Bank Mandiri Jaga Likuiditas dan Kualitas Kredit

30 August 2013 13:57:47 Dibaca : 1319

Bank Mandiri Jaga Likuiditas dan Kualitas Kredit
Petugas menghitung transaksi uang tunai di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Pertamina UPMS III Jakarta, Senin (5/8).
Petugas menghitung transaksi uang tunai di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk cabang Pertamina UPMS III Jakarta, Senin (5/8). (sumber: INVESTOR DAILY/David Gita Roza)
Jakarta – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berupaya menjaga likuiditas dan kualitas kredit, di tengah dinamika perekonomian domestik dan tekanan global saat ini.

Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan, perseroan saat ini memiliki banyak likuiditas dalam denominasi rupiah maupun valuta asing (valas).

Menurut dia, kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak sebaik tahun 2011 dan 2012. Namun, Indonesia telah beberapa kali menghadapi kondisi tersebut beberapa kali, sehingga pemerintah sebenarnya bisa mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi gejolak ekonomi.

“Kita telah menghadapi situasi yang lebih parah dibandingkan saat ini. Selama saya menjadi bankir, ada sekitar 4-5 kali kondisi seperti ini yang dihadapi Indonesia. Jadi, semestinya kita bisa mengatasi. Untuk Bank Mandiri, kami akan menjaga likuiditas dan kualitas kredit,” kata dia pada acara acara "Macroeconomic Outlook" yang diselenggarakan Bank Mandiri di Jakarta, Kamis (29/8).

Budi menjelaskan, likuditas Bank Mandiri saat ini tercermin dari tingkat loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 85%. Perseroan berupaya menjaga agar LDR berada di kisaran tersebut hingga akhir tahun ini.

Berdasarkan data kinerja perusahaan per kuartal II-2013, outstanding kredit Bank Mandiri mencapai Rp 428,7 triliun (konsolidasi). Pencapaian itu mendukung peningkatkan total aset perseroan menjadi Rp 672,2 triliun, tumbuh 17,6% dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 571,8 triliun.

Kinerja positif pada sisi intermediasi tersebut memacu pertumbuhan laba bersih Bank Mandiri mencapai Rp 8,3 triliun, tumbuh 16% dibandingkan kuartal II-2012. “Kalaupun terjadi rush di Bank Mandiri, kami masih memiliki dana sekitar Rp 80-90 triliun. Ukuran dana tersebut setara dengan aset bank skala menengah atas,” ujar dia.

Terkait kualitas kredit, perseroan tidak serta merta menaikkan suku bunga kredit kendati Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 7%. Pasalnya, penaikan bunga kredit akan memberatkan para debitor yang berpotensi mengakibatkan terhambatnya pelunasan kewajiban debitor, dan meningkatkan non performing loan (NPL).

Meski demikian, perseroan akan menyesuaikan suku bunga simpanan untuk merespons penaikan BI rate tersebut. Bank Mandiri akan menjaga NPL di kisaran 2% untuk gross. Per Juni 2013, NPL net perseroan tercatat 0,47%.

Hatta Ingatkan Spekulan Tidak Permainkan Harga Kedelai

30 August 2013 13:54:19 Dibaca : 1214

Hatta Ingatkan Spekulan Tidak Permainkan Harga Kedelai
Pekerja memproduksi makanan tempe dengan bahan baku kedelai dikawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
Pekerja memproduksi makanan tempe dengan bahan baku kedelai dikawasan Johar Baru, Jakarta Pusat, Senin (26/8). (sumber: Suara Pembaruan)
Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Hatta Rajasa mengingatkan para spekulan agar tidak mempermainkan stok dan harga kedelai di pasaran.

Tingginya harga kedelai berdampak pada penurunan produksi tempe dan tahu di berbagai daerah.

“Sekarang, stok kedelai ada 300.000 ton, ya keluarkan. Kalau tidak mau dikeluarkan harus dipaksa, karena ini menyangkut ekonomi kita. Kalau tidak mau keluarkan juga, bongkar gudangnya. Jalankan, rakyat butuh," ujar Hatta di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (29/8).

Hatta mengatakan, stok kedelai yang disimpan di berbagai gudang harus didistribusikan kepada para pedagang di berbagai daerah di Tanah Air. Pemerintah, lanjutnya, tidak akan segan-segan membongkar gudang milik spekulan jika ditemukan adanya penimbunan pasokan.

“Masa ada barang dikekepin. Ini kan untuk rakyat, untuk menjaga stabilitas ekonomi kita. Jangan main-main kalau situasi seperti ini, jangan kalau situasi sudah menguntungkan baru dikeluarkan. Jangan,” kata dia.

Hingga kini, harga kacang kedelai di sejumlah daerah masih tinggi. Di Pekalongan, Jawa Tengah, harga kacang kedelai mencapai Rp 9.100 per kilogram.

Melemahnya Rupiah Dinilai Untungkan Pengusaha

30 August 2013 13:52:40 Dibaca : 1839

Melemahnya Rupiah Dinilai Untungkan Pengusaha
Ilustrasi nilai tukar dolar terhadap rupiah
Ilustrasi nilai tukar dolar terhadap rupiah (sumber: Antara)
Yogyakarta - Melemahnya nilai tukar rupiah saat ini dinilai menguntungkan pengusaha, karena akan semakin banyak jumlah nominal rupiah yang dikuasai mereka, kata ekonom Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Revrisond Baswir.

"Saat ini ada pelemahan peran negara, baik secara politis maupun ekonomi. Peran negara telah diambil alih pengusaha yang saat ini telah berkuasa pada banyak sektor publik," katanya di Yogyakarta, Kamis (29/8).

Menurut dia, berkuasanya pengusaha di berbagai sektor itu menyebabkan perbaikan ekonomi yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemkeu), Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak efektif.

"Para pengusaha yang berkuasa tersebut akan berusaha melindungi kepentingannya dan mengorbankan kepentingan negara yang lebih besar dalam melakukan perbaikan ekonomi," kata peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM itu.

Ia mengatakan, di sisi lain paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga tidak sepadan dengan persoalan yang dihadapi, sehingga melemahnya rupiah diprediksikan masih akan berlangsung lama.

"Pelemahan rupiah terjadi bukan semata-mata karena persoalan internasional, tetapi juga domestik. Melihatnya jangan hanya digeser ke masalah internasional saja, tetapi juga perlu dilihat faktor domestiknya," katanya.

Menurut dia, selain melemahnya rupiah, terjadinya "triple deficit" yakni neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan, dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga masih akan terjadi.

Defisit APBN semakin melebar meskipun pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.

"Ujung-ujungnya terjadi pelemahan rupiah. Jadi, saya lihat belum ada obat mujarab untuk segera mengatasi persoalan tersebut," katanya.

Penulis: /ARD


Ilustrasi nilai tukar dolar terhadap rupiah
Ilustrasi nilai tukar dolar terhadap rupiah (sumber: Antara)
Yogyakarta - Melemahnya nilai tukar rupiah saat ini dinilai menguntungkan pengusaha, karena akan semakin banyak jumlah nominal rupiah yang dikuasai mereka, kata ekonom Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Revrisond Baswir.

"Saat ini ada pelemahan peran negara, baik secara politis maupun ekonomi. Peran negara telah diambil alih pengusaha yang saat ini telah berkuasa pada banyak sektor publik," katanya di Yogyakarta, Kamis (29/8).

Menurut dia, berkuasanya pengusaha di berbagai sektor itu menyebabkan perbaikan ekonomi yang dilakukan Kementerian Keuangan (Kemkeu), Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak efektif.

"Para pengusaha yang berkuasa tersebut akan berusaha melindungi kepentingannya dan mengorbankan kepentingan negara yang lebih besar dalam melakukan perbaikan ekonomi," kata peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM itu.

Ia mengatakan, di sisi lain paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah juga tidak sepadan dengan persoalan yang dihadapi, sehingga melemahnya rupiah diprediksikan masih akan berlangsung lama.

"Pelemahan rupiah terjadi bukan semata-mata karena persoalan internasional, tetapi juga domestik. Melihatnya jangan hanya digeser ke masalah internasional saja, tetapi juga perlu dilihat faktor domestiknya," katanya.

Menurut dia, selain melemahnya rupiah, terjadinya "triple deficit" yakni neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan, dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga masih akan terjadi.

Defisit APBN semakin melebar meskipun pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.

"Ujung-ujungnya terjadi pelemahan rupiah. Jadi, saya lihat belum ada obat mujarab untuk segera mengatasi persoalan tersebut," katanya.

Penulis: /ARD

Muhamad Iman Usman, Pencetus Parlemen Muda yang Bersahaja

30 August 2013 13:49:50 Dibaca : 1458

Muhamad Iman Usman, Pencetus Parlemen Muda yang Bersahaja
Iman Yusman, pencetus parlemen muda
Iman Yusman, pencetus parlemen muda (sumber: Beritasatu.com)
Jakarta - Hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum lelaki muda kelahiran Padang 21 Desember 1991 itu berangkat ke Amerika Serikat (AS). Penulis masih sempat menemuinya di sela kesibukannya mengurusi beberapa hal sebelum memulai hidup baru sebagai mahasiswa S2 International Educational Development Universitas Columbia, AS.

Selasa (20/8) malam di Mal Pacific Place, Senayan, ia menyambut Beritasatu.com dengan ramah tanpa sedikit pun merasa terganggu oleh lelah.

Sebagian dari kita mungkin mengenal Muhamad Iman Usman sebagai mahasiswa Hubungan Internasional UI 2009 peraih Juara 1 Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional pada Juli 2012. Sebagian lagi mungkin lebih banyak mengenalnya sebagai salah seorang penggagas Indonesian Future Leaders, sebuah organisasi anak muda yang punya visi: Menjadikan generasi muda Indonesia generasi yang kompeten pada bidang yang ditekuninya, dapat membawa perubahan positif dan menjadi inspirasi bagi lingkungannya.

Semuanya benar dan semuanya menggambarkan sosok anak muda yang ideal untuk bangsa ini. Anak muda yang tidak cuma menuntut perubahan tapi juga berjuang untuk mewujudkannya. Sesuai wejangan legendaris Mahatma Gandhi, "Be the change you wish to see in the world."

Sebelum Rabu (21/8) terbang menuju AS, ia hadir untuk menjadi pembicara di acara yang digagasnya, Parlemen Muda. Sebuah wadah yang memberi kesempatan bagi anak muda untuk merasakan dunia parlementer dan menjadi jembatan bagi suara mereka kepada pengambil kebijakan.

Berikut petikan tanya jawab Beritasatu.com dengan Iman.

Apa yang mendasari seorang Iman untuk membuat Parlemen Muda ini?
Waktu awalnya bikin sih sebenarnya lebih ke melihat kok banyak anak muda yang apatis sama politik, makin sudah enggak ada harapan ke politik. Mereka jenuh sama berita-berita negatif di televisi dan pada akhirnya jadi enggak mau terlibat .

Di satu sisi ini juga menjadi platform buat anak muda untuk belajar menyampaikan aspirasi mereka terkait kebijakan-kebijakan yang ada juga terbatas. Jadi di satu sisi kami ingin mengedukasi, tapi di satu sisi juga gimana caranya ini jadi wadah buat menyambungkan suara anak muda ke para pengambil kebijakan.

Lalu, suara-suara mereka sudah tersambung?
Sebetulnya kami baru mulai tahun lalu. Mereka mendapatkan wadah untuk menyampaikan gagasan kepada pemerintah tapi memang responnya masih belum sesuai sama yang diharapkan. Lalu dari sisi kami juga masih perlu improvement dalam hal advokasinya sendiri. Jadi ada dua pihak yang perlu diperbaiki dan harapannya tahun ini hal itu bisa terwujud.

Dengan kepedulian Anda yang besar terhadap Indonesia, pernah tidak merasa dikecewakan oleh keadaan nyata bangsa ini?
Kecewa pasti ada, yang kecil-kecil. Teman-teman lain juga pernah. Ada kalanya saat kita berusaha keras pada satu hal tapi responnya tidak sesuai harapan, itu pasti ada rasa kecewa. Tapi tidak sampai membuat berhenti. Saya sadar kalau perubahan itu bukan sesuatu yang instan, butuh proses panjang dan makan waktu yang lama. Jadi ya memang harus sabar dan ada tahapan-tahapannya. Pada akhirnya itu menjadi semacam cambuk.

Pernahkah ada pada titik ketika Iman berhenti mengusahakan sesuatu?
Tidak, kalau yang dimaksud semangat melakukan perubahan. Sejauh ini sih saya enggak pernah merasa pernah berhenti, dalam artian semangat itu terus ada. Kalaupun bukan saya secara langsung yang ngerjain itu juga sudah terwakilkan oleh teman-teman yang lain. Tapi ada juga masa yang saya bilang terminasi suatu program.

Oh kami merasa tidak tercapai sasarannya dan perlu mencari jalan. Itu yang saya bilang berhenti. Maksudnya semangatnya sih enggak berhenti.

Nah, dari kapan semangat melakukan perubahan itu mulai ada dalam diri Anda?
Konkritnya sih waktu umur 10 tahun. Saat itu bikin perpustakaan dan mengajar anak-anak kelas 1-3 SD. Jadi dulu itu saya membagi ilmu yang saya punya. Apa yang diajarkan di sekolah, saya ajarkan ke mereka.

Di umur semuda itu Anda sudah melakukan hal semacam tadi, pengaruh lingkungan seperti apa yang didapatkan?
Kalau saya sih melihatnya lebih ke panggilan. Seperti saya sedang berpikir, "Baiklah, tak ada seorangpun yang melakukan hal ini. Kondisinya akan seperti itu terus. Saya punya kesempatan, saya punya kapasitas. Jadi ayo lakukan sesuatu yang bisa kulakukan." Lebih ke seperti itu sih, tapi dalam perkembangannya saya ketemu banyak orang, jadi yang seperti itu kemudian menjadi motivasi.

Lalu untuk orangtua, seberapa besar pengaruh mereka pada Anda?
Pengaruhnya besar tapi bukan dalam artian nyuruh ini itu, ngajarin ini itu. Lebih ke seperti memberikan kesempatan untuk bebas memilih apa yang terbaik untuk diri saya sendiri. Mereka tak pernah mengatur harus ini harus itu. Bagi saya itu pengaruhnya besar.

Kedua, mereka mengajarkan saya untuk percaya pada apa yang saya kerjakan. Karena kalau enggak percaya itu akan sangat susah langkah ke depannya.

Tentu ada orang yang tidak suka kepada Anda, apa yang mereka lakukan kepada Iman?
Yah pastinya ada. Macam-macam sih. Ada yang ngejelekin, bahkan di depan umum, ada yang memprovokasi. Tapi ya udah. It's a life. Di awal-awal memang agak berat, tapi makin dewasa jadi makin paham. Ya mungkin punya cara pandang yang beda, mungkin saya juga perlu bercermin. Awalnya memang mengganggu tapi lama-lama ya biasa saja. Karena saya tahu apa yang saya lakukan itu benar.

Saya juga lebih suka jika orang langsung komplain di depan, sehingga saya jadi tahu salah saya dimana dan bisa segera memperbaikinya.

Sekembalinya dari AS nanti, seperti apa Anda akan melihat diri sendiri? Akan jadi seperti apa untuk Indonesia?
Yah saya bukan tipe orang yang, "Ya gua akan jadi begini atau begitu." I'm a very flexible person. Dalam artian seperti oke saya punya rencana hidup, lalu membuatnya menjadi patokan yang harus selalu diikuti. Karena saya percaya nanti di sana (AS) saya akan belajar banyak hal dan pada akhirnya akan mengubah pandangan hidup, cara berpikir, apa yang saya mau, dan lain-lain. Tapi yang pasti akan tetap terlibat dalam hal kemasyarakatan. Whatever the job, whatever the position, yang pasti akan tetap dalam kegiatan sosial.

Sudah ada rencana akan melakukan apa di AS nanti?
Tentu sudah. Yang pasti akan tetap memonitor Parlemen Muda dan Indonesian Future Leaders. Lalu saya akan jadi US Representative untuk Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Nantinya saya akan mengurusi masalah pendanaan, komunikasi, program, dan advokasi YCAB di tingkat internasional di New York.

Jadi, apa concern terbesar Anda?
Pendidikan dan pemberdayaan anak muda. Karena buat saya education is life itself. Pendidikan itu bukan cuma untuk membuat orang jadi pintar, yang enggak bisa baca jadi bisa baca. Pendidikan itu enggak cuma di kelas doang. Dalam pendidikan itu orang belajar tentang kehidupan, siapa dirinya, apa yang dia tahu, apa yang harus dilakukan. Itu semua didapat lewat pendidikan. When you wanna change something, when you wanna change the state of a country, itu lewat pendidikan.

Jadi itu yang membuat saya sangat concern ke pendidikan. Ketika pendidikannya benar, orangnya akan benar, kalau pendidikannya salah maka orangnya akan salah.

Kembali ke masalah parlemen, berapa porsi ideal anak muda yang duduk di parlemen?

DPR maksudnya? Saya sih enggak bisa bilang angka. Karena saya enggak pernah mau melihat anak muda cuma dari umur atau segala macam. Saya melihatnya orang tua juga enggak apa-apa, asal mereka bisa menjadi suaranya anak muda. Yang jadi perhatian sekarang adalah banyak orang tua yang duduk di sana itu enggak bisa merepresentasikan apa yang dimaui anak muda.

Jadi bagi saya sebenarnya enggak masalah. Tapi ya pada akhirnya bagaimana mereka yang duduk di sana bisa peduli. Meskipun saya pro anak muda, tapi saya enggak mau yang selalu melihat kalau anak muda itu selalu bagus. Enggak ada jaminan. Justru yang diperlukan sekarang adalah sinergi antar generasi.

Dan saat nanti kembali ke Indonesia, apa yang akan Anda lalukan? Perubahan seperti apa yang akan diwujudkan?
Yah, we will see. Melanjutkan apa yang sudah dijalankan saja itu sudah menjadi pe-er. Jadi kita lihat nanti, maksudnya melihat nanti kebutuhan zaman seperti apa, kebutuhan negara seperti apa.

Raih Sukses Setelah Ditempa di Panti Asuhan

30 August 2013 13:48:52 Dibaca : 1479

Raih Sukses Setelah Ditempa di Panti Asuhan
Ketut Putra
Ketut Putra (sumber: istimewa)
Pemilik sejumlah lembaga pendidikan dan latihan pariwisata serta beberapa hotel berbintang, Ketut Putra Suarthana, memiliki kisah dan pengalaman hidup yang menarik untuk disimak. Anak petani penggarap tanah puri ini sejak kecil dihadapkan pada kehidupan yang sulit. Suarthana kecil harus menggembala itik hingga ikut ibunya bekerja dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter.

Kesulitan hidup terus dihadapi Putra Suarthana dan keluarganya. Orangtuanya tidak mampu membiayai hidup anak-anaknya yang berjumlah 12 orang karena kesulitan ekonomi. Si bungsu Suarthana akhirnya menjadi anak panti asuhan. Ia harus pindah dari kampungnya di Madangan menjadi anak panti asuhan di Melaya, Jembrana.

Di panti asuhan itulah ia dididik untuk disiplin dan hidup teratur. Makan, belajar, bermain, hingga tidur pun waktunya diatur. Selama jadi anak panti asuhan, ia mendapatkan pendidikan formal hingga tamat SMA. Panti asuhan bagai tempat kelahirannya yang kedua. Di panti asuhan ia memulai hidup baru dan kelak menjadi mahasiswa, dosen, hingga menjadi pengusaha sukses di bidang pariwisata. Kehidupan di panti asuhan mengajarkan Putra Suarthana tidak kenal menyerah dan tangguh menghadapi tantangan hidup.

Bagaimana ia memulai hidup di panti asuhan, mendirikan lembaga pendidikan dan latihan pariwisata, hingga meraih sukses ditulis dalam sebuah buku yang berjudul Berawal dari Panti Asuhan. Demikian juga kisahnya bagaimana ia mampu mendirikan jaringan hotel berbintang di beberapa daerah. Bahkan, sempat menjadi tukang foto dan diminta ikut mendirikan partai politik.

Suarthana juga membangun jaringan perhotelan The Puri Saron Hotel Group. Ia sempat menjadi ketua Partai Damai Sejahtera (PDS) Bali tahun 2003, dan ikut membantu pembentukkan PDS di NTB dan NTT, serta ikut mensponsori pembentukan PDS di Maluku dan Papua. Namun, dia menolak menjadi anggota DPR pusat. Suarthana ingin mendedikasikan pikiran dan tenaganya untuk pendidikan dan pariwisata di Bali, tempat kelahiran, perjuangan, dan pengabdiannya selama ini. Berikut wawancara dengannya.

Bagaimana Anda menjalani pengasuhan dan pendidikan di panti asuhan?
Ketika menjadi anak panti asuhan, kehidupan saya harus berubah total. Dari bangun tidur, makan, sampai tidur lagi ada jadwalnya. Memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan kehidupan baru itu. Apalagi, seperti umumnya pengasuh panti asuh zaman dulu, mendidik anak-anak dengan keras. Tidak jarang pengasuh membawa pecut untuk membuat anak-anak di panti asuhan taat pada perintahnya. Kalau ada anak panti asuhan yang telat bangun tidur langsung disiram air.

Kehidupan di panti asuhan membentuk kita menjadi manusia tahan banting. Pengasuh yang galak dan jadwal tugas yang ketat ternyata berdampak positif. Anak-anak panti asuhan menjadi manusia kuat dan disiplin terhadap waktu. Ini saya rasakan kelak di kemudian hari.

Tempaan lainnya yang dirasakan adalah soal makanan. Selama menghuni Panti Asuhan Kristen Giri Asih Ambiarsari, Melaya, tahun 1964 sampai 1971, tidak jarang kita harus makan gaplek, makanan dari ubi kayu yang dikeringkan, kemudian dimasak. Makanan yang tak biasa itu, lama-lama terasa enak. Memang tak ada pilihan lain, yang penting bisa membuat perut terisi. Hutan di Ambiarsari kita jadikan sebagai tempat memperoleh makanan tambahan, seperti pepaya, nangka, dan jagung.

Berbeda denngan di Panti Asuhan Wisma Harapan Untal-untal, Dalung, tersedia tempat tinggal yang nyaman dan sehat. Panti ini juga menyediakan segala macam perlengkapan sekolah. Selain itu, makanan relatif terjamin gizi dan higienitasnya. Anak-anak juga memperoleh pendidikan rohani, bimbingan psikologis, dan bimbingan kewirausahaan atau entrepreneurship.

Bagaimana kehidupan di SMA, setelah lulus, kemudian berkuliah dan menjadi dosen, serta pengalaman kerja sebagai bell-boy di beberapa hotel?

Di SMA saya sempat menjadi tukang foto dan mulai mendapat penghasilan sendiri. Saya mencetak sendiri hasil foto, ketika teman-teman tertidur lelap, sekitar pukul 1-2 dini hari. Saya belajar memotret dari seorang guru dan mendapat pinjaman sebuah kamera kuno.

Selulus SMA, saya mendapat beasiswa akademi pariwisata di Denpasar, dan mulai bekerja sambilan menjadi pembersih kolam di Sanur Beach Hotel tahun 1974. Kemudian menjadi bell-boy, dan sering mendapat tip dari para tamu, lumayan untuk biaya hidup dan sekolah. Saya sempat bekerja di bagian reservasi, front office, dan reservation manager.

Saya sempat bekerja di Nusa Dua Beach Hotel, kemudian menjadi pengajar di Balai Pendidikan dan Latihan Pariwisata (BPLP) di Nusa Dua, juga mengajar di Kerta Wisata. Saat menjadi dosen, saya membeli bemo dan merangkap sebagai sopirnya untuk menambah penghasilan dan mencicil bulanan bemo. Saya mendapat beasiswa belajar di Belanda selama 1,5 tahun, dan bemo dijual diganti L-300 sebagai mobil pribadi.

Uang mukanya diperoleh dari hasil kerja di beberapa tempat. Bemo ini juga berfungsi ganda. Saat tidak bertugas sebagai dosen, saya narik sebagai sopir angkutan rute Denpasar-Sanur untuk menambah penghasilan. Bemo ini juga dipakai ke kampus BPLP di Nusa Dua, dan biasanya teman-teman yang tak punya kendaraan menumpang dan membayar per bulan. Jadi, saya jemput-antar ke kampus, dan pulangnya sama-sama. Lumayan untuk cicilan bulanan bemo.

Apa pengalaman Anda mendirikan lembaga pendidikan pariwisata, dan bagaimana minat masyarakat serta dukungan pihak lain?
Bersama teman-teman gereja di Bali, saya mendirikan Pusat Pendidikan dan Latihan Pariwisata (PPLP) Dhyana Putra. Mahasiswanya membeludak. Kami mendapat bantuan dari Jerman untuk membangun gedung. Peminatnya sangat banyak. Sebagai daerah wisata, Bali memang sangat membutuhkan ahli dan praktisi pariwisata. Ketika ingin mengembangkan bangunan Universitas Dhyana Pura, kami kesulitan dana, bunga bank sangat tinggi, tapi akhirnya berhasil juga.

Tahun 1992, saya dibantu rekan-rekan tenaga pendidikan profesional dari BPLP Bali mendirikan lembaga yang khusus memberikan pendidikan dan latihan tenaga profesional di bidang perhotelan dan pariwisata, yakni Mapindo (Manajemen Pariwisata Indonesia) yang sangat terkenal di Bali bahkan di Indonesia. Mapindo kemudian dikembangkan di beberapa kota di luar Bali. Lulusan Mapindo juga diserap pasar kerja di luar negeri.

Selain itu, kami mendirikan sekolah taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar, sampai sekolah menengah kejuruan (SMK), bahkan sekolah tinggi ilmu ekonomi dan sekolah tinggi ilmu kesehatan. Kami juga membangun TK untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Tahun 2003, kami mendirikan Spa Academy atau Bali International Spa Institute, yakni lembaga penddikan dan pelatihan yang khusus bergerak dalam pengembangan sumber daya manusia di industri spa.