Proses Konversi Energi pada Pembangkit Listrik

04 October 2015 23:29:16 Dibaca : 13070

-  Pusat Listrik Tenaga Dissel (PLTD)


Diesel Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berbahan bakar BBM (solar), biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik dalam jumlah beban kecil, terutama untuk daerah baru yang terpencil atau untuk listrik pedesaan. Di dalam perkembangannya PLTD dapat juga menggunakan bahan bakar gas (BBG).Mesin diesel ini menggunakan ruang bakar dimana ledakan pada ruang bakar tersebut menggerak torak/piston yang kemudian pada poros engkol dirubah menjadi energi putar. Energi putar ini digunakan untuk memutar generator yang merubahnya menjadi energi listrik. Untuk meningkatkan efisiensi udara yang dicampur dengan bahan bakar dinaikkan tekanan dan temperaturnya dahulu pada turbo charger. turbo charger ini digerakkan oleh gas buang hasil pembakaran dari ruang bakar.


Mesin diesel terdiri dari 2 macam mesin, yaitu mesin diesel 2 langkah dan 4 langkah. Perbedaannya terletak pada langkah penghasil tenaga dalam putaran toraknya. Pada mesin 2 langkah, tenaga akan dihasilkan pada tiap 2 langkah atau 1 kali putaran. Sedang pada mesin 4 langkah, tenaga akan dihasilkan pada tiap 4 langkah atau 2 putaran. Seharusnya mesin 2 langkah dapat menghasilkan daya 2 kali lebih besar dari mesin 4 langkah, namun karena proses pembilasan ruang bakar silindernya tidak sesempurna mesin 4 langkah, tenaga yang dihasilkan hanya sampai 1,8 kalinya saja. Ilustrasi siklus perubahan energi pada PLTD :Selain kedua jenis mesin di atas, mesin diesel yang digunakan di PLTD ada yang berputaran tinggi (high speed) dengan bentuk yang lebih kompak atau berputaran rendah (low speed) dengan bentuk yang lebih besar.


- Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU)


Uap yang terjadi dari hasil pemanasan boiler/ketel uap pada Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) digunakan untuk memutar turbin yang kemudian oleh generator diubah menjadi energi listrik. Energi primer yang digunakan oleh PLTU adalah bahan bakar yang dapat berwujud padat, cair maupun gas. Batubara adalah wujud padat bahan bakar dan minyak merupakan wujud cairnya.


Terkadang dalam satu PLTU dapat digunakan beberapa macam bahan bakar.PLTU menggunakan siklus uap dan air dalam pembangkitannya. Mula-mula air dipompakan ke dalam pipa air yang mengelilingi ruang bakar ketel. Lalu bahan bakar dan udara yang sudah tercampur disemprotkan ke dalam ruang bakar dan dinyalakan, sehingga terjadi pembakaran yang mengubah bahan bakar menjadi energi panas/ kalor.


Setelah keluar dari turbin tekanan tinggi, uap akan masuk ke dalam Pemanas Ulang yang akan menaikkan suhu uap sekali lagi dengan proses yang sama seperti di Pemanas Lanjut. Selanjutnya uap baru akan dialirkan ke dalam turbin tekanan menengah dan langsung dialirkan kembali ke turbin tekanan rendah. Energi gerak yang dihasilkan turbin tekanan tinggi, menengah dan rendah inilah yang akan diubah wujudnya dalam generator menjadi energi listrik.Dari turbin tekanan rendah uap dialirkan ke kondensor untuk diembunkan menjadi air kembali. Pada kondensor diperlukan air pendingin dalam jumlah besar. Inilah yang menyebabkan banyak PLTU dibangun di daerah pantai atau sungai. Jika jumlah air pendingin tidak mencukupi, maka dapat digunakan cooling tower yang mempunyai siklus tertutup. Air dari kondensor dipompa ke tangki air/deareator untuk mendapat tambahan air akibat kebocoran dan juga diolah agar memenuhi mutu air ketel berkandungan NaCl, Cl,O2 dan derajat keasaman (pH). Setelah itu, air akan melalui Economizer untuk kembali dipanaskan dari energi gas sisa dan dipompakan kembali ke dalam ketel.


- Pusat Listrik Tenaga Gas (PLTG)


Gas yang dihasilkan dalam ruang bakar pada pusat listrik tenaga gas (PLTG) akan menggerakkan turbin dan kemudian generator, yang akan mengubahnya menjadi energi listrik.


Sama halnya dengan PLTU, bahan bakar PLTG bisa berwujud cair (BBM) maupun gas (gas alam). Penggunaan bahan bakar menentukan tingkat efisiensi pembakaran dan prosesnya.Prinsip kerja PLTG adalah sebagai berikut, mulamula udara dimasukkan dalam kompresor dengan melalui air filter/penyaring udara agar partikel debu tidak ikut masuk dalam kompresor tersebut. Pada kompresor tekanan udara dinaikkan lalu dialirkan ke ruang bakar untuk dibakar bersama bahan bakar.


Di sini, penggunaan bahan bakar menentukan apakah bisa langsung dibakar dengan udara atau tidak. Jika menggunakan BBG, gas bisa langsung dicampur dengan udara untuk dibakar. Tapi jika menggunakan BBM, harus dilakukan proses pengabutan dahulu pada burner baru dicampur udara dan dibakar. Pembakaran bahan bakar dan udara ini akan menghasilkan gas bersuhu dan bertekanan tinggi yang berenergi (enthalpy). Gas ini lalu disemprotkan ke turbin, hingga enthalpy gas diubah oleh turbin menjadi energi gerak yang memutar generator untuk menghasilkan listrik. Setelah melalui turbin sisa gas panas tersebut dibuang melalui cerobong/stack. Karena gas yang disemprotkan ke turbin bersuhu tinggi, maka pada saat yang sama dilakukan pendinginan turbin dengan udara pendingin dari lubang pada turbin. Untuk mencegah korosi turbin akibat gas bersuhu tinggi ini, maka bahan bakar yang digunakan tidak boleh mengandung logam Potasium, Vanadium dan Sodium yang melampaui 1 part per mill (ppm).


- Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)


Gas dan Uap Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) merupakan kombinasi antara PLTG dan PLTU. Gas buang PLTG bersuhu tinggi akan dimanfaatkan kembali sebagai pemanas uap di ketel penghasil uap bertekanan tinggi.


Ketel uap PLTU yang memanfaatkan gas buang PLTG dikenal dengan sebutan Heat Recovery Steam Generator (HRSG). Umumnya 1 blok PLTGU terdiri dari 3 unit PLTG, 3 unit HRSG dan 1 unit PLTU. Daya listrik yang dihasilkan unit PLTU sebesar 50% dari daya unit PLTG, karena daya turbin uap unit PLTU tergantung dari banyaknya gas buang unit PLTG. Dalam pengoperasian PLTGU, daya PLTG yang diatur dan daya PLTU akan mengikuti saja.


PLTGU merupakan pembangkit yang paling efisien dalam penggunaan bahan bakarnya.Secara umum HRSG tersebut adalah pengganti boiler pada PLTU, yang bekerja untuk menghasilkan uap. Setelah uap dalam ketel cukup banyak, uap tersebut akan dialirkan ke turbin uap dan memutar generator untuk menghasilkan daya listrik. Dan efisiensi PLTGU lebih baik dari pusat listrik termal lainnya mengingat listrik yang dihasilkan merupakan penjumlahan yang dihasilkan PLTG ditambah PLTU tanpa bahan bakar.


- Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA)


Prinsip dasar pemanfaatan sumber energi tenaga air ini adalah dengan (i) mengandalkan jumlah debit air dan (ii) dengan memanfaatkan ketinggian jatuhnya air.


Berdasarkan konstruksinya, ada dua cara pemanfaatan tenaga air untuk pembangkit listrik: (a) memanfaatkan aliran air sungai tanpa membangun bendungan dan reservoir atau yang sering disebut dengan Run-of-river Hydropower ; (b) membangun bendungan dan membuat reservoir untuk mengalirkan air ke turbin.


Secara umum cara kerja PLTA adalah dengan memanfaatkan energi dari aliran air dalam jumlah debit tertentu dari sumber air (sungai, danau, atau waduk) melalui intake, kemudian dengan menggunakan pipa pembawa (headrace) air diarahkan menuju turbin. Beberapa PLTA biasanya menggunakan pipa pesat (penstock) sebelum dialirkan menuju turbin/kincir air, dengan tujuan meningkatkan energi dalam air dengan memanfaatkan gravitasi dan mempertahankan tekanan air jatuh.


Turbin yang tertabrak air akan memutar generator dalam kecepatan tertentu, sehingga terjadilah proses konversi energi dari gerak ke listrik. Sementara air yang tadi digunakan untuk memutar turbin dikembalikan ke alirannya. Energi listrik yang dibangkitkan dapat digunakan secara langsung, disimpan dalam baterai ataupun digunakan untuk memperbaiki kualitas listrik pada jaringan.


- Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)


Prinsip kerja PLTN, pada dasarnya sama dengan pembangkit listrik konvensional, yaitu ; air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran. Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin digunakan untuk menggerakkan generator, sehingga menghasilkan tenaga listrik. Perbedaannya pada pembangkit listrik konvensional bahan bakar untuk menghasilkan panas menggunakan bahan bakar fosil seperti ; batubara, minyak dan gas. Dampak dari pembakaran bahan bakar fosil ini, akan mengeluarkan karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (Nox), serta debu yang mengandung logam berat. Sisa pembakaran tersebut akan ter-emisikan ke udara dan berpotensi mencemari lingkungan hidup, yang bisa menimbulkan hujan asam dan peningkatan suhu global. Sedangkan pada PLTN panas yang digunakan untuk menghasilkan uap yang sama, dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisil (uranium) dalam reactor nuklir. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkit yang menggunakan bahan bakar uranium ini tidak melepaskan partikel seperti CO2, SO2, atau NOx, juga tidak mengeluarkan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena itu PLTN merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN, adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN, sebelum dilakukan penyimpanan secara lestari.

Interoperabilitas

31 May 2015 20:29:07 Dibaca : 155

Berbicara mengenai Interoperabilitas, mungkin masih terdengar asing, bahkan bagi beberapa orang yang sehari-harinya berkecimpung di bidang IT. Kata Interoperabilitas berasal dari kata Inter dan Operation yang berarti operasi antar dua sistem, tentunya yang dimaksud di sini adalah Sistem Informasi. Secara deskripsi Interoperabilitas adalah kemampuan suatu Sistem Informasi untuk bertukar data dengan Sistem Informasi lainnya.

Secara teknologi Interoperabilitas sendiri sebenarnya telah dikenal secara luas di Indonesia, namun karena bersifat Back Engine maka End User tidak begitu aware akan adanya Interoperabilitas ini. Di dunia perbankan, pertukaran antar sistem Informasi ditunjukkan dalan bentuk pertukaran dana antar bank melalui Sistem Informasi perbankan dan atau melalui ATM, hal yang sangat umum dilakukan masyarakat sehari-hari. Sedangkan di Web, Interoperabilitas telah muncul dalam bentuk yang lebih kompleks, yaitu cloud computing. Sebagai contoh, dengan Google API, kita dengan mudah memasukkan posisi pada Google map dan menampikannya pada web kita, dimana ini adalah salah satu contoh interoperabilitas. Namun sedemikian hebatnya penetrasi teknologi pertukaran data antar sistem informasi ini, amat disayangkan bahwa ternyata Sistem Informasi yang dikembangkan oleh pemerintahan di Indonesia sebagian besar sangat tidak memperhatikan aspek Interoperabilitas ini.

Selama ini kebanyakan Sistem Informasi yang dikembangkan oleh instansi pemerintahan hanya dapat memberikan manfaat secara lokal, terutama bagi satker pemilik anggaran pengembangan Sistem Informasi tersebut. Sebagai akibatnya, Informasi dasar yang ada pada suatu Sistem Informasi (contoh : Informasi Kependudukan) seringkali menjadi redundan terhadap Sistem Informasi lain dan tidak sinkron. Akibat lainnya adalah sulitnya melakukan pertukaran data yang harus melalui proses pengkopian dan penyesuaian data yang panjang dan memakan waktu. Hal ini membuat Tata Sistem Informasi Kepemerintahan di Indonesia carut marut dengan pulau-pulau sistem informasi yang tersebar di mana-mana.

Meskipun demikian, bukan tidak ada Sistem Informasi Kepemerintahan yang ternyata mendukung Interoperabilitas dengan baik. Ambil contoh program National Single Window (NSW) yang dicanangkan pemerintah, datanya mengambil dari Departemen Perindustrian, Bea cukai, Dirjen Postel dan beberapa Instansi lainnya. Namun walaupun mengusung nama National Single Window, Sistem iNSW ini diperuntukkan hanya bagi sistem ekspor impor di indonesia. Dirjen Pajak juga saat ini telah sukses mengembangakan Interoperabilitas untuk pajak hingga dapat digunakan oleh Sistem Informasi lainnya, seperti Sistem Informasi Pelelangan (SePP) yang saat ini dipegang oleh KemKominfo, dan beberapa informasi lainnya.

Namun sayang, sisi layanan publik Nasional lain di Indonesia ternyata belum tersentuh oleh Interoperabilitas. Hal ini sangat disesalkan, mengingat Pemerintah Daerah pun ada yang telah sukses memperkuat SIstem Informasi di aerahnya dengan Interopeabilitas sehingga mampu membawa Layanan Publik bersifat satu atap, seperti Jajaran Pimpinan Pemerintahan Jawa Timur yang telah sukses membawa Sistem Informasi pengurusan Kendaraan ke level Interoperabilitas antar kota sehingga membawa kemudahan untuk mutasi dan pengurusan kendaaran yang berada di kota yang berbeda dengan kota asalnya di Jawa Timur.

Menuju ke Sistem Interoperabilitas Nasional bukan perkara gampang. Ada hal yang lebih dalam dari sekedar dukungan teknologi dan jaringan infrastruktur IT. Kultur dalam pemerintahan masih mengedepankan ego Instansi, membuat keseganan dalam pertukaran informasi, apalagi bila tidak didukung dengan dasar hukum yang kuat. Jangankan data digital, saat ini sangat sulit memperoleh data dari satu instansi bila ada permintaan dari instansi lainnya. Budaya inilah yang tentunya harus bisa dikikis oleh aparatur negara, dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian.

Selain itu, harus ada standar pengembangan Sistem Informasi di lingkungan Kepemerintahan yang menegaskan mengenai standar Interoperabilitas. Saat ini, Panduan Penyusunan Rencana Induk E-Government yang disusun oleh KemKominfo pada BAB II mengenai Penerapan pada Tingkat Pemantapan butir b yang telah berbunyi “Penyatuan penggunaan aplikasi dan data dengan lembaga lain (interoperabilitas)”. Namun standar komunikasi Interoperabilitas sendiri masih tetap dalam penggodokan dalam RPM Transaksi Data Pemerintahan.

Masih banyak hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam penyusunan Tata Sistem Informasi Nasional yang mendukung Interopearabilitas. Penulis sendiri adalah pemerhati dalam masalah ini dan terus berharap kiprah yang jelas dalam pemerintahan mengenai hal ini, agara dapat tercipta pertukaran informasi digital yang cepat, tepat dan efektif, tentunya terutama demi pelayanan publik yang makin baik di masa depan.

source: http://birokrasi.kompasiana.com/2010/10/06/basis-interoperabilitas-e-government-nasional-280716.html

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong