KATEGORI : -PSIKOLOGI

Masa Pubertas

21 March 2013 02:38:19 Dibaca : 2394

Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja dan pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ- organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.[1]

 

Pubertas adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual.[2] Pada masa ini memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Pada wanita pubertas ditandai dengan menstruasi pertama (menarche), sedangkan pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah.

 

Pubertas berasal dari kata bubescere artinya mendapatkan pubes atau rambut kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menampakkan perkembangan seksual.[3]

 

Pubertas adalah perubahan cepat pada kematangan fisik yang meliputi perubahan tubuh dan hormonal yang terutama terjadi selama masa remaja awal.[4]

 

Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan di atas dapat kita simpulkan bahwa, masa pubertas adalah masa dimana anak mengalami perkembangan yang sangat cepat pada kematangan fisik, hormone seksualitas, dan perkembangan organ – organ seksual serta organ – organ reproduksi remaja.

 

B. Perkembangan – perkembangan pada Masa Puber

 

Perkembangan pada masa pubertas meliputi hal sebagai berikut, antara lain:

 

a. Perkembangan Fisik

 

Perubahan tubuh pada remaja melingkupi perubahan tinggi, berat, penyebaran lemak dan otot, sekresi kelenjar dan karakteristik seksual yang akan berlangsung terus hingga masuk ke masa dewasa. Pada masa pubertas biasanya cewek mengalami menstruasi (menarche) pertamanya dan cowok mengalami ejakulasi pertamanya.[1]

 

b. Perkembangan Emosi

 

Masa puber merupakan masa emosi yang bergejolak. Remaja sangat peka dan menunjukkan reaksi yang kuat pada berbagai peristiwa dan situasi sosial. Dan bila sedang meledak, emosinya sering tidak proporsional.Ciri emosi lain pada remaja; ambivalensi dalam perasaan. Acapkali mengalami perasaan yang saling bertentangan –sayang dan benci, perhatian tapi juga apatis pada berbagi orang/peristiwa. Ketidak stabilan perasaan ini seringkali menimbulkan kebingungan, frustasi dan kejengkelan dalam diri remaja, dan makin membuatnya meledakledak.

 

c. Perkembangan Sosial

 

Masa Puber adalah masa mencari jati diri untuk menghadapi kedewasaan kelak. Terlihat; secara bertahap melepaskan ketergantungannya pada orang tua, namun untuk mendapatkan rasa aman biasanya dengan cara membuat kelompok dengan teman sebaya.[2] Itu sebabnya pada masa remaja teman sebaya menjadi sangat penting dalam kehidupan anak. Kelompoklah yang memegang peranan apakah si remaja dapat diterima atau disisihkan.Dalam kelompok inilah mereka belajar bergaul dengan lawan jenis, dengan dukungan teman-teman sejenisnya. Baru pada tahapan-tahapan remaja berikutnya mereka mulai tertarik untuk bergaul dengan lawan jenis secara individual.

 

d. Perkembangan Intelektual

 

Pada masa pubertas telah mencapai perkembangan mental yang memungkinkan mereka untuk berpikir dengan cara berpikir orang dewasa. Mereka tidak lagi terikat pada hal-hal konkrit dan nyata semata. Mereka mulai mampu memahami relativitas; belum tentu; tergantung; seandainya…dan sebagainya..

 

e. Perkembangan Moral

 

Masa pubertas biasanya mulai sering mempertanyakan banyak hal tentang nilai-nilai dalam kehidupan, terutama saat orang dewasa dianggap tidak memberikan jawaban jujur. Pada dasarnya dalam usia ini, cenderung idealis dan memiliki perasaan keadilan tinggi dalam hubungannya antar manusia.

 

f. Perkembangan Biologis dan Psikologis

 

Adapun pada perkembangan Biologis dan Psikologis ini dibedakan menjadi 2 antara, antara lain:

 

1. Ciri-ciri seks primer

 

Perkembangan organ-organ seks wanita ditandai dengan adanya haid pertama atau “menarche” yang disertai dengan berbagai perasaan tidak enak bagi yang mengalaminya.

 

Haid (menstruasi) yang pertama kali dia alami pada usia 9 tahun. Jika dilihat dari usianya saat ia mengalami menstruasi, ia masih dalam masa kanak-kanak akhir. Cukup mengejutkan dirinya saat ia mengalami menstruasi pertama, karena usia dan sifatnya yang masih kekanak-kanakan.

 

Setelah menstruasi itu ia alami beberapa kali, ia mulai bisa dan mengerti bahwa dirinya telah tumbuh menjadi seorang remaja. Sedikit demi sedikit dan perlahan demi perlahan ia mulai bisa meninggalkan kebiasaan sifat kekanak-kanakannya.

 

2. Ciri-ciri seks sekunder

 

Gejala yang mulai ditunjukkan dari dirinya yaitu :

 

a) Pinggul yang membesar dan membulat

 

b) Dada yang semakin nampak menonjol

 

c) Tumbuhnya rambuh di daerah kelamin, ketiak, lengan dan kaki

 

d) Perubahan suara dari suara kanak-kanak menjadi lebih merdu (melodius)

 

e) Kelenjar keringat lebih aktif dan sering tumbuh jerawat

 

f) Kulit menjadi lebih besar dibanding kulit anak-anak.

 

 

C. Tugas Perkembangan Masa Pubertas

 

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa (fase) remaja. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu, dan merupakan masa transisi yang dapat diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka, dalam Pikunas, 1976; Kaczman & Riva, 1996). Masa remaja ditandai dengan cirri – ciri sebagai berikut, antara lain:

 

  1. berkembangnya sikap dependen kepada orangtua ke arah independent
  2. minat seksualitas;
  3. kecenderungan untuk merenung atau memperhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika, dan isu-isu moral (Salzman dan Pikunas, 1976).[1]

 

Erikson (Adams & Gullota, 1983:36-37; Conger, 1977: 92-93) berpendapat bahwa remaja merupakan masa remaja merupakan masa berkembangnya identity. Identity merupakan vocal point dari pengalaman remaja, karena semua krisis normatif yang sebelumnya telah memberikan kontribusi kepada perkembangan identitas ini.[2] Erikson memandang pengalaman hidup remaja berada dalam keadaan moratorium, yaitu suatu periode saat remaja diharapkan mampu mempersiapkan dirinya untuk masa depan, dan mampu menjawab pertanyaan ‘siapa saya?’.[3] Dia mengingatkan bahwa kegagalan remaja untuk mengisi atau menuntaskan tugas ini akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya.

 

Apabila remaja gagal dalam mengembangkan rasa identitasnya, maka remaja akan kehilangan arah, bagaikan kapal yang kehilangan kompas. Dampaknya, mereka mungkin akan mengembangkan perilaku yang menyimpang (delinquent), melakukan kriminalitas, atau menutup diri (mengisolasi diri) dari masyarakat.

 

Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Menurut Hurlock (1991) tugas perkembangan pada masa remaja adalah sebagai berikut:

 

1) Berusaha mampu menerima keadaan fisiknya.

 

2) Berusaha mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

 

3) Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

 

4) Berusaha mencapai kemandirian emosional

 

5) Berusaha mencapai kemandirian ekonomi.

 

6) Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan-keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melukukan peran sebagai anggota masyarakat.

 

7) Berusaha memahami dan mengintemalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

 

8) Berusaha mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

 

9) Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

 

10) Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.[4]

 

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Pada dasarnya, pentingnya menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat akan megakibatkan perubahan usia kematangan yang sah menjadi delapan belas tahun, menyebabkan banyak tekanan yang mengganggu para remaja.

Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini sangat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yakni fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif tingkat ini akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan ini, remaja memeriukan kemampuan kreatif. Kemampuan kreatif ini banyak diwamai oleh perkembangan kognitifhya

PERKEMBANGAN MANUSIA MENURUT ALIRAN ALIRAN

21 March 2013 02:31:18 Dibaca : 1467

Rinny Soegiyoharto, Psikologi

Dalam pengalaman melakukan konseling selama belasan tahun, ada hal menarik yang saya dapati. Kenyataannya tidak cukup banyak orang mengenal diri sendiri dan orang lain sesuai dengan fase perkembangan psikologisnya.

Bukan sekadar sadar akan usia kronologis diri sendiri, namun juga memahami kematangan dan tugas-tugas yang berkenaan dengan fase perkembangan usia tersebut. Sama halnya dapat diterapkan dalam mengenal dan memahami orang lain. Begitu banyak orang lain di seputar kehidupan manusia; pasangan hidup, anak, orangtua, rekan, atasan, bawahan, dan sebagainya.

Berbicara tentang Psikologi Perkembangan, khususnya membahas fase perkembangan manusia, artinya kita menelusuri hasil penelitian longitudinal (panjang, lama dan tanpa henti) yang telah dilakukan banyak ahli. Perlu dicatat, penelitian-penelitian tersebut masih terus dilakukan hingga saat ini. Selama manusia dan lingkungan hidupnya berkembang, selama itu pula selalu ada perubahan yang menandai perkembangan tersebut.

Perlu diingat, fase perkembangan merupakan pengelompokan ciri-ciri, analisis dan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang teruji secara signifikan. Artinya, keunikan pribadi yang sifatnya individual, seperti karakter, intelektual, kepribadian, harus digali dan dibahas secara individual pula. Tulisan ini tidak membahas hal-hal itu. Secara umum perkembangan manusia dibagi dalam enam fase, yakni: Prenatal, Bayi, Anak Usia Pra-sekolah, Anak Usia Sekolah, Remaja, dan Dewasa.

Prenatal
Perkembangan awal manusia dari proses konsepsi atau pembuahan hingga masa kelahiran. Umumnya ibu mengandung selama sembilan bulan sepuluh hari. Berbagai peristiwa dan kasus yang muncul pada masa ini ditengarai memiliki pengaruh cukup besar terhadap perkembangan janin. Sebagai contoh, seorang ibu yang mengalami depresi atau tekanan mental cukup berat saat mengandung berpengaruh terhadap kondisi emosi sang janin pada saat ia dilahirkan dan tumbuh kemudian. Penelitian-penelitian berkaitan dengan fase prenatal masih terus dilakukan untuk memperoleh gambaran lebih tepat seberapa besar pengaruhnya secara langsung.

Bayi
Terhitung sejak usia nol tahun saat bayi dilahirkan, sampai ia memasuki usia 2 tahun. Pada fase ini bayi ber-respons secara refleks. Seperti halnya ketika kita mengatupkan kelopak mata saat ada benda mendekat. Eksplorasi bayi untuk mengenal dunia dan lingkungan sekitarnya adalah dengan alat indera dan aktivitas motorik. Satu alasan di atas pembaringan bayi diletakkan benda atau mainan yang berputar, misalnya. Cara ini dapat menjadi indikator bagi orangtua untuk mengetahui dengan cepat apakah fungsi indera penglihatan bayi cukup baik.

Bayi berkomunikasi dengan senyum dan tangisannya, yang memiliki arti khusus bagi setiap orangtua. Kelekatan orangtua dengan bayi merupakan faktor penting pada fase bayi. Dilakukan dengan banyak sentuhan, pelukan, dekapan, usapan, elusan, tepukan ringan, yang akan menciptakan perasaan aman dan nyaman pada bayi, hingga ia “lulus” untuk memasuki fase selanjutnya.

Anak Pra-Sekolah
Saat anak berusia 2 hingga 5 tahun. Disebut juga sebagai usia emas, sebab perlakuan orangtua dan orang dewasa lain di sekitarnya sangat menentukan proses perkembangan anak untuk fase-fase berikut. Pada usia ini anak sudah lebih matang secara fisik, emosi dan kognitif. Perkembangan otonomi cukup pesat yang ditandai dengan munculnya kemauan sendiri, tidak lagi melulu mengikuti kemauan orangtua. Juga tertampil kecenderungan yang seringkali membuat orangtua gusar, yakni negativisme. Hampir segala sesuatu yang diminta atau dikatakan orangtua dijawabnya dengan kata “tidak” atau gelengan yang bersifat menolak.

Anak senang menjelajah, mencari tahu berbagai hal yang ditemuinya atau mulai dipikirkannya, bahkan dikhayalkan. Karena pada fase ini anak mulai suka berfantasi, ia kadangkala “menemukan teman khayalan”. Saat perkembangan otonomi ini pulalah seorang anak mulai belajar mengenai perilaku-perilaku yang disetujui. Artinya, proses pembelajaran tentang yang baik dan buruk dimulai pada usia ini. Perkembangan berbahasanya pesat sehingga berbagai perilaku dapat dipahami melalui komunikasi. Hal wajib bagi orangtua adalah siap mendengarkan, memberi jawab dan membuka kesempatan anak berperan serta dalam berbagai aktivitas keluarga.

Anak Usia Sekolah
Saat memasuki usia 5/6 tahun hingga 12 tahun merupakan masa perkembangan intelektual. Keterampilan motorik terutama motorik halus seperti menulis, jauh lebih baik dari fase sebelumnya. Cara berpikir anak berkembang namun lebih besar berorientasi pada hal-hal konkret, kini dan di sini. Contohnya, pada usia ini cita-cita anak belum dapat ditampilkan dengan pasti, orientasi akan masa depan belum jelas.

Berdasarkan teori perkembangan Psikososial dari Erickson, pada fase ini penting dicermati proses pembentukan rasa percaya diri. Di sekolah anak memiliki pergaulan yang luas dan mulai muncul rasa bersaing antar teman sebaya. Apabila ia memiliki pengalaman berhasil atas karya atau prestasinya di bidang tertentu, maka muncul rasa percaya diri. Namun perasaan gagal akan membuat anak minder alias “nggak PeDe”. Maka orangtua perlu mendukung anak agar ia sering “merasa berhasil”.

Remaja
Secara umum masa remaja dilalui dalam kurun usia 11/12 tahun hingga 20/21 tahun. Fase ini dimulai saat seseorang memasuki pubertas. Gejala yang umumnya tertangkap yakni saat anak perempuan mengalami menstruasi dan anak lak-laki mimpi basah. Remaja adalah fase yang sulit dengan status interim atau peralihan. Fase anak-anak sudah lewat, namun fase dewasa belum tiba. Seringkali fase ini disebut juga fase pergolakan, fluktuasi terjadi sesering perubahan emosi remaja.

Selain perubahan-perubahan fisik, remaja juga mengalami perubahan pada banyak aspek lain. Apabila tadinya ia sepenuhnya bergantung pada orangtua, maka kini ia mulai mandiri. Namun kemandirian yang dimiliki belum penuh, misalnya secara finansial kebanyakan remaja masih tergantung pada orangtua. Kondisi ini membuatnya tak nyaman dan konflik.

Proses pencarian identitas diri berlangsung pada fase remaja. Konformitas terhadap teman sebaya cukup tinggi, sehingga ia cenderung mengikuti kata teman demi diterima oleh kelompok. Penerimaan lingkungan pergaulan sangat penting bagi remaja. Oleh sebab itu orangtua adalah teman dan konselor baginya, bukan lagi perawat atau pengasuh seperti pada fase anak. Komunikasi yang kurang baik antara orangtua dengan remaja dapat berakibat buruk, misalnya ia lebih senang bersama teman-teman di luar rumah dan dapat saja terjerumus pergaulan yang keliru.

Dewasa
Fase dewasa terdiri atas dewasa muda, yakni 21-40 tahun, dewasa madya, 40-64 tahun, dan lanjut usia, di atas 64 tahun. Setiap pembagian fase memiliki ciri-ciri khusus yang unik. Dewasa muda biasanya orang membuka pergaulan, mencari teman intim dan meniti karier. Kegagalan dalam berteman intim akan membuat orang dewasa muda ini mengisolasi diri selama beberapa waktu. Perasaan kosong dan tak bermakna juga muncul pada usia ini.

Memasuki dewasa madya orang mulai berminat membina generasi yang lebih muda. Kepedulian terhadap orang lain dan kelangsungan hidupnya adalah hal yang bermakna. Tanpa generasi muda hidup para dewasa madya dirasa tidak lengkap. Pada usia lanjut manusia hidup dari apa yang telah dibangunnya. Ia memahami sejarah hidupnya melibatkan generasi sebelumnya. Tak jarang muncul penyesalan tentang hal-hal yang tidak dilakukan pada usia muda. Ketidak-siapan menghadapi akhir kehidupan membuatnya takut akan kematian.

Memahami fase perkembangan manusia secara psikologis perlu dilengkapi dengan konsep berpikir bahwa setiap fase harus dilewati dengan baik dan tuntas. Stagnansi atau tidak selesainya tugas-tugas pada suatu fase cenderung mengembalikan orang pada fase tersebut meskipun ia sudah dewasa, bahkan lanjut usia. Tulisan ini hanya memaparkan sebagian kecil dari psikologi perkembangan manusia yang kompleks.

Perkembangan Menurut Konsep Aliran-Aliran Psikologi

21 March 2013 02:18:15 Dibaca : 9293
 

 

Pada dasarnya setiap manusia diberikan kemampuan-kemampuan tertentu oleh Allah swt. Setiap anak yang telah diciptakan-Nya memiliki potensi dan bakat di dalam dirinya yang perlu dikembangkan. Sebagaimana firman Allah dalam Alquran : “Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”. (QS.al-Qamar:49)

 

 

 

Setiap organisme, baik manusia maupun hewan pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimilki oleh organisme tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa bersifat perkembangan itu khususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pasa aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis.

 

 

 

Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat di ulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Dalam ‘pertumbuhan” sementara ada ahli psikologi yang tidak membedakan antara perkembangan dan pertumbuhan, bahkan ada yang lebih mengutamakan pertumbuhan. Hal ini mungkin untuk menunjukkan bahwa orang yang berkembang tadi bertambah kemampuannya dalam berbagai hal, lebih mengalami diferensiasi dan pada tingkat yang lebih tinggi, lebih mengalami integrasi.

 

 

 

Namun pembahasan ini, penyusun hanya menguraikan batasan perkembangan manusia yang meliputi dimensi (cakupan dan ukuran) rohaniah dan jasmaniah, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan serta bagaimana ciri-ciri kematangan sebagai hasil dari perkembangan itu sendiri.

 

 

 

 

 

BAB II

 

PEMBAHASAN

 

 

 

A. Perkembangan Menurut Konsep Aliran-Aliran Psikologi

 

 

 

Sebelum penulis memaparkan bagaimana sesungguhnya defenisi atau konsep perkembangan menurut aliran-aliran psikologi, terlebih dahulu penulis akan memberikan defenisi perkembangan secara umum.

 

 

 

Perkembangan merupakan terjemahan dari developmental. Yang secara singkat dapat didefenisikan sebagai suatu proses atau tahapan pertumbuhan ke arah yang lebih maju.

 

 

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), “perkembangan”adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata “berkembang” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ini berarti mekar terbuka atau membentang, menjadi besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya. Dengan demikian, kata “berkembang” tidak saja meliputi aspek yang bersifat abstrak seperti pikiran dan pengetahuan, tetapi juga meliputi aspek yang bersifat konkret .

 

 

 

Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionary of Psychology (1988), arti perkembangan pada prinsipnya adalah tahapan-tahapan perubahan yang progressif yang terjdai dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme tersebut.

 

 

 

Selanjutnya, Dictionary of Psychology di atas secara Lebih luas merinci pengertian perkembangan manusia sebagai berikut:

 

The Progressive and continous change in the organism from birth to death, perkembangan itu merupakan perubahan yang progresif dan terus-menerus dalam diri organisme sejak sejak lahir hingga nanti

 

Growth, perkembangan itu berarti pertumbuhan

 

Change in the shape and integration of bodily parts, perkembangan berarti perubahan dalam bentuk penyatuan bagian-bagian yang fungsional

 

Maturation or the apperearence of fundamental pattern of unlearned behavior, perkembangan itu adalah kematangan atau kemunculan pola-pola dasar tingkah laku yang bukan hasil belajar.[1]

 

 

 

Dalam defenisi yang lain perkembangan itu ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam pasage waktu tertentu menuju kedewasaan.

 

 

 

Perkembangan adalah pola perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang dimulai sejak lahir dan terus berlanjut di sepanjang hayat.[2]

 

 

 

Perkembangan dapat pula diartikan sebagai proses transmisi dari konstitusi psiko-fisik yang herediter, dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan yang menguntungkan, dalam perwujudan proses aktif menjadi secara kontiniu.

 

 

 

Perkembangan itu berorientasi pada psikologis/kejiwaan atau mental. Dalam pengertian sempit bisa disebutkan sebagai: proses pematangan fungsi-fungsi yang non-fisik. Maka perkembangan anak itu sering kali diibaratkan dengan mekar-berkembangnya kuncup bunga yang belum ada gunanya, yang kemudian mekar membesar jadi sekuntum bunga, harum baunya, dan berwarna indah. Sekarang bunga berubah menjadi berguna, dan mempunyai daya tarik bagi binatang-binatang serangga tertentu, tidak lama kemudian bunga ini menjadi benih. Maka sesuai dengan pendapat diatas, seorang bai itu belum mempunyai daya dan belum berguna (belum mempunyai nilai pragmatis). Lama-kelamaan ia menjadi anak muda dan jadi dewasa, yang berdaya dan dapat melaksanakan sesuatu usaha. Juga menjadi berguna, sebab bisa bekerja dan mendatangkan hasil atau mata pencaharian.

 

 

 

Sepintas lalu memang ada persamaan lahiriah dari gejala perkembangan anak dan kuncup bunga tersebut. Namun janganlah perkembangan anak disamakan secara mutlak dengan berkembangnya kuncup bunga . Perbedaan penting dalam hal ini ialah: perkembangan bunga adalah akibat dari pertumbuhan organis, yang berlangsung secara mekanis –otomatis. Contohnya: jika cahaya matahari cukup, air dan makanan ada, serta hawa udara baik, bunga akan mekar dengan sendirinya.[3]

 

 

 

Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa perkembangan adalah rentetan perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna. Namun, perlu juga penulis mengemukakan bahwa sebagian orang menganggap perkembangan sebagai proses yang berbeda dari pertumbuhan. Menurut mereka berkembang itu tidak sama dengan tumbuh, begitupun sebaliknya.

 

 

 

Berikut ini dapat penulis paparkan bagaimana sebenarnya ciri-ciri perkembangan itu sehingga dapat terlihat perbedaannya dengan pertumbuhan.

 

 

 

Pertumbuhan

 

Perubahan kuantitatif yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas yang bersifat konkret

 

Kenaikan dan penambahan ukuran yang berangsur-angsur seperti badan yang menjadi besar dan tegap, juga kaki dan tangan yang semakin panjang

 

 

 

Perkembangan

 

Proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniyah, bukan organ-organ jasmaniyahnya itu sendiri. Dengan kata lain, penekanan arti perkembangan itu terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang oleh organ-organ fisik.[4]

 

 

 

 

 

Konsep Perkembangan Menurut Sears

 

 

 

Sears merumuskan perkembangan sebagai berikut: Perkembangan adalah sesuatu yang berkesinambungan, urut-urutan yang teratur dari kondisi yang menciptakan perbuatan, dorongan baru untuk bertindak dan pola tingkah laku”.[5]

 

 

 

Konsep Perkembangan Teori Asosiasi Menurut Herbart

 

 

 

Herbart merumuskan teori perkembangan yang disebut dengan teori asosiasi. Disebut demikian oleh karena Herbart berpendapat bahwa seluruh proses perkembangan itu diatur dan dikuasai oleh kekuatan hukum sosial. Herbart berpendapat bahwa terjadinya perkembangan adalah oleh karena adanya unsur-unsur yang berasosiasi, sehingga sesuatu yang semula bersifat simple (unsur yang sedikit) makin lama makin kompleks dan banyak.

 

 

 

Herbart berpendapat demikian karena teorinya, bahwa anak baru lahir keadaan jiwanya masih bersih. Sejak alat inderanya dapat menangkap sesuatu yang datang dari luar, maka alat indera itu mengirimkan gambar, atau tanggapan ke dalam jiwa nya. Makin banyak tanggapan makin banyak pula tanggapan. Di dalam jiwa, tanggapan-tanggapan ini berasosiasi sesamanya, dengan kekuatan yang dapat diukur. Tanggapan yang sejenis berasosiasi dan tidak sejenis tolak menolak secara mekanis, dan makin lama makin banyak, makin kompleks. Dan inilah perkembangan itu.

 

 

 

Konsep Perkembangan Menurut Teori Gestalt (Wilhelm Wundt)

 

 

 

Teori ini lahir sebagai reaksi terhadap teori Herbart. Mereka berpendapat proses perkembangan bukan berlangsung dari sesuatu yang simple ke sesuatu yang kompleks, melainkan berlangsung dari sesuatu yang bersifat global (menyeluruh tapi samar-samar) ke makin lama makin dalam keadaan jelas, nampak bagian-bagian dalam keseluruhan itu. Jadi dari keadaan gestalt ke struktur. Bagian-bagian ini merupakan kesatuan-kesatuan tertentu yang baru berfaedah bila ia berada dalam gestalt tersebut. Ia berada di tempatnya yang spesifik dan akan merusak Gestalt bila ia dipisahkan.

 

 

 

Seperti halnya sepeda (yang dapat dinaiki), adalah sesuatu Gestallt dari bagian-bagian yang masing-masing merupakan kesatuan: setir, roda, rantai, gird an sebagainya. BIla salah satu bagian kesatuan itu (roda mislanya) dipisahkan, maka rusaklah gestalt sepeda itu (tidak dapat dinaiki lagi).

 

 

 

Jadi, dengan tegas mereka berpendapat bahwa perkembangan bukan proses-proses asosiasi melainkan proses differensiasi.

 

 

 

Neo gestalt (Kurt Lewin) menambahkan adanya proses stratifikasi dalam proses differensiasi. Tegasnya disamping adanya differensiasi yang berlangsung terus, kelanjutan differensiasi itu pun berkembang setahap demi setahap Se-strata demi se- strata.

 

 

 

Pada masa bayi, ia mengalami proses differensiasi kemudian naik ke tahap (strata) masa kanak-kanak. Dalam masa kanak-kanak ini proses differensiasi berjalan terus, kemudian naik ke strata masa anak. Demikian seterusnya.

 

 

 

 

 

Konsep Perkembangan Teori Sosialisasi Menurut James Mark Baldwin

 

 

 

Teori ini berpendapat bahwa proses perkembangan itu adalah proses sosialisasi dari sifat individualistis. Dalam hal ini Baldwin terkenal dengan teori : Circulair Reaction. Ia berpendapat bahwa perkembangan sebagai proses sosialisasi, adalah dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi dan seleksi. Adaptasi dan seleksi berlangsung atas dasar hukum efek (law of effect) . Tingkah laku pribadi seseorang adalah hasil dari peniruan (imitasi).

 

 

 

Kebiasaan adalah imitasi terhadap diri sendiri, sedang adaptasi adalah peniruan terhadap orang lain. Oleh efeknya sendiri tingkah laku itu dipertahankan. Selanjutnya oleh efeknya sendiri tingkah laku itu dapat ditingkatkan faedah dan prestasinya. Dalam hal yang demikian inilah terkandung daya kreasi, sehingga manusia mampu menggunakan hasil peniruan itu sesuai dengan kebutuhannya sendiri. Teori ini mendapat dukungan dari W. Stern

 

 

 

Konsep Perkembangan Teori Freuidism (Sigmund Freud)

 

 

 

Teori ini dikemukakan oleh seorang pemuka dalam Psikologi. Dalam yang bernama Sigmund Freud . Dalam mengemukakan teorinya, ia menggunakan sebagai contoh: Pada masa bayi manusia belum bermoral kemudian sesudah memiliki moral secara heterogen, dan akhirnya memiliki moral dengan norma yang ditetapkan sendiri secara autonom.

 

 

 

Proses pemilikan moral dari heterogen ke moral autonom ini disebut internalisasi. Sebab, norma moral tersebut ditentukan sendiri oleh manusia dengan menggunakan factor internnya.

 

 

 

Proses internalisasi ini berlangsung dengan identifikasi. Oleh karena proses ini menggunakan masyarakat sebagai faktor utama maka teori ini dapat dimaksudkan pula sebagai teori sosialisasi. Yang dapat dimaksudkan pula sebagai teori sosialisasi adalah teori Langeveld. Ia menyusun teorinya atas empat azas, yaitu: azas biologis, azas ketidakberdayaan, azas keamanan, azas eksplorasi.

 

 

 

Mula-mula perkembangan yang dialami manusia adalah perkembangan biologis. Yaitu dari telur ke janin, kemudian menjadi bunyi dan seterusnya, kemudian baru secara psikis. Yang bermula dari sifatnya yang tidak berdaya. Tetapi karena tidak berdaya inilah justru memungkinkan terjadinya perkembangan, bila ia berada dalam pergaulan antar manusia. Intuk itu, ia memerlukan rasa aman, rasa dilindungi, sehingga memungkinkan adanya kesempatan untuk berimitasi, beradaptasi, maupun identifikasi. Selanjutnya, karena perkembangan itu sendiri ada pada dirinya secara kodrat, maka si anak mengadakan eksplorasi untuk memungkinkan diri sebagai warga masyarakat. Demikianlah, proses perkembangan itu berlangsung sampai dewasa.[6]

 

 

 

 

 

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan

 

 

 

Adapun mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan siswa, para ahli berbeda pendapat karena sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi siswa tidk sama. Untuk lebih jelasnya, berikut ini penyusun paparkan aliran-aliran yang berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan:

 

 

 

a). Aliran Nativisme

 

 

 

Nativisme adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Tokoh utama aliran ini bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filsof Jerman. Menurut aliran ini perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa. Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesimisme pedagogis”.

 

 

 

Sebagai contoh: jika sepasang orang tua ahli musik, maka anak-anak yang mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula. Jadi pembawaan dan bakat orang tua selalu berpengaruh mutlak terhadap perkembangan kehidupan anak-anaknya.

 

 

 

b). Aliran Empirisme

 

 

 

Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme dengan tokoh utamanya John Locke (1632-1704). Nama asli aliran ini adalah “”The School of British Empiricism”(aliran empirisme Inggris). Namun aliran ini lebih berpengaruh terhadap para pemikir Amerika Serikat, sehingga melahirkan sebuah aliran filsafat bernama”enviromentalisme”(aliran lingkungan) dan psikologi bernama”enviromental Psychology” (psikologi lingkungan) yang masih relatif baru.

 

 

 

Doktrin empirisme yang amat masyhur adalah “tabula rasa”, sebuah istilah Latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya. Dalam hal ini, para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa seorang anak kelak bergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.

 

 

 

Memang sukar dipungkiri bahwa lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap proses perkembangan dan masa depan siswa. Dalam hal ini lingkungan keluarga (bukan bakat bawaan dari keluarga) dan lingkungan masyarakat sekitar telah terbukti menentukan tinggi rendahnya mutu perilaku dan masa depan seorang siswa.

 

 

 

c). Aliran Konvergensi

 

 

 

Aliran ini merupakan gabungan antara aliran empirisme dengan aliran nativisme. Aliran ini menggambarkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama konvergensi bernama Louis William Stern (1871-1938), seorang filosof dan psikolog Jerman.

 

 

 

Aliran filsafat yang dipeloporinya disebut”personalisme”, sebuah pemikiran filosofis yang sangat berpengaruh terhadap disiplindisplin ilmu yang berkaitan dengan manusia. Di antara disiplin ilmu yang menggunakan asas personalisme adalah “personologi” yang mengembangkan teori yang komprehensif (luas dan lengkap) mengenai kepribadian manusia.

 

 

 

Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, Stern dan para hali yang mengikutinya tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman juga tidak berpegang pada pembawaan saja, tetapi berpegang pada kedua faktor yang sama pentingnya itu, faktor pembawaan tidak berarti apa-apa jika tanpa faktor pengalaman. Demikian pula sebaliknya, faktor pengalaman tanpa faktor bakat pembawaan tak akan mampu mengembangkan manusia yang sesuai dengan harapan.

 

 

 

Para penganut aliran ini berkeyakinan bahwa baik faktor bawaan maupun faktor lingkungan andilnya sama besar dalam menentukan masa depan seseorang. Jadi, seorang siswa yang lahir dari keluarga santri atau kiyai, umpamanya, kelak ia akan menjadi ahli agama apabila dididik di lingkungan pendidikan keagamaan.

 

 

 

Hasil proses perkembangan seorang siswa tak dapat dijelaskan hanya dengan menyebutkan pembawaan dan lingkungan. Artinya. Keberhasilan seorang siswa bukan karena pembawaan dan lingkungan saja, karena siswa tersebut tidak hanya dikembangkan oleh pembawaan dan lingkungannya tetapi juga oleh diri siswa itu sendiri. Setiap orang, termasuk siswa tersebut, memiliki potensi self-direction dan self discipline yang memungkinkan dirinya bebas memilih antara mengikuti atau menolak sesuatu (aturan atau stimulus) lingkungan tertentu yang hendak mengembangkan dirinya. Alhasil, siswa itu sendiri memiliki potensi psikologis tersendiri untuk mengembangkan bakat dan pembawaannya dalam konteks lingkungan tertentu.

 

 

 

Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan proses perkembangan di atas, penyusun berkesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam.

 

 

 

1. Faktor Intern, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.

 

 

 

2. Faktor Eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada di luar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dalam lingkungannya.[7]

 

 

 

 

 

C.Tahap-Tahap Perkembangan

 

 

 

Secara umum, proses dapat diartikan sebagai runtutan perubahan yang terjadi dalam perkembangan sesuatu. Adapun maksud kata proses dalam perkembangan siswa ialah tahapan-tahapan perubahan yang dialami seorang siswa, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat rohaniah. Proses dalam hal ini juga berarti tahapan perubahan tingkah laku siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup.

 

 

 

Proses bias juga berarti cara terjadinya perubahan dalam diri siswa atau respon /reaksi yang ditimbulkan oleh siswa tersebut. Proses perkambangan dengan pengertian seperti ini menurut Hurlock (1980) merupakan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan (Developmental Changes). Manusia, menurut Elizabet B. Hurlock, tak pernah statis atau mandek, karena perubahan-perubahan senantiasa terjadi dalam dirinya dalam berbagai kapasitas (kemampuan) baik yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis.

 

 

 

Secara global, seluruh proses perkembangan individu sampai menjadi “person”(dirinya sendiri) berlangsung dalam tiga tahapan, yaitu:

 

 

 

1) Tahapan proses konsepsi (pembuahan sel ovum ibu oleh sel sperma ayah)

 

2) Tahapan proses kelahiran (saat keluarnya bayi dari rahim ibu kea lam dunia bebas)

 

3) Tahapan proses perkembangan individu bayi tersebut menjadi seorang pribadi yang khas (development or selfhood)[8]

 

 

 

 

 

D. Tahap-Tahap Perkembangan Menurut Konsep Aliran-Aliran Psikologi

 

 

 

Tahap-tahap atau fase perkembangan menurut para tokoh psikologi dibedakan atas dasar biologis, psikologis, dan pendidikan. Secara rinci fase-fase perkembangan adalah sebagai berikut:

 

 

 

1. Fase –fase perkembangan berdasarkan biologik

 

 

 

a. Menurut Aristoteles

 

 

 

Aristoteles menggambarekan perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa itu dalam dalam tiga tahap, yang masing-masing lamanya tujuh tahun.

 

 

 

· Fase I dari 0,0 sampai 7,0 (masa anak kecil atau masa bermain)

 

· Fase II dari 7,0 sampai 14,0 (masa anak, masa belajar,atau masa sekolah rendah)

 

· Fase III dari 14,0 sampai 21,0 (masa remaja atau pubertas , masa peralihan dari anak menjadi remaja)

 

 

 

b. Menurut Kretschmer

 

 

 

Kretschmer berpendapat bahwa sejak lahir sampai dewasa anak melewati empat fase, yaitu:

 

 

 

· Fase I: dari umur 0,0 sampai 3,0 tahun. Pada tahap ini anak nampak pendek dan gemuk

 

· Fase II : dari umur 3,0 sampai 7,0 tahun. Pada tahap ini nampak langsing (memanjang dan meninggi)

 

· Fase III : dari umur 7,0 sampai 13 tahun. Pada tahap ini anak nampak pendek dan gemuk seperti pada tahap awal

 

· Fase IV : dari umur 13 tahun sampai 20 tahun. Pada tahap ini anak nampak langsing seperti tahap II.

 

 

 

c. Menurut Freud

 

 

 

Tahap-tahap perkembangan manusia ini menurut Freud membagi menjadi empat fase, yaitu:

 

 

 

· Fase Oral : dari umur 0,0 sampai 1,0 tahun. Pada tahap ini mulut merupakan daerah utama dari aktifitas yang dinamika pada manusia

 

· Fase Anal : dari umt 0,0 samapi 3,0 tahun. Pada tahap ini dorongan dan aktivitas gerak berpusat pada fungsi pembuangan kotoran (anus)

 

· Fase Falis : dari umur 3,0 tahun sampai 5,0 tahun. Pada tahap ini alat-alat kelamin merupakan daerah erogen yang penting dan pendorong aktifitas.

 

· Fase Laten : dari umur 5,0 tahun sampai 12 tahun. Pada tahap ini dorongan-dorongan aktifitas cenderung untuk istirahat dalam arti tidak meningkatkan kecepatan pertumbuhan

 

· Fase Pubertas : dari umur 12 tahun sampai 20 tahun. Pada tahap ini dorongan-dorongan mulai aktif kembali.Kelenjar-kelenjar endoktrin tumbuh pesat dan berfungsi mempercepat pertumbuhan ke arah kematangan.

 

· Fase Genital : setelah umur 20 tahun dan seterusnya, maka dalam tahap ini pertumbuhan genital merupakan dorongan yang penting bagi tingkah laku seseorang dan telah siap untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat dewasa.

 

 

 

 

 

2. Fase Perkembangan Berdasarkan Didaktik/Pedagogik

 

 

 

a. Pendapat Johan Amos Comenius

 

 

 

Fase-fase perkembangan jiwa berdasarkan didaktik menurut Comenius dibedakan menjadi empat fase, yaitu:

 

 

 

· Fase I : umur 0,0 sampai 6,0 tahun. Pada tahap ini anak masuk Scola Materna (sekolah ibu)

 

· Fase II : umur 6,0 samapi 12 tahun. Pada tahap ini anak masuk scola Vermacula (sekolah bahasa ibu)

 

· Fase III : umur 12 tahun sampai 18 tahun. Pada tahap ini anak masuk Scola Latina (sekolah latin)

 

· Fase IV : Umur 18 tahun sampai 24 tahun. Pada tahap ini anak masuk academica (akademia)

 

 

 

 

 

Comenicus berpendapat bahwa tingkat perkembangan jiwa anak digunakan sebagai dasar dalam pembagian sekolah, sehingga terjadi bermacam-macam sekolah yang digunakan tempat pendidikan anak sesuia dengan umurnya

 

 

 

b. Pendapat J.J. Rousseau

 

 

 

Fase-fase perkembangan manusia adalah:

 

 

 

· Fase I : dari umur 0,0 sampai 2,0 tahun. Tahap ini disebut tahap asuhan

 

· Fase II : dari umur 2,0 sampai 12 tahun. Tahap ini dinamakan tahap pendidikan jasmani dan latihan-latihan panca indera

 

· Fase III : dari umur 12 sampai 15 tahun. Tahap ini disebut tahap pendidikan akal pikiran

 

· Fase IV : dari umur 15 sampai 20 tahun. Tahap ini disebut tahap pembentukan watak dan pendidikan agama.

 

 

 

Berdasarkan fase perkembangan tersebut maka masing-masing tingkat pendidikan sekolah, harusnya memberikan pelajaran dan mendidik sesuai dengan perkembangan peserta didik. Keduanya yaitu apa yang diberikan dan cara mengajar dan mendidik harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik.

 

 

 

 

 

3. Fase Perkembangan Berdasarkan Psikologis

 

 

 

a). Pendapat Oswald Kroch

 

 

 

Selama perkembangannya individu mengalami masa trotz (kegoncangan dua kali, perkembangan itu dapat dilukiskan sebagai proses evolusi, maka pada masa kegoncangan itu, perkembangan individu dapat digambarkan melewati tiga periode, yaitu:

 

  • Dari lahir sampai dengan masa trotz pertama yang biasanya disebut masa kanak-kanak
  • Dari masa trotz pertama sampai dengan trotz kedua, biasanya disebut masa keserasian bersekolah’
  • Dari trotz kedua sampai dengan akhir remaja, biasanya disebut masa kematangan
     

 

b). Pendapat Khosntam

 

 

 

0-2 tahun (masa vital)

 

2-7 tahun (masa estetis)

 

7-13/4 tahun (masa intelektual)

 

3/14 tahun 20/21 tahun (masa sosial)[9]

 

 

 

Menurut Kartini Kartono dalam bukunya Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), ada beberapa tokoh dalam aliran lainnya yang mengemukakan tentang tahap atau konsep perkembangan anak diantaranya:

 

 

 

a). Pendapat Charlotte Buhler

 

 

 

Buhler membagi masa perkembangan sebagai berikut:

 

Fase Pertama, 0-1 tahun: masa menghayati obyek-obyek di luar diri sendiri, dan saat melatih fungsi-fungsi. Terutama melatih fungsi motorik, yaitu fungsi yang berkaitan dengan gerakan-gerakan dari badan dan anggota badan

 

 

 

Fase kedua, 2-4 tahun: masa pengenalan dunia obyektif di luar diri sendiri, disertai penghayatan subyektif. Mulai ada pengenalan pada AKU sendiri, dengan bantuan bahasa dan kemauan sendiri. Anak tidak mengenal dunia luar berdasarkan pengamatan obyektif, melainkan memindahkan keadaan batinnya pada benda-bemda di luar dirinya. Karena itu ia bercakap-cakap dengan bonekanya, bergurau dan berbincang-bincang dengan kelincinya. Seperti kedua binatang dan benda permainan itu betul-betul memilki sifat-sifat yang dimilikinya sendiri. Fase ini disebut pula sebagai fase bermain, dengan subyektivitas yang sangat menonjol.

 

 

 

Fase ketiga, 5-8 tahun: masa sosialisasi anak. Pada saat ini anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya taman kanak-kanak, pergaulan dengan kawan-kawan sepermainan, dan sekolah rendah). Anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara obyektif. Dan ia mulai belajar mengenal arti prestasi pekerjaan, dan tugas-tugas kewajiban.

 

 

 

Fase keempat, 9-11 tahun: masa sekolah rendah. Pada periode ini anak mencapai obyektifitas tertinggi. Masa penyelidik, kegiatan mencoba dan bereksperimen, yang distimulir oleh dorongan-dorongan meniliti dan rasa ingin tahu yang besar. Merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan bereksplorasi.

 

 

 

Pada akhir fase ini anak mulai “menemukan diri sendiri”, yaitu secara tidak sadar mulai berfikir tentang diri pribadi. Pada waktu itu anak sering kali mengasingkan diri.

 

 

 

Fase kelima, 14-19 tahun: masa tercapainya sintese antara sikap kedalam batin sendiri dengan sikap obyektif. Untuk kedua kali dalam kehidupannya anak bersikap subyektif ( Subyektifitas pertama terdapat pada fase kedua, yaitu usia 3 tahun). Akan tetapi subyektifitas kedua kali ini dilakukannya dengan sadar.

 

 

 

 

 

Setelah berumur 16 tahun pemuda dan pemudi mulai belajar melepaskan diri dari persoalan tentang diri sendiri. Ia lebih mengarahkan minatnya pada lapangan hidup konkrit, yang dahulu hanya dikenal secara subyektif belaka. Lambat laun akan terbentuk persesuaian antara pengarahan diri ke dalam dan pengarahan diri ke luar. Diantara subyek dan obyek ( yang dihayatinya) mulai terbentuk satu sintese. Dengan tibanya masa ini, tamatlah masa perkembangan anak dn perkembangan remaja. Melalui Individu yang bersangkutan memesuki batas kedewasaan.

 

 

 

b). Hackel

 

 

 

Hackel, seorang sarjana Jerman mengemukakan hukum biogenetis sebagai berikut:

 

 

 

Ontogenese itu adalah rekapitulasi dari phylogenese artinya, perkembangan individu itu merupakan ulangan ringkas dari perkembangan manujsia.

 

 

 

Hukum biogenetis ini disebut pula sebagai teori rekapitulasi. Penjelasan teori tadi adalah sebagai berikut: perkembangan jiwani anak itu merupakan ringkasan pendek dari proses kehidupan manusiawi. Menurut teori ini, semua bentuk gejala perkembangan dari kehidupan psikis manusia di dunia akan dijalani oleh anak dengan “langkah-langkah besar, dan dalam waktu yang singkat”(ada singkatan dan percepatan langkah hdup). Misalnya, kesukaan anank-anak pada warna-warna yang menyala, sama dengan kesukaan dari suku bangsa-bangsa yang masih primitif. Kesenangan anak pada musik dan suara gaduh, juga sama dengan kesukaan suku-suku yang primitif. Ketakutan anak-anak pada setan dan hantu-hantu menyamai fikiran yang animistis pada bangsa-bangsa yang belum beadab.

 

 

 

Menurut teori ini, orang membedakan 4 periode dalam masa perkembangan anak, yaitu

 

  • Masa perampokan/penggarongan dan masa perburuan, sampai kira-kira usia 8 tahun. Pada masa ini, anak-anak memperlihatkan kesukaan menangkap macam-macam binatang dan serangga, main panah-panahan dan ketapel-pelanting, membangun teratak, main selinap, megendap-ngendap, dan memburu kawan-kawannya.
  • Masa Penggembalaan, 8-10 tahun. Pada usia ini anak suka sekali memelihara ternak dan binatang jinak. Misalnya memelihara kelinci, merpati, bajing, kucing, anjing, kambing, domba, ayam, dan lain-lain. Dengan penuh kasih sayang anak-anak menimang-nimang dan membelai binatang peliharaannya.
  • Masa Pertanian, 11-12 tahun. Pada usia ini anak memperlihatkan kesukaan menanam macam-macam tetumbuhan dan kegiatan berkebun.
  • Masa perdagangan, 13-14 tahun. Anak gemar sekali mengumpulkan macam-macam benda, serta bertukar/”jual-beli” perangko, uang receh, kartu pos bergambar, manik-manik, batu-batuan dan lain-lain.
     

 

Ada teori yang menyebut teori rekapitulasi ini sebagai teori persamaan, karena masa perkembangan anak tersebut mirip dengan perjalanan historis manusia (Claparede dari Swiss).

 

 

 

c). Menurut William Stern

 

 

 

William Stern menyebutkan hukum biogenetis dari hackel tadi sebagai paralel-paralel genetis. Sebab tidak setiap perkembangan psikis anak merupakan ulangan tepat dari pengalaman historis manusia. Akan tetapi memang ada banyak paralelitas atau persamaannya, misalnya saja, priode 2-7 tahun, disamakan oleh Stern dengan kehidupan suku-suku bangsa alam (natuurvolken). Tahun-tahun pertama di sekolah dasar disamakan dengan priode berkuasanya kaum patriakh. Sedangkan masa pubertas disamakan dengan priode aufklarung (aliran di jerman pada abad ke-18 yang menuntut adanya penerangan jiwa/ Geestes-verlichting).

 

 

 

Pada lazimnya seorang anak muda disebut sebagai dewasa apabila ia telah mencapai umur 21 tahun. Karena pada usia ini ia dianggap sanggup berdiri sendiri, dan bisa bertanggung jawab dalam melaksankan tugas hidupnya. Perkembangan badani dan jiwaninya pada taraf tersebut dianggap mencapai suatu “penyelesaian” tertentu, karena individu sudah mendapatkan satu pendirian dan sikap hidup pendiri.

 

 

 

Dengan pengalaman dan kemampuannya ia dianggap sanggup menjadi seoarang pribadi atau person yaitu seorang manusia “dewasa baru”. Dia dianggap bsa mandiri, dan menjadi manusia “yang dicita-citakan” menurut pola angan-angannya, yaitu seorang manusia baik atau manusia buruk menurut kriteria normatif sendiri. Pada saat inilah benar-benar dimulai proses pendidikan diri sendiri atau proses Bildung oleh anak tersebut.

 

 

 

Apakah dia menjadi bertambah sempurna dan semankin kaya hidup kejiowaannya, ataukah menjadi lebih buruk dan jahat, semuanya dipengaruhi oleh pilihannya sendiri dan pengalaman-pengalaman hidupnya. Jadi semata-mata bergantung pada cara individu mengolah dan mengahayati pengalaman tadi untuk sampai pada taraf sedemikian diperlukan pengembangan kemampuan:

 

 

 

a. Mengontrol diri sendiri

 

b. Kepatuhan kepada disiplin yang kokoh

 

c. Kejujuran dan keberanian untuk melakukan introspeksi atau mawas diri

 

 

 

Dengan modal kemampuan tersebut akan timbul kesadaran pada anak muda akan tanggung jawab untuk pembentukan diri sendiri menjadi pribadi yang berwatak dan bernilai tinggi secara susila.[10]

 

 

 

 

 

E. Ciri-Ciri Kematangan

 

 

 

Setiap fenomena /gejala perkembangan anak merupakan produk dari kerjasama san pengaruh timbal balik antara potensialitas hereditas dengan factor-faktor lingkungan. Jelasnya perkembangan merupakan produk dari:

 

 

 

1) Pertumbuhan dan pematangan fungsi-fungsi fisik

 

2) Pematangan fungsi-fungsi psikis

 

3) Usaha”belajar”oleh subyek/anak dalam mencobakan segenap potensialitas rohani dan jasmaninya.

 

 

 

Dengan demikian, kaitan antara perkembangan yang mencakup aspek-aspek psikis serta aspek jasmani, dan belajar lebih lanjut yang dimungkinkan karena proses perkembangan itu menjadi semakin kompleks. Dalam arti demikianlah boleh dikatakan : anak belajar karena telah berkembang. Dalam kaitan ini dapat digunakan istilah “kematangan”dan “masa peka”. Namun, kedua istilah tersebut dapat diartikan dengan berbagai cara:

 

 

 

1) Kematangan sebagai “kematangan seksual’’. Dalam arti demikian, termasuk aspek jasmani dalam perkembangan (pertumbuhan) dan tidak tergantung pada usaha belajar anak sendiri.

 

 

 

2) Kematangan sebagai”keseluruhan proses perkembangan sudah sampai tahap tertentu, sehingga memungkinkan anak mempelajari hal-hal baru”. Misalnya anak baru siap pada masa remaja untuk belajar mengambil peranan dalam kehidupan masyarakat luas dan menjadi anggota masyarakat. Lain contoh ialah kematangan yang dituntut bila anak akan masuk jenjang pendidikan dasar (SD-SMP). Dalam arti demikian, kematangan untuk sebagian bergantung pada pertumbuhan dan untuk sebagian pada perkembangan psikis yang menuntut belajar.

 

 

 

3) Kematangan sebagai “masa yang sebaik-baiknya untuk mengembangkan suatu fungsi tertentu dalam diri seorang anak”. Misalnya, anak yang sudah mampu berjalan kaki akan berkeliling dalam rumah dan bertanya-tanya mengenai benda yang dijumpai. Inilah masa anak akn siap untuk maju dalam asprk perkembangan intelektual. Dia mulai mengenal benda-benda baru dan kata-kata baru sebagai nama bagi semua benda itu. Misalnya, masa remaja adalah masa yang ideal untuk mengembangkan kesadaran tentang moralitas, yang kemudian mengendap dalam pengambilan sikap dan penghayatan nilai-nilai moral dan agama. Demikian pula pada masa remaja aspek perkembangan sosial dapat meluas lagi melalui pembinaan hubungan percintaan dengan jenis yang lain. Kalau kematangan diartikan demikian, digunakan juga istilah “masa peka”.[11]

 

 

 

Individu-individu yang dapat melakukan aktualisasi diri sepenuhnya adalah individu-individu yang memiliki kepribadian sehat. Sedangkan kepribadian sehat adalah kepribadian yang bukan saja terlepas dari konflik-konflik yang ada hubungannya dengan masa anak-anak dan luka-luka emosional masa lampau, tetapi lebih dari itu yaitu mampu mewujudkan sumber-sumber yang tersembunyi berupa bakat kreatifitas, energy dan dorongan. Dan fokusnya adalah kearah apa seseorang dapat menjadi dirinya sendiri, bukan kepada apa yang telah terjadi atau ada pada saat ini. Di dalam kepribadian yang sehat terdapat ciri-ciri kedewasaan atau kematangan. Banyak pendapat ahli yang menjelaskan tentang cirri-ciri kematangan tersebut, di antaranya adalah pendapat Abraham Maslow, yaitu:

 

  • Memiliki kemampuan menerima diri sendiri, orang lain dan alam dunia ini tanpa perasaan malu atau bahkan suatu kebencian.
  • Terdapat aktualisasi diri, dan kemampuan efesiensi dalam menerima realita yang ada.
  • Memiliki kesanggupan untuk bebas dan berdiri sendiri.
  • Memiliki rasa sosial yang mendalam, dan kesanggupan identifikasi.
  • Memiliki banyak spontanitas dalam mengapresiasikan dunia dalam kebudayaannya.
  • Memiliki kesegaran apresiasi yang terus menerus terhadap sesamanya dalam pengartian tidak kaku dan menoton, serta tidak bersikap stereotype.
  • Ada ketabahan dan keuletan dalam menjalankan tugas-tugasnya.
  • Ada keinginan untuk memiliki kebebasan dan otonomi diri.
  • Cakrawala kehidupannya tidak terbatas.
  • Cukup selektif dalam menjalin relasi-sosial.
  • Ada kesadaran humor yang filsafi, tidak memiliki sikap bermusuhan terhadap orang lain.
  • Memiliki keteguhan untuk berpegang pada tujuan akhir yang hendak dicapainya.
  • Memilikin kretifitas.
  • Di dalam struktur karakter, nilai-nilai dan sikapnya cukup demokratis.

 

 

 

F. Mengenali Tanda-Tanda Kedewasaan Pada Diri Seseorang

 

 

 

Para ahli psikologi dan psikiater sepakat, bahwa kesuksesan seseorang ditandai dengan berkembangnya prestasi serta kematangan emosinya. Meski tidak ada orang yang menyangkal pernyataan ini, tetapi sedikit orang yang mengetahui secara pasti tentang bagaimana penampilan seseorang yang dewasa atau matang itu, bagaimana cara berpakaian dan berdandannya, bagaimana caranya menghadapi tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap keluarga, dan bagaimana pandangan hidupnya tentang dunia ini. Yang jelas kematangan adalah sebuah modal yang sangat berharga. Sesungguhnya apa yang disebut dengan kematangan atau kedewasaan itu?

 

 

 

Kedewasaan tidak selalu berkaitan dengan intelegensi. Banyak orang yang sangat brilian namun masih seperti kanak-kanak dalam hal penguasaan perasaannya, dalam keinginannya untuk memperoleh perhatian dan cinta dari setiap orang, dalam bagaimana caranya memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain, dan dalam reaksinya terhadap emosi. Namun, ketinggian intelektual seseorang bukan halangan untuk mengembangkan kematangan emosi. Malah bukti-bukti menunjukkan keadaan yang sebaliknya. Orang yang lebih cerdas cenderung mempunyai perkembangan emosi yang lebih baik dan superior, serta mempunya kemampuan menyesuaikan diri atau kematangan sosial yang lebih baik.

 

 

 

Kedewasaan pun bukan berarti kebahagiaan. Kematangan emosi tidak menjamin kebebasan dari kesulitan dan kesusahan. Kematangan emosi ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan, bagaimana kesulitan ditangani. Orang yang sudah dewasa memandanng kesulitan-kesulitannya bukan sebagai malapetaka, tetapi sebagai tantangan-tantangan.

 

 

 

Apa sih kedewasaan/kematangan itu? Menurut kamus Webster, adalah suatu keadaan maju bergerak ke arah kesempurnaan. Definisi ini tidak menyebutkan preposisi "ke" melainkan "ke arah". Ini berarti kita takkan pernah sampai pada kesempurnaan, namun kita dapat bergerak maju ke arah itu. Pergerakan maju ini uniq bagi setiap individu. Dengan demikian kematangan bukan suatu keadaan yang statis, tapi lebih merupakan suatu keadaan "menjadi" atau state of becoming. Pengertian ini menjelaskan, suatu kasus misal, mengapa seorang eksekutif bertindak sedemikian dewasa dalam pekerjaannya, namun sebagai suami dan ayah ia banyak berbuat salah. Tak ada seseorang yang sanggup bertindak dan bereaksi terhadap semua situasi dan aspek kehidupan dengan kematangan penuh seratus persen. Mereka dapat menangani banyak proble secara lebih dewasa. Berikut ini ada beberapa kualitas atau tanda mengenai kematangan seseorang. Namun, kewajiban setiap orang adalah menumbuhkan itu di dalam dirinya sendiri, dan menjadi bagian dari dirinya sendiri. Maka, orang yang dewasa/matang adalah:

 

 

 

1 .Dia menerima dirinya sendiri

 

 

 

Eksekutif yang paling efektif adalah ia yang mempunyai pandangan atau penilaian baik terhadap kekuatan dan kelemahannya. Ia mampu melihat dan menilai dirinya secara obyektif dan realitis. Dengan demikian ia bisa memilih orang-orang yang mampu membantu mengkompensasi kelemahan dan kekurangannya. Ia pun dapat menggunakan kelebihan dan bakatnya secara efektif, dan bebas dari frustasi-frustasi yang biasa timbul karena keinginan untuk mencapai sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dalam dirinya. Orang yang dewasa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik, dan senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Ia tidak berkepentingan untuk menandingin orang lain, melainkan berusaha mengembangkan dirinya sendiri. Dr. Abraham Maslow berkata, "Orang yang dewasa ingin menjadi yang terbaik sepanjang yang dapat diusahakannya. Dalam hal ini dia tidak merasa mempunyai pesaing-pesaing.

 

 

 

2. Menghargai Orang Lain

 

 

 

Eksekutif yang efektif pun bisa menerima keadaan orang lain yang berbeda-beda. Ia dikatakan dewasa jika mampu menghargai perbedaan itu, dan tidak mencoba membentuk orang lain berdasarkan citra dirinya sendiri. Ini bukan berarti bahwa orang yang matang itu berhati lemah, karena jika kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri seseorang itu sudah sedemikian mengganggu tujuan secara keseluruhan, ia tak segan memberhentikannya. Ukuran yang paling tepat dan adil dalam hubungan dengan orang lain bahwa kita menghormati orang lain, adalah ketiadaan keinginan untuk memperalat atau memanipulasi orang lain tersebut.

 

 

 

3 . Menerima Tanggung Jawab

 

 

 

Orang yang tidak dewasa akan menyesali nasib buruk mereka. Bahkan, mereka berpendapat bahwa nasib buruk itu disebabkan oleh orang lain. Sedangkan orang yang sudah dewasa malah mengenal dan menerima tanggung jawab dan pembatasan-pembatasan situasi dimana ia berbuat dan berada. Tanggung jawab adalah perasaan bahwa seseorang itu secara individu bertanggung jawab atas semua kegiatan, atau suatu dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus dan patut diperbuat dan diselesaikan. Mempercayakan nasib baik pada atasan untuk memecahkan persoalan diri sendiri adalah tanda ketidakdewasaan. Rasa aman dan bahagia dicapai dengan mempunyai kepercayaan dalam tanggung jawab atas kehidupan sendiri.

 

 

 

4 . Percaya Pada Diri Sendiri

 

 

 

Seseorang yang matang menyambut dengan baik partisipasi dari orang lain, meski itu menyangkut pengambilan keputusan eksekutif, karena percaya pada dirinya sendiri. Ia memperoleh kepuasan yang mendalam dari prestasi dan hal-hal yang dilaksanakan oleh anak buahnya. Ia memperoleh perasaan bangga, bersama dengan kesadaran tanggung jawabnya, dan kesadaran bahwa anak buadanya itu tergantung pada kepemimpinannya. Sedangkan orang yang tidak dewasa justru akan merasa sakit bila ia dipindahkan dari peranan memberi perintah kepada peranan pembimbing, atau bila ia harus memberi tempat bagi bawahannya untuk tumbuh. Seseorang yang dewasa belajar memperoleh suatu perasaan kepuasaan untuk mengembangkan potensi orang lain.

 

 

 

5 . Sabar

 

 

 

Seseorang yang dewasa belajar untuk menerima kenyataan, bahwa untuk beberapa persoalan memang tidak ada penyelesaian dan pemecahan yang mudah. Dia tidak akan menelan begitu saja saran yang pertama. Dia menghargai fakta-fakta dan sabar dalam mengumpulkan informasi sebelum memberikan saran bagi suatu pemecahan masalah. Bukan saja dia sabar, tetapi juga mengetahui bahwa adalah lebih baik mempunyai lebih dari satu rencana penyelesaian.

 

 

 

6.Mempunyai Rasa Humor

 

 

 

Orang yang dewasa berpendapat bahwa tertawa itu sehat. Tetapi dia tidak akan menertawakan atau merugikan/melukai perasaan orang lain. Dia juga tidak akan tertawa jika humor itu membuat orang lain jadi tampak bodoh. Humor semestinya merupakan bagian dari emosi yang sehat, yang memunculkan senyuman hangat dan pancaran yang manis. Perasaan humor anda menyatakan sikap anda terhadap orang lain. Orang yang dewasa menggunakan humor sebagai alat melicinkan ketegangan, bukan pemukul orang lain.[12]

 

Contoh Makalah

21 March 2013 02:13:10 Dibaca : 1276

HAND OUT

 

MATA KULIAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK USIA  0-3 TAHUN

 

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

 

A.Deskripsi Mata Kuliah

 

Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan dapat menerapkan teori psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun dalam membantu tumbuh kembang anak secara optimal. Untuk mencapai kompetensi tersebut mahasiswa selain mempelajari materi pembelajaran, mahasiswa diharapkan juga berlatih mempraktekkan konsep-konsep dalam psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun. Mata kuliah ini membahas materi mengenai konsep dasar dalam psikologi perkembangan, tahapan dan karakteristik perkembangan anak usia 0-3 tahun, deteksi dini dan hambatan yang mungkin terjadi dalam perkembangan anak usia 0-3 tahun serta kasus-kasus yang terjadi dalam psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun.

 

 

 

B.Standar Kompetensi Mata Kuliah

 

Mampu mengidentifikasikan, menjelaskan serta menganalisis aspek-aspek dalam psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal

 

 

C.Manfaat Mata Kuliah

 

Manfaat mata kuliah ini adalah memberikan wawasan baru kepada mahasiswa dalam hal pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini usia 0-3 tahun sehingga mereka mampu mengindentifikasi tahapan dan karakteristik dalam perkembangan anak secara mendalam. Berbekal wawasan tersebut, diharapkan mahasiswa dapat melakukan deteksi dini dalam perkembangan anak, mengenali hambatan yang terjadi dalam perkembangan anak serta mampu untuk melakukan analisis kasus yang terjadi dalam psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun.

 

 

 

D.Kegiatan belajar/pembelajaran

 

Kegiatan pembelajaran dilakukan melalui ceramah, diskusi dan presentasi

 

 

BAB II

 

MATERI

 

 

A.Pengertian, sejarah dan ruang lingkup psikologi perkembangan

 

1.Pertemuan ke-1 dan 2

 

2.Minggu ke-1 dan 2

 

3.Kompetensi dasar : Mengidentifikasikan pengertian, sejarah dan ruang lingkup psikologi perkembangan

 

4.Ringkasan Materi :

 

Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perkembangan manusia, sejak masa konsepsi sampai dengan akhir hayat manusia. Sejarah psikologi perkembangan dimulai ketika Dietrich Tiedmann pada tahun 1787 mempublikasikan hasil observasi tentang perkembangan awal anak dalam jurnal Baby Biographies. Ruang lingkup psikologi perkembangan anak meliputi perkembangan kognitif, sosial dan psikomotor.

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi dan presentasi

 

 

 

B.Isu teoritis dasar dalam psikologi perkembangan

 

1.Pertemuan ke-3

 

2.Minggu ke-3

 

3.Kompetensi dasar : Mengidentifikasikan isu teoritis dasar dalam psikologi perkembangan

 

4.Ringkasan Materi :

 

Terdapat tiga isu teoritis dasar dalam psikologi perkembangan yaitu (1) bobot relatif yang diberikan kepada faktor turunan dan lingkungan, (2) apakah manusia bersifat aktif atau pasif dalam perkembangannya sendiri, dan (3) atau apakah perkembangan terjadi secara berkesinambungan atau terjadi dalam tahapan-tahapan.

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi dan presentasi

 

 

 

C.Perspektif dalam psikologi perkembangan

 

1.Pertemuan ke-4

 

2.Minggu ke-4

 

3.Kompetensi dasar : Mengidentifikasikan perspektif dalam psikologi perkembangan

 

4.Ringkasan Materi

 

Terdapat berbagai perspektif/pandangan dalam psikologi perkembangan yang kesemuanya berusaha menjelaskan tentang perkembangan manusia. Perspektif dasar dalam teori psikologi perkembangan meliputi perspektif psikoanalisis, pembelajaran, kognitif dan evolusioner (sosiologis)

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi, presentasi

 

 

 

D.Metode penelitian dalam psikologi perkembangan

 

1.Pertemuan ke-5, 6, 7 dan 8

 

2.Minggu ke-5, 6, 7 dan 8

 

3.Kompetensi dasar : Mengidentifikasikan metode penelitian dalam psikologi perkembangan

 

4.Ringkasan Materi

 

Metode penelitian dalam psikologi untuk mendapatkan data data yang akurat dan reliabel. Metode penelitian dasar dalam psikologi perkembangan meliputi teknik pengambilan sampel, bentuk-bentuk pengumpulan data dan rancangan penelitian dasar

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi, presentasi

 

 

 

E.Tahapan dan karakteristik perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

1.Pertemuan ke-9

 

2.Minggu ke-9

 

3.Kompetensi dasar : Menganalisis tahapan dalam perkembangan anak usia 0-3 tahun dan karakteristiknya, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, psikososial serta perkembangan yang berwawasan multikultural

 

4.Ringkasan Materi

 

Tahapan dalam psikologi perkembangan anakmeliputi perkembangan fisik, kognitif, psikososial serta perkembangan yang berwawasan multikultural

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi, presentasi

 

 

 

F.Deteksi dini dalam perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

1.Pertemuan ke-10

 

2.Minggu ke-10

 

3.Kompetensi dasar : Menganalisis deteksi dini dalam perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

4.Ringkasan Materi :

 

Deteksi dini dalam perkembangan anak adalah melakukan pengamatan sejak dini tentang perkembangan yang sedang terjadi pada anak, untuk mengetahui apakah anak sudah mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan usia nya. Deteksi dini perkembangan pada anak ini sangat diperlukan agar sesegera mungkin diketahui jika terjadi hal yang tidak sewajarnya pada perkembangan anak sehingga dapat diberikan intervensi sedini mungkin pada anak.

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi, analisis kasus, presentasi

 

 

 

G.Hambatan perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

1.Pertemuan ke-11

 

2.Minggu ke-11

 

3.Kompetensi dasar : Menganalisis hambatan yang mungkin terjadi dalam perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

 

 

 

 

4.Ringkasan Materi

 

Hambatan perkembangan anak adalah hambatan yang terjadi pada anak dimana anak mengalami perkembangan yang tidak sesuai dengan tahapan yang seharusnya terjadi pada usianya. Hambatan pada perkembangan anak harus segara dicarikan alternatif pemecahan masalahnya, agar hambatan tersebut tidak mengganggu perkembangan yang lainnya.

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi, analisis kasus, presentasi

 

 

 

H.Isu-isu dalam psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

1.Pertemuan ke-12

 

2.Minggu ke-12

 

3.Kompetensi dasar : Menganalisis isu-isu yang terjadi dalam psikologi perkembangan anak usia 0-3 tahun

 

4.Ringkasan Materi

 

Terdapat banyak isu yang terjadi dalam psikologi perkembangan anak dalam masyarakat. Analisis kasus terhadap permasalahan tersebut sangat diperlukan agar kita dapat membantu penyelesaian kasus yang terjadi dalam masyarakat di sekitar kita.

 

5.Kegiatan Belajar : ceramah, diskusi, analisis kasus, presentasi

 

 

 

BAB III

 

PENUTUP

 

 

 

A. Daftar Rujukan

 

1.Haditono, S.R, Knoers, A.M.P., Mönks., F.J., 1999. Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

2.Hurlock, E. B., 1999. Psikologi Perkembangan (edisi terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga.

 

3.Papalia, D.E., Olds, S.W. & Feldman, R.D., 2008. Human Development (edisi terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

 

B. Tugas Terstruktur

 

1.Makalah individu

 

2.Makalah kelompok

Orang dewasa yang matang perkembangan kognitifnya lebih sistematis dalam memecahkan masalahnya. Begitu juga dalam merumuskan hipotesis masalah lebih terarah dengan pertimbangan logika yang makin mantap, karena lebih banyak memiliki pengalaman dan pengetahuan dibanding dengan remaja. Biasanya orang dewasa awal mulai berfikir yang lebih liberal dan bijaksana dalam mengambil keputusan tentang cara memecahkan masalah dan cara berfikirnya mutlak dan optimis yang meluap, mulai berkurang pada masa dewasa awal ini. Pada masa ini terjadi peningkatan kemampuan mempertimbangkan banyak hal dalam menghadapi masalah, sehingga ia bersikap lebih tolernsi terhadap hal-hal yang tidak diingikan. Orang dewasa awal seperti ini lebih bijaksana menyelesaikan masalah kehidupan
 
 
Pasa masa dewasa awal terjadi integritas baru dalam berfikir. Dia lebih pragmatis dalam memecahkan masalah bukan hanya berdasarkan analisis logika semata. Orang dewasa lebih mengetahui pentingnya mempertimbangkan unsur non logika dalam memecahkan masalah. Misal dalam pemecahan masalah penyalah gunaan narkoba oleh siswa, terdapat perbedaan cara pemecahan antara remaja dengan orang dewasa awal, antara lain:
·         Menurut remaja
Siswa yang melakukan penyalahgunaan narkoba dikeluarkan saja dari sekolahnya
·         Menurut orang dewasa awal
Siswa yang melakukan penyalahgunaan narkoba hendaklah dibina dengan cara..
- Pembekalan pengetahuan tentang berbagai akibat narkoba terhadap kesehatan.
- Pemberian bimbingan oleh guru BP atau Bk di sekolah bersangkutan.
- Mangingatkan upaya orang tua siwa bersangkutan untuk mengawasi anaknya.
- Pemberian kesempatan untuk merasa berpatisipasi dan dikasihi
Menurut Pery (1970) kemampuan berfiir orang dewasa awal lebih berkualitas dibandingkan dengan ketika remaja. Hal ini dapat diketahui sebagai berikut:
1.      Mampu berfikir multiple sebagai perubahan dari berfikir dualistis pada masa remaja. Sewaktu remaja mamandang permasalahan dalam kehidupannya sangat politistik yaitu terpola oleh dua sisi saja, benar salah, baik buruk, aku dia lain-lain. Ketika dewasa orang menyadari bahwa kehidupan ini tidak dapat dipahami dari dua sisi atau pokok yang sempit, tetapi dipahami dari berbagai sisinya dengan multi pandangan. Oleh karena itu orang dewasa awal mampu memahami perbedaan pandangan dari banyak orang dan manfaat untuk memecahkan masalah secara sempurna.
2.      Orang dewasa awal telah mencapai kemampan berfikir full relativisme. Kemmapuan ini dapat dari cara berfikir mereka yang komprehensif atau luas. Misal: orang dewasa awal memahami bahwa ilmu pengetahuan yang dibuat manusia bukan suatu yang absolute tetapi dapt berubah dan berbeda sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu orang dewasa awal sangat menghargai penemuan baru dan mudah menerima dan melaksanakan pembaharuan.
3.      Orang dewasa awal memiliki efesiensi yang tinggi dalam menguasai ilmu- ilmu baru. Lebih mampu memanfaatkan waktu, kesempatan dan sarana yang ada. Semuanya berkaitan dengan peningkatan kualitas berfikir mereka.
4.      Orang dewasa awal mampu menerapkan nilai-nilai yang dikuasai dalam kehidupan, seperti karir, keluarga, dan sosial di masyarakat.
5.      Orang dewasa awal memiliki perasaan tanggung jawab yang makin tinggi terhadap dirinya sendiri dan orang lain.
White (1970) berpendapat bahwa dewasa awal merupakan periode pembinaan hubungan yang mendalam dengan orang lain. Kecenderungan bentuk hubungan sosial menurut Roberth:
a)      Orang yang menunjukkan kematangan sosial yang tinggi, terhindar dari sifat-sifat egosentris, memiliki sifat-sifat toleransi yang tinggi, senang menghargai orang lain dan mampu menerima kritikan dari orang lain
b)      Ditandai oleh tingkah laku sosial yang suka mementingkan diri sendiri dan mempertahankan identitas diri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Seiringan dengan itu muncul lagi kecenderungan tingkah laku yang disebut deefening of interest yaitu minat yang lebih terarah kepada satu atau dua minat yang ditekuni dengan serius dibandingkan minat masa remaja. Tingkah laku yang muncul pada periode ini adalah humalization of Value yaitu tingkah laku yang bernilai manusiawi
 
B. Teori psikologi tentang perkembangan manusia
Dalam dunia psikologi dikenal empat teori tentang manusia, yaitu psikoanalisis, behaviorisme, psikologi kognitif dan psikologi humanistik.
Dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (id) komponen psikologis (ego) dan komponen sosial (superego). Id berisi dorongan-dorongan biologis yang bermuara pada pencapaian kesenangan. Ego bergerak atas prinsip realitas yang membawa kita ke kenyataan, superego berisi hati nurani yang berlaku sebagai polisi kepribadian. sikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan: 1) suatu metoda penelitian dari pikiran; 2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan 3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional. Dalam cakupan yang luas dari psikoanalisis ada setidaknya 20 orientasi teoretis yang mendasari teori tentang pemahaman aktivitas mental manusia dan perkembangan manusia. Berbagai pendekatan dalam perlakuan yang disebut “psikoanalitis” berbeda-beda sebagaimana berbagai teori yang juga beragam
Sementara itu behavorisme menyatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh peneguhan (reinforcement), tindakannya atas dasar ganjaran dan hukuman (reward and punishment). Sementara kemampuan potensialnya untuk berperilaku didapatkannya melalui peniruan (imitation) dalam proses belajar sosial (social learning) Sistem psikologi behaviorisme ini merupakan transisi dari sistem sebelumnya. Psikologi behaviorisme memaknai psikologi sebagai studi tentang perilaku dan sistem ini mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya di abad 20 Amerika Serikat.Psikologi behaviorisme sebagai disiplin empiris yang mempelajari perilaku sebagai adaptasi terhadap stimuli lingkungan. Inti utama behaviorisme adalah bahwa organisme mempelajari adaptasi perilaku dan pembelajaran tersebut dikendalikan oleh prinsip-prinsip asosiasi. Pendekatan empiris berdasarkan pengkajian asosiasi dalam psikologi behavioristik yang secara umum mengikuti pendapat para filsuf inggris dan juga konsep locke tentang kepasifan mental yang bermakna bahwa isi pikiran bergantung pada lingkungan. Psikologi behaviorisme juga berfundamental pada refleksiologi. Meskipun penelitian tentang perolehan refleks dilakukan sebelum diterbitkannya tulisan-tulisan Watson, karena penelitian ini sebagian besar dilakukan oleh peneliti berkebangsaan rusia seperti Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).
 
Selanjutnya Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Proses ini meliputi bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap dan perilaku manusia. Oleh karena itu, psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.Aspek kognitif meliputi Kematangan yang menuju kepada Semakin bertambahnya usia, maka semakin bijaksana seseorang. Adapula yang berkaitan dengan Pengalaman yang menuju kepada hasil interaksi dengan orang lain.lalu ada Transmisi sosial yang menuju kepada hubungan sosial dan komunikasi yang sesuai dengan lingkungan. Dan yang terakhir Equilibrasi yang menuju kepada perpaduan dari pengalaman dan proses transmisi sosial.
 Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2) manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas
 
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psikologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia ada dua yaitu faktor personal dan faktor situasional.
Faktor Personal
Faktor personal terdiri dari faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Sedangkan faktor situasional terdiri dari tujuh faktor
Faktor biologis menekankan pada pengaruh struktur biologis terhadap perilaku manusia. Pengaruh biologis ini dapat berupa instink atau motif biologis. Perilaku yang dipengaruhi instink disebut juga species characteristic behavior misalnya agresivitas, merawat anak dan lain-lain. Sedangkan yang bisa dikelompokkan dalam motif biologis adalah kebutuhan makan, minum dan lain-lainnya.
Faktor personal lainnya adalah faktor sosiopsikologis. Menurut pendekatan ini proses sosial seseorang akan membentuk beberapa karakter yang akhirnya mempengaruhi perilakunya. Karakter ini terdiri dari tiga komponen yaitu komponen afektif, kognitf dan komponen konatif.
Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Dalam komponen ini tercakup motif sosiogenesis, sikap dan emosi.
Komponen kognitif berkaitan dengan aspek intelektual yaitu apa yang diketahui manusia. Komponen kognitif terdiri dari faktor sosiopsikologis adalah kepercayaan, yaitu suatu keyakinan benar atau salah terhadap sesuatu atas dasar pengalaman intuisi atau sugesti otoritas.
Komponen konatif berkaitan dengan aspek kebiasaan dan kemauan bertindak. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang relatif
Faktor-faktor Situsional
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa
Ø  Faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim
Ø  Faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang
Ø  Faktor temporal, misal keadaan emosi
Ø  Suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara
Ø  Teknologi
Ø  Faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik sosial individu
Ø  Lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap lingkungannya

Ø  Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku