? Ah, masabodoh! Aku hanya terkejut mendengar kata-kata bapak tua itu.
“Pergilah dan lupakan masa lalumu anak muda. Jalanmu masih panjang, lakukanlah yang harus kau lakukan” Seperti magic, aku tersihir mendengar ucapannya. Tanpa berpikir panjang, aku segera berlari menerobos jalan dan berhenti di depan pekarangan rumah,

Bapak itu benar. Begitu bodohnya aku masih terus meratapi dan menangisi kepergian orang yang sudah menyakiti dan membuat pilu hati ini. Sudah seharusnya aku mengubur dalam-dalam memori setahun silam yang kelam itu. Aku seperti mendapat kekuatan baru, kekuatan untuk memulai kehidupan yang lebih baru dan memulai kebahagiaan. Hidup yang tadinya gelap sekarang berubah menjadi cerah dan aku tidak akan membiakannya menjadi gelap lagi. Setidaknya masih ada secerca harapan yang bisa membuat perubahan untuk lebih baik. Menjadikan pengalaman yang sudah-sudah sebagai pelajaran dan motivasi diri agar tidak berlarut-larut ditemani bayang-bayang kesedihan.
Selamat tinggal, masa lalu!

dream make it happen

23 August 2016 13:16:29 Dibaca : 42
[Tanpa Konten]

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong