ARSIP BULANAN : April 2015

Lanjutan Etika dan Filsafat Komunikasi

14 April 2015 21:15:21 Dibaca : 479

Pengertian dan Hakikat Filsafat

A. Pengertian Fisafat
Filsafat merupakan ilmu yang dasarnya adalah pemikiran manusia yang menyeluruh. Bisa dikatakan filsafat adalah sumber dari segala cabang ilmu. Pengertian filsafat dapat didekati paling sedikit dari segi: filsafat dalam arti harfiah, filsafat secara operasional, filsafat dari sudut isinya (materinya), dan filsafat sebagai produk atau hasil pemilsafatan.

1. Filsafat dalam arti “Harfiah”
Asal kata Filsafat dari bahasa Latin “Filosofia” terdiri dari kata Filos dan Sofia.
Filos = Cinta atau hasrat yang besar
Sofia = Pengetahuan yang mendalam sampai berkaitan dengan kearifan
Berdasarkan pembahasan secara harafiah ini filsafat berarti cinta kepada pengetahuan atau hasrat yang besar untuk menjadi arif.

2. Filsafat secara operasional (prosesnya)
Filsafat secara prosesnya atau operasionalnya adalah “cara berfilsafat”, maka filsafat adalah renungan yang mendalam (radikal) dan menyeluruh (integral), secara sistematis, sadar dan metodis dan sudah tentu tidak meninggalkan sifat-sifat ilmiah pada umumnya.

3. Filsafat dibahas dari sudut isinya (materinya)
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari metodologi serta hakekat kebenaran dan nilai dari ihwal terutama tentang manusia dan segala cita-citanya, dengan lingkungannya, agamanya, kehidupannya, ideologinya, hakekat dirinya dan lain-lain.
Filsafat mengenai nilai ada 3 bagian, yaitu : a) Aksiologi: yaitu filsafat tentang “nilai pada umumnya” misalnya : nilai tujuan filosofis suatu negara dan cara kerja yang memperhatikan nilai-nilai tertentu; b) Etika: yaitu filsafat tingkah laku disebut The Philosophy of Conduct ; c) Aestetika: yaitu filsafat keindahan disebut The Philosophy of Art.

4. Filsafat sebagai produk atau hasil pemilsafatan
Ini merupakan “hasil” orang berfilsafat atau produk para filsuf dan para ahli pikir. (www. sodiycxacun.web.id)

5. Filsafat menurut para filsuf
Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Berikut pengertian filsafat menurut para ahli:


Ø Plato (428-348 SM): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.


Ø Aristoteles ((384–322 SM): Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yangterkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.


Ø Imanuel Kant (1724–1804): Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya.


Ø Al-Farabi: Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Ø Prof. Mr.Muhammad Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

2. Asal Usul Filsafat
Filsafat merupakan sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan alam dan biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat juga dianggap sebagai kreasi berpikir dengan menggunakan metode-metode ilmiah untuk memahami dunia. Filsafat bertujuan untuk memahami dunia dan memperpadukan hasil dan ilmu pengetahuan ke ilmu pengetahuan special agar menjadi suatu pandangan hidup yang seragam. Itu merupakan tujuan Filsafat dari jaman Thales (Bapak Filsafat) hingga jaman sekarang.
Di masa sekarang ini, manusia bercorak individualistis, humanistis, romantis, sehingga manusia cepat beralih pada kepentingan-kepentingan dekat dan “dunia” memiliki arti yang lain bagi manusia. Kondisi manusia yang hidup di perkotaan, dengan kendaraan, perumahan, dan segalanya yang ada di kota, membuat manusia semakin jauh dengan dunia astronomis.
Dahulu, bangsa Yunani purba banyak dicemaskan oleh masalah diam dan perubahan, yang mana perubahan yang mereka maksudkan adalah perubahan fisik/alam, seperti atom-atom yang bergerak, air yang mengalir, dan lain-lain. Tapi, ketika masalah itu belum selesai, perhatian manusia tertarik ke perubahan-perubahan dalam bentuk lain, seperti adat istiadat, hubungan-hubungan, dan lain-lain. Hal itu menunjukkan keragaman, sementara keragaman menghasilkan banyak penafsiran. Maka, hal itulah yang membuat Filsafat tetap ada hingga sekarang, hanya saja, sekarang ia menjadi penafsiran dari hidup, maka kondisinya menjadi sama seperti dahulu, dimana Filsafat adalah suatu usaha untuk memahami dunia dimana kita hidup.
Karena kehidupan yang kita jalani penuh kekerasan, maka dorongan untuk berfilsafat terus muncul dan bersemayam dalam kehidupan modern. Tapi waktu sekarang ini amat terbatas, sehingga untuk berfilsafat kita hanya mempunyai kesempatan untuk memikirkan sebagian masalah-masalah dengan mengajukan pertanyaan yang tidak menyeluruh, sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang menjadi hajat hidup banyak orang.
Biasanya, hanya ada sedikit orang yang mengajukan pertanyaan :


Ø Adakah alam semesta ini suatu alam semesta dari pikiran atau hanya dari benda mati?


Ø Dapatkah ia masih menganut suatu pandangan keagamaan mengenai manusia?


Ø Adakah Tuhan itu?


Ø Dari apa benda tersebut?


Ø Apakah akal kita yang kini terpukau-pukau dan keheranan merupakan salah satu dari benda?


Ø Saya hidup. Apa itu hidup?


Ø Ada apa sesudah mati?


Ø Apa itu benar dan apa itu salah?


Ø Apakah pertanyaan ini bisa terjawab?


Ø Apa yang mejadi batas sebuah pengetahuan?


Ø Kita lihat bulan yang indah, mentari yang terbenam amat memukau, dan segala keindahan lain. Lalu, apakah tanpa mata keindahan ada? Apakah tanpa organ lain keindahan itu ada? Lalu, apa itu keindahan?


Ø Apa pula pertanyaan itu?
Pertanyaan-pertanyaan itu adalah pertanyaan yang menjijikan, ngeri, mengapa begitu bodoh terlintas di dalam kepala kita. Tetapi, justru itulah masalah-masalah Filsafat. Karena itulah Filsafat ada. Filsafat ada karena manusia bertanya tentang hidup, Filsafat ada karena adanya masalah-masalah tersebut.


3. Ciri-ciri Pemikiran Filsafat
Menurut Clarence L. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut:


-  Sangat umun atau universal
Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum, misalnya tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan, dan lainnya.


- Tidak faktual
Kata lain dari tidak faktual adalah spekulatif, yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan-dugaan tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran filsafat tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk dalam lingkup kewenangan ilmu khusus.


-  Bersangkutan dengan nilai
C.J. Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut penilaian. Yang dibicarakan dalam penilaian ialah tentang yang baik dan buruk, yang susila dan asusila dan akhirnya filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan nilai. Maka selanjutnya, dibentuklah sistem nilai, sehingga lahirlah apa yang disebutnya sebagai nilai sosial, nilai keagamaan, nilai budaya, dan lainnya.


-  Berkaitan dengan arti
Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para filosof dalam mengunkapkan ide-idenya sarat denga arti, para filosof harus dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan bahasa-bahasa yang tepat, semua itu berguna untuk menghindari adanya kesalahan/sesat pikir (fallacy).


- Implikatif
Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi (akibat logis). Dari implikatif tersebut diharapkan akan mampu melahirkan pemikiran baru sehingga akan terjadi proses pemikiran yang dinamis dari tesis ke anti tesis kemudian sintesis, dan seterusnya...sehingga tidak ada habisnya. Pola pemikiran yang implikatif (dialektis) akan dapat menuburkan intelektual. (www. ajiraksa.blogspot.com)

4. SIFAT DASAR FILSAFAT

1. Berpikir Radikal
Berfilsafat berarti berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berpikir secara radikal, ia tidak pernah berhenti hanya pada suatu fenomena suatu entitas tertentu. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan.
Bagi seorang filsuf, hanya apabila akar atau radix realitas telah ditemukan, segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya bila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.

 

2. Mencari Asas
Filsafat bukan hanya mengacu kepada bagian tertentu dari realitas, melainkan kepada keseluruhannya. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Seorang filsuf akan selalu berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari realitas.

 

3. Memburu Kebenaran
Filsuf adalah pemburu kebenaran. Kebenaran yang diburunya adalah kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala sesuatu.
Tentu saja kebenaran yang hendak digapai bukanlah kebenaran yang meragukan. Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan, setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti. Demikian seterusnya.
Jelas terlihat bahwa kebenaran filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. Kebenaran yang baru ditemukan itu juga terbuka untuk dipersoalkan kembali demi menemukan kebenaran yang lebih meyakinkan.dengan demikian, terlihat bahwa salah satu sifat dasar filsafat ialah memburu kebenaran. Upaya memburu kebenaran itu adalah demi kebenaran itu sendiri, dan kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang meyakinkan serta lebih pasti.

 

4. Mencari Kejelasan
Salah satu penyebab lahirnya filsafat ialah keraguan. Untuk menghilang¬kan keraaguan diperlukan kejelasan. Ada filsuf yang mengatakan bahwa berfilsafat berarti berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas. Ada pula yang mengatakan bahwa filsuf senantiasa mengejar keje!asan pengertian (clarity of understanding). Geisler dan Feinberg mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafat ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual (intellectual clarity).' Dengan demikian, dapat mengatakan bahwa berpikir secara filsafati berarti berusaha memperoleh kekejelasan.
Mengejar kejelasan berarti harus berjuang dengan gigih untuk mengelimi¬nasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, dan yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan berupa teka-teki. Tanpa kejelasan, filsafat pun akan menjadi sesuatu yang mistik, serba rahasia, kabur, gelap, dan tak mung¬kin dapat menggapai kebenaran.
Jelas terlihat bahwa berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Perjuangan mencari kejelasan itu adalah salah satu sifat dasar filsafat.

 

5. Berpikir Rasional
Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional. Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis adalah bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan. (www.sodiycxacun.web.id)

Referensi


Raksa, Aji. Ciri-Ciri Pemikiran Filsafat. (http://ajiraksa.blogspot.com/, diakses 26 Maret 2012)


Riwayati. Hakikat Filsafat. (http://www.sodiycxacun.web.id/2010/02/hakikat-filsafat/, diakses 26 Maret 2012)


Satriawinarah. Asal-Usul Filsafat. (http://satriawinarah.wordpress.com/, diakses 26 Maret 2012)


Sumedji, Pujo. Pengertian Filsafat. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/, diakses 26 Maret 2012)

Manusia sebagai makhluk Sosial


Siti dan ibunya dengan senang hati membelikan pesanan para tetangganya itu. Selain memperoleh keuntungan, ibu Siti juga dapat membantu para tetangga. Siti menyadari, bahwa sebagai makhluk sosial manusia harus saling membantu. Sebagai makhluk sosial, manusia perlu berhubungan dengan orang lain atau saling membutuhkan dengan lainnya. Tahukah kamu yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial?

1. Manusia Sebagai Makhluk individu
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, serta unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri.

Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.

Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.

Karakteristik yang khas dari seseorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus. Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.

2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.
Menurut Mead perilaku, perilaku manusia sebagai sosial& berbeda dengan perilaku hewan yang pada umumnya ditandai dengan nnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan berikut :


• Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.


• Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.


• Manusia memiliki kebutuha n untuk berinteraksi dengan orang lain


• Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Sebutkan aktivitas manusia dan perubahan yang terjadi saat ini.


• Jaman dahulu menuju tempat tertentu dengan berjalan kaki. saat ini enuju tempat tertentu dengan berbagai kendaraan, seperti sepeda motor dan mobil.


• Jaman dahulu membajak sawah menggunakan tenaga hewan seperti kerbau dan sapi, saat ini mengerjakan sawah menggunakan tenaga traktor.


• Jaman dahulu berkomunikasi menggunakan surat, saat ini komunikasi dapat dilakukan dengan menggunakan handphone.


• Jaman dahulu jarang sekali wanita yang bekerja, saat ini banyak wanita yang bekerja diberbagai bidang pekerjaan.


• Industri pada jaman dahulu masih menggunakan teknologi yang sederhana, sedangkan saat ini industri sudah menggunakan teknologi canggih.


Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial tentu mempunyai karakteristik yang mendorong terjadinya perubahan dalam kehidupannya. Tuliskan perbandingan tentang karakteristik manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.


• Sifat manusia sebagai mahluk individu merupakan sifat yang di miliki sejak lahir . secara sederhana, sifat ini dapat dilihat pada keinginan keinginan alamiah manusia untuk mempertahankan hidupnya melalui makan dan minun, manusia memiliki rasa ingin tahu. Hubungan dengan tuhan yang maha esa juga merupakan cerminan sifat manusian sebagai mahluk individu karena dalam diri manusia ada keinginan untuk dekat dengan penciptanya. Ada pun cirri khas yang dimiliki manusia adalah sikap, sifat, temperanan, karakter, tipe, dan minat. Walaupun manusia itu kembar pasti mempunyai perbedaan,kelebihan, dan kelemahan masing-masing. Manusia sebagai makhluk individu adalah bebas, manusia berhak menentukan apa saja yang ingin dilakukan, dipikirkannya, dan dikatakannya. Tapi manusia harus mempertanggung jawabkan apa yang diperbuatnya


• Pada dasarnya manusia juga disebut makhluk sosial. Makhluk sosial adalah manusia yang memiliki kemampuan, kebutuhan, dan kebiasaan untuk berkomunikasi dan berhubungan, serta berorganisasi dengan orang lain. .Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon. Dengan kata lain, manusia merupakan homo socius. Homo berarti manusia, sedangkang socius adalah kawan. Jadi, manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Contoh : manusia bisa bekerja sama dengan adanya komunikasi antara masyarakat. Masyarakat membutuhkan dokter dan tim medis lannya jika sakit, itu bukti bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Stimulus perilaku merupakan produk penafsiran dari individu atas objek disekitarnya. Makna yang mereka sampaikan kepada objek berasal dari interaksi itu berlangsung
Konsep tentang diri merupakan inti dari teori interaksi simbolik. Mead menganggap konsep diri adalalh suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain.
Simbolik merupakan hal-hal yang mengandung simbol-simbol. Jadi, dapat dikatakan bahwa makhluk simbolik merupakan makhluk yang menggunakan hal-hal yang simbolik atau mengandung simbol-simbol. Simbol-simbol yang dimaksud disini bukan sekedar simbol-simbol tak bermakna, tetapi hal-hal tersebut memiliki makna masing-masing dan tidak satupun simbol yang tercipta tanpa memiliki makna tersendiri. Misalnya, warna merah dan warna putih pada bendera Indonesia, warna merah pada bendera tersebut dianggap sebagai simbol keberanian dan warna putih dianggap sebagai simbol kesucian.
Simbol merupakan salah satu bagian dari semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiotika ini pertama kali diprkenalkan oleh dua filsuf bahasa yaitu Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Menurut Saussure, setiap tanda itu terbagi atas dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut pendapatnya, tanda merupakankesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Sedangkan menurut Pierce, semiotika terbagi atas tiga bagian yaitu ikon, indeks, dan simbol.
Ikon merupakan hubungan antara tanda dan acuannya yang berupa hubungan kemiripan, seperti sebuah foto dan orangnya. Indeks merupakan hubungan antara tanda dengan acuannya yang timbul karena adanya kedekatan eksistensi, seperti sebuah tiang penunjuk jalan dan sebuah gambar panah penunjuk arah. Indeks juga dapat menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan penanda yanf bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan, misalnya adanya asap karena ada api. Simbol merupakan hubungan yang berbentuk konvensional, yaitu suatu tanda merupakan suatu hasil kesepakatan masyarakat.
Manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik karena dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering menggunakan simbol-simbol. Salah satu contoh penggunaan simbol dalam kehidupan sehari-hari adalah simbol-simbol pada peraturan lalu lintas, misalnya lampu lalu lintas atau lebih sering disebut lampu merah oleh masyarakat luas yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, kuning, dan hijau. Warna-warna tersebut masing-masing memiliki makna tersendiri yakni warna merah yang memerintahkan para pengguna jalan untuk berhenti, warna kuning yang memerintahkan untuk berhati-hati, dan lampu hijau yang memerintahkan untuk kendaraan jalan.
Lampu lalu lintas ini diciptakan oleh penemunya Garrett Augustus Morgan setelah ia melihat tabrakan antara mobil dan kereta kuda pada suatu hari yang kemudian membuatnya berpikir untuk membuat sesuatu yang dapat mengatur lalu lintas yang lebih aman dan efektif. Sebenarnya pada saat itu, telah ada suatu sistem pengaturan lalu lintas dengan sinyal stop and go. Sinyal lampu ini pernah digunakan di London pada tahun 1863. Namun, pada penggunaannya sinyal lampu ini tiba-tiba meledak, sehingga tidak dipergunakan lagi. Berdasarkan pengalamannya tersebut Morgan kemudian menciptakan suatu pengatur lalu lintas yang terdiri dari tiga jenis warna, yaitu merah, kuning, dan hijau.
Simbol-simbol dalam kehidupan manusia juga erat kaitannya dengan budaya. Dalam suatu kebudayaan, masyarakat dalam kebudayaan tersebut sering menggunakan simbol-simbol dalam melambangkan sesuatu. Misalnya, dalam budaya Mandar yang menggunakan beru’-beru’ (bunga melati) sebagai simbol untuk perempuan. Hal ini sudah menjadi hal yang umum dalam masyarakat Mandar dan telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Mandar dalam kehidupan sehari-hari. Simbol tersebut dapat saja ditemukan dalam percakapan sehari-hari mereka ataupun dalam karya sastra-karya sastra Mandar seperti lagu-lagu Mandar atau puisi tradisional Mandar.
Berdasarkan beberapa contoh di atas, dapat dikatakan bahwa manusia dalam menggunakan atau menciptakan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka berasal dari pengalaman hidup mereka. Seperti Garrett Augustus Morgan yang menciptakan lampu lalu lintas setelah melihat kecelakaan lalu lintas. Maka dari itu, manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik.
Pernyataan manusia sebagai makhluk simbolik membuat salah satu sarjana feminis Luce Irigaray menempatkan dunia simbolik dalam kehidupan manusia pada lapis puncak piramida dalam abstraksi piramidal yang dibuatnya. Abstraksi piramidal tersebut terdiri atas dunia biologis pada lapis pertama, kemudian dunia sosial dan budaya pada lapis tengah.
Dunia biologis ditempatkan pada lapis pertama, karena menurut Irrigaray jika dilihat dari sisi biologis semua manusia memiliki kesetaraan, dan hal tersebut tidak menimbulkan konflik dalam diri manusia sehingga perbedaan biologis dalam diri manusia adalah sesuatu yang bersifat statis. Perempuan dan laki-laki telah memiliki perannya masing-masing.
Kemudian dunia sosial dan budaya ditempatkan pada lapis kedua. Menurut Irigaray, dalam dunia sosial dan budaya manusia mulai menemukan konflik di dalamnya. Perempuan dan laki-laki dalam konteks sosial dan budaya sering kali menampakkan diri mereka dengan cara yang berbeda. Pendapat masyarakat umumpun mengenai posisi perempuan dan laki-laki dalam konteks sosial dan budaya berbeda. Misalnya, pada acara adat dalam masyarakat Bugis. Perempuan dan laki-laki pasti menempatkan diri mereka masing-masing dan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya pasti berbeda.. Sehingga dalam konteks sosial dan budaya, perbedaan jender dalam diri manusia mulai ditampakkan yang dapat menyebabkan adanya konflik dalam diri manusia. Konflik tersebut dapat saja muncul ketika salah satu dari mereka ada yang menempatkan diri di tempat yang tidak seharusnya. Contohnya, seorang laki-laki yang mengambil alih tugas perempuan.
Selanjutnya, dalam dunia simbolik yang ditempatkan oleh Irigaray pada lapis puncak piramida, posisi perempuan dal laki-laki semakin nampak perbedaannya. Dalam dunia simbolik, Irigaray mengatakan bahwa tubuh lelaki dipersepsi dan diekspresikan sebagai tubuh yang mewakili kualitas Tuhan (the Authority Principle of God) dan tubuh perempuan dianggap mewakili kualitas pemberontakan setan (the Rebellious Principle of Satan). .oleh sebab itu, Irigaray menempatkan dunia simbolik ini pada puncak abstraksi piramidal yang dibuatnya. Melalui hal ini, Irigaray juga menunjukkan bahwa hal tersebutlah yang menjadi penyebab timbulnya kekerasan terhadap perempuan. Selain itu, dalam beberapa kebudayaan, simbol-simbol akan kebutuhan laki-laki diekspresikan melalui tubuh perempuan.
Melalui abstraksi piramidal ini, Irigaray ingin menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk biologis memiliki kesetaraan dan perempuan dan laki-laki sudah memiliki peran mereka masing-masing. Sehingga, perempuan dan laki-laki tidak perlu bersaing dan menimbulkan konflik di antara mereka. Kemudian, manusia sebagai makhluk sosial dalam konteks sosial dan budaya harus melakukan interaksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-harinya. Akan tetapi, dalam konteks tersebut, manusia biasanya menemui konflik dengan sesamanya karena adanya perbedaan pendapat di antara mereka dalam interaksinya. Lalu, manusia sebagai makhluk simbolik merupakan puncak dari adanya konflik-konflik antar manusia, terutana antar perempuan dan laki-laki yang dapat menyebabkan adanya kekerasan terhadap perempuan.

Hampir semua pernyataan manusia baik yang ditujukan untuk kepentingan dirinya, maupun untuk kepentingan orang lain dinyatakan dalam bentuk simbol. Hubungan antara pihak-pihak yang ikut serta dalam proses komunikasi banyak ditentukan oleh simbol atau lambang-lambang yang digunakan dalam berkomunikasi.
Seorang penyair yang mengagumi sekuntum bunga, akan mengeluarkan pernyataan lewat bahasa “alangkah indahnya bunga ini”, ataukah seorang polisi lalau lintas yang tidak bisa berdiri terus dipersimpangan jalan, peranannya dapat digantikan lewat rambu-rambu jalan atau lampu pengatur lalu-lintas (traffic light). Simbol merupakan hasil kreasi manusia dan sekaligus menunjukkan tingginya kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya.
Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau yang tertulis (verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (non verbal). Simbol membawa pernyataan dan diberi arti oleh penerima, karena itu memberi arti terhadap simbol yang dipakai dalam berkomunikasi bukanlah hal yang mudah, melainkan suatu persoalan yang cukup rumit.
Proses pemberian makna terhadap simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi, selain dipengaruhi faktor budaya, juga faktor psikologis, terutama pada saat pesan di decode oleh penerima. Sebuah pesan yang disampaikan dengan simbol yang sama, bisa saja berbeda arti bilamata individu yang menerima pesan itu berbeda dalam kerangka berpikir dan kerangka pengalaman.


http://mastugino.blogspot.com/2015/01/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan.html

 

Etika dan Filsafat Komunikasi

14 April 2015 21:10:00 Dibaca : 472

Nama : Rezka Apriyanto


Nim : 291414006


Kelas : Ilmu Komunikasi (A)


Pelajaran : Etika & Filsafat Komunikasi

 

Pengantar Filsafat


Pengertian Filsafat

Ada yang mengira bahwa filsafat itu sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong. Selain itu ada pula yang mengira bahwa filsafat itu merupakan kombinasi dari astrologi, psikologi dan teologi. Filsafat bukanlah semua itu.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai:
1. pengetahuan dan penyedilikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan hukumnya;
2. teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan;
3. ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi;
4. falsafah.

Menurut Kamus Filsafat, filsafat merupakan (Bagus, 2000: 242):


1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.


2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.


3. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.


4. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan penyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.


5. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang dikatakan dan untuk mengatakan apa yang dilihat.

Secara etimologi atau asal kata, kata "filsafat" berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani yang berbunyi philosophia. Kata philophia ini merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philos dan sophia. Kata philos berarti kekasih atau sahabat, dan kata sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, tetapi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan. Jadi secara etimologi, philosophia berarti kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan.

Agar bisa menjadi kekasih atau sahabat, seseorang haruslah mengenal dekat dan akrab dengan seseorang atau sesuatu yang ingin dijadikan kekasih atau sahabat tersebut. Dan ini hanya bisa dilakukan apabila seseorang tersebut senantiasa terus-menerus berupaya untuk mengenalnya secara dalam dan menyeluruh. Dengan harapan bahwa upaya yang terus-menerus itu dapat membawa seseorang atau sesuatu itu pada kedekatan yang akrab sehingga dapat mengasihinya.

Seseorang yang melakukan aktivitas tersebut disebut filsuf. Filsuf adalah seseorang yang mendalami filsafat dan berusaha memahami dan menyelidikinya secara konsisten dan mendalam. Konsisten artinya bahwa seseorang tersebut terus menerus menggeluti filsafat. Mendalam berarti bahwa ia benar-benar berusaha mempelajari, memahami, menyelidiki, meneliti filsafat.

Tadi dikatakan bahwa filsafat adalah kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, jadi karena ia merupakan kekasih/ sahabat kebijaksaan/ kearifan atau kekasih/ sahabat pengetahuan, maka filsafat memiliki hasrat untuk selalu ingin dekat, ingin akrab, ingin mengasihi kearifan/ kebjaksanaan/ pengetahuan. Tapi, kearifan/ kebijaksanaan/ pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat abstrak dan luas. Keabstrakan dan keluasan ini menjadikan hasrat yang dimiliki filsafat tersebut tak mudah untuk dipuaskan sepenuhnya. Ini menyebabkan filsafat terus-menerus melakukan usaha untuk memenuhinya. Usaha yang terus menerus ini membuat filsafat, pada satu sisi, dikenal tak lebih dari sebagai sebuah usaha atau suatu upaya.

Selain sebagai sebuah usaha atau suatu upaya, William James, seorang filsuf dari Amerika, melihat bahwa berpikir juga merupakan sisi lain dari filsafat. Menurutnya, filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang. Artinya, bahwa segala upaya yang dilakukan oleh filsafat tak dapat dilepaskan dari tujuannya untuk meraih kejelasan dan keterangan dalam berpikir. Jadi, berpikir adalah sisi lain yang dimiliki filsafat.

Bagi manusia, berpikir adalah hal yang sangat melekat. Manusia, merujuk pada Aritoteles, adalah animal rationale atau mahluk berpikir. Tidak seperti mahluk-mahluk lainnya, oleh Tuhan manusia diberi anugerah yang sangat istemewa yakni akal. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan mengatasi dan memecahkan segala permasalahan yang dihadapinya pikirannya. Karena filsafat mengandaikan adanya kerja pikiran, maka sifat pertama yang terdapat dalam berpikir secara filsafat adalah rasional.

Rasional berarti bahwa segala yang dipikirkannya berpusar pada akal. Tapi, tidak semua aktivitas berpikir manusia dapat dikatakan berpikir secara filsafat. Untuk dapat dikatakan bahwa satu aktivitas berpikir itu merupakan berpikir secara filsafat, aktivitas berpikir itu haruslah bersifat metodis.

Secara umum, berpikir metodis berarti berpikir dengan cara tertentu yang teratur. Dalam membeberkan pikiran-pikirannya, filsafat senantiasa menggunakan cara tertentu yang teratur. Keteraturan ini membuat pikiran-pikiran yang dibeberkan oleh filsafat menjadi jelas dan terang. Tapi agar cara tertentu itu dapat teratur, filsafat membutuhkan faktor lain, yakni sistem.

Sebagai sebuah sistem, filsafat suatu susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan. Ia terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang secara teratur menurut pola tertentu, dan membentuk satu kesatuan. Adanya sistem membuat satu cara berpikir tertentu yang teratur tetap pada keteraturannya. Oleh karena itu, selain berpikir metodis filsafat juga memiliki sifat berpikir sistematis.
Berpikir secara sistematis memiliki pengertian, bahwa aktivitas berpikir tersebut haruslah mengikuti cara tertentu yang teratur, yang dilakukan menurut satu aturan tertentu, runtut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti satu aturan tertentu pula tersusun menurut satu pola yang tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Jadi, agar dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut sedang berpikir secara filsafat, ia haruslah berpikir menurut atau mengikuti satu aturan tertentu yang runut dan bertahap dan tidak acak atau sembarangan.

Sistematis mengandaikan adanya keruntutan. Jadi, berpikir filsafat atau berpikir filsafati juga memiliki sifat runtut atau koheren. Koheren berarti bertalian. Ia merupakan kesesuaian yang logis. Dalam koherensi, hubungan yang terjadi karena adanya gagasan yang sama. Pada berpikir filsafat, koherensi berarti tidak adanya loncatan-loncatan, kekacauan-kekacauan, dan berbagai kontradiksi. Dalam koherensi, tidak boleh ada pernyataan-pernyataan yang saling bertentangan. Contoh:

Hujan turun
Tidak benar bahwa hujan turun

Pernyataan yang pertama yang berbunyi "Hujan turun" bertentangan dengan pernyataan yang kedua, "Tidak benar bahwa hujan turun,", begitu juga sebaliknya. Dalam berpikir secara koherensi hal ini tidak dibenarkan. Karena kedua pernyataan ini saling bertentangan. Jadi, dalam berpikir secara koherensi, pernyataan-pernyataan yang ada haruslah saling mendukung.

Agar dapat memperoleh pernyataan-pernyataan yang mendukung, filasafat haruslah mencari, mendapatkan, memeriksa, ataupun menyelidiki keseluruhan pernyataan yang ada. Filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Usaha ini membawa filsafat pada penyelidikan terhadap keseluruhan. Jadi, sifat berpikir filsafat yang berikutnya adalah keseluruhan atau komprehensif dalam artian bahwa segala sesuatu berada dalam jangkauannya.

Tadi dikatakan bahwa berpikir filsafat memiliki sifat koherensi, maka agar koherensi dapat terjadi, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat haruslah mampu memahami dan memilah pernyataan-pernyataan yang ada. Agar dapat mencapai hal tersebut, dibutuhkan apa yang dinamakan berpikir kritis Jadi, kritis adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

Kritis dapat dipahami dalam artian bahwa tidak menerima sesuatu begitu saja. Secara spesifik, berpikir kritis secara filsafat adalah berpikir secara terbuka terhadap segala kemungkinan, dialektis, tidak membakukan dan membekukan pikiran-pikiran yang ada, dan selalu hati-hati serta waspada terhadap berbagai kemungkinan kebekuan pikiran.

Untuk mencapai berpikir kritis, hal yang harus dilakukan adalah berpikir secara skeptis. Skeptis berbeda dengan sinis. Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. Sedangkan sinis adalah sikap yang berdasar pada ketidakpercayaan. Secara metaforis, sikap sinis dapat digambarkan seperti seorang laki-laki di tengah perempuan-perempuan cantik, tapi dia malah mencari seekor kambing yang paling buruk. Jadi, pada intinya, sikap skpetis itu adalah meragukan, sementara sikap sinis adalah ketidakpercayaan.

Tadi telah dipaparkan di atas, bahwa filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri. Agar dapat meraih hal tersebut, filsafat harus menemukan radix (akar) dunia seluruhnya tersebut. Jadi berpikir radikal adalah sifat berpikir filsafat yang berikutnya.

Usaha menemukan akar dunia seluruhnya ini sangat diperlukan. Karena dengan penemuan akarnya, diharapkan, setiap persoalan ataupun permasalahan-permasalahan yang bertumbuhan di atasnya dapat disingkap. Untuk dapat menemukan akar tersebut, seorang filsuf atau seseorang yang sedang mempelajari dan mendalami filsafat perlu untuk berpikir secara radikal. Berpikir radikal merupakan cara berpikir yang tidak pernah terpaku hanya pada satu fenomena suatu entitas tertentu, dan tidak pernah berhenti hanya pada satu wujud tertentu.

Sampai di sini, kiranya, kita telah mengetahui mengapa filsafat itu bukan sesuatu yang kabur, serba rahasia, mistis, aneh, tak berguna, tak bermetoda, atau hanya sekedar lelucon yang tak bermakna atau omong kosong.

Bagi Plato (+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles (+ 384-322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari "peri ada selaku ada" (being as being) atau "peri ada sebagaimana adanya" (being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa "ada" merupakan objek materia dari filsafat. Karena filsafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendiri, maka "ada" di sini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada.


Peranan dan Tujuan Filsafat

Tadi telah dipaparkan bahwa filsafat merupakan suatu upaya berpikir yang jelas dan terang tentang seluruh kenyataan. Upaya ini, bagi manusia, menghasilkan beberapa peranan. Pertama, filsafat berperan sebagai pendobrak. Artinya, bahwa filsafat mendobrak keterkungkungan pikiran manusia. Dengan mempelajari dan mendalami filsafat, manusia dapat menghancurkan kebekuan, kebakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya dengan kembali mempertanyakan segala.

Pendobrakan ini membuat manusia bebas dari kebekuan, kebakuan, dan keterkungkungan. Jadi, bagi manusia, filsafat juga memiliki peranan sebagai pembebas pikiran manusia. Maka, pembebas merupakan peranan kedua yang dimiliki filsafat bagi manusia.

Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan. Jadi, peranan ketiga yang dimiliki oleh filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing.

Selain memiliki peranan bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu pengetahuan umumnya. Menurut Descartes (1596-1650), filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia. Ia, merujuk pada Kant (1724-1804), adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan. Jadi, merujuk pada dua penrnyataan tersebut, dapat dapat disimpulkan bahwa bagi ilmu pengetahuan, filsafat, memiliki peranan sebagai penghimpun pengetahuan.

Memahami perannya sebagai penghimpun, maka filsafat dapat dikatakan merupakan induk segala ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. Bagi Bacon (1561-1626, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu. Ia menangani semua pengetahuan.

Selain sebagai induk yang menghimpun semua pengetahuan, bagi ilmu pengetahuan filsafat juga memiliki peranan lain, yakni sebagai pembantu ilmu pengetahun.

Bagi Bertrand Russell (1872-1970), filsafat adalah sebuah wilayah tak bertuan di antara ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki kemungkinan untuk menyerang
Berikut adalah pendapat yang saya tuangkan dalam bentuk beberapa bagan :
 Pengantar Filsafat

 Filsafat mempelajari

 Filsafat secara etimologi

• Manusia bisa berkembang karena nalar


• Filsafat sebagai Metode


• Etika Konsep Bentuk


Filsafat menuru Socrates Konsep manusia Api, air, udara, tanah.
 Kenapa Manusia Berifilsafat ?


- Karena manusia takjub melihat alam semesta


- Karena Ingin bertanya.


- Karena selalu ingin tahu (penasaran)


 Filsafat Bersifat kritis & etis
Karakteristik filsafat Apa yang membedakan :


1. Fundamental (mendasar) harus jelas basisnya.


2. Spekulatif


3. Universal (keseluruhan)


Filsafat Aristoteles :
- Aristologi


- Ontologi


- Epistemologi


- Aksiologi

Pengetahuan manusia berdasarkan pengalaman. Ada beberapa ciri-ciri pengetahuan yang harus di ketahui di antaranya :
1. Objektif

 

2. Secara Empiris


3. Sisrematis/tersusun


4. Analisi/terurai


(referensi : http://perkuliahan-perkuliahan.blogspot.com/2009/03/materi-kuliah-pengantar-filsafat-02.html)

Filsafat dan Ilmu Komunikasi


• Filsafat Ilmu Dalam Filsafat Komunikasi
Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponen filsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif epistemology:


a. Ontologis: What It Is?
Ontologi berarti studi tentang arti “ada” dan “berada”, tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.


b. Epistemologis
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, “what can we know, and how do we know it?” (Lacey: 1976). Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi “belief, understanding, reson, judgement, sensation, imagination, supposing, guesting, learning, and forgetting”.
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini.
Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.

c. Aksiologis: What For?
Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.

• Filsafat Komunikasi Dan Penelitian Ilmu Komunikasi
Filsafat Komunikasi sangat erat kaitannya dengan metodologi penelitian :Positive, Post-Positive dan Kritis. Kesemuanya harus jelas sumber dan asumsi-asumsinya.
Metode (metodologi) ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemologi. Epistemologi membahas mengenai: Apakah sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan? Sejauh mana manusia mampu menangkap pengetahuan? (Jujun S. Suriasumantri, 1984: 119)

Melalui filsafat komunikasi, dari komponen epistemologi, kita telah mengenal sejumlah metode dan model penelitian komunikasi selain teori-teori yang dilahirkan secara ontologis. Metode-metode tersebut dapat dipahami dengan menyimak tiga kelompok paham yang mengembangkan komunikasi secara falsafati.

 Positive(isme)
Asumsi dasar positivisme tentang realitas adalah tunggal, dalam artian bahwa fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terikat oleh tertib hukum. Fokus kajian-kajian positivis adalah peristiwa sebab-akibat (Deddy Mulyana, 2001: 25). Dalam hal ini, positivisme menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk mengetahui: pertama, verifikasi langsung melalui data pengindera (empirikal); dan kedua, penemuan lewat logika (rasional).
Pendekatan metodologi yang positivis antara lain: empirisme, rasionalisme, behavioristik, behavioral, struktural, fungsionalisme, mekanistik, deterministik, reduksionis, sistemik, dan lain-lain. Para penggagas dan pengasuh metode positive ini antara lain Paul F. Lazarsfeld, Bernard Berelson, Robert K. Merton, Wilbur Schramm, Shannon dan Weaver, dan lain-lain. Mereka-mereka itulah yang komunitasnya dikenal dengan nama Mazhab Chicago.
Metode peneltian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain: model mekanistis, model komunikasi Shannon dan Weaver, pendekatan behaviorisme, analisis isi klasik-kuantitatif, dan lain-lain.

Komponen-komponen pokok teori dan metodologi positivis adalah sebagai berikut:
- Metode penelitian: kuantitatif


- Sifat metode positivisme adalah obyektif.


- Penalaran: deduktif.


- Hipotetik

 

 Post-Positifisme [humanistik]
Asumsi dasar post-positivie tentang realitas adalah jamak individual. Hal itu berarti bahwa realitas (perilaku manusia) tindak tunggal melainkan hanya bisa menjelaskan dirinya sendiri menurut unit tindakan yang bersangkutan. Fokus kajian post-positivis adalah tindakan-tindakan (actions) manusia sebagai ekspresi dari sebuah keputusan.


Pendekatan metodologi penelitian kualitatif: interaksionisme simbolik, fenomenologi, etnometodologi, dramaturgi, hermeneutika, semiotika, teori feminisme, marxisme sartrian, teori kritis, pasca-strukturalisme, dekonstruktivisme, teori paska-kolonialis, dan sebagainya (Deddy Mulyana dalam Eriyanto, 2002: IV). Aliran pemahanan ini berasal dari sejumlah ilmuan, antara lain: Max Weber, Charles Horton Cooley, George Hebert Mead, William I. Thomas, Ervin Goffman, dan lain-lain.
Metode penelitian komunikasi yang tercakup dalam paham antara lain interaksionisme simbolik, analisis framing, analisis wacana, analisis semiotika, dan lain-lain.
Komponen-komponen pokok teori dan metodologi post-positivis adalah sebagai berikut:


- Metode penelitian: kualitatif


- Sifat metode post-positive: Subyektif


- Penalaran: Induktif.


- Interpretatif

 

 Kritisme
Asumsi dasar paham kritisme adalah realitas didominasi oleh status quo. Maksdunya adalah, tidak ada aspek kehidupan yang bebas dari kepentingan, termasuk ilmu pengetahuan. Kesemuanya berada dalam dominasi status quo. Aliran pemahaman kritis diinspirasi oleh pemikiran Karl Marx. Namun paham kritisme ini hanya sedikit berbicara tentang Marxisme (Sasa Djuarsa S., 1994: 392-396). Faham kritisme merupakan merupakan pilar utama mazhab frankfurt. Selanjutnya ditindaklanjuti oleh Juergen Habermas (John B. Thompson, 2004: 487). Fokus kajian mazhab Frankfurt ini adalah sistem tindakan komunikasi manusia (teori tindakan komunikasi).
Tokoh aliran ini antara lain: Max Horkheimer, Theodore Adorno, Hebert Markuz, Juergen Habermas, dan lain-lain.
Metode penelitian dalam paham ini belum populer penggunaannya dalam penelitian komunikasi. Seperti dikemukakan oleh Habermas sendiri, diskusi tentang metode dan teori tindakan komunikasi adalah proses yang tidak pernah berakhir dan sama sekali belum sampai pada suatu konsensus (Juergen Habermas, 2004: vii)

Metode Penelitian : Analisis Sejarah Sosial (Social History Analysis)
Sifat metodologi: kritisPenalaran: Dialektika Meta-theoritical Discourse
• Suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman (verstehen) secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis,kritis, dan holistik tentang teori dan proses komunikasi yang meliputi segala dimensinya (Onong U.Effendy)

• Ilmu komunikasi adalah suatu ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam menyampaikan isi pesannya kepada manusia lain (Hoeta Soehoet)

• Menurut Richard Lanigan, Filsafat komunikasi adalah upaya menjawab pertanyaan:

a) Apa yang aku ketahui ?


b) Bagaimana aku mengetahuinya ?


c) Apakah aku yakin ?


d) Apakah aku benar ?


Cabang-cabang Filsafat
1. Metafisika
Suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. Dalam hubungannya teori dan proses komunikasi metafisika berkaitan dengan :
• Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita.


• Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab dan aturan Problema Pilihan.

 

2. Epistemologi
Merupakan suatu cara untuk mengetahui bagaimana pengetahuan, dalam hal ini teori komunikasi disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Yakni berdasarkan :
• Kerangka Pemikiran yang logis


• Penjabaran Hipotesis


• Menguji Kebenaran Hipotesis

 

3. Aksiologi


• Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi merupakan studi etika dan estetika mengenai bagaimana cara mengekspresikannya.

• Hal ini penting bagi seorang komunikator dalam kaitannya dengan proses komunikasi ketika ia mengemas pikirannya sebagai isi pesan yang ingin disampaikannya dengan menggunakan bahasa atau lambang, terlebih dahulu melakukan pertimbangan nilai, apa yang perlu disampaikan dan apa yang tidak perlu disampaikan.

4. Logika
Logika teramat penting dalam komunikasi karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir logis
Tahapan Penyelidikan Ilmu Komunikasi
• Dalam pandangan Stephen Littlejohn, filsafat komunikasi merupakan metateori.


• Meta berarti: Di luar pengertian dan pengalaman manusia.


• Teori : seperangkat dalil / prinsip umum yang kait mengait (hipotesis yang di uji berulangkali ) mengenai aspek – aspek suatu realitas.

1. Tahap metateori
Tahap ini bersifat melakukan penyelidikan yang melebihi isi khusus dari teori tertentu.
penyelidikan di mulai dari bagaimana pengetahuan disusun:
- Apa yang akan diamati


-  Bagaimana pengamatan dilakukan


-  Bentuk teori yang bagaimana yang diambil


2. Tahap Hipotetikal


Pada teori komunikasi terdapat gambaran realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan. Pertanyaan dalam tahap ini adalah bagaimana metode dan prosedur dalam mengkaji dugaan sementara

3. Tahap Deskriptif
Timbul pernyataan – pernyataan aktual mengenai kegiatan dan penemuan – penemuan terkait. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah menyangkut bagaimana teknik dalam melakukan pengujian hipotesis sebagai penilaian yang objektif .

Asumsi – asumsi Epistimologikal


o Rasionalisme
Pengetahuan timbul dari kekuatan pikiran manusia


o Empirisme
Pengetahuan muncul dalam persepsi yang berarti melihat apa yang terjadi


o Konstruktivisme
Pengetahuan diciptakan seseorang agar berfungsi bagi hidupnya


o Konstruktivisme Sosial
Pengetahuan merupakan produk dari interaksi simbolik (kehidupan kelompok / budaya)

Komunikasi sebagai Sebuah Ilmu
Syarat-syarat Ilmu:
1. Suatu ilmu harus mempunyai objek kajian.


2. Objek kajiannya terdiri dari satu golongan masalah yang sama tabiatnya baik dilihat dari dalam maupun dari luar.


3. Keterangan mengenai objek kajian tersebut dapat disusun dalam rangkaian hubungan sebab akibat.

• Objek kajian Ilmu Komunikasi adalah “usaha manusia dalam menyampaikan isi pesannya kepada manusia lain”.


• Objek kajian ilmu komunikasi terdiri dari satu golongan masalah, yaitu bagaimana usaha manusia menyampaikan isi pesannya kepada manusia lain, bukan usaha manusia mencari nafkah, bukan usaha manusia mencari keadilan, dan lain-lain.


• Ilmu komunikasi jg mempunyai satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya baik dilihat dari dalam. Pelaku komunikasi adalah manusia secara sadar melakukan proses makna

Pelaku komunikasi adalah manusia secara sadar melakukan proses makn, berikut adalalah bagan tentang Intersionalisme Simbolik.

Mead Mind, self & Sosiety
1. Kebohongan terstrukutur


2. Penipuan Di sengaja


- Kebenaran tergantung konteks


- Kebenaran ilmiah Kebenaran berdasarkan Ilmiah


- Koherensi Di uji dengan realita di lihat dengan indra


Contoh : Api itu panas, Garam itu asin


3. Tidak Jujur Contoh : Media (dalam filsafat komunikasi di katakan sebuah kebenaran.
- Interpretasi
Penilaian subjektif makna harus di interpretasikan supaya benar.

 

(http://catatan-anakfikom.blogspot.com/2012/03/filsafat-komunikasi-dan-ilmu-komunikasi.html)


Materi Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.


A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :


1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia


2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio


3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya


4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.


B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence ï‚® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.


2. Teori Consistency ï‚® Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.


3. Teori Pragmatisme ï‚® Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.


4. Kebenaran Religius ï‚® Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya


Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :


- Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia


- Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio


- Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya


- Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.


Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :


– Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran


– Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain


– Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran


Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)


2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)


3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)


Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh budi nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat


1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) ï‚® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang serasi dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :


1. Statemaent (pernyataan)


2. Persesuaian (agreemant)


3. Situasi (situation)


4. Kenyataan (realitas)


5. Putusan (judgements)


Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad moderen.


Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.


Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.


2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.


Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.


Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.


Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.


Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.


Rumusan kebenaran adalah turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.


3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesutu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kontinuitas pengajaran, jika tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.


Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah :


1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan


2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen


3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis (ada)


Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).


Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, malainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam program solving.


4. Kebenaran Religius
Kebenaran adalah kesan subjek tentang suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimnaa semuakebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :


Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama digunakan wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, manusia dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong