LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU ANEKA TERNAK DAN SATWA HARAPAN (ANGSA)

OLEH:

SARNI HUSIN
NIM. 621414036

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2018

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Ilmu Aneka Ternak dan Satwa Harapan (Angsa)

Oleh Kelompok …
Telah Memenuhi syarat dan Telah Diterima Sebagai Laporan Akhir Praktikum

Disetujui tanggal…

Menyetujui:

Ketua Jurusan Peternakan Pelaksana Praktikum

Ir. Nibras K. Laya, MP. Ir. Syukri I. Gubali, MP.
NIP. NIP.

Mengetahui:

Dekan Fakultas Pertanian

Moh. Ikbal Bahua
NIP.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul "Ternak Angsa". Laporan ini berisi tentang asal-usul angsa dan juga cara pemeliharaan serta produksi angsa. Laporan praktikum disusun guna melengkapi syarat untuk memperoleh nilai praktikum dalam mata kuliah Aneka Ternak dan Satwa harapan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporan praktikum ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi teknik penulisan maupun rangkaian isi laporan. Oleh karena itu, bimbingan serta arahan dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penulisan-penulisan selanjutnya kearah yang lebih baik
Penulis berharap, dengan adannya laporan praktikum ini semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Gorontalo, Maret 2018

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB III METODE PRAKTIKUM 6
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 6
3.2 Variabel yang Diamati 6
3.3 Prosedur Kerja 6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7
4.1Hasil Pengamatan 7
4.2 Pembahasan 7
4.2.1 Asal-usul angsa 7
4.2.2 Perbedaan Angsa Jantan dan Betina 8
4.2.3 Produksi 9
4.2.4 Kandang 9
4.2.5 Pakan 10
BAB V PENUTUP 12
5.1 Kesimpulan 12
5.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
DOKUMENTASI 14


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Angsa 3
Gambar 2. Telur Angsa 9

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil pengamatan 7
Tabel 2. Hasil pengamatan perbedaan angsa jantan dan betina 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aneka ternak merupakan berbagai macam ternak yang sengaja dipelihara dan dikembangbiakkan selain ayam, itik, sapi, kebau, kambing, domba dan babi. Aneka ternak adalah hewan yang belum lazim diternakkan tetapi dapat dan baru dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik sebagai sumber pangan, maupun untuk tujuan hobi atau kesenangan.
Ternak-ternak yang ada sekarang ini bermula dari hewan-hewan yang liar. Adanya kepentingan manusia terhadap hewan-hewan liar tersebut sehingga manusia melakukan penjinakan atau dikenal dengan istilah domestikasi sehingga menjadi hewan piara yang berguna dan bermanfaat bagi manusia.
Salah satu hewan yang termasuk dalam aneka ternak adalah angsa. Di Indonesia, angsa dipelihara dalam jumlah kecil di berbagai tempat. Tidak adanya statistik yang tepat untuk Indonesia sehingga sulit menaksir presentase angsa terhadap populasi unggas. Hal tersebut berarti bahwa sejauh ini upaya peningkatan galur angsa dalam hubungannya terhadap kemampuan genetik adalah sedikit sekali.
Angsa mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat diantara semua unggas, dan yang paling efisien dalam konversi bahan pakan khususnya pada mur 8-10 minggu pertama. Angsa juga hampir bebas penyakit dan merupakan hewan pencari makanan ulung di kebun. Meskipun demikian, angsa merupakan unggas penghasil daging yang tidak populer. Kedudukan angsa yang masih sangat rendah dipandang dari sudut ekonomi, sehingga menyebabkan minimnya data penelitian terhadap kebutuhan makan dan zat-zat nutrisi yang dibutuhkan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana produksi, kandang dan pakan angsa di lokasi praktikum?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui produksi, kandang, dan pakan angsa yang ada di lokasi praktikum yang dibandingkan dengan teori-teori yang telah ada.
1.4 Manfaat
Menambah wawasan bagi mahasiswa tentang pemeliharaan angsa yang baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Angsa
Klasifikasi ilmiah angsa
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Famili : Anatidae
Genus : Cygnus
Spesies : Genera Coscoroba
Coscoroba coscoroba, daerah sebaran di Amerika Selatan. Cygnus olor, daerah sebaran di Eurasia Cygnus atratus Angsa Hitam, daerah sebaran di Australia Cygnus melancoryphus, Spesies daerah sebaran di Amerika Selatan Cygnus cygnus, daerah sebaran di sub-artik Eropa dan Asia Cygnus buccinator, daerah sebaran di Amerika Utara Cygnus columbianus, daerah sebaran di Eropa dan Amerika Utara
(Kear dan Janet, 2005).
Angsa merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah pertumbuhannya cepat, memiliki efisiensi pakan yang tinggi dengan konversi pakan yang rendah, serta memiliki daya tahan terhadap penyakit yang tinggi dibandingkan dengan jenis unggas yang lainnya. Selain memiliki kelebihan yang telah dijelaskan di atas, angsa pun memiliki kelemahan yaitu 1) siklus reproduksi yang lambat, 2) reproduksi tergantung pada musim, serta 3) perilaku kawin secara monogami (Yuwanta, 1999).
Meskipun angsa termasuk kedalam kelompok unggas, namun perilaku makannya lebih mirip ruminansia daripada unggas. Paruh dan lidahnya memudahkannya untuk merumput (Nowland dan Bolla, 2005). Buckland dan Guy (1999) menjelaskan bahwa angsa termasuk unggas yang memiliki intelegensia yang cukup tinggi. Angsa dikenal memiliki daya ingat yang baik dan tidak akan lupa pada seseorang, hewan atau situasi tertentu sehingga sangat baik dijadikan sebagai hewan penjaga. Angsa dapat hidup dengan harmonis dan tidak memiliki sifat kanibalisme. Angsa dapat kembali ke rumah walaupun pergi sejauh 5 km atau lebih. Angsa dapat hidup pada berbagai kondisi lingkungan, mulai dari yang panas sampai yang dingin. Hanya saja ketika angsa baru dilahirkan sampai umur 1 minggu angsa harus dijaga dari suhu udara yang dingin. Angsa yang belum didomestikasi hidup hanya dengan satu pasangan tetapi angsa yang telah didomestikasi dapat dipasangkan dengan 4-5 ekor betina.
Bangsa angsa yang telah dibudidayakan adalah chinese geese. Chinese geese merupakan salah satu bangsa angsa yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Indonesia (Yuwanta, 1999). Chinese geese berasal dari daerah sekitar Cina, Siberia dan India. Angsa ini dikembangkan dari swan goose (Bartlett, 1995). Angsa jenis ini merupakan angsa jenis sedang berwarna terang, denganberat antara 8-12lbs (4-6 kg), serta dapat dijadikan sebagai penghasil telur yang baik (Ashton and Ashton, 2005).
Buckland dan Guy (1999) menjelaskan bahwa ada dua varietas angsa chinese, yaitu white chinese geese dan brown chinese geese, namun white chinese geese yang lebih popular. White chinese geese memiliki shank, paruh dan knob yang berwarna orange sedangkan brown Chinese geese memiliki shank orange namun paruh dan knobnya berwarna hitam atau hijau sangat tua. Knob dapat dijadikan sebagai identifikasi jeniskelamin ketika usia 6-8 minggu, dan tidak mungkin sebelum itu. Knob pada jantan lebih besar daripada knob pada betina. Chinese geese memiliki bobot yang relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan angsa bangsa lain. Angsa chinese memiliki produksi telur yang tinggi, yaitu mencapai 100 butir telur selama 5 minggu masa bertelur sedangkan bangsa angsa yang lain produksinya hanya mencapai 40-60 butir telur. Telur angsa chinese memiliki bobot yang ringan apabila dibandingkan dengan bangsa angsa yang lain. Bobot telur angsa Chinese rata-rata 120 g/butir sedangkan bangsa angsa yang lain bobot telurnya dapat mencapai 140-210 g/butir.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum pengamatan angsa dilakukan pada hari minggu tanggal 5 maret 2018. Bertempat di peternakan rakyat atas nama pak Ikbal, di kelurahan Moodu, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo.
3.2 Variabel yang Diamati
1. Perbedaan angsa jantan dan betina
2. Produksi
3. Kandang
4. Pakan
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur dalam kegiatan praktikum ini yaitu dengan observasi secara langsung ke lokasi, dan wawancara dengan pemilik peternakan angsa, serta pengambilan dokumentasi kegiatan dengan kamera handphone.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan
No. Identitas Ternak Uraian
1 Jenis ternak Angsa putih
2 Jumlah ternak 5 ekor
3 Nama Peternak Pak Ikbal
4 Alamat Kelurahan Moodu, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo

4.2 Pembahasan
4.2.1 Asal-usul angsa
Angsa adalah salah satu dari jenis hewan yang mula pertama diternakan orang. Gambaran tentang angsa tertera pada dinding peninggalan kuno Raja Tut di kawasan Asia Kecil. Bila ditengok kembali pada kebiasaan yang berlaku di negeri Cina pada tahun 4000 tahun sebelum Masehi, hadiah kesukaan orang tua bagi anak-anak mereka yang akan menikah adalah berupa sepasang angsa hidup yang merupakan perlambang perkawinan yang langgeng dan penuh kesetiaan.
Di alam kehidupan liar, angsa merupakan hewan yang bersifat monogami yang kawin hanya dengan satu ekor pasangan tetapnya saja. Dengan terus berjalannya sejarah, angsa menjadi terkenal sebagai 'hewan untuk perayaan perkawinan', bukan semata sebagai perlambang kesetiaan tetapi juga keberuntungan. Tidak banyak lagi yang diketahui mengenai cerita tentang angsa. Suatu ketika angsa dijuluki sebagai 'silly bird, too much for one and too little for two'. Pada saat ini pemasaran daging angsa telah berkembang, dikemas rapi dan siap untu dimasak, sehingga sangat memudahkan konsumen. Angsa pada jaman sekarang menjadi 'too much for two' dan
bahkan cukup untuk dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.
Para pendahulu di Amerika Serikat telah lama memanfaatkan angsa dan produk-produk yang berasal dari angsa. Para pemukim pertama di kawasan New England berjuang keras untuk bertahan terhadap dinginnya musim salju yang mencekam. Dengan cepat mereka berusaha memanfaatkan bulu angsa yang lembut itu, hingga mereka dapat merasa hangat.
4.2.2 Perbedaan Angsa Jantan dan Betina
Kebanyakan orang awam tidak bisa membedakan mana angsa jantan dan mana angsa betina. Hal ini sangat berbeda dengan ayam, dimana ayam jantan dan betina dapat degan mudah dikenali dari tampilan luarnya dan juga dari suaranya.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Perbedaan Angsa Jantan dan Betina
No. Performans Jantan Betina
1 Ukuran tubuh Lebih besar Besar
2 Leher Lebih panjang Panjang
3 Jendolan Lebih besar Besar
4 Dada Lebih mendongkak Mendongkak
5 Suara Sangat melengking Melengking

Beberapa ciri-ciri umum angsa yakni :
1. Memiliki ukuran tubuh ayng lebih besar bila dibandingkan dengan bebek.
2. Memiliki leher yang panjang.
3. Memiliki sepasang telinga tetapi tidak memiliki daun telinga.
4. Berkembang biak dengan cara bertelur.
5. Memiliki warna bulu putih, coklat, atau kombinasi keduanya.
6. memiliki paruh yang bsar dan berwarna kuning, ada juga yang berwarna hitam.
7. Memiliki kaki yang besar dan berselaput.
8. Memiliki telur yang lebih besar dibandingkan telur bebek.
4.2.3 Produksi
Gambar 2. Telur angsa
Dari hasil wawancara, diperoleh data bahwa angsa dapat bertelur 2 (dua) kali dalam setahun dengan jumlah 10 butir dalam sekali masa bertelur. Produksi telur 10 butir per masa bertelur, sehingga menghasilkan 20 butir dalam setahun. Di lokasi ini produksi telur bahkan lebih rendah dari pendapat Nowland (1984) yang menyatakan bahwa produksi telur angsa relatif sedikit, yakni 30-50 butir per tahun tergantung jenisnya. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh pemeliharaan yang masih ekstensif. Telur kemudian dierami selama 40 hari. Harga telur perbutir Rp. 50.000, harga anakan Rp. 200.000/ekor, dan harga angsa dewasa Rp. 300.000-400.000/ekor.
4.2.4 Kandang
Angsa tergolong binatang yang tidak betah berada di dalam kandang. Biarkan angsa berkeliaran sampai batas tertentu. Kandang diperlukan sebagai tempat berteduh dari hujan lebat dan angin kencang disamping sebagai tempat tidurnya. Ukuran kandang yang dianggap memadai untuk tiap ekor angsa adalah 1 X 1 meter persegi ditambah 3 sampai 4 X 1 meter persegi sebagai pekarangannya. Atap kandang diusahakan tidak bocor agar waktu hujan tetap kering. Makanan sebaiknya dibiasakan diberikan dalam kandang dalam baskom atau wadah plastik yang terbuka. Air minumannya diusakan berada di luar kandang untuk menjaga agar kandang tetap kering. Sarang tidak diperlukan kecuali sudah ada yang bertelur. Sarang bisa dibuat dari kotak kayu yang di dalamnya diberi alas dari serutan kayu atau pecahan strowbur. Cahaya di kandang harus cukup untuk menstimulasi percepatan produksi telur.
Pengaturan suhu adalah salah satu yang dibutuhkan dan pada angsa pengaturan suhu ini dibutuhkan sampai tiga minggu setelah lahir. Sedapat mungkin dalam pemanasan tidak terjadi perubahan suhu yang besar dan tiba-tiba. Oleh sebab itu disarankan suhu pemanas harus stabil dan menyala selama 24 jam. Sesaat setelah lahir suhu yang baik untuk anak angsa adalah 36-37°C dan dapat diturunkan menjadi 32-33°C pada akhir minggu pertama, serta sampai 23-25°C pada minggu kedua. Setelah memasuki minggu ketiga tidak ada suhu yang disarankan, namun batasan suhu yang diijinkan adalah diatas 20°C karena pertumbuhan bulu akan sempurna pada umur lima minggu.
Di lokasi praktikum, angsa sudah dipelihara selama 3 (tiga) tahun secara ekstensif.
4.2.5 Pakan
Dalam masa pembiakan, pemberian 15% protein ditambah vitamin dalam kadar yang sama seperti untuk ayam dalam masa pembiakan dianggap telah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi. Makanan sebaiknya tetap tersedia, demikian pula halnya dengan kulit kerang dan pasir. Makanan lainnya tidak ada yang spesifik, dedak dicampur sayuran atau sisa makananpun tidak menjadi masalah. Angsa sangat lahap dalam memakan rumput atau daun-daunan (Santoso, 2011).
Apabila pemeliharaan angsa dimaksudkan untuk dikonsumsi, umur angsa yang baik untuk dikonsumsi adalah 4 sampai 6 bulan. Keram mereka pada sangkar yang lebih kecil dan berikan makanan penuh (full feed) 3 atau 4 minggu sebelum batas waktu dikonsumsi. Adalah sangat mungkin untuk menumbuhkan angsa lebih cepat dengan memberi makan penuh (full feeding grower-finisher pellets) sepanjang masa pertumbuhan. Akan tetapi bila mereka telah mencapai berat yang diinginkan (5,5 sampai 7,5 kilogram) dalam waktu 12 sampai 14 minggu, maka kondisi bulunya akan banyak bulu-bulu pendek yang akan sulit dicabut dan dibersihkan. Setelah lewat 14 minggu, kondisi bulunya akan cepat membaik. Jadi ada baiknya menghemat rumput dengan membatasi pemberiannya pada masa awal dan berkonsentrasi pada masa akhir menjelang dikonsumsi atau dipasarkan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik peternakan angsa, pakan yang diberikan adalah dedak padi, ampas tahu, jagung dan sisa makanan rumah tangga.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dilihat dari segi ekonomi, beternak angsa memamng cukup menjanjikan karena harga perekornya maupun harga telurnya yang lebih tinggi dibanding harga unggas umumnya. Pemeliharaan angsa juga tidak terlalu memerlukan perhatian intensif seperti pada pemeliharaan ayam broiler atau unggas lain.
5.2 Saran
Perhatian terhadap kandang dan pakan tetap perlu dilakukan, karena kedua faktor tersebut merupakan faktor produksi yang tidak bisa disepelekan meskipun ternak tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan yang buruk. Hal ini agar produksi dapat tercapai secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Ad, M. 2016. 8 Panduan Lengap Cara Budidaya Ternak Angsa Agar Sukses. [on line] diakses tanggal 7 Mei 2018.
Djulardi, A. 2014. Nutrisi Aneka Ternak dan Satwa Harapan. https://www.goodreas.com/book/show/7880320-nutrisi-anka-ternak-dan satwa-harapan
Kear dan Janet. 2005. Ducks, Geese and Swans. Bird Families of the World. Oxford: Oxford University Press.
Novieta, D. I. 2012. Aneka Ternak dan Unggas. http://intan02.blogspot.co.id/2012/01/aneka-ternak-unggas-1.html [on line] diakses tanggal 7 Mei 2018.
Rahman, A. 2014. Kandang yang Nyaman Bagi Angsa. http://laraswati.com/wp- content/uploads/2011/02/19022011009.jpg [on line] diakses tanggal 7 Mei 2018.
Santoso, U. 2011. Budidaya angsa. Universitas Bengkulu. Bengkulu.
Sudrajat. 2010. Asal-usul klasifikasi unggas. Brawijaya University Press. Universitas Brawijaya.

DOKUMENTASI

 

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PEMOTONGAN HEWAN
DI TEMPAT POTONG HEWAN BIAWU
KOTA GORONTALO

Oleh:

SARNI HUSIN
NIM. 621414036

 

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2017

KATA PENGANTAR

Puji syuur kehadirat Allah Yang maha Esa, Karena dengan izin dan kuasanya sehingga penyusun dapat melakukan praktikum Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak dengan baik, dan juga dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul tenik pemotongan hewan.
Laporan praktikum ini berisi tentang teknik pemotongan ternak yang ada di lokasi praktikum dalam hal ini adalah TPH Biawu yang dibandingkan dengan teknik pemotongan ternak yang ada di RPH modern. Selain teknik pemotongan, pengamatan juga dilakukan terhadap keadaan lokasiTPH.
Dengan disusunya laporan praktikum ini diharapkan agar dapat bermanfaat bagi semua kalangan, baik untuk pelajar, maupun pemula yang ingin merintis usaha penetasan telur.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari teknik penulisan maupun rangkaian isi laporan. Untuk itu, saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Gorontalo, 28 Oktober 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI 2
DAFTAR GAMBAR 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 5
1.4 Manfaat 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
BAB III 8
MATERI DAN METODE 8
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan 8
3.2 Alat Dan Bahan 8
3.3 Metode Praktikum 8
BAB IV 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
4.1 Keadaan Lokasi TPH 9
1. Persyaratan lokasi. 9
2. Sarana pendukung. 10
4.2 Teknik Pemotongan ternak sapi di TPH 14
1. Pengistirahatan hewan. 14
2. Pemeriksaan ante-mortem 15
3. Persiapan penyembelihan 16
4. Penyembelihan. 17
5. Pembelahan karkas 22
6. Penggantungan karkas 23
7. Pemisahan daging dari tulang 24
8. Perampungan pemotongan 26
9. Pembersihan kembali lokasi TPH 27
10. Pengangkutan jeroan 27
4.3 Teknik pemotongan ternak kambing di TPH 27
BAB V 38
PENUTUP 38
5.1 KESIMPULAN 38
5.2 SARAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………28

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. TPH Biawu tampak depan 9
Gambar 2. Jalan di bagian depan TPH 10
Gambar 3. Akses jalan menuju TPH 11
Gambar 4. Pembuangan Limbah 11
Gambar 5. Lantai TPH 12
Gambar 6. Pengistirahatan Ternak 14
Gambar 7. Pisau potong 16
Gambar 18. Meja untuk pemisahan daging dari tulang 25
Gambar 19. Pembersihan lokasi TPH 26
Gambar 20. Pengangkutan jeroan 26

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.Demikian pula pembangunan nasional di sektor peternakan yang bertujuan meningkatkan taraf dan pendapatan masyarakat peternakan agar tercapainya pembangunan Indonesia seutuhnya.Sejalan dengan era globalisasi dan lajunya pertumbuhan penduduk dewasa ini dapat di lihat pada pembangunan ekonomi khususnya di sektor peternakan, khususnya ternak potong.
Pangan asal hewan perlu diawasi untuk menjamin masyarakat agar memperoleh daging yang layak untuk dikonsumsi. Daging merupakan bahan pangan yang memiliki potensi biologi, fisik dan kimia yang dapat terjadi selama proses penyediyaannya dari pemotongan hingga tersaji di meja makan. Untuk menanggulangi hal tersebut, maka diperlukan perhatian khusus dalam penerapan kebersihan dan sanitasi selama proses penanganan hewan.
Tahapan yang penting dalam penyedia bahan pangan asal hewan terutama daging yang berkualitas dan aman adalah tahap di rumah potong hewan.RPH adalah suatu kompleks bangunan yang mempunyai desain dan kontruksi khusus yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan. Ketentuan mengenai RPH diatur dalam SK Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986 dan ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang rumah pemotongan hewan. RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh da halal, sebagai tempat pemotongan hewan yang benar, sebagai tempat pemantauan dan survailans penyakit hewan serta zoonosis.
Penanganan yang baik terhadap ternak diharapkan agar dapat menghasilkan produk daging yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Aman dimaksudkan agar daging yang dikonsumsi bebas dari bibit penyakit, sehat dimaksudkan daging memiliki zat-zat yang berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan. Utuh adalah daging tidak dicampurkan dengan bagian lain dari hewan tersebut atau hewan lain, dan halal adalah hewan dipotong sesuia dengan syari’at agama islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan lokasi TPH?
2. Bagaimana teknik pemotongan ternak sapi di lokasi TPH?
3. Bagaimana teknik pemotongan ternak kambing di lokasi TPH?
1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk melihat secara langsung dan membedakan teknik pemotongan ternak di lokasi TPH dan juga untuk melihat keadaan lokasi TPH.
1.4 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah memberi pengetahuan kepada mahasiswa tentang cara pemotongan ternak, mulai dari proses perebahan ternak, penyembelihan, pengulitan hingga pembagian karkas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah potong hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain ungags bagi konsumsi masyarakat luas (Manual kesmavet 1993).
Usaha pemotongan hewan adalah kegiatan – kegiaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan hokum yang melaksanakan pemotongan hewan selain ungags di rumah pemotongan hewan milik sendiri atau milik pihak lain atau menjual jasa pemotongan hewan (manual kesmavel, 1993).
Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum (Permentan No. 13 tahun 2010).
Pemeriksaan ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwewenang (Permentan No. 13 tahun 2010).
Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang terdiri dari pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan, penyelesaian penyembelihan, dan pemeriksaan post-mortem (Permentan No. 13 tahun 2010).
Daging adalah bagian – bagian hewan yang disembelih atau dibunuh dan lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain daripada pendinginan atau bagian – bagian hewan potong yang disembelih termasuk isi rongga perut dan dada yang lazim dimakan manusia (Manual kesmavet 1993).
Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman dan layak dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang dan daging tanpa tulang, dapat berupa daging segar hangat, segar dingin (chilled), atau karkas beku (Permentan No. 13 tahun 2010)
Pemeriksaan post-mortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwewenang.

BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
a. Waktu dan tempat pelaksanaan pemotongan ternak sapi
Waktu : Praktikum dilakukan pada hari Senin, 25 Sepetember 2017, Pukul 03.55 sampai Pukul 05.26.
Tempat : Di Tempat Potong Hewan Biawu, Kota Gorontalo.
b. Waktu dan tempat pelaksanaan pemotongan ternak kambing
Waktu : 31 Oktober 2017 pukul 06:00 sampai pukul 08:00 WITA.
Tempat: RPH Colorado
3.2 Alat Dan Bahan
Alat : Alat Tulis dan Dokumentasi
Bahan : Ternak Sapi 2 ekor dan ternak kambing
3.3 Metode Praktikum
1. Melihat dan mendokmentasi Keadaan Lokasi TPH.
2. Melihat dan mendokumentasi cara penyembelihan ternak.
3. Membandingkan teknik pemotongan hewan di TPH dengan yang di RPH.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Lokasi TPH
1. Persyaratan lokasi.
Menurut Permentan Nomor 13 tahun 2010 pasal 6 ayat 2 (dua), bahwa lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut :
1. Tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu dan kontaminan lainnya.
2. Tdak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan.
3. Letaknya lebih rendah dari pemukiman.
4. Mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan pemotongan hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi.
5. Tidak berada dekat industry logam dan kimia.
6. Mempunyai lahan yang cukup untuk pengembanagan RPH.
7. Terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH babi atau dibatasi dengan pagar tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu lintas orang, alat dan produk antar rumah potong.

Gambar 1. TPH Biawu tampak depan

Berdasarkan apa yang telah dilihat saat praktikum, lokasi TPH Biawu sudah memenuhi 70 % persyaratan lokasi RPH. Untuk 30% masih kurang, karena dilihat dari lokasi sudah tidak terdapat lahan untuk pengembangan TPH, hal ini karena TPH tersebut terletak di depan rumah warga, samping kiri dan kanan adalah rumah warga, dan depan TPH adalah jalan. Untuk syarat RPH yang ke-7, kami tidak sempat menanyakan, apakah ada RPH/TPH babi disekitar lokasi atau tidak. Namun dari yang kami lihat bahwa TPH Biawu ini tidak memiliki pagar yang tingginya 3 (tiga) meter.
2. Sarana pendukung.
RPH harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung paling kurang meliputi:
a. Akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kenderaan pengangkut hewan potong dan kenderaan daging.
b. Sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah cukup, paling kurang 1000 liter/ekor/hari.
c. Sumber tenaga listrik yang cukup dan tersedia terus menerus.
d. Fasilitas penanganan limbah padat dan cair (Permentan No.13 tahun 2010).

Gambar2. Jalan di bagian depan TPH

Figure 3. Akses jalan menuju TPH

Gambar4. Pembuangan Limbah
Berdasarkan observasi yang dilakukan, TPH biawu sudah baik dan sudah memenuhi syarat dalam hal akses jalan yang baik dan juga sumber listrik. Hal ini karena jalan menuju TPH ini sudah terdapat di depan TPH dan sangat baik untuk dilalui kenderaan pengangkut ternak karena jalannya luas/lebar. Sumber listriknya cukup memadai. Instalasi penanganan limbah padat maupun cair belum sempurna, seperti yang kami lihat bahwa limbah kotoran ternak dan hasil pencucian ternak hanya dibuang dan mengalir ke selokan tanpa diketahui muaranya kemana.TPH harus menyediakan instalasi pengelolaan limbah, agar penanganan limbah dapat lebih optimal. Ini harus dilakukan karena TPH hampir setiap harinya memproduksi limbah yang sama. Untuk itu perlu dibuat pembuangan limbah agar tidak mencemari tanah dan lingkungan sekitar. Dengan demikian, pembuangan limbah di TPH ini tidak sesuai dengan prosedur yang menyatakan bahwa RPH/TPH harus mempunyai bak pengendap pada saluran pembuangan yang menuju sungai atau selokan sehingga limbah cairan yang keluar dari RPH/TPH aman bagi lingkungan.
3. Menurut Permentan Nomor 13 tahun 2010 pasal 11 ayat 7 (tujuh) bahwa lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi.

Gambar5. Lantai TPH
Lantai di TPH Biawu terbuat dari keramik yang keras, kedap air, tidak licin, dan mudah dibersihkan. Dengan demikian, lantai TPH sudah memenuhi syarat pasal 11 ayat 7 (tujuh).
Fungsi dari RPH yaitu untuk mendukung peningkatan permintaan akan daging hasil olahannya serta tetap menjamin kesehatan masyarakat dari produk ternak maka RPH memegang peranan penting sebagai sarana atau piranti yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat dalam usaha penyediaan daging aman (safe), sehat (sound), utuh (wholesomeness), halal (grinds, 2001) dan berdaya saing tinggi (grossklaus, 1992).
Menurut lestari (1994) bahwa rumah pemotongan hewan mempunyai fungsi antara lain sebagai berikut:
a. Sarana strategis tata niaga ternak ruminansia, dengan alur dari peternakan, pasar hewan, RPH yang merupakan sarana akhir tata niaga ternak hidup, pasar swalayan/pasar daging dan konsumen yang merupakan sarana awal tata niaga hasil ternak.
b. Pintu gerbang produk peternakan berkualitas, dengan dihasilkan ternak yang gemuk dan sehat oleh petani sehingga mempercepat transaksi yang merupakan awal keberhasilan pengusaha daging untuk dipotong di RPH terdekat.
c. Menjamin penyediaan bahan makanan hewan yang sehat, karena di RPH hanya ternak yang sehat yang bisa dipotong.
d. Menjamin bahan makanan hewani yang halal, dengan dilaksanakannya tugas RPH untuk memohon ridho Yang Maha Kuasa dan perlakuan ternak tidak seperti benda atau yang manusiawi.
e. Menjamin keberadaan menu bergizi tinggi, yang dapat memperkaya masakan khas Indonesia dan sebagai sumber gizi keluarga/rumah tangga.
f. Menunjang usaha bahan makanan hewani, baik di pasar swalayan, pedagang kaki lima, industry pengolahan daging dan jasa boga.

4.2 Teknik Pemotongan ternak sapi di TPH
1. Pengistirahatan hewan.
Hewan yang akan disembelih harus dilakukan pengistirahatan minimal 12 jam sebelum dilakukan keputusan penyembelihan. Hewan sebaiknya diletakkan pada tempat yang nyaman, teduh, tidak diberi pakan atau dipuasakan selama 8 jam supaya isi perut (feses) dapat keluar, sehingga pada saat disembelih hewan dapat meminimalkan cemaran dari digesta. Istirahat pada hewan ditujukan agar darah terkonsentrasi pada peredaran darah besar sehingga pada penyembelihan darah hewan dapat tuntas keluar.

Gambar6. Pengistirahatan Ternak
Saat kami tiba di lokasi TPH, kami melihat ternak sudah diistirahatkan di tempat pemotongan. Posisi ternak sedang berdiri, tetapi kepalanya tertunduk. Ternak juga tidak diberi makan.Hal ini sudah sesuai ddengan teori bahwa ternak sebelum dipotong harus diistirahatkan terlebih dahulu.
2. Pemeriksaan ante-mortem
Pada saat ternak beristirahat,pemeriksaan ante-mortem sudah mulai dijalankan. Pemeriksaan ante-mortem ini sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu proses pencegahan penularan penyakit terhadap konsumen.dalam hal ini pemeriksa harus memiliki pengetahuan mengenai kesehatan masyarakat dan juga cukup berpengalaman dalam menangani ternak-ternak yang dipotong. Hal lain yang juga penting yaitu perlakuan terhadap ternak itu sendiri.
Pada pemeriksaan ante-mortem, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1. Mengidentifikasi dan menyingkirkan pemotongan ternak-ternak yang terkontaminasi penyakit terutama penyakit yang dapat menulari manusia yang mengkonsumsinya.
2. Mengidentifikasi dan memisahkan pemotongan ternak yang dicurigai terkontaminasi/terserang penyakit, dengan syarat dagingnya baru bisa dijual bila telah dilakukan pemeriksaan post-mortem dan ternak-ternak ini harus dipotong terpisah dengan ternak-ternak lain yang nyata sehat.
3. Mencegah agar ternak yang kotor tidak memasuki rumah potong. Hal ini untuk mencegah agar lantai rumah potong tidak kotor. Ternak yang kotor dalam rumah potong akan menjadi sumber kontaminasi/penyebaran bakteri yang peluangnya sangat tinggi terhadap karkas yang selanjutnya dapat menulari konsumen.
Pemeriksaan ante-mortem yang lebih mendalam meliputi :
1. Kondisi gigi geligi, warna, bau mulut.
2. Kondisi mata, apakah merah, pucat atau mempunyai tahi mata.
3. Telinga tegak atau turun, bau telinga.
4. Cuping hidung basah atau kering.
5. Suhu tubuh.
6. Bagian anus atau ekor apakah kotor bekas tinja.
7. Pernafasan meliputi tipe nafas, jumlah frekuensi respirasi.
8. Tanda-tanda yang menimbulkan kecurigaan pada kulit, abses, kudis dll.
9. Turgor kulit.
10. Gangguan gerak.
Saat tiba di lokasi, kami tidak melihat adanya pemeriksaan ante-mortem yang dilakukan. Mungkin karena kami tiba di lokasi sudah terlalu pagi dan juga kami tidak sempat menanyakan apakah ada pemeriksaan ante-mortem atau tidak.

3. Persiapan penyembelihan
Prinsip utama yang harus dipegang oleh operator pemotongan ternak adalah melakukan pemotongan atau pengeluaran darah melalui prosedur yang membuat ternak tidak merasa takut, tertekan apalagi menimbulkan perlawanan dari ternak yang akan dipotong.
Sebelum dipotong hewan seharusnya dicuci atau disemprot air terlebih dahulu, sehingga tubuh ternak menjadi bersih dan dingin yang akan membantu proses penyembelihan.lokasi penyembelihan harus dalam keadaan bersih, disiram air dan tersedia peralatan yang diperlukan misalnya rantai, ring, tali, pisau potong yang tajam dan alat gantung.

Gambar7. Pisau potong
Berdasarkan observasi, kami melihat bahwa ternak tidak dimandikan/tidak dicuci dengan air. Hanya lantai yang di cuci dengan air. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ternak harus dicuci atau disemprotkan dengan air sebelum dipotong.
4. Penyembelihan.
Persyaratan teknis penyembelihan menurut fatwa MUI yakni :
Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang tajam pada bagian ventral leher (8-10 cm di belakang lengkung rahang bawah) sehingga trachea, vena jugularis-arteria communis dan oesophagus terpototng sekaligus.
Langkah-langkah dalam proses penyembelihan yakni:
1). Merobohkan sapi dengan cara tertentu yang telah diatur dengan bantuan ring dan tali usahakan tidak dibanting terlalu keras.
Dari observasi kami bahwa di lokasi TPH ini perobohan ternak dilakukan menggunakan tali temali yang diikatkan pada tubuh ternak. Sebelumnya kepala ternak sudah tertunduk karena tali di hidung ternak terikat pada tembok bagian bawah, kurang lebih 30 cm diatas lantai. Sehingga saat perobohan ternak tidak terlalu bergerak karena kepalanya sudah terlebih dahulu terikat. Setelah perobohan, tali yang mengikat ternak diikatkan ke tiang. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa merobohkan ternak dibantu dengan ring dan tali.

2). Penyembelihan dilakukan dengan pemotongan vena jugularis sehingga darah dapat keluar dengan sempurna dengan darah yang ditampung dalam bak/ember. Upayakan darah keluar dengan segera secara total dari tubuh hewan. Untuk itu posisi leher saat dipotong haruslah lebih rendah daripada posisi badan.

Gambar 9. Penyembelihan ternak.

3). Dengan dibantu air untuk membersihkan kulit luar mulai dilakukan pengulitan, dan mulai di tarik dengan kait untuk digantung

Beberapa yang harus diingat adalah pisau sebagai alat potong haruslah benarbenar tajam sehingga dalam proses pemotongan dapat dengan segera memutus pembuluh darah (vena & arteri jugularis), kerongkongan (oesophagus) dan batang tenggorok (trachea). Hewan juga tidak mengalami kesakitan yang berkepanjangan. Ucapkan niat dan Asma Allah sebagai prasyarat pemotongan halal. Konsultasikan dengan ahli agama tentang syarat-syarat pemotongan halal.
4). Tubuh dibelah menjadi dua, buka bagian rongga perut dan rongga dada.
Dari observasi kami, tubuh ternak sapi hanya dibelah di bagian perut saja, kemudian isisnya dikeluarkan. Rongga dada tidak dibelah, hanya dikeluarkan isinya melalui rongga perut yang sudah terbuka.
5). Bagian-bagian organ atau tenunan yang berlemak di keluarkan.

6). Eviscerasi dilakukan tanpa melukai supaya tidak mengotori karkas

Gambar 12. Pengeluaran isi rongga dada dan perut.

Gambar 13. Pemisahan jeroan
5. Pembelahan karkas
Setelah isi rongga dada dan rongga perut dikeluarkan, karkas dibagi menjadi dua bagian yaitu belahan kiri dan kanan. Pembelahan dilakukan sepanjang tulang belakang dengan menggunakan kapak yang tajam. Di rumah potong yang modern sudah ada yang menggunakan “automatic cattle splitter”.
Di TPH tempat kami melakukan observasi, karkas tidak dibelah, melaikan dipotong menjadi beberapa bagian yakni dari bagian panggul sampai kaki dipisahkan atau dipototng kemudian ditimbang. Begitu juga dengan kaki bagian depan, dari bahu sampai kaki dipototng lalu ditimbang. Setelah itu digantung dan dipisahkan daging dari tulang.

Gambar 14. Pemotongan karkas

Gambar 15. Penimbangan karkas
6. Penggantungan karkas
Peneliti-peneliti daging telah menemukan bahwa cara menggantung karkas juga berpengaruh terhadap keempukan beberapa macam otot.
a). Bila karkas digantung pada tendon Achilles, maka otot psoas mayor yang harganya mahal akan lebih panjang 50% dibandingkan dengan yang normal dan selama rigor mortis otot ini tidak berkontraksi sehingga akan lebih empuk. Namun menggantung dengan cara ini beberapa otot lainnya dibagian proximal hind limb (kaki belakang bagian atas) akan berkontraksi dibawah normal 9lebih pendek) selama rigormortis sehingga otot-otot ini akan lebih keras dari biasanya,
b). Menggantung karkas pada abdurator foramen akan membatasi kontraksi dari beberapa otot penting, salah satunya adalah longissimus dorsi (loin). Dengan menggantung karkas seperti ini, hind limb ( kaki belakang) akan turun dan tulang belakang akan lurus, hasilnya otot pada hind limb dan sepanjang sisi luar tulang belakang akan memanjang.

Gambar 16. Penggantungan karkas
Dari hasil observasi kami, karkas yang sudah dipisah-pisahkan digantung pada kawat berbentuk S pada ujung kaki.
7. Pemisahan daging dari tulang
Pemisahan daging dari tulang dilakukan dalam keadaan karkas yang tergantung. Apabila tidak memungkinkan digantung, dapat dilakukan dilantai dengan meletakkanya diatas alas yang bersih. Jangan sampai ada kotoran yang mencemari karkas.

Gambar17. Pemisahan daging dari tulang
Berdasarkan hasil observasi kami, pemisahan daging dari tulang di TPH Biawu ini dilakukan diatas meja bersih yang alasnya terbuat dari porselen.

Gambar18. Meja untuk pemisahan daging dari tulang
8. Perampungan pemotongan

9. Pembersihan kembali lokasi TPH

Gambar19. Pembersihan lokasi TPH
10. Pengangkutan jeroan

Figure 20. Pengangkutan jeroan
4.3 Teknik pemotongan ternak kambing di TPH
1. Cara Pengistirahatan/Pemuasaan
Kambing yang akan dipotong sudah dipelihara sendiri oleh petugas RPH dan tidak dilakukan pemuasaaan.
2. Cara Pemingsangan
Sebelum dipotong kambing tidak dilakukan pemingsanan karena petugas RPH belum mengetahui teknik tersebut dan biaya yang mahal untuk menggunakan teknik tersebut.
3. Cara Penyembelihan
Penyembelihan diawali dengan perobohan ternak yaitu dengan memegang kedua kaki depan kambing kemudian dilanjutkan dengan kedua kaki belakang kambing. Kemudian setelah kaki dipegang ternak kambing direbahkan atas tempat penyembelihan untuk disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan memotong saluran pernapasan, saluran makanan, vena jugularis dan arteri karotid.
4. Cara Pengulitan
Cara pengulitan yang dilakukan dengan kambing digantung dengan bagian leher di bawah, kemudian di sayat pada bagian keempat kaki, dan dilanjutkan dengan sayatan pada bagian dada sampai pada punggung.Setelah selesai pengulitan, kulit dilipat dan dimasukkan ke bak untuk pengolahan lebih lanjut.

5. Cara Eviserasi
Cara eviserasi yang dilakukan dengan membelah rongga perut dan rongga dada dan mengambil semua isi rongga dada dan rongga perut. Eviserasi dimulai dengan menyayat pada bagian pelana, yaitu bagian di atas lubang pengeluaran sampai dada dengan hati-hati agar tidak memotong intestinum.
6. Cara Karkasing
Proses pemotongan bagian-bagian tubuh dari kambing dilakukan dengan memotong bagian shank depan sampai pada bagian bahu (foresaddle), memotong dada dan leher, kemudian memotong loin dan daging pada punggung (hindsaddle). Setelah itu dilakukan penimbangan karkas.
7. Cara Pelayuan
RPH tempat praktikum tidak melakukan proses pelayuan, karena ternak yang telah selesai proses pemotongan sampai karkasing akan segera diambil oleh pedagang-pedagang untuk langsung dijual. Ternak kambing yang disembelih merupakan ternak yang sudah dipesan oleh pedagang.
8. Cara Penanganan Kepala dan Kaki
Penanganan kepala dan kaki dilakukan dengan cara kepala dikuliti kemudian dibelah dan dijual. Sedangkan untuk kaki dipotong-potong kemudian di ambil oleh pembeli. Hal ini karena kambing yang disembelih merupakan pesanan dari pembeli.
9. Cara Penanganan Darah
Cara penanganan darah kambing yaitu dengan menampung darah yang keluar dari proses pemotongan ternak kambing ke dalam bak yang telah disediakan dan dialirkan keselokan tanpa penanganan lebih lanjut.
10. Cara Penanganan Jeroan
Penanganan jeroan dan organ lain dipotong pada tempat yang terpisah dengan tempat pemotongan daging dan segera dibersihkan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi bakteri pada jeroan akan mencemari daging.

11. Peralatan yang Digunakan
• Pisau
• Selang air
• Tali
• Bak penampung jeroan
• Timbangan
• Alat penggantung
• Ember penampung darah
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pemotongan Sapi
1. Cara Pengistirahatan/Pemuasaan
Di RPH Andalas I sebelum dilakukan pemotongan, ternak sapi diistirahatkan di halaman RPHdan dilakukan pemuasaan. Pengistirahatan ternak bertujuan agar ketika disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan ternak tidak mengalami stress. Pengistirahatan di RPH Andalas I dilakukan selama 12 jam, pengistirahatan selama 12 jam ini sudah cukup untuk mengurang stress pada ternak sehingga pada saat pemotongan, darah dapat keluar dengan lancar.
Selama pengistirahatan dilakukan pemeriksaan ante mortem yaitu pemeriksaan penyakit dan abnormalitas pada ternak sebelum dipotong biasanya dilihat dari fisiknya terhadap penyakit yang diderita, pernafasan dan pemeriksaan feses. Umumnya penyakit yang menyerang adalah penyakit cacingan dan kaskado. Pemuasaan pada ternak sapi sebelum dipotong di RPH Andalas I dilakukan dengan tujuanagar pada saat disembelih tidak ada aktivitas dalam saluran pencernaan yang menghasilkan sisa pencernaan berupa feses yang dapat menjadi sarana perkembangbiakan bakteri.
2. Cara Pemingsangan
Pemingsanan (Stunning) pada sapi tidak dilakukan di RPH Andalas I. Sebab petugas di RPH belum memiliki alat tersebut dan untuk menyediakannya memerlukan biaya yang mahal. Sehingga RPH tersebut belum menggunakan pemingsangan sebelum proses penyembelihan dilakukan.
3. Cara Penyembelihan
Sebelum dilakukan penyembelihan, sapi terlebih dahulu direbahkan ke arah timur dengan mengikat keempat kaki dan moncongnya, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses penyembelihan dan keamanan dalam melaksanakan proses penyembelihan karena di RPH ini pemingsanan pada sapi tidak dilakukan. Kemudian penyembelihan dilakukan dengan meletakkan pisau pada leher dan memotong pembuluh arteri karoted dan vena jugularis.
Cara penyembelihan sudah sesuai dengan teori Soeparno (1998) yang menyatakan bahwa pemotongan secara langsung ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus. Begitu pula yang dilakukan di RPH Andalas I yaitu penyembelihan dilaksanakan dengan memotong kerongkongan, jalan pernapasan dan dua urat darah pada leher. Selanjutnya dilakukan penyembelihan dengan posisi ternak menghadap kiblat dan lehernya tepat di atas lubang pembuang darah, sehingga menyebabkan darah keluar langsung mengalir ke sungai.
4. Cara Pengulitan
Pengulitan dilakukan di lantai yang diawali dengan membuka kulit pada masing-masing pergelangan kaki depan dan dilanjutkan dengan kaki belakang kemudian menyayat serta membuka kulit pada daerah dada dan perut dengan menggunakan pisau pengulitan. Setelah itu sedikit demi sedikit sapi ditarik sambil dilakukan pengulitan pada bagian punggung sampai selesai dan kemudian dipisahkan ke empat kakinya lalu digantung. Metode ini telah sesuai dengan teori yang ada yaitu, pengulitan dimulai setelah dilakukan pemotongan kepala dan keempat kaki bagian bawah. Pengulitan di RPH Andalas I dilakukan oleh satu orang saja.
5. Cara Eviserasi
Eviserasi merupakan pengeluaran organ dalam dengan membelah rongga dada sampai abdominal dengan menggunakan pisau, setelah terbelah maka dikeluarkan saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Tujuan dari eviserasi adalah mengeluarkan organ pencernaan (rumen, intestinum, hati, empedu) dan isi rongga dada (jantung, esophagus, paru dan trachea).
Eviserasi di RPH Andalas I dilakukan bersamaan dengan proses pengulitan yaitu dengan cara kaki depan dan belakang sebelah kanan digantung kemudian eviserasi dilakukan dengan cara membelah rongga dada dan rongga perut dengan membuat sayatan sepanjang ventral tengah abdominal, lalu mengeluarkan rongga perut yang terdiri dari intestinum, mesentrium, rumen dan bagian lain dari lambung, hati, empedu dan kandung kemih, diafragma dibuka dan kemudian mengeluarkan rongga dada yang terdiri dari jantung, paru dan trakea.
6. Cara Karkasing
Langkah-langkah karkasing yang dilakukan di RPH Andalas I tidak sesuai dengan teori yang ada yaitu pembelahan dilaksanakan dengan membagi karkas menjadi dua bagian sebelah kanan dan kiri dengan menggunakan gergaji tepat pada garis tengah punggung. Karkasing di RPH Andalas I dilakukan dengan cara memisahkan ke empat kaki kemudian digantung. Sedangkan daging yang masih menempel pada tulang dipisahkan kemudian dilakukan penimbangan.
7. Cara Pelayuan
Tujuan dari pelayuan adalah untuk mengurangi suhu daging dan mendinginkan serta mempermudah proses grading (penilaian kualitas karkas). Di RPH Andalas I tidak dilakukan pelayuan, sebab daging yang telah dipotong langsung dibeli konsumen dan dipasarkan.
8. Penanganan Kepala dan Kaki
Penanganan kepala dan kaki dilakukan dengan cara kepala dikeluarkan kulitnya dan langsung dijual kepada konsumen. Sedangkan untuk kaki tidak dipisahkan dari pahanya, jadi kaki tidak lagi dilakukan penanganan melainkan langsung dijual kepada konsumen.

9. Penanganan Darah
Penanganan darah di RPH Andalas I tidak dilakukan pengolahan ataupun penanganan melainkan langsung dialirkan ke lubang pembuangan darah yang langsung menuju ke sungai di depan RPH tersebut.
10. Penanganan Isi Rumen
Setelah rumen dikeluarkan dari rongga perut maka selanjutnya ditaruh ke lantai tempat pemotongan yang selanjutnya dilakuan pembersihan dengan air bertekanan tinggi. Isi rumen dikeluarkan dan langsung dialirkan ke sungai yang ada di depan RPH.
11. Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan pada pemotongan sapi di RPH Andalas I adalah:
• Pisau digunakan untuk menyembeli dan memotong karkas setelah penyembelihan serta untuk menguliti.
• Selang air digunakan untuk mengalirkan air untuk pembersihan jeroan dan lantai RPH.
• Tali digunakan untuk mengikat sapi yang akan dirobohkan sebelum penyembelihan dilakukan.
• Bak penampung jeroan digunakan untuk menampung jeroan yang dilakukan ketika proses eviserasi.
• Timbangan digunakan untuk menimbang karkas sapi yang dihasilkan.
• Alat penggantung digunakan untuk menggantung kaki sapi setelah dipisahkan yang selanjutnya diambil oleh pembeli.

4.2.2 Pemotongan Kambing
1. Cara Pengistirahatan
Kambing yang akan dipotong sudah dipelihara sendiri oleh petugas RPH. Sebelum dilakukan pemotongan kambing, RPH Colorado melakukan pengistirahatandan tidak dipuasakan. Tujuan dari pengistirahatan adalah agar kambing tidak mengalami stress sehingga pada saat disembelih darah dapat mengalir sempurna dan menghasilkan karkas yang bermutu baik. Tidak dilakukannya pemuasaan bertolak belakang dengan teori yang ada.
Pada saat proses pengistirahatan ini dilakukan pemeriksaan antemortem yang dilakukan oleh petugas RPH. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kambing yang terserang penyakit yang berbahaya dan membahayakan konsumen bila dikonsumsi. Pemeriksaan sebelum penyembelihan (ante mortem) dilakukan pada saat ternak akan disembelih yang bertujuan agar hanya hewan yang sehat saja yang disembelih.
2. Cara Pemingsanan
Pada pemotongan kambing di RPH Colorado tidak dilakukan pemingsanan, karena petugas belum memahami teknik pemingsangan dan juga RPH tersebut masih tergolong sederhana, sehingga belum menggunakan teknik tersebut karena mungkin memerlukan biaya yang mahal.
3. Cara Penyembelihan
Penyembelihan dilakukan dengan cara konvensional dengan merebahkan kambing di atas meja tempat penyembelihan kemudian memotong leher pada bagian pangkal agar darah lebih cepat keluar dan kambing cepat mati. Pemotongan dilakukan dengan memotong saluran makanan, saluran pernapasan, vena jugularis dan arteri karotid.
Pada saat penyembelihan kambing harus setenang mungkin, kemudian kepala ditekan dengan satu tangan, dan tangan lain mengarahkan ujung pisau pada tenggorokan dibelakang rahang. Dengan satu gerakan mata pisau memotong pembuluh darah leher (urat nadi) dan darah terpancar keluar.
Kambing yang dipotong harus putus saluran kerongkongan (Oesophagus) saluran pernafasan (Trachea) dan saluran urat darah nadi.
4. Cara Pengulitan
Cara pengulitan yang dilakukan di RPH Colorado adalah dengan kambing digantung dengan bagian leher di bawah, kemudian di sayat pada bagian keempat kaki, dan dilanjutkan dengan sayatan pada bagian dada sampai pada punggung.
5. Cara Eviserasi
Cara eviserasi yang dilakukan dengan membelah rongga perut dan rongga dada dan mengambil semua isi rongga dada dan rongga perut. Eviserasi dimulai dengan menyayat pada bagian pelana, yaitu bagian di atas lubang pengeluaran sampai dada dengan hati-hati agar tidak memotong intestinum.
Pembedahan isi perut dimulai dari poros usus dubur. Poros usus dekat dubur diikat dengan tali yang kuat. Kemudian potong batang tenggorokan, lalu bagian sekat rongga dada. Dengan demikian semua isi rongga perut dan dada kambing jatuh bersamaan.
6 Cara Karkasing
Karkasing merupakan proses pemotongan bagian-bagian tubuh dari kambing. Karkasing dilakukan dengan memotong bagian shank depan sampai pada bagian bahu, memotong dada dan leher, kemudian memotong loin dan daging pada punggung. Potongan primal karkas dari kambing/domba terdiri dari neck (leher), shoulder (bahu), shank depan, breast (dada), flank paha, rack (rusuk) dan loin.
Menurut Anonim dalam Saputro (2014) deboning (pemisahan daging dan tulang) sebaiknya menggunakan meja potong atau dapat pula dilakukan tetap dalam keadaan tergantung atau ditempat teduh yang dialasi plastik bersih dan dipotong-potong sesuai dengan yang diinginkan. Daging segera dipisahkan dengan jeroan atau organ-organ lain. Jeroan dan organ-organ lain dipotong pada tempat yang terpisah dengan tempat pemotongan daging dan segera dibungkus.
7. Cara Pelayuan
Di RPH Colorado pelayuan tidak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kambing yang sudah dipesan oleh pembeli sehingga setelah penyembelihan daging dan semua produk hasil penyembelihan langsung diambil oleh pembeli.
8. Penanganan Kepala dan Kaki
Penanganan kepala dan kaki dilakukan dengan cara menguliti kepala kemudian dibelah-belah dan diberikan langsung kepada pembeli yang sudah memesan kambing tersebut, sehingga tidak dilakukan peanganan lebih lanjut.
9. Cara Penanganan Darah
Di RPH Colorado tidakdilakukan penanganan darah melainkan darahyang keluar dari proses pemotongan ternak kambing dialirkan ke bak yang telah disediakan kemudian dialirkan kesaluran pembuangan.
Hal ini disebabkan karena tidak ada yang membutuhkan darah kambing, sehingga darah hasil penyembelihan tidak ditangani lebih lanjut.
10. Penanganan Isi Rumen
Penanganan isi rumen hasil penyembelihan tidak dilakukan pengolahan. Melainkan Isi rumen langsung dibuang ke tempat penampungan limbah.
11. Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan untuk pemotongan ternak kambing di RPH Colorado adalah:
• Pisau untuk memotong kambing dan menguliti
• Selang air untuk mengalirkan air yang digunakan untuk membersihkan karkas dan jeroan.
• Bak penampung jeroan untuk menampung jeroan yang dihasilkan dari proses penyembelihan.
• Timbangan digunakan untuk menimbang karkas yang dihasilka.
• Alat penggantung digunakan untuk menggantung kambing untuk dikuliti.


BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil observasi kami, dapat disimpulkan bahwa, keadaan lokasi TPH Biawu belum 100% optimal. Begitu juga dengan teknik-teknik pemotongannya. Hal ini karena ada banyak hal yang masih harus dibenahi. Baik dari keadaan lantainya, instalasi pengelolaan limbah,dan Kebersihan/kesterilan lantai tempat pemotongan.
5.2 SARAN
Dari kesimpulan diatas, kami dapat menyarankan agar beberapa hal yang masih perlu dibenahi harus dilakukan perbaikan, terutama lingkungan TPH yang masih belum memenuhi standar, tujuannya agar TPH Biawu dapat berfungsi secara optimal, dan menghasilkan daging-daging yang higienis dan halal.

DAFTAR PUSTAKA
Peraturan menteri Pertanian, No.13/Permentan/OT.140/1/2010

Tips menjadi peternak sukses

05 September 2014 16:43:23 Dibaca : 44

Bagi para peternak biasa yang ingin menjadi pengusaha besar..

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong