Reviewer : Mulya Samadi

Kelas : A

Prodi IHK, Jurusan PKN, Fakultas Ilmu Sosial 

Artikel yang berjudul Peran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membangun Karakter Moral Pelajar di Era Modern ini berisikan tentang bagaimana pendidikan kewarganegaran dapat berperan dalam penguatan dan pembangunan moral. Perilaku anak terutama pelajar di era modern ini dilihat dari aspek moral, norma dan karakternya mulai terkikis. Hal-hal yang menyimpang dari aturan norma juga banyak dilakukan oleh generasi muda. Perkembangan teknologi yang begitu cepat dan canggih menjadi suatu tantangan tersendiri bagi para generasi muda untuk mencapai karakteristik moral yang lebih baik, berbagai kasus moral yang terjadi telah diberitakan di media massa.  Seperti kasus yang tidak pernah usai KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) kemudian kasus lain, pornografi, narkoba, pelanggaran HAM dan lain-lain. Terjadinya berbagai perilaku negatif yang dilakukan oleh anak bangsa salah satunya disebabkan oleh krisis keteladanan dikalangan pemimpin bangsa.

Membangun nilai moral dalam diri seorang siswa diperlukan kerja sama dari berbagai pihak di lingkungan sekitar maupun disekolah yang dengan sama-sama menciptakan sebuah sistem yang dapat membuat siswa melakukan perbuatan yang baik. Pendidikan kewarganegaraan dapat dijadikan sebagai bagian pendidikan moral karena didalamnya mengandung pendidikan nilai luhur Pancasila yang diharapkan dapat membangun moralitas seseorang terutama siswa di era modern. Pancasila menjadi pedoman dalam berprilaku dan dijadikan pijakan dalam berwarganegara.

Perancangan sistem belajar tentang kewarganegaraan secara efektif dalam pengimplementasiannya terutama materi yang dibawakan akan diterima dengan baik oleh siswa. Ketika elemen-elemen yang terdiri dari guru, lingkungan serta materi yang terkoordinasi dengan baik maka pembelajaran kewarganegaraan akan berjalan sesuai dengan rencana.  Akan terjadi perubahan besar dalam karakter siswa menuju kearah yang lebih baik. Karena pada hakikatnya tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menjadikan siswa yang cerdas, kritis, kreatif serta aktif dalam menyikapi suatu hal.

Referensi :

https://journal.upy.ac.id/index.php/pkn/article/view/2507

Childfree Sebagai Sebuah Prinsip

22 May 2024 23:03:10 Dibaca : 40

 

            Ditengah kehidupan manusia yang semakin rumit dan kompleks,banyak hal-hal yang muncul dan menjadi fenomena dalam kehidupan masyarakat. Fenomena-fenomena yang muncul diakibatkan oleh berbagai macam perkembangan  baik teknologi maupun perubahan sosial dalam masyarakat. Dalam masyarakat modern dalam hal ini yang terjadi di beberapa kota besar dan dibeberapa negara yang cenderung masuk sebagai kota dan negara maju dimana sebagian masyarakatnya disibukkan dengan aktivitas perkantoran maupun industri. Aktivitas yang dijalani hampir tiap harinya membuat masyarakat menjadi serba sibuk karena dituntut untuk menyelesaikan tuntutan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

            Hal diatas tentu saja akan dirasa cukup berat bagi orang yang sudah memiliki keluarga. Karena tentunya mereka akan kekurangan waktu dalam mengurus keluarganya. Ditambah dengan jika mereka telah dikaruniai anak. anak tentunya akan memerlukan perhatian yang besar dari orang tuanya dalam proses perkembangannya. Karena jika anak mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang maksimal dari kedua orang tuanya maka tumbuh kembang anak akan berjalan dengan baik. Hal ini bagi beberapa kalangan dianggap merepotkan bahkan dianggap dapat menghalangi pencapaian karir mereka. Mereka tidak mau disibukkan dengan anak-anak mereka. Mereka kemudian membuat suatu keputusan dan berprinsip bahwa dalam kehidupan pernikahan mereka, mereka tidak mempunyai anak atau sering disebut dengan Childfree. Akan tetapi fenomena Childfree ini bukan hanya karena karir semata, bisa juga disebabkan faktor pendidikan, ekonomi bahkan psikologi seseorang.

            Childfree artinya ada keinginan untuk tidak memiliki keturunan. Keinginan untuk childfree jika kita lihat dari sisi ekonomi adalah bahwa adanya kekhawatiran seseorang untuk tidak dapat mencukupi kebutuhan anak keturunannya nanti karena keterbatasan ekonomi. Karena dalam perkembangannya mulai dari proses kehamilan sampai kepada tahap anak dewasa tentunya harus dibarengi dengan kestabilan ekonomi keluarga. Hal yang semakin mendorong orang-orang untuk berprinsip melakukan childfree ketika melihat banyak anak-anak yang terlantar bahkan mengalami gizi buruk karena orang tuanya tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Artinya bahwa dalam prinsip mereka kesiapan memiliki anak haruslah sejajar dengan kesiapan ekonomi. Jika ekonomi belum siap maka memiliki anak harus sebisa mungkin diurungkan.

            Dari sisi psikilogis, seseorang berniat untuk melakukan chiildfree karena diakibatkan oleh terganggunya psikologi entah karena trauma atau ada hal lain. Misalkan seseorang pernah mengalami trauma pelecehan seksual yang kemudian membuatnya takut untuk menikah bahkan untuk mendapatkan keturunan. Trauma ini biasanya memiliki efek yang berkepanjangan dan selalu mempengaruhi alam bawah sadar penderita trauma. Selain dari sisi psikologi, ada alasan lain yaitu soal perubahan fisik. Kita sama-sama tahu jika seseorang setelah mengalami masa kehamilan pasti akan terlihat perubahan besar dalam bentuk tubuh dan wajah contohnya berat badan yang bertambah. Bagi perempuan yang mementingkan bentuk tubuhnya, tentunya memiliki anak merupakan hal yang cukup membuat dia ragu hingga memutuskan untuk tidak memiliki anak agar kecantikannya tidak hilang.

            Dengan alasan-alasan diatas, keinginan untuk melakukan Childfree dapat dikatakan menjadi sebuah prinsip hidup bagi beberapa kalangan. Walaupun di Indonesia sendiri kita semua tahu bahwa  Chilfree cukup bertentangan dengan kebiasaan masyarakat yang selalu mengutamakan keturunan. Maka dari pada itu, fenomena atau prinsip ini haruslah kita sikapi dengan bijak dan dengan penuh pertimbangan.

 

 

 

 

 

 

Kategori

  • Masih Kosong

Arsip

Blogroll

  • Masih Kosong