PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER BAGI KEBERLANGSUNGAN HIDUP BANGSA
A. LATAR BELAKANG
Dalam kurun waktu belakangan ini di Indonesia maraknya peristiwa berbagai tindak kriminalitas, tindak kekerasan, dan beredarnya video porno yang dilakukan oleh beberapa artis merupakan contoh penyimpangan-penyimpangan perilaku amoral. Krisis multidimensi dan keterpurukan bangsa, pada hakekatnya bersumber dari jati diri, dan kegagalan dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan diharapkan dapat memberikan wahana pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan sikap-sikap seperti religiusitas, sosialitas, gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, integritas, kemandirian, daya juang, serta tanggung jawab. Pendidikan karakter, moral dan budaya sebenarnya sudah dirintis oleh Ki Hadjar Dewantara dengan tri pusat pendidikan yang dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Lingkungan sekolah (guru) saat ini memiliki peran sangat besar pembentukan karakter anak/siswa.
Karakter suatu bangsa sangat penting untuk menentukan keberlangsungan hidup suatu bangsa tersebut. Bangsa dengan karakter kuat akan mampu eksis dan bersaing dalam percaturan dunia global. Sebaliknya bangsa yang mengalami krisis karakter akan tergilas oleh perubahan akhirnya menjadi banga pecundang dalam persaingan global. Negara dan masyarakat adalah sebuah organisasi fungsional yang berfungsi menjamin masyarakat hidup dalam keteraturan dan keselarasan. Struktur yang terbentuk dalam negara dan masyarakat harus bisa menjalankan fungsinya masing-masing agar terjadi keharmonisan dan stabilitas dalam kehidupan masyarakat. Karakter suatu bangsa akan kuat apabila apabila masing masing lembaga yang ada pada masyarakat baik itu negara, keluarga, lembaga pendidikan, lembaga pers ataupun struktur masyarakat yang lain dapat menjalankan fungsinya dalam menjaga nilai dan norma dan mampu mengendalikan perilaku anggotanya agar bertindak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Krisis multidimensi pada era globalisasi ini. Krisis multidimensi dan keterpurukan bangsa, pada hakekatnya bersumber dari jati diri, dan kegagalan dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa. Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, salah satu penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau kognitif dan kurang memperhatikan aspek afektif, sehingga hanya tercetak generasi yang pintar, tetapi tidak memiliki karakter yang dibutuhkan bangsa. Selain itu, sistem pendidikan yang top-down, dengan menempatkan guru untuk mentransfer bahan ajar ke subjek didik, dan subjek didik hanya menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba berpikir lebih jauh, minimal terjadi proses seleksi secara kritis (Hamengkubuwon, 2010:3).Negara akan gagal menjalankan fungsinya apabila dalam proses penyelanggaraan negara khususnya oleh aparatur birokrasi dipenuhi dengan praktik-praktik kotor seperti korupsi, nepotisme, pungli dan tindakan melawan hukum lainya yang umumnya demi kepentingan pribadi atau golongan. Indonesia sebagai negara besar disinyalir belum mampu menjalankan fungsinya sebagai negara yang mampu menjamin kesejahteraan warganya. Krisis multidimensi adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan Negara Indonesia pada beberapa tahun yang silam dan keadaan itu berlangsung hingga sekarang. Dimulai dengan krisis moneter pada sekitar tahun 1997, krisis akhlak, krisis kepercayaan diri, dan krisis moral terus melanda bangsa Indonesia. Kasus korupsi merupakan penyakit birokrasi yang telah mengakar dari tingkat pusat sampai dengan daerah. Mental korup telah menghinggapi hampir semua aparat birokrasi. Uang, materi, jabatan, dan kekuasaan mengabaikan, melupakan, bahkan mematikan moralitas. Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dengan menerapkan “Sistem Among”, “Tutwuri Handayani” dan “Tringa”. “Sistem Among” yaitu cara pendidikan yang dipakai dalam Tamansiswa, mengemong (anak) berarti memberi kebebasan anak bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong/guru akan bertindak, kalau perlu dengan paksaan apabila keinginan anak membahayakan keselamatannya. “Tutwuri Handayani” berarti pemimpin mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinya, tetapi handayani, mempengaruhi dengan daya kekuatan, kalau perlu dengan paksaan dan kekerasan apabila kebebasan yang diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan diri. “Tringa” yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni, mengingatkan terhadap segala ajaran, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan dalam pelaksanaanya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan, menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak memperjuangkan.Sistem among ini meletakkan pendidikan sebagai alat dan syarat untuk anakanak hidup sendiri dan berguna bagi masyarakat. Pengajaran bagi Taman siswa berarti mendidik anak agar menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka tenaganya. Guru jangan hanya memberi pengetahuan yang baik dan perlu saja, akan tetapi harus juga mendidik murid agar dapat mencari sendiri pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum. Pengetahuan yang baik dan perlu itu yang bermanfaat untuk keperluan lahir batin dalam hidup bersama. Tiap-tiap guru, dalam pola pikir Ki Hadjar Dewantara adalah abdi sang anak, abdi murid, bukan penguasa atas jiwa anak-anak (Sudarto, 2008). Di lingkungan Tamansiswa sebutan guru tidak digunakan dan diganti dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa, harus dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Dalam konsep ini, siswa bukan hanya objek, tetapi juga dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek. Ki Hadjar Dewantara menjadikan tutwuri handayani sebagai semboyan metode among. Ki Hadjar mengartikan pendidikan sebagai daya upaya memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Salah satu nilai luhur bangsa Indonesia yang merupakan falsafah peninggalan Ki Hadjar Dewantara yang dapat diterapkan yakni tringa yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni. Ki Hadjar mengingatkan, bahwa terhadap segala ajaran hidup, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan pelaksanaannya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak memperjuangkannya. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau juga kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan mendasari cara pandang, berpikir, sikap, dan cara bertindak orang tersebut. Kebajikan tersebut terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain (Kemendiknas 2010).Pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk membentuk watak atau kepribadian seseorang berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.Nilai-nilai tersebut bersumber dari: Agama;Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari oleh nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian pendidikan karakter?
2. Apa penyebab kegagalan dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa?
3. Bagaimana mengatasi terjadinya krisis amoral yang terjadi di Indonesia?
4. Seberapa penting peran guru dan orang tua dalam meningkatkan pendidikan karakter bagi para siswa?
5. Apa tujuan, landasan dan prinsip dari pendidikan karakter?
C.TUJUAN
1. Untuk mengetahui pendidikan karakter.
2. Untuk mengetahui penyebab kegagalan dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi terjadinya krisis amoral yang terjadi di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pentingnya peran guru dan orang tua dalam meningkatkan pendidikan karakter bagi siswa.
5. Untuk mengetahui tujuan, landasan, dan prinsip pendidikan karakter.
DAFTAR PUSTAKA
Sidi, Purnomo. 2014. Krisis Karakter Dalam Perspektif Teori Struktural Fungsional. Jurnal Pembangunan Pendidikan. Vol 2. No 1.Kurniawan, Machful Indra. 2015. Tri Pusat Pendidikan Sebagai Sarana Pendidikan Karakter Anak Sekolah Dasar. Journal Pedagogia. Vol 4. No 1.