RESENSI BUKU ETIKA DAN FILSAFAT

13 April 2014 20:11:41 Dibaca : 764

RESENSI BUKU ETIKA DAN FILSAFAT

Nama : Wahyuiriana H.Hanini

Nim : 291 413 021

Mata Kuliah : Etika dan Filsafat

PENDAHULUAN

A. Apa Itu Perspektif

Perspektif adalah sudut pandang dan cara pandang kita terhadap sesuatu. Cara kita memandang atau pendekatan yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Misalnya, pengetahuan kita tentang rumah dari perspektif ekonomi berbeda dari perspektif artistik, sosial, dan sebagainya. Walaupun demikian, suatu perspektif (cara pandang) tidak berlaku secara semena-mena. Rumah adalah rumah, tidak mungkin atas nama perspektif ia dianggap sebagai jeruk. Jadi, perspektif pada satu sisi menyerap benda itu sekaligus makna dari pengetahuan tentang benda itu dalam kerangka epistemologis.

PEMBAHASAN

1. Perspektif Positivisme

Perspektif ini mendefinisikan bahwa suatu proses yang mencerminkan komunikator untuk mengubah sikap atau perilaku komunikan yang pasif. Maksudnya seorang yang menyampaikan pesan berusaha mengubah atau memperbaiki pengetahuan seorang menerima pesan secara benar.

ü Sejarah Positivisme

Gagasan dasar Comte dapat dikenali dari pemikirannya mengenai tiga tahap perkembangan manusia, yaitu teologis, metafisis, dan positivis.

Pertama, tahap teologis, manusia memahami gejala-gejala alam sebagai hasil campur tangan langsung kekuatan Ilahi. Kedua, tahap metafisik, pada tahap ini gejala alam diyakini berjalan berdasarkan prinsip-prinsip metafisika. Prinsip-prinsip ini dihasilkan melalui pemikiran spekulatif. Tahap ini disebut sebagai tahap remaja. Ketiga, tahap positivis ilmiah yaitu cara memahami kehidupan dan semesta dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Positivisme logis adalah aliran positivisme yang lebih memfokuskan diri pada logika dan bahasa ilmiah.

ü Gagasan Positivisme

Positif berarti benar (apa yang berdasarkan fakta/kenyataan). Secara tegas, yang positif berarti yang pasti, yang tepat, yang berguna. Serta memiliki kesahihan mutlak. Kebalikan dari yang positif adalah yang khayal, yang meragukan, yang kabur, yang sia-sia, dan yang mengklaim memiliki kesahihan relatif. Bahwa yang satu adalah benar dan yang lainnya adalah salah bila dibaca dalam kerangka biner.

ü Positivisme Logis

Berikut ini dikemukakan beberapa prinsip dasar positifisme logis :

Menolak perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosialMenganggap pernyataan-pernyataan yang tidak dapat diverifikasikan secara empiris (seperti etika, estetika, agama, metafisika) sebagai nonsense.Berusaha menyatukan semua ilmu pengetahuan di dalam satu bahasa ilmiah yang universalMemandang tugas filsafat sebagau analisis atas kata-kata atau pernyataan-pernyataan.

2. Perspektif Post Positivisme: Kritik Terhadap Positivisme

ü Post-Positivisme

Post-Positivisme merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan kebenaran-kebenaran positivisme. Pemikiran ini muncul dengan sejumlah tokoh seperti Kari R. Popper, Thomas Kuhn, para filsuf Frankfurt School (Mazhab Frankfurt), Feyerabend, dan Richard Rotry.

Berikut ini dikemukakan beberapa asumsi dasar post-positivisme. Pertama, fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori. Kedua, falibilitas teori. Tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali. Ketiga, fakta tidak bebas melainkan tidak penuh dengan nilai. Keempat, interaksi antara subjek dan objek penelitian

ü Post-Positivisme Dalam Penelitian Sosial dan Komunikasi

Beberapa penelitian sosial berargumen bahwa kekurangan-kekurangan dari pemikiran positivisme pada dasarnya membutuhkan dasar filsafat ilmu yang berbeda, salah satunya adalah menolak dan mengganti prinsip-prinsip positivisme (seperti ontologi realisme, epistimologi objektif, dan aksiologi bebas-nilai) dengan bentuk pemikiran yang menghargai prinsip nominalisme, subjektifisme, dan nilai-nilai yang hadir dengan sendirinya.

Ontologi Post-Positivisme

Perspektif post-positivisme merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.

Epistimologi dan Aksiologi

Post-Positivisme bagaimanapun terlihat sama dengan positivisme, walaupun ada beberapa perbedaan yang khas. Seperti pada basis ontologi, sementara positivisme menekankan realisme mutlak, post-positivisme memilih realisme kritis.

ü Struktur dan Fungsi Teori Dalam Perspektif Post-Positivisme

Bila post-positivisme adalah perspektif pemikiran yang seperti dan sekaligus juga berbeda dengan positivisme.

Struktur Teori Perspektif Post-Positivisme

Teori pada dasarnya merupakan sebuah abtraksi. Kualitas abstrak sebuah teori secara partikular berhubungan erat, dalam pendekatan post-positivisme, dengan keberadaan teori itu sendiri.

Fungsi Teori Perspektif Post-Positivisme

Fungsi teori dalam kebanyakan pemikiran kalangan post-positivisme adalah untuk menentukan beberapa keteraturan atas pengalaman yang tak teratur.

Kriteria Evaluasi dan Perbandingan Teori

Ada beberapa cara umum untuk mengevaluasi kualitas sebuah teori, termasuk tingkat kesuksesan sebuah teori dalam memecahkan persoalan empiris. Konseptual dan praktis, atau untuk mengontrol sejauh mana solusi sebuah teori memadai daripada solusi yang lainnya, dan sejauh mana teori tersebut dapat memajukan sebuah cara dalam memecahkan masalah baru.

Proses Perkembangan Teori

Faktor utama dalam pengembangan teori dan pertumbuhan ilmu pengetahuan dalam tradisi post-positivisme adalah keterusterangan. Kalangan post-positivisme mengembangkan teori dan mengakumulasi pengetahuan tentang dunia lewat proses pengujian teori secara empirik. Ketika suatu teori yang abstrak tentang komunikasi dikembangkan, ia mesti diuji lewat observasi atas tindakan komunikatif.

3. Perspektif Interpretif

Menurut WILBUR SCHRAMM bahwa manusia itu “tidak mungkin tidak berkomunikasi”. Kendati berada di tengah keramaian besar, dan seolah merasa kesepian dikota itu.

ü Sejarah Perspektif Interpretif

Descartes memublikasikan buku The Principles of Philosophy. Ia berpendapat bahwa semua penjelasan dapat didasarkan pada observasi terhadap benda dan gerak. Pada titik ini kerja filosofis Descartes telah membangun sebuah landasan pendekatan terhadap pengetahuan yang dijadikan sebagai dasar bagi positivisme sekaligus juga post-positivisme yang telah dibicarakan pada bab sebelumnya dan juga sebuah perbedaan yang jelas adanya dunia eksternal objek dan dunia internal subjek.

ü Pandangan Dasar Perspektif Interpretif

Fenomenologi

Prinsip paling dasar dari fenomenologi yang secara jelas dihubungkan dengan idealisme Jerman, dalam bab ini adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eksternal tetapi dalam diri kesadaran ndividu. Jadi, fenomenologi lebih mengitari penelitian untuk pemahaman subjektif ketimbang mencari objektivitas sebab akibat dan penjelasan universal.

Hermeuneutika

Hermeuneutika dalam bahasan ini dikemukakan demi untuk menjelaskan bagaimana pencarian metode ilmu sosial (dalam hal ini komunikasi) yang berbeda dengan ilmu alam. Pada bagian fenomenologi kita telah menemukan istilah dunia-kehidupan dengan metode ilmu sosial, kita dapat mulai dari batasan apa yang menjadi objek ilmu-ilmu sosial, yaitu segala bentuk objek-objek simbolis yang kita hasilkan dalam percakapan dan tindakan.

Interaksionisme Simbolik

yang menarik dari perspektif ini adalah orang yang didentifikasi sebagai Bapak Teori Interaksionisme Simbolik, yaitu George Herbert Mead tak pernah menggunakan term ini. Bagaimanapun, usahanya telah memengaruhi banyak sarjana yang menekankan sebuah pemahaman dunia sosial berdasarkan pentingnya makna yang diproduksi dan diinterpretasikan melalui simbol-simbol dalam interaksi sosial. Para pemikir dalam tradisi teori interaksionisme simbolik dibagi menjadi dua aliran: aliran lowa dan Chicago.

ü Teori Interpretif Dalam Komunikasi

Meski beragam pengaruh telah mewarnai teori interpretif dalam komunikasi (misalnya teori etnometodologi dari linguistik sosial), hermeuuneutika, fenomenologi, dan interaksionisme simbolik juga mempunyai banyak sudut pandang yang memengaruhi para teoretisi interpretif sekarang.

Ontologi Teori Interpretif

Pada bagian sebelumnya kita telah membahas sejumlah pandangan ontologis mengenai sifat dasar dunia sosial mulai dari realisme mulai dan nominalisme, termasuk juga konstruksionisme sosial. Kalangan teoretisi interpretif dalam komunikasi menolak penafsiran seorang realis terhadap dunia sosial, bahkan mendukung nominalisme, atau lebih sering kepada konstruksionisme sosial.

Epistimologi Teori Interpretif

Dasar epistimologis dari riset interpretif berdasarkan pada keyakinan tentang realitas (ontologi kalangan nominalis dan kontruksionis sosial) dan pada kekurangan-kekurangan yang dirasa pada metode riset yang sudah mendominasi riset sosial pada abad ke-20.

Aksiologi Teori Interpretif

Sebagaimana bisa diambil kesimpulan dari pembahasan terdahulu mengenai epistemologi, teoretisi interpretif menjauhkan diri dari dugaan bahwa realitas sosial bisa benar-benar dipisahkan dari nilai-nilai subjek peneliti, komunitas penelitian, dan masyarakat.

ü Struktur dan Fungsi Teori Interpretif

Ketika kita membicarakan struktur dan fungsi teori-teori post-positivisme, kita akan menemukan bahwa para ahli teori dalam tradisi ini banyak menggantungkan diri pada berbagai macam praktik yang diadakan dalam kajian-kajian ilmu alam. Karena dasar-dasar epistimologi kalangan pemikir post-positivis mengkaji keutamaan dari penjelasan-penjelasaan kausalitas dan kemampuan untuk menggeneralisasi manusia dan latar kehidupannya. Maka kepercayaan akan teori formal dan mapan adalah hal yang masuk akal.

Teori Interpretif Umum (General Interpretive Theories)

Inti dari ontologi interpretif adalah kepercayaan bahwa kita mengonstruksi dunia kita secara sosial lewat interaksi komunikatif (yaitu tindakan untuk mencapai pemahaman timbal balik)

Grounded Theory

Penafsiran ilmiah menolak keunggulan dari struktur sosial yang terdahulu dan percaya bahwa makna yang sebenarnya muncul dari interaksi.

Kriteria untuk Evaluasi

Pendekatan teori ini sangat berkaitan dengan cara-cara penelitian dan perkembangan. Karena evaluasinya pun sangat memperhatikan proses itu sendiri.

ü Komunikasi Dalam Perspektif Interpretif

Perspektif secara keseluruhan menyumbangkan pentingnya teori yang digunakan secara bersama dan sistemik dalam memahami fenomena komunikasi. Masing-masing pembangun perspektif ini juga memberi pengaruh pada perkembangan ilmu komunikasi.

Etnografi Komunikasi

Hermeneutika, misalnya, dengan lingkaran hermeneutikanya memberikan sumbangan metode penelitian komunikasi etnografis. Hermeneutika, seperti telah dibicarakan, memberikan penekanan pada pemahaman bukan pengukuran pengalaman atau perilaku manusia diruang sosial.

Dramatisme dan Narasi

Teori Dramatisme dan Narasi merupakan teori komunikasi yang dipengaruhi oleh interaksionalisme simbolik. Teori dramatisme dan narasi memusatkan diri pada peristiwa penggunaan simbol komunikasi.

4. Perspektif Konstruktivisme

Konstrutivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampaian pesan.

ü Sejarah Perspektif Konstruktivisme

Bila dirunut ke belakang, konstruktivisme yang menyakini bahwa makna atau realitas bergantung pada konstruksi pikiran dapat dirunut pada teori popper. Kita tahu popper membedakan tiga pengertian tentang alam semesta: 1. Dunia fisik atau keadaan fisik. 2. Dunia kesadaran atau mental atau disposisi tingkah laku. 3. Dunia dari sisi objektif pemikiran manusia, khususnya pengetahuan ilmiah, puitis dan seni.

ü Konstruktivisme Dalam Ilmu Komunikasi

Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu menginterpretasikan dan beraksi menurut kategori konseptual dari pikiran. Realitas tidak menggambarkan dari individu namun harus disaring melalui cara pandang orang terhadap realitas tersebut.

Komunikasi Berbasis “Diri”

Fokus perspektif post-positivisme adalah proses produksi suatu pesan. Fokus ini dapat kita temukan pada komunikasi antarpersona. Untuk dapat meninjau komunikasi antarpersona kita dapat merujuk pada teori Sosiolinguistik Bernstein.

Konstruk Hubungan Dalam Komunikasi

Seperti kita ketahui, konstruktivisme menyakini bahwa segala sesuatu ada karena konstruksi tertentu. Pada komunikasi berbasis diri, kita sudah melihat bagaimana suatu pesan tidaklah netral melainkan dikonstruksi oleh sistem kognitif tertentu.

Model Desain Pesan

Konsep tentang tujuan ini berimplikasi pada adanya desain pesan, dalam peristiwa komunikasi berbasis diri. Desain pesan didasarkan pada kecenderungan seseorang dalam memanajemen tujuannya untuk kepentingan sampainya tujuan melalui pesan yang dipilihnya.

5. Perspektif Teori Kritis

Teori Kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional.

ü Sejarah Perspektif Kritis

Kritik merupakan konsep kunci untuk memahami teori kritis. Teori ini dikembangkan oleh Mazhab Frankfurt, konsep kritik yang dipergunakannya memiliki kaitan sejarah dengan konsep kritik yang berkembang pada masa-masa setelah Renaissance.

Pengaruh Marxisme

Karl Marx merupakan filsuf yang memiliki pengaruh yang mendalam dalam perkembangan ilmu pengetahuan sosial. Walaupun terdapat banyak kritik dan keberatan terhadap teori-teori Marx. Namun sampai saat ini beberapa teori Marx terus memberikan inspirasi bagi ilmu sosial, juga ilmu komunikasi.

Mazhab Frankfurt

Teori kritis dipengaruhi oleh Marxisme, namun dalam beberapa hal dianggap berbeda dengan Marxisme. Teori ini disebut juga Mazhab Frankfurt. Penyebutan ini didasarkan pada lembaga pertama yang mengembangkan teori kritis, yaitu Institute fur Sozialforchung di frankfurt, Main di Jerman.

ü Pendekatan Teori Kritis Pada Komunikasi

Cultural Studies (Studi-studi Budaya)

Awal kemunculannya didasari oleh beberapa karya tulis para penggagas pertama, yaitu Richard Honggart, Raymond Wiliams, dsb.

Studi-studi Feminis

Pencarian muatan ideologi di balik apa yang dianggapt biasa atau wajar adalah pola utama perspektif kritis. Kehidupan ini dipenuhi oleh apa yang dianggap wajar atau lazim, bahkan kebenaran pun bertumpu pada kelaziman. Apa yang sudah biasa terjadi dan dipercayai sekian lama dianggap sebagai kebenaran.

6. Penutup

Komunikasi telah mengalami perkembangan yang luas biasa pesat, dari sekadar studi retorika atau publisistik kini telah berkembang ke wilanyah terdalam kehidupan manusia. Perkembangan ini di dasari oleh pergeseran epistemologik yang juga dibarengi dengan perubahan sosial yang terjadi di seluruh dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto Elvinano dan Anees Q.Bambang.2007.Filsafat Ilmu Komunikasi.Simbiosa Rekatama Media,Bandung

PENGENALAN JENIS-JENIS FOTO DAN TEKNIK DASAR PEMOTRETAN

03 April 2014 20:02:18 Dibaca : 1138

Makalah

PENGENALAN JENIS-JENIS FOTO DAN TEKNIK DASAR PEMOTRETAN

Nama : Wahyuiriana H.Hanini

Nim : 291 413 021

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Mata Kuliah : Dasar Fotografi

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

PENDAHULUAN

Memotret adalah proses kreatifitas yang tidak hanya sekedar membidik obyek yang akan kita rekam kemudian menekan tombol shutter pada kamera. Dalam menciptakan sebuah karya foto kita harus mempunyai ide (konsep) yang matang agar tidak mengalami kesulitan di lapangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah memahami tentang komposisi, ketajaman dan pencahayaan.

A. Jenis-Jenis Foto

Jenis-jenis foto bertujuan untuk memperkenalkan beberapa jenis foto sebagai referensi lebih jauh lagi untuk memperdalam pengetahuan dunia fotografi. Jenis-jenis foto di sini hanya sebagai pengelompokkan secara garis besar, yang membantu mempermudah kita dalam memahami sebuah karya fotografi, dan ini bukan sebagai penggolongan yang paten untuk menghasilkan karya foto.

PEMBAHASAN

1. Foto Manusia

Foto manusia adalah semua foto yang obyek utamanya manusia, baik anak-anak maupun orang tua. Unsur utama dalam foto ini adalah manusia, yang dapat menawarkan nilai dan daya tarik untuk divisualisasikan. Foto ini dibagi lagi menjadi beberapa kategori :

a. Portrait

Portrait adalah foto yang menampilkan ekspresi dan karakter manusia dalam kesehariannya. Karakter manusia yang berbeda-beda akan menawarkan image tersendiri dalam membuat foto portrait. Tantangan dalam membuat foto portrait adalah dapat menangkap ekspresi obyek (mimic, tatapan, kerut wajah) yang mampu memberikan kesan emosional dan menciptakan karakter seseorang.

http://fairuzelsaid.wordpress.com/

b. Human Interest

Human Interest dalam karya fotografi adalah menggambarkan kehidupan manusia atau interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari serta ekspresi emosional yang memperlihatkan manusia dengan masalah kehidupannya, yang mana kesemuanya itu membawa rasa ketertarikan dan rasa simpati bagi para orang yang menikmati foto tersebut.

http://belajar-foto-yuk.blogspot.com/2012/05/fotografi-manusia-human-interest.html

c. Fotografi Panggung

Stage Photography (fotografi panggung) adalah semua foto yang menampilkan aktivitas/gaya hidup manusia yang merupakan bagian dari budaya dan dunia entertainment untuk dieksploitasi dan menjadi bahan yang menarik untuk divisualisasikan.

http://tipsfotografi.net/tips-fotografi-memotret-aksi-panggung.html

d. Sport

Sport adalah jenis foto yang menangkap aksi menarik dan spektakuler dalam event dan pertandingan olah raga. Jenis foto ini membutuhkan kecermatan dan kecepatan seorang fotografer dalam menangkap momen terbaik.

http://www.bbc.com/sport/0/football/26846563

2. Foto Alam

Dalam jenis foto alam obyek utamanya adalah benda dan makhluk hidup alami (natural) seperti hewan, tumbuhan, gunung, hutan dan lain-lain. Dalam jenis foto ini di bagi lagi dalam 3 jenis, yaitu :

a. Flora

Jenis foto dengan obyek utama tanaman dan tumbuhan dikenal dengan jenis foto flora. Berbagai jenis tumbuhan dengan segala keanekaragamannya menawarkan nilai keindahan dan daya tarik untuk direkam dengan kamera.

http://en.wikipedia.org/wiki/Flora

b. Fauna

Foto fauna adalah jenis foto dengan berbagai jenis binatang sebagai obyek utama. Foto ini menampilkan daya tarik dunia binatang dalam aktifitas dan interaksinya.

http://en.wikipedia.org/wiki/Fauna

c. Lanskap

Foto lanskap adalah jenis foto yang begitu popular seperti halnya foto manusia. Foto lanskap merupakan foto bentangan alam yang terdiri dari unsur langit, daratan dan air, sedangkan manusia, hewan, dan tumbuhan hanya sebagai unsur pendukung dalam foto ini. Ekspresi alam serta cuaca menjadi moment utama dalam menilai keberhasilan membuat foto lanskap.

https://www.google.com/search?q=landskap&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=oQM8U5anL4_NrQfBpIEI&ved=0CCcQsAQ&biw=1152&bih=696

3. Foto Arsitektur

Kemanapun anda pergi akan menjumpai bangunan-bangunan dalam berbagai ukuran, bentuk, warna dan desain. Dalam jenis foto ini menampilkan keindahan suatu bangunan baik dari segi sejarah, budaya, desain dan konstruksinya. Memotret suatu bangunan dari berbagai sisi dan menemukan nilai keindahannya menjadi sangat penting dalam membuat foto ini. Foto arsitektur ini tak lepas dari hebohnya dunia arsitektur dan teknik sipil sehingga jenis foto ini menjadi cukup penting peranannya.

http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur

4. Foto Still Life

Foto still life adalah menciptakan sebuah gambar dari benda atau obyek mati. Membuat gambar dari benda mati menjadi hal yang menarik dan tampak “hidup”, komunikatif, ekspresif dan mengandung pesan yang akan disampaikan merupakan bagian yang paling penting dalam penciptaan karya foto ini. Foto still life bukan sekadar menyalin atau memindahkan objek ke dalam film dengan cara seadanya, karena bila seperti itu yang dilakukan, namanya adalah mendokumentasikan. Jenis foto ini merupakan jenis foto yang menantang dalam menguji kreatifitas, imajinasi, dan kemampuan teknis.

http://en.wikipedia.org/wiki/Still_life

5. Foto Jurnalistik

Foto jurnalistik adalah foto yang digunakan untuk kepentingan pers atau kepentingan informasi. Dalam penyampaian pesannya, harus terdapat caption (tulisan yang menerangkan isi foto) sebagai bagian dari penyajian jenis foto ini. Jenis foto ini sering kita jumpai dalam media massa (Koran, majalah, bulletin, dll).

http://herryfaizal.blogspot.com/2013/04/tips-dan-teknik-fotografi-still-life.html

PENUTUP

Setelah kita mengenal jenis-jenis foto, sekarang saatnya untuk mengetahui bagaimana cara memotret untuk menghasilkan sebuah karya foto. Seorang fotografer pada awalnya harus menguasai kamera dan bagaimana cara kerja kamera tersebut.

ü Fosucing

Istilah focusing dalam fotografi adalah proses penajaman imaji pada bidang tertentu suatu obyek pemotretan. Focusing adalah teknik paling dasar tetapi begitu penting, karena untuk mendapatkan gambar yang tajam dan jelas kita harus melakukan focusing secara tepat. Pemilihan bidang atau titik tertentu dalam suatu obyek foto akan menentukan kesan “kedalaman” pada sebuah foto. Obyek yang akan kita hadapi dalam pemotretan tidak hanya sekedar benda diam saja, tetapi kita juga akan dihadapkan pada benda bergerak (misalnya foto olahraga), hal ini akan berpengaruh pada tingkat kesulitan dalam focusing. Untuk tahap pembelajaran, lakukanlah focusing pada benda diam dahulu hingga kita memahami tehnik focusing dengan tepat.

ü Pengaturan Speed

Proses pembakaran negatif di dalam kamera untuk mendapatkan imaji tertentu dipengaruhi oleh cara kerja dan kecepatan rana kamera. Kita bisa menentukan kecepatan rana saat pembakaran dengan pengaturan speed. Semakin tinggi speed (high speed) yang kita pakai maka akan semakin cepat pula rana bekerja dan sebaliknya, semakin rendah speed (low speed) yang kita pakai maka akan semakin lambat pula rana bekerja. Dalam dunia fotografi terdapat istilah pencahayaan normal (normal eksposure), pencahayaan rendah (under eksposure) danpencahayaantinggi (over eksposure). Pencahayaan normal adalah dimana kita menentukan speed dan diafragma yang tepat untuk mendapatkan gambar seperti pada keadaan obyek foto yang sebenarnya. Over eksposure (pencahayaan tinggi) adalah kompensasi pada pengaturan speed untuk mendapatkan intensitas pencahayaan yang lebih banyak daripada pencahayaan normal dan gambar yang dihasilkan pun lebih terang daripada kondisi aslinya. Under eksposure (pencahayaan rendah) adalah kompensasi pencahayaan pada pengaturan speed untuk mengurangi intensitas cahaya dibawah pencahayaan normal. Under eksposure sering digunakan ketika kondisi cahaya dalam pemotretan terlalu keras sehingga pengkompensasian akan diperlukan untuk mendapatkan gambar yang lebih maksimal.

ü Pengaturan Diafragma

Sebuah foto yang menarik adalah dimana foto tersebut terdapat dimensi ruang atau kesan kedalaman. Fasilitas diafragma pada lensa kamera berperan penting dalam mengatur pemisahan antara bidang background dan obyek utama. Diafragma juga menetukan seberapa luas ruang tajam pada foto. Semakin kecil bukaan diafragma semakin luas ruang tajam yang bisa kita dapatkan dan semakin besar bukaan diafragma maka semakin sempit ruang tajam dalam foto.

HASIL KARYA DARI TOKOH-TOKOH DAN DASAR-DASAR FILSAFATNYA

30 March 2014 19:45:22 Dibaca : 717

Makalah

HASIL KARYA DARI TOKOH-TOKOH DAN DASAR-DASAR FILSAFATNYA

NAMA : WAHYUIRIANA H.HANINI

NIM : 291 413 021

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Abstrak

Berfikir filsafat merupakan hasil usaha manusia yang berkesinambungan di seluruh jagad raya ini. Akan tetapi, berfikir filsafat dalam arti berfikir bebas dan mendalam atau radikal yang tidak dipengaruhi oleh dogmatis dan tradisi disponsori oleh filosof-filosof Yunani. Oleh karena itu, sebelum kita memperkenalkan filsafat Islam secara Khusus, ada baiknya kita perkenalkan terlebih dahulu filsafat secara umum.

Pengertian Filsafat dan Objeknya

Akal merupakan salah satu anugrah Allah SWT. Yang paling istimewa bagi manusia. Sudah sifat bagi akal manusia yang selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu termasuk dirinya sendiri. Pengetahuan yang dimiliki manusia bukan dibawa sejak lahir karena manusia ketika dilahirkan belum mengetahui apa-apa.

PEMBAHASAN

IBNU SINA

Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu ‘Ali Al-Husain ibnu ‘Abd Allah ibn Hasan ibnu ‘Ali ibn Sina. Ibnu Sina dilahirkan di Afsyana dekat Bukhara pada tahun 980 M dan meninggal dunia pada tahun 1037 M dalam usia 58 tahun. Jasadnya dikebumikan di Hamadzan.

Karya Tulisnya

Ibnu Sina walaupun sibuk bekerja dalam pemerintahan, namun ia adalah seorang penulis yang luar biasa produktif sehingga ia tidak sedikit meninggalkan karya tulis yang sangat besar pengaruhnya kepada generasi sesudahnya, baik di dunia Barat maupun di dunia Timur. Di antara karya tulisnya yang terpenting, yakni sebagai berikut :

Al-Syifâ’, berisikan uraian tentang filsafat yang terdiri atas empat bagian : ketuhanan, fisika, matematika, dan logika.Al-Najât, berisikan keringkasan dari kitab al-Syifâ’. Karya tulis ini ditunjukannya khusus untuk kelompok terpelajar yang ingin mengetahui dasar-dasar ilmu hikmah secara lengkap.Al-Qânûn fi al-Thibb, berisikan ilmu kedokteran yang terbagi atas lima kitab dalam berbagi ilmu dan berjenis-jenis penyakit dan lain-lainnya.Al-Isyârât wa al-TanbÈ‹hât, isinya mengandung uraian tentang logika dan hikmah.

Filsafatnya

1. Al-Tawfȋq (Rekonsiliasi) antara Agama dan Filsafat

Ibnu Sina mengusahakan pemaduan (rekonsiliasi) antara agama dan filsafat. Menurutnya nabi dan filosof menerima kebenaran dari sumber yang sama, yakni Malaikat Jibril yang juga disebut Akal Kesepuluh atau Akal Aktif. Perbedaanya hanya terletak pada cara memperolehnya, bagi nabi terjadinya hubungan dengan Malaikat Jibril melalui akal materil yang disebut hads (kekuatan, suci, qudsiyyat) sedangkan filosof melalui akal mustafad. Nabi memperoleh akal materil yang dayanya jauh lebih kuat daripada Akal Mustafad sebagai anugerah Tuhan kepada orang pilihan-Nya. Sementara itu, filosof memperoleh Akal Mustafad yang dayanya jauh lebih rendah daripada akal materil melalui latihan berat. Pengetahuan yang diperoleh nabi disebut Wahyu, berlainan pengetahuan yang diperoleh filosof hanya dalam bentuk ilham, tetapi antara keduannya tidaklah bertentangan.

2. Ketuhanan

Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan (isbât wujûd Allah) dengan dalil wâjib al-wujûd dan mumkin al-wujûd mengesankan duplikat Al-Farabi. Dalam filsafat wujudnya, bahwa segala yang ada ia bagi pada 3 tingkatan dipandang memiliki daya kreasi tersendiri sebagai berikut :

Wâjib al-wujûd, esensi yang tidak dapat tidak mesti mempunyai wujud. Di sini esensi tidak bisa dipisahkan dari wujud; keduanya adalah sama dan satu. Esensi ini tidak dimulai dari tidak ada, kemudian berwujud, tetapi ia wajib dan mesti berwujud selama-lamanya.Mukmin al-wujûd, esensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak berwujud. Dengan istilah lain, jika ia diandaikan tidak ada atau diandaikan ada, maka ia tidaklah mustahil, yakni boleh ada dan boleh tidak ada.Mumtani’ al-wujûd, esensi yang tidak dapat mempunyai wujud, seperti adanya sekarang ini juga kosmos lain disamping kosmos yang ada.

3. Emanasi

Ibnu Sina, sebagaimana juga Al-Farabi menemui kesulitan dalam menjelaskan bagaimana terjadinya yang banyak yang bersifat materi (alam) dari yang Esa, jauh dari arti banyak, jauh dari materi, Mahasempurna, dan tidak berkehendak apapun (Allah).

Telah disebutkan bahwa filsafat emanasi ini bukan hasil renungan Ibnu Sina (juga Al-Farabi), tetapi berasal dari “ramuan Plotinus” yang menyatakan bahwa alam ini terjadi karena pancaran dari yang Esa (The One). Kemudian, filsafat Plotinus yang berprinsip bahwa “dari yang satu hanya satu yang melimpah”. Ini diislamkan oleh Ibnu Sina (juga Al-Farabi) bahwa Allah menciptakan alam secara emanasi. Hal ini memungkinkan karena dalam Alqur’an tidak ditemukan informasi yang rinci tentang penciptaan alam dari materi yang sudah ada atau dari tiadanya.

4. Jiwa

Harus diakui bahwa keistimewaan pemikiran Ibnu Sina terletak pada filsafat Jiwa. Kata jiwa dalam Alquran dan hadis diistilahkan dengan al-nafs atau al-rûh sebagaimana terekam dalam surat Shâd: 71-72, al-Isrâ’: 85 dan Al-Fajr: 27-30. Jiwa manusia, sebagai jiwa-jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah rembulan, memancar dari Akal sepuluh. Secara garis besarnya pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi pada dua bagian berikut.

Fisika, membicarakan tentang jiwa tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia

1). Jiwa tumbuh-tumbuhan mempunyai tiga daya: makan, tumbuh, dan berkembang biak. Jadi, jiwa pada tumbuh-tumbuhan hanya berfungsi untuk makan, tumbuh, dan berkembang biak.

2). Jiwa binatang mempunyai dua daya: gerak (al-mutaharrikat) dan menangkap (al-mudrikat). Daya yang terakhir ini terbagi menjadi dua bagian:

a). menangkap dari luar (al-mudrikat min al-khârij) dengan pancaindra;

b). menangkap dari dalam (al-mudrikat min al-dâkhil) dengan indra-indra batin (al-hawâs al-bâthinat).

3). Jiwa manusia, yang disebut juga al-nafs al-nâthiqat, mempunyai dua daya : praktis (al-‘âmilat) dan teoretis (al-‘âlimat). Daya ini mempunyai empat tingkatan berikut :

a). Akal materil (al-‘aql al-hayûlâny) yang semata-mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikit.

b). Akal al-malakat (al-‘aql bi al-malakat) yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal-hal yang abstrak.

c). Akal Aktual (al-‘aql bi al-fi’l) yang telah dapat berfikir tentang hal-hal abstrak.

d). Akal Mustafad (al-‘aql al-mustafâd), yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal-hal abstrak tanpa perlu daya upaya. Akal inilah yang dapat berhubungan dan menerima limpahan ilmu pengetahuan dari Akal Aktif.

b. Metafisika, membicarakan tentang hal-hal berikut :

1). Wujud jiwa

Dalam membuktikan adanya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan empat dalil berikut:

a). Dalil alam kejiwaan

b). konsep “aku” dan kesatuan fenomena psikologis

c). Dalil kontinuitas (al-istimrâr)

d). Dalil manusia terbang atau manusia terbang diudara

2). Hakikat Jiwa

Untuk mendukung pendapatnya Ibnu Sina mengemukakan beberapa argumen berikut :

a). Jiwa dapat mengetahui objek pemikiran (ma’qûlât) dan ini tidak dapat dilakukan oleh jasad.

b). Jiwa dapat mengetahui hal-hal yang abstrak (kulliy) dan juga zatnya tanpa alat.

c). Jasad atau organnya jika melakukan kerja berat atau berulang kali dapat melakukan letih, bahkan dapat menjadi rusak.

d). Jasad dan perangkatnya akan mengalami kelemahan pada waktu usia tua, misalnya pada umur 40 tahun.

3). Hubungan Jiwa dengan Jasad

Sebelum Ibnu Sina, Aristoteles dan Plato telah membicarakan antara hubungan jiwa dan jasad. Aristoteles menggambarkan hubungan keduanya bersifat esensial. Sebaliknya, Plato, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, hubungan keduanya bersifat accident karena jiwa dan jasad adalah dua substansi yang berdiri sendiri.

Ibnu Sina kelihatannya menerima penekanannya Aristoteles tentang eratnya hubungan antara jiwa dan jasad, namun hubungan yang bersifat esensial ia tolak karena jiwa akan fana dengan binasanya jasad. Dalam hal ini ia lebih cenderung sependapat dengan Plato bahwa hubungan keduannya bersifat accident, binasanya jasad tidak membawa binasa kepada jiwa.

4). Kekekalan Jiwa

Dalam menerapkan kekalnya jiwa, Ibnu Sina mengemukakan 3 dalil berikut :

a). Dalil al-infishâl, yaitu perpaduan antara jiwa dan jasad bersifat aksiden, masing-masing unsur mempunyai substansi tersendiri, yang berbeda antara satu dan yang lainnya.

b). Dalil al-basâthat, yaitu jiwa adalah jauhar rohani yang hidup selalu dan tidak mengenal mati.

c). Dalil al-musyâbahat, dalil ini bersifat metafisika. Jiwa manusia, sesuai dengan filsafat emanasi, bersumber dari Akal Fa’âl (Akal Sepuluh) sebagai pemberi segala bentuk.

AL-RAZI

Nama lengkap Al-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria ibnu Yahya Al-Razi. Dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah kota tua yang masa lalu bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran pada tanggal 1 Sya’ban 251 M/865 M.

Karya Tulisnya

Al-Razi termasuk seorang filosof yang rajin belajar dan menulis tidak mengherankan ia banyak menghasilkan karya tulis. Dalam autobiografinya pernah ia katakan, bahwa ia telah menulis tidak kurang dari 200 buah karya tulis dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karya tulisnya dalam bidang kimia yang terkenal ialah Kitâb al-Asrâr yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang medis karyanya yang terbesar ialah al-Hâwi yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran, diterjemahkan kedalam bahasa Latin dengan judul continens yang tersebar luas dan menjadi buku pegangan utama dikalangan kedokteran Eropa sampai abad ke-17 M. bukunya di bidang kedokteran juga ialah al-Mansuri Liber al-Mansoris 10 jilid disalin kedalam berbagai bahasa barat sampai akhir abad XV M. Kitâb al-Judar wa al-Hasbah tulisannya yang berisikan analisis tentang penyakit cacar dan campak beserta pencegahannya, diiterjemahkan orang ke dalam berbagai bahasa barat dan terakhir ke dalam bahasa Inggris tahun 1847 M, dan dianggap buku bacaan wajib ilmu kedokteran barat. Kemudian, buku-bukunya yang lain ialah alThibb al-Ruhani, al-SÈ‹rah al-Falsafiah, dan lainnya. Sebagian karya tulisnya telah dikumpulkan menjadi satu kitab yang bernama al-Rasâ’il Falsafiyyat yang banyak dikutip dalam buku ini.

Filsafatnya

1. Lima Kekal (Kadim)

Filsafat Al-Razi terkenal dengan ajarannya 5 yang Kekal. Yakni al-Bâry Ta’alâ (Allah Ta’ala), al-Nafs al-Kulliyyat (jiwa Universal), al-Hayûlâ al-È–lâ (Materi Pertama), al-Makân al-Muthlaq (Tempat/Ruang Absolut) dan al-Zamân al-Muthlaq (Masa Absolut).

Menurut Al-Razi dua dari lima yang kekal itu hidup dan aktif : Allah dan roh. Satu diantaranya tidak hidup dan pasif, yakni materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif, dan tidak pula pasif, yakni ruang dan masa.

2. Akal, Kenabian, dan Wahyu

Harus diakui bahwa akal merupakan substansi sangat penting yang terdapat dalam diri manusia sebagai cahaya (nûr) dalam hati. Cahaya ini, menurut Al-Razi, bersumber langsung dari Allah, sebagai utusan untuk menyadarkan manusia dari kebodohannya.

Kemudian Al-Razi juga mengkritik agama secara umum. Ia juga menjelaskan kontradiksi Yahudi, Kristen, Mani, dan Majuzi secara rinci. Bahkan lebih lanjut ia katakan tidaklah masuk akal Allah mengutus para nasi sebab mereka menimbulkan kemudaratan. Ia juga mengkritik secara sistematik kitab-kitab Wahyu Alquran dan Injil. Ia menolak kemukjizatan Alquran, baik gayanya maupun isinya dan menegaskan bahwa adalah mungkin menulis kitab yang lebih baik dalam gaya yang lebih baik. Ia lebih suka membaca buku-buku ilmiah daripada Alquran.

IBNU MISKAWAIH

Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ya’cub ibnu Miskawaih. Ia dilahirkan di kota Rayy, Iran pata tahun 330 H / 941 M dan wafat di Asfahan pada tanggal 9 Shafar 421 H / 16 Februari 1030 M.

Karya Tulisnya

Ibnu Miskawaih tidak hanya dikenal sebagai seorang pemikir (filosof), tetapi ia juga seorang penulis yang produktif. Dalam buku The History of the Muslim Philosophy disebutkan beberapa karya tulisnya yaitu :

a.) Al-Fauz al-Akbar

b.) Al-Fauz al-Asghar

c.) Tajârib al-Umâm (sebuah sejarah tentang banjir besar yang ditulisnya pada tahun 369 H / 979 M)

d.) Uns al-Farȋd (koleksi anekdot, syair, peribahasa; dan kata-kata hikmah)

e.) TartÈ‹b al-Sa’âdat (isinya akhlak dan politik)

f.) Al-Mustaufa (isinya syair-syair pilihan)

g.) Jâwidâ Khirad (koleksi ungkapan bijak)

h.) Al-Jâmi’

i.) Al-Siyâb

j.) On the Simple Drugs (tentang kedokteran)

k.) On the compisition of the Bajats (seni memasak)

l.) Kitâb al-Ashribah (tentang minuman)

m.) TahzÈ‹b al-Akhlâq (tentang akhlak)

n.) Risâlat fi al-Lazzât wa al-È‚lam fi Jauhar al-Nafs

o.) Ajwibât wa As’ilat fi al-Nafs wa al-‘Aql

p.) Al-Jawâb fi al-Masâ’il al-Salas

q.) Risâlat fi Jawâb fi Su’al Ali ibn Muhammad Abû Hayyân al-Shûfi fi HaqÈ‹qat al-‘Aql

r.) Thahârat al-Nafs.

Filsafatnya

1. Ketuhanan

Tuhan menurut Ibnu Miskawaih, adalah zat yang tidak berjizim, Azali, dan Pencipta. Tuhan Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan dan tidak satupun yang setara dengan-Nya. Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak bergantung kepada yang lain. Sementara yang lain membutuhkan-Nya.

Ibnu Miskawaih menyatakan, Tuhan adalah Zat yang jelas dan Zat yang tidak jelas. Dikatakan Zat yang jelas bahwa Ia adalah yang Hak (Benar). Yang benar adalah Terang. Dikatakan tidak jelas karena kelemahan akal pikiran kita untuk menangkap-Nya, disebabkan banyak dinding-dinding atau kendala kebendaan yang menutupi-Nya. Pendapat ini bisa diterima karena wujud manusia berbeda dengan wujud Tuhan.

Tuhan dapat dikenal dengan propogasi negatif dan tidak dapat dikenal dengan sebaliknya, propogasi positif (yu’raf bi al-salb dun al-Ijâb). Alasannya propogasi positif akan menyamakan Tuhan dengan alam.

2. Emanasi

Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Miskawiah juga menganut paham Emanasi, yakni Allah menciptakan alam secara pancaran. Namun, emanasinya berbeda (bertentangan) dengan emanasi Al-Farabi. Menurutnya entitas pertama yang memancarkan dari Allah ialah ‘Aql Fa’âl (Akal Aktif). Akal aktif ini tanpa perantara sesutupun. Ia kadim, sempurna, dan tak berubah.

Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan perbedaan emanasi antara Ibnu Miskawaih dan Al-Farabi sebagai berikut :

a.) Bagi Ibnu Miskawaih, Allah menjadikan alam ini secara emanasi (pancaran) dari tiada menjadi ada. Sementara itu, menurut Al-Farabi alam dijadikan Tuhan secara pancaran dari sesuatu atau bahan yang sudah ada menjadi ada.

b.) Bagi Ibnu Miskawaih Ciptaan Allah yang pertama ialah Akal Aktif. Sementara itu, bagi Al-Farabi ciptaan Allah yang pertama ialah Akal Pertama dan Akal Aktif adalah Akal yang Kesepuluh

3. Kenabian

Sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Miskawaih juga menginterpretasikan kenabian secara ilmiah. Usahanya ini dapat pula memperkecil perbedaan antara nabi dan filosof dan memperkuat hubungan dan keharmonisan antara wahyu dan akal.

Menurut Ibnu Miskawaih, nabi adalah seorang Muslim yang memperoleh hakikat-hakikat atau kebenaran karena pengaruh Akal Aktif atas daya imajinasinya.

Persamaan antara nabi dan filosof, bagi Ibnu Miskawiah, adalah dalam mencapai kebenaran, bukan persamaan keduanya dalam tingkatan, kemuliaan, dan kemaksuman.

4. Jiwa

Jiwa, menurut Ibnu Miskawaih, adalah jauhar rohani yang tidak hancur dengan sebab kematian jasad. Ia adalah kesatuan yang tidak terbagi-bagi. Ia akan hidup selalu. Ia tidak dapat diraba dengan pancaindra karena ia bukan jisim dan bagian dari jisim. Jiwa dapat menangkap keberadaan zatnya dan ia mengetahui ketahuan dan keaktivitasannya.

Tentang balasan di Akhirat, sebagaimana Al-Farabi, Ibnu Miskawaih juga menyatakan bahwa jiwalah yang akan menerima balasan (kebahagiaan dan kesengsaraan) di akhirat. Karena, menurutnya, kelezatan jasmaniah bukanlah kelezatan yang sebenarnya

5. Akhlak

Akhlak, menurut konsep Ibnu Miskawaih, ialah suatu sikap mental atau keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.

Berdasarkan ide di atas, secara tidak langsung Ibnu Miskawaih menolak pandangan orang-orang Yunani yang mengatakan bahwa akhlak manusia tidak dapat berubah. Bagi Ibnu Miskawiah akhlak yang tercela bisa berubah menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidikan (tarbiyah al-akhlâq) dan latihan-latihan.

IBNU RUSYD

Abu Al-Walid Muhammad ibnu Muhammad ibnu Rusyid dilahirkan di Cardova, Andalus pada tahun 510H/1126 M, sekitar 15 tahun wafatnya Al-Ghazali. Ia lebih populer dengan sebutan Ibnu Rusyd.

Karya Tulisnya

Telah dikemukakan bahwa Ibnu Rusyd seorang pengarang yang produktif. Salah satu kelebihan karya tulisnya ialah gaya penuturan yang mencakup komentar, koreksi, dan opini sehingga karyanya lebih hidup dan tidak sekadar deskripsi belaka. Namun, amat disayangkan karangannya sulit ditemukan dan sekiranya ada sudah diterjemahkan orang ke dalam bahasa Latin dan Hebrew (Yahudi), bukan dalam bahasa aslinya (Arab).

Kekndatipun demikian, sampai hari ini karya tulis Ibnu Rusyd yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut :

Fashl al-Maqâl fi mâ bain al-Hikmat wa al-Syari’ah min al-Ittishâl berisikan korelasi antara agama dan filsafat.Al-kasyf’an Manâhij al-Adillat fi ‘Aqâ’id al-Millat, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufiTahâfut al-Tahâfut, berisikan kritik terhadap karya Al-Ghazali yang berjudul Tahâfut al-Falâsifat.Bidâyat al-Mujtahid wa Nihâyat al-Muqtashid, berisikan uraian-uraian di bidang fiqih.

Filsafatnya

1. Jawabannya terhadap sanggahan Al-Ghazali

Sehubungan dengan sanggahan yang mematikan dari Al-Ghazali terhadap para filosof Muslim, inilah jawaban Ibnu Rusyd dalam tiga butir masalah sebagai berikut :

Alam Kadim

Menurut Al-Ghazali, sesuai dengan keyakinan kaum teolog Muslim Allah menciptakan alam dari tiada menjadi ada (al-È‹jâd min al-‘adam, creatio ex nihilo). Penciptaan dari tiadalah yang memastikan adanya pencipta. Yang ada tidak butuh kepada yang mengadakan. Justru itulah alam ini mesti diciptakan dari tiada menjadi ada.

Menurut Ibnu Rusyd, Al-Ghazali keliru menarik kesimpulan bahwa tidak ada seorang filosof Muslim pun yang berpendapat bahwa kadimnya alam sama dengan kadimnya Allah, tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada berubah menjadi ada dalam bentuk lain.

Allah tidak mengetahui perincian yang terjadi di Alam

Yang dimaksudkan para filosofi muslim adalah pengetahuan Allah tentang parsial di alam ini tidak sama dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan Allah berfisat kadim yakni sejak azali. Allah mengetahui segala yang terjadi di alam ini, betapapun kecilnya, sedangkan pengetahuan manusia bersifat baharu. Begitu pula pengetahuan Allah berbentuk sebab, sedangkan pengetahuan Manusia berbentuk akibat.

Kebangkitan Jasmani di Akhirat

Menurut Ibnu Rusyd sanggahan Al-Ghazali terhadap para filosof Muslim, tentang kebangkitab jasmani di akhirat tidak ada, adalah tidak benar. Mereka tidak mengatakan demikian. Semua agama, tegas Ibnu Rusyd, mengakui adanya hidup kedua di akhirat, tetapi mereka berbeda interpretasi mengenai bentuknya.

Hal ini sesuai dengan hadis: “Di sana akan dijumpai apa yang tak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga dan tak pernah terlintas dalam pikiran”.

2. Hukum Sebab Akibat (Kausalitas) dan Hubungannya dengan Mukjizat

Dalam karyanya Tahâfut, Ibnu Rusyd mengkritik apa yang telah dikemukakan oleh Al-Ghazali tentang hubungan sebab-akibat serta kaitannya dengan perkara yang menyimpang dari kebiasaan dan mukjizat nabi. Inilah bantahan Ibnu Rusyd tersebut:

ü Terdapat hubungan yang dharûrÈ‹y (pasti) antara sebab dan akibat

ü Hubungan sebab akibat dengan adat atau kebiasaan

ü Hubungan sebab akibat dengan akal

ü Hubungan sebab akibat dengan Mukjizat

3. Kritik Ibn Rusyd terhadap Emanasionisme Para Filosof Muslim

Ibnu Rusyd menolak secara tegas emanasionisme yang dikemukakan para filosof Muslim sebelumnya. Dalam kkritiknya ia mengemukakan beberapa kelemahan, kesulitan, dan pertentangan yang terdapat dalam ramuan Neoplatonisme tersebut sebagai berikut:

Pertama, bahwa dari al-Fa’il al-Awwal (Pencipta Pertama) hanya memancar satu, bertentangan dengan pendapatnya sendiri, bahwa yang memancar dari yang satu pertama terdapat padanya yang banyak, padahal dari yang satu mesti memancar satu.

Kedua, akibat kurang ketelitian Al-Farabi dan Ibnu Sina, maka pendapat ini telah diikuti orang banyak, kemudian mereka menisbatkannya kepada para filosof, dalam hal ini Aristoteles, padahal mereka tidak berpendapat demikian.

Ketiga, menurut Ibnu Rusyd prinsip-prinsip (al-mabâdi)yang memancar dari prinsip yang lain sebagai dikemukakan, merupakan sesuatu yang tidak dikenal oleh filosof-filosof terdahulu.

4. Pengaruh Pemikiran Ibnu Rusyd di Eropa

Ibnu Rusyd merupakan satu-satunya filosof Muslim yang paling besar pengaruhnya ke Barat. Pokok pikiran Ibnu Rusyd yang paling istimewa ialah merekonsiliasikan antara agama (wahyu) dan filsafat (akal) atau secara kasarnya mempertemukan antara Aristoteles dan Muhammad. Usaha rekonsiliasi ini dipandang ciri terpenting dalam filsafat islam.

MUHAMMAD IQBAL

Muhammad Iqbal dikenal sebagai penyair (filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan reformis muslim adalah seorang tokoh dominan umat islam abad ke-20) lahir pada bulan Dzulhijjah 1289 H, atau 22 Februari 1873 di Sialkot. Nenek moyangnya adalah orang-orang Brahmana Kasymir dan telah memeluk agama islam 3 abad sebelum kelahiran Iqbal.

Hasil Karya

Di perkirakan Muhammad Iqbal meninggalkan tidak kurang dari 21 karya monumental, yaitu :

Ilm al-Iqtisad, (1903);Development of Metaphysics in Persia: A Constribution to the History of Muslim Philosophy,(1908); Islam as a Moral and Political Ideal(1909); Asrar- I khudi [Rahasia Pribadi]Rumuz –I Bekhudi [Rahasia Peniadaan Diri],(1918); Payam-I Masyriq [Pesan Dari Timur],(1923); Bang-I Dara [Seruan Dari Pejalanan],(1924) Self in the Light of Relativity Speeches and Statements of Iqbal.(1925); Zaboor-I’ Ajam [Kidung Persia],(1927) Khusal Khan Khattak,(1928); A Plea for Deeper Study of Muslim Scientist,(1929); Presidential Addres to the All-India Muslim Leaque,(1930); Javid Nama (Kitab Keabadian),(1932); McTaggart Philosophy,(1932);The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Pembangunan Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam),(1934); Letters of Iqbal to Jinnah,(1934); Bal-I Jibril [Sayap Jibril],(1935); Pas Chih Bayad Kard Aqwam-I Sharaq,(1936); Matsnawi Musafir, (1936); Zarb-I Kalim [Tongkat/ Pukulan Nabi Musa],(1936); dan Armughan-I Hejaz [Hadiah dari Hejaz],(1938).

Filsafatnya

a. Ego atau Khudi

Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikiran-pemikirannya. Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas, merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, Ia merupakan satu kebulatan yang jelas dan mempunyai arti, yang menjadi sentral dari segala struktur kehidupan manusia. Hidup manusia ditentukan oleh aktivitas khudinya. Aktivitas khudi yang selalu mengarah kepada kesempurnaan suatu waktu akan mencapai perkembangannya yang tertinggi, yakni kesempurnaan di mana pada waktu itu dia akan merangkum samudera ketuhanan(khuda).

b. Ketuhanan

Pemahaman Iqbal tentang Ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu adalah :

ü Pada masa pertama (dari tahun 1901 sampai kira-kira tahun 1908). Iqbal meyakini Tuhan sebagai keindahan Abadi, yang ada tanpa tergantung dan mendahului segala sesuatu, bahkan menampakkan diri dalam semuanya itu. Dia menyatakan dirinya di langit dan di bumi,di matahari dan di bulan, disemua tempat dan keadaan

ü Pada masa kedua (1908-1920).Pada tahap ini Iqbal tertarik kepada Rumi yang dijadikan sebagai pembimbing rohaninya. Pada tahap ini, Tuhan bukan lagi dianggap sebagai Keindahan Luar,tetapi sebagai Kemauan Abadi, sementara Keindahan hanyalah sebagai sifat Tuhan disamping ke-Esa-an Tuhan. Karena itu, Tuhan itu menjadi asas rohaniah tertinggi dari segala kehidupan.

ü Pada masa ketiga (1920-1938). Jika masa kedua dapat dianggap sebagai masa pertumbuhan, maka pada masa ketiga ini dapat dianggap sebagai masa kedewasaan dan merupakan pengembangan menuju kematangan konsepsi tentang Ketuhanan.Tuhan adalah ”hakikat sebagai suatu keseluruhan”, dan hakikat sebagai suatu keseluruhan pada dasarnya bersifat spiritual, dalam arti suatu individu dan suatu ego. Untuk menjadi sempurna memerlukan suatu keadaan di mana tak ada bagian organisme yang terlepas dapat hidup secara terpisah. Dari bagian ini jelas bahwa individu yang sempurna merupakan unsur paling esensial dalam konsepsi al-Qur’an tentang Tuhan

c. Materi dan Kausalitas

Menurut Iqbal, kodrat realitas yang sesungguhnya adalah rohaniah dan semua yang sekuler sebenarnya adalah suci dalam akar-akar perwujudannya. Adapun materi adalah suatu kelompok ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang berderajat lebih tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai suatu derajat koordinasi tertentu.

d. Moral

Filsafat Iqbal adalah filsafat yang meletakkan kepercayaannya kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, yang mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Ada dua cara untuk memahami manusia, menurut Iqbal. Pertama, cara intelektual, dan kedua cara vital. Cara intelektual memahami dunia sebagai suatu sistem tegar tentang sebab-akibat, cara vital menerima mutlak adanya keharusan yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan, yakni kehidupan di pandang sebagai suatu keseluruhan. Cara vital ini dinamakan ‘iman’, iman bukanlah sekedar percaya secara pasif akan masalah tertentu, melainkan merupakan keyakinan yang hidup, yang didapatkan dari pengalaman yang jarang terjadi.

e. Insan al-Kamil

Iqbal menafsirkan Insan al-Kamil atau manusia utama, setiap manusia potensial adalah suatu mikrokosmos dan bahwa insan yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan, sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.Iqbal berpendapat, bahwa setiap manusia merupakan suatu pribadi atau suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah dia menjadi pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada Tuhan adalah yang utama, semakin dekat semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya dari Tuhan, kian berkuranglah bobot kepribadiannya.

Adapun yang dianggap dapat melemahkan ego adalah : takut, sombong, dan suka meminta-minta (su’al). su’al merupakan tema Iqbal yang menjadi antithesis dari Isqy,juga menjadi antithesis dari faqr. Karena, su’al menurut Iqbal adalah segala sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha sendiri. Yang harus dikembangkan pula sikap toleransi, yaitu kesadaran akan perlunya menghargai orang lain.

MUHAMMAD ARQOUN

Mohammad Arkoun lahir pada tanggal 1 Februari 1928 di Taourito Mimoun, Kabilia sebelah timur Aljir, Aljazair, suatu daerah yang terletak di pegunungan Berber. Keadaan itulah yang menghadapkannya sejak masa mudanya pada tiga bahasa : bahasa Kabilia, bahasa Arab yang dibawa bersama ekspansi Islam sejak abad pertama hijriah, dan bahasa Prancis yang dibawa oleh bangsa yang menguasai Aljazair antara tahun 1830-1962.

Hasil Karya

Karya besar Arqoun yaitu :

La pensee Arabe (Dunia perkembangan Arab) Paris, 1973.Ouvertures sura Islam (catatan-catatan pengantar untuk memahami islam)Contribution atitude de Islam humannisme arabae au IV/X siecle : Miskawayh Philosiphe historien (sumbangan pada Pembahasan Humanisme Arab pada Abad IV/X; Miskawaih sebagai Filsuf dan Sejarawan) Paris, Grancher 1989.Essais sur la pensce Islamique (Esai-esai tentang Pemikiran Islam), Paris Virin 1973.Lectures de Coran (Tokoh tentang Alquran) Paris, 1982.Pour une Critique de la Raison Islamique (Demi Kritik Nalar Islami) Paris, 1984.

Filsafatnya

Adapun dasar-dasar pemikiran dari Muhammad Arqoun yang membahas hal-hal berikut :

1. Alat-alat untuk pemikiran baru

Periodisasi sejarah pemikiran dan sastra selama ini ditentukan oleh peristiwa-peristiwa politis. Kita sekarang ini berbicara tentang periode Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmani. Bagaimanapun, ada lebih banyak kriteria yang mencerahkan yang dapat kita gunakan untuk membedakan periode-periode perubahan dalam sejarah pemkiran. Kita harus mempertimbangkan diskontinuitas-diskontinuitas yang mempengaruhi kerangka kerja konseptual yang digunakan dalam sebuah wilayah kultural yang telah ada (a given cultural space). Konsep-konsep mengenai nalar dan sains yang digunakan dalam al-Qur’an misalnya, tidak sama dengan yang kemudian dikembangkan oleh kaum falasifa, menurut aliran Platonik dan Arestotelian. Bagaimanapun, konsep-konsep yang dielaborasi dalam wacana al-Qur’an sekarang masih digunakan secara akurat karena episteme yang diperkenalkan al-Qur’an tidak pernah dipertimbangkan secara intelektual.

2. Mode-mode Pemikiran

Muhammad Arqoun mengklarifikasi dan melakukan diferensiasi antara dua mode pemikiran yang diadopsi oleh para pemikir muslim saat lahirnya modernitas intelektual dalam masyarakat mereka (bukan hanya dalam pemikiran), yaitu sejak permulaan Nahdha di abad ke-19. Arkoun tidak akan menekankan trend yang dikenal baik dari pemikiran reformis salafi yang dipelopori oleh Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh. Inilah yang Muhammad Arqoun sebut sebagai jalan pemikiran ishlahi yang telah menjadi karakteristik pemikiran Islam sejak wafatnya Nabi.

3. Dari yang tak Terpikirkan ke yang Terpikirkan

Islam dipresentasikan dan dihidupkan sebagai sebuah sistem kepercayaan dan non-kepercayaan yang tidak bisa ditundukkan pada penelitian kritis apapun. Dengan demikian, membagi wilayah menjadi dua bagian: yang tak terpikirkan dan bukan terpikirkan. Kedua konsep ini bersifat historis dan tidak filosofis. Wilayah perspektif dari masing-masing bagian berubah melalui sejarah dan berbeda dari satu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya.

4. Masyarakat Kitab

Muhammad Arqoun memperkenalkan konsep ini sebagai suatu kategori historis untuk memperdalam analisi mengenai agama-agama wahyu. Pertama menekankan fakta yang signifikan bahwa tiga agama wahyu belum pernah diteliti secara komparatif. Bahkan, masih ada literatur deskriptif, terutama mengenai Islam dan Kristen, tengah dikembangkan sesuai dengan dialog Islam-Kristen, tapi postulat-postulat teologis yang diterima dalam masing-masing tradisi masih mendominasi berbagai analis tentang agama-agama wahyu.

Arqoun menyebut masyarakat-masyarakat Kitab yang telah dibentuk sejak abad pertengahan oleh kitab sebagai sebuah fenomena religius dan kultural. Kitab itu sendiri mempunyai dua makna dalam persperktif ini. Kitab Langit (The Heavenly Book) yang dijaga oleh Tuhan dan memuat semua firman Tuhan yang disebut Umm al-Kitab dalam al-Qur’an.

5. Strategi Dekonstruksi

Hingga kini kita telah mempresentasikan unsur-unsur dan kekuatan-kekuatan yang bertindak dalam Masyarakat Kitab. Ini tidak cukup memikirkan dalam cara baru mengenai pertentangan antara masyarakat-masyarakat kitab dan masyarakat-masyarakat sekular. Memikirkan tentang pertentangan ini berarti memikirkan dari perspektif baru mengenai nasib manusia dengan dua akibat historis utama. Masyarakat Kitab, seperti halnya dengan masyarakat sekular, telah menunjukkan batas-batas intelektual dan kegagalan-kegagalan empirik dari paradigma respektif mereka bagi tindakan historis.

Memikirkan situasi historis kita yang baru merupakan sebuah usaha positif. Tidak bermaksud mengajukan kritik negatif terhadap upaya-upaya sebelumnya pada emansipasi eksistensi manusia sebagai mana kita ingin memberikan jawaban-jawaban yang relevan bagi persoalan-persoalan yang tertunda dan menekan. Inilah mengapa Arqoun lebih suka berbicara mengenai strategi dekonstruksi, kita harus mendekonstruksi imaginaire sosial yang telah distrukturkan selama berabad-abad oleh fenomena Kitab sperti halnya dengan kekuatan-kekuatan sekular dari peradaban material sejak abad ke-17.

6. Wahyu dan Sejarah

Strategi dekonstruksi mengarah pada konfrontasi mutlak yang menentukan dalam masyarakat-masyarakat kitab. Ketika kita menemukan fungsi imaginaire sosial seperti menghasilkan sejarah kelompok, kita tidak bisa lagi mempertahankan teori tentang wahyu seperti yang telah dielaborasi sebelumnya, yaitu sebagai citra-citra yang dihasilkan fenomena kompleks dari intervensi profetik.

Al-Qur’an menekankan pentingnya manusia untuk mendengar, menyadari, merefleksikan, menembus, memahami, dan merenungkan. Semua kata kerja ini merujuk pada aktivitas-aktivitas intelektual yang mengarah pada suatu jenis rasionalisasi yang didasarkan pasa paradigma eksistensial yang diungkapkan bersama sejarah keselamatan. Sejarah merupakan inkarnasi aktual dari wahyu sebagiamana ia diinterpretasikan oleh para ulama dan disimpan dalam kenangan kolektif. Wahyu memelihara kemungkinan memberi sebuah legitimasi “transenden” bagi tatanan sosial dan proses historis yang diterima oleh kelompok itu. Namun kemungkinan ini fapat dipertahankan hanya selama sistem kognitif yang didasarkan pada imaginaire sosial, tidak digantikan oleh suatu rasionalitas baru, rasionalitas yang lebih masuk akal berkaitan dengan organisasi yang berbeda dari wilayah sosial historis. Inilah satu alasan bagi pertentangan yang sudah dikenal antara kaum falasifa dan mutkallimun, atau fuqaha.

PENUTUP

Filsafat merupakan suatu ilmu yang mendukung nmanusia untuk bertindak lebih bijaksana, dikarenakan dalam filsafat terdapat unsur-unsur etika dan estetika. Disamping filsafat sebagai cikal bakal atau induk dari ilmu pengetahuan, filsafat juga merupakan metode berpikir, yakni berpikir yang kritis, analitis, rasional, sistematik, dan radikal. Filsafat juga membantu manusia untuk menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi yang bersifat konkret, meskipun filsafat itu sendiri bersifat abstrak.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A., filsafat islam, filosof dan filsafatnya, jakarta: rajawali pers, 2004.

Muhammad Yusuf Musa, falsafat al-Ahklaq fi al-Islam, kairo: Dar al-A’raf, 1945.

Supriyadi, Dedi. M.Ag. Pengantar Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia

Rukmana, Aan. 2013. Ibn Sina. Jakarta: Dian Rakyat

Sonneborn, Liz. 2013. Averroes. Jakarta: PT. Gramedia

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong