RESUME ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
RESUME ETIKA DAN FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI
OLEH
NAMA : SITI LATIFA
NIM : 291414048
KELAS : (A) ILMU KOMUNIKASI
MATA KULIAH : ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
PENGANTAR ILMU FILSAFAT
Pengertian Filsafat
Berdasarkan etimologinya, kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua kata, yaitu philein (mencintai) atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan sophia (kebijaksanaan, kearifan). Jadi, filsafat dapat diartikan sebagai “cinta kebijaksanaan”. Orang yang mempelajari serta mendalami filsafat disebut “filsuf”.
Selain dalam bahasa Indonesia, philosophia juga diserap ke dalam berbagai bahasa sehingga akhirnya melahirkan beragam kata, diantaranya: falsafah dalam bahasa Arab, filosofi dalam bahasa Belanda, dan philosophy dalam bahasa Inggris.
Secara terminologis, pengertian filsafat (philosophy) menurut Concise Oxford English Dictionary (Tenth Edition) adalah:
studi tentang hakikat dasar dari pengetahuan, kenyataan, dan keberadaan (eksistensi)
studi tentang dasar-dasar teoritis dari suatu cabang pengetahuan atau pengalaman
suatu teori atau sikap yang memandu perilaku seseorang
Pengertian filsafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda, dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsfatan itu sendiri.
Pengertian filsafat dapat ditinjau dari 2 segi, yakni:
Filsafat secara Etimologi
Kata filsafat, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah falsafah dan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah philosophy adalah berasal dari bahasa Yunani philoshopia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom). Kata filsafat pertama kali oleh Phytagoras (582-496 SM). Pada saat itu arti filsafat belum begitu jelas.
Filsafat secara Terminologi
Secara terminologi adalah arti yang dikandung oleh istilah filsafat. Dikarenakan tentang batasan dari filsafat itu banyak , antara lain:
1. Para filsuf pra – Socrates
Para filsuf pra – Socrates mempertnayakan tentang arche, yakni awal mula atau asal usul alam dan berusaha menjawabnya dengan menggunakan logos atau rasio tanpa percaya lagi pada jawaban mitos atau legenda. Oleh sebab itu, bagi mereka, filsafat adalah ilmu yang berupaya untuk memahami hakikat alam dan realitas dengan mengendalikan akal budi.
2. Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran asli.
3. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berupaya mencari prinsip – prinsip dan penyebab – penyebab dari realitas yang ada.
4. Al Farabi
Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
5. Rene Descartes
Filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
6. William James
Filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa hebat untuk berpikir yang jelas dan terang.
7. Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang didalamnya tercakup masalah epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang kita ketahui.
8. Langeveld
Filsafat adalah berpikir tentang masalah – masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah – masalah mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
9. Hasbullah Bakry
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan tersebut.
10. Louis O. Kattsoff
Filsafat merupakan suatu analisis secara hati – hati terhadap penalaran – penalaran mengenai suatu masalah, dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandang yang menjadi suatu dasar tindakan.
Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik dan lengkap tentang seluruh realitas.
Upaya untuk melukiskan hakikat relitas akhir dan dasar serta nyata.
Upaya untuk menentukan batas – batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
Penyelidikan kritis atas pengandaian – pengandaian dan pernyataan – pernyataan yang diajukan oleh bidang pengetahuan.
Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu manusia melihat apa yang dikatakan dan mengatakan apa yang dilihat.
Dari serangkaian definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah proses berpikir secara radikal, sistematik, dan universal terhadap segala yang ada dan yang mungkin ada. Dengan kata lain, berfilsafat berarti berpikir secara radikal (mendasar, mendalam, sampai ke akar – akarnya, sitematik (teratur, runtut, logis, dan tidak serampangan) untuk mencapai kebenaran universal (umum, terintegral, dan tidak khusus serta tidak parsial).
Pengetahuan yang dimilki manusia bersifat dinamis, terus berkembang dari zaman ke zaman, karena manusia mempunyai kemampuan mencerna pengalaman, merenung, merefleksi, menalar, dan meneliti dalam upaya memahami lingkungannya.
Kemampuan tersebut dimiliki manusia disebabkan manusia dibekali oleh Tuhan berupa akal atau rasio untuk berpikir, sementara mahluk lainnya tidak. Manusia berpikir dengan akalnya. Dengan akalmya manusia mempunyai rasa ingin tahu (curiosity). Dari rasa ingin tahu inilah manusia selalu mempertanyakan segala hal yang dipikirkannya, menyangsikan segala apa yang dilihat, dan mencari segala bentuk permasalahan yang dihadapi. Manusia berusaha menjawab semua pertanyaan yang dihadapi dan mengajukan alternatif pemecahan suatu masalah.
Berpikir adalah ciri khas manusia. Selain ciri utama sebagai mahluk berpikir (kognisi), manusia juga masih mempunyai potensi lain, yakni perasaan (afeksi), kehendak (konasi), dan tindakan (aksi) atau sering disebut cipta, rasa, karsa, dan karya. Deangan potensi itu manusia mencipta, mengelola, dan mengubah lingkungan sekitarnya ke arah lebih baik.
Dengan beragam potensi inilah manusia mempertanyakan, meragukan, dan menjawabnya. Manusia tidak merasa puas hanya memperoleh jawaban – jawaban yang berasal dari adat – istiadat, tradisi, dongeng – dongeng, mitos – mitos, legenda – legenda itu tidk sesuai sesuai aturan berpikir atau bertentangan dengan akal/rasio sehat manusia.
Lahirnya filsafat dan ilmu pengetahuan bermula dari aktivitas berpikir. Karena inti dari berfilsafat adalh berpikir. Namun, tidak semua aktivitas berpikir dapat disebut berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir yang mempunyai tujuan. Tujuannya adalah memperoleh pengetahuan, yakni pengetahuan yang menyangkut kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat manusia dapat sampai pada kebenaran.
Bagi beberapa orang, barangkali mempelajari filsafat menjadi hal yang cukup menyita waktu. Bukan saja karena cakupannya yang sangat luas, tetapi juga kesan terhadap studi filsafat seringkali cenderung terlalu berat dan dianggap sebagai ilmu yang istimewa, sehingga hanya orang-orang tertentu yang mau dan mampu mempelajarinya. Di lain sisi, ada pula yang berpendapat bahwa filsafat tidak lebih dari sekedar lelucon tidak bermakna alias “omong kosong” karena ia seringkali membahas hal-hal yang jauh dari memiliki kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan dalam lingkup kehidupan beragama, beberapa kalangan ulama ada pula yang menganggap filsafat sebagai ilmu yang menyesatkan keimanan umat Islam, dan telah memperpuruk peradaban fiqhiyah Islam. (JH. Rapar, 1996) Sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengharamkan umat Islam untuk mempelajari filsafat. Bahkan, pemahaman seperti ini kembali mengemuka di akhir-akhir ini, terutama muncul dari mereka yang mengklaim dirinya sebagai jama’ah bermadzhab salafi.
Tetapi, lupakah kita bahwa dalam pergaulan sehari-hari, kita sering mendengar orang mengatakan “Falsafah hidup saya adalah…”, atau “Sebagai seorang pengusaha sukses ia memiliki falsafah hidup…” barangkali ada pula yang menyatakan “Dalam hidup ini, saya berpegang teguh pada prinsip hidup….” Serta masih banyak pula contoh lainnya yang merujuk pada sikap, pandangan, gagasan, yang dipegang teguh seseorang dalam menghadapi segala persoalan di dalam hidupnya.
Pengalaman keseharian di atas menunjukkan bahwa sebenarnya berfilsafat dan obyek studi filsafat berada pada pengalaman kehidupan yang dialami oleh si pemikir. Tetapi perlu dicatat bahwa bukanlah filsafat itu sama dengan berfikir. Berfilsafat memanglah mengaktifkan aktifitas berfikir, tetapi belum tentu setiap aktifitas berfikir disebut sebagai aktifitas filsafat. Aristoteles yang termasuk barisan filosof awal mengatakan bahwa aktifitas filsafat bermula dari suatu rasa kagum (thauma) dari sang pemikir atas hal-hal yang dialaminya, dan diteruskan dengan beberapa prinsip dan asas dalam berfilsafat, antara lain:
Menghilangkan paham ‘Saya lah yang paling tahu!’
Menaruh kesetiaan sepenuhnya terhadap kebenaran
Bersungguh-sungguh dalam memahami suatu persoalan dan berusaha mencari jawaban
Setia dan tidak mengenal lelah untuk mempraktikan ‘berfikir mendalam’
Terbuka terhadap setiap kemungkinan kebenaran yang baru (Mustansyir, 2009)
Filsafat seringkali disebut sebagai ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Statemen ini dapat dibuktikan, setidaknya dengan skema sejarah munculnya ilmu-ilmu menyatakan bahwa kajian para filosof di era awal yang sangat luas berimplikasi pada munculnya ilmu-ilmu pada era selanjutnya. Psikologi, salah satu ilmu yang di era modern dikelompokkan pada kajian humaniora, adalah salah satu disiplin ilmu yang juga memiliki keberlanjutan sejarah dan pemikiran dengan ‘sang induk segala ilmu’. (Suriarumantri, 2003)
Beberapa azas berfikir filsafat di atas juga tercermin dalam filsafat ilmu yang dapat dipahami sebagai suatu bentuk pemikiran terhadap ilmu secara mendalam (filosofis) dan bersifat refleksi lanjutan terhadapnya. Dengan kata lain, jika berbagai disiplin ilmu lain (mis. Sosiologi, psikologi, sejarah, dll) melakukan penyelidikan pada problem dan obyek studi secara khusus, maka tugas filsafat ilmu merupakan suatu penyelidikan lanjutan terhadapnya, sehingga memungkinkan bagi kita untuk memahami kesalinghubungan antara obyek, metode dan pendekatan ilmiah yang digunakan. Secara singkat, perbedaan filsafat ilmu dengan disiplin ilmu lain terletak pada perannya mempersoalkan azas serta alasan apakah yang menyebabkan suatu ilmu dapat menyatakan dirinya sebagai suatu pengetahuan “ilmiah”. (Beerling, 1990)
Secara umum filsafat ilmu memberikan landasan umum filosofis dari setiap ilmu dapat dipersingkat melalui tiga pertanyaan penting; apa yang ingin kita ketahui? Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Dan apakah nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Dengan pengertian diatas, maka keterhubungan psikologi dengan filsafat dapat dipelajari lebih jauh. Psikologi sebagai bidang ilmu yang secara khusus bersinggungan langsung dengan obyek studi yakni manusia, mendapatkan refleksi sekunder dari analisa kefilsafatan. Tujuan dari analisa sekunder ini untuk memahami apa yang menjadi orientasi global serta kerja khusus dari ilmu psikologi itu sendiri.
FILSAFAT DAN ILMU KOMUNIKASI
Pengertian umum filsafat adalah ilmu pengetahan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan tentang apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu. Dengan cara ini, jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya. Sementara itu pengertian khusus filsafat telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks sehingga menimbulkan berbagai pendapat tentang arti filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus tentang filsafat anatara lain:
a. Rasionalisme yang mengagungkan akal
b. Materialisme yang mengagungkan materi
c. Idealisme yang mengagungkan idea
d. Hedolisme yang mengagungkan kesenangan
e. Stoikisme yang mengagungkan tabiat saleh
Aliran-aliran tersebut mempunyai kekhususan masing-masing, menekankan kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus di beri tempat yang tinggi misalnya ketenangan, kesalehan, kebendaan, akal dan idea.
Dari beberapa pendapat tersebut, pengertian filsafat dapat dirangkum menjadi seperti berikut:
a. Filsafat adalah hasil yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang sistematis
b. Filsafat adalah hasil fikiran manusia yang paling dalam
c. Filsafat adalah refleksi lebih lanjut dari pada ilmu pengetahuan atau pendalaman lebih lanjut ilmu pengetahuan
d. Filsafat adalah hasil analisia dan abstraksi
e. Filsafat adalah pandangan hidup
f. Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam, mendasar, dan memyeluruh.
• Pengertian Filasafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
• Robert Ackerman
Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
• Cornelius Benjamin
Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
• Michael V. Berry
Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
• May Brodbeck
Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
• Peter Caws
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
• Filsafat Ilmu Dalam Filsafat Komunikasi
Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponen filsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Manusia sebagai makhuk sosial akan sealu berhubungan dengan manusia lain melalui komunikasi retorika sebagai ilmu mengenai pernyataan antara manusia diperkenalkan pertama kalioleh Aristoteles. Gagasan awal mengenai pernyataan manusia di nyatakan dalam model sederhana, yaitu komunikator, pesan dan komunikan. Perkembangan selanjutnya menjadi ilmu komunikasi dengan model yang lebih rumit, ada komunikator, pesan komunikan, media, dan efek.
Istilah komunikasi berasal dari kata communis yang berarti sama. Sama dalam arti sama maknanya. Berkomunikasi berarti mempunyai tujuan untuk mendapatkan arti yang sama. Kajian komunikasi dari sudut pandang filsafat ilmu komunikasi dimaksud agar pemahaman terhadap proses komunikasi bersifat radikal atau mendalam, sistematis, dan menyeluruh. Kajian ini dimaksud untuk mendapatkan esensi atau hakikat komunikasi. Pernyataan ini adalah pesan. Sebelum pesan sampai kepada khalayak atau penerima pesan, haruslah dilakukan pertimbangan.
Mempelajari komunikasi sebagai ilmu akan menjadi dasar bag seseorang untuk memahami komunikasi dari tinjauan filsafati. Pengertian filsafat akan mempermudah seseorang dalam menyusun pikirannya sebagai isi pesan komunikasi. Isi pesan yang tersusun secara logis, etis, dan estetis merupakan usaha agar proses komunikasi efektif.
Filsafat Ilmu Komunikasi diartikan sebagai “kegiatan berpikir dan mengkaji secara lebih mendalam yang mencari suatu kebenaran dari semua pengetahuan yang ingin diketahui terhadap proses komunikasi yang meliputi ontologi, epistemologi maupun aksiologi dan mencoba memperoleh jawaban yang tepat dengan terus menanyakan jawaban-jawaban untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses komunikasi tersebut.
Filsafat komunikasi berarti mengkaji sedalam-dalamnya baik dalam segala hal maupun fenomena komunikasi itu sendiri. Hal ini dapat bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru atau bahkan memperbarui dan menyempurnakan teori yang sudah ada. Kegiatan berfilsafat ini berdasarkan keingintahuan dan keragu-raguan manusia akan segala sesuatu yang berada di sekitarnya secara khusus fenomena komunikasi yang didalamnya meneliti hasil hubungan dan interaksi antarmanusia yang mana interaksi tersebut merupakan objek material ilmu komunikasi.
Filsafat ilmu komunikasi mempertanyakan bagaimana aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi komunikasi. Secara ontologi, komunikasi pada awalnya dianggap sebagai suatu proses linear antara komunikator dan komunikan yang saling bertukar pesan melalui media yang mereka gunakan dan terus berkembang seiring dengan perubahan yang faktor manusia yang mulai diperhitungkan. Komunikasi yang awalnya hanya dipandang satu arah berkembang sedemikian rupa hingga menghasilkan berbagai macam bentuk komunikasi yang diantaranya yaitu komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa dan komunikasi publik.
a. Ontologi
Dalam aspek Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu. Hal ini memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek formal melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Objek materi sejarah ilmu komunikasi bisa kita jadikan contoh dari antologi. Yaitu mencari apa sejarah dari Ilmu Komunikasi tersebut. Pada Perkembangan lahirnya komunikasi dapat ditelusuri sejak perdaban Yunani Kuno beberapa ratus tahun sebelum masehi.Sebutan “komunikasi” dalam konteks arti yang beralku sekarang ini memang belum dikenal saat itu.Istilah yang berlaku pada zaman tersebut adalah “retorika”.
Para ahli berpendapat bahwa studi retorika sebenarnya telah ada sebelum zaman Yunani (Golden, 1978; Foss, 1985; Forsdale, 1981).Disebutkan bahwa pada zaman kebudayaan Mesir Kuno telah ada tokoh-tokoh retorika seperti Kagemi dan Ptah-Hotep.Namun demikian tradisi retorika sebagai upaya pengkajian yang sistematis dan terorganisasi baru dilakukan di zaman Yunani Kuno dengan perintisnya Aristoteles (Golden, 1978).
Pengertian “retorika” menurut Aristoteles, menunjuk kepada segala upaya yang bertujuan untuk persuasi. Lebih lanjut Aristoteles menyatakn bahwa retorika mencakup tiga unsur yakni:
a. Ethos (kredibilitas sumber)
b. Pathos (menyangkut emosi/ perasaan)
c. Logos (hal yang menyangkut fakta)
Dengan demikian upaya persuasi, menurut Aristoteles, menuntut tiga (3) faktor yakni kredibilitas dari pelaku komunikasi yang melakukan kegiatan persuasi, kemampuan untuk merangsang emosi/ perasaan dari pihak yang jadi sasaran, serta kemampuan untuk mengungkapkan fakta-fakta yang mendukung logika.
Pokok-pokok pikiran Aristoteles ini kemudian dikembangkan lagi oleh Cicero dan Quintilian. Mereka menyusun aturan retorika yang meliputi lima (5) unsur: -> invento (urutan argumentasi) -> dispesitio (pengaturan ide) -> eloqutio (gaya bahasa) -> memoria (cara penyampaian pesan)
Prinsip retorika menjadi dasar bagi bidang kajian speech communication.Pengertian retorika berkembang menjadi kemampuan manusia menggunakan lambang-lambang untuk berkomunikasi satu sama lain.
b. Epistimologi
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinyaDalam hal ini bagaimana cara meperoleh pengetahuan ilmu komunikasi itu sendiri.
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini.
Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru pada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
c. Aksiologi
Sedangkan dalam aspek aksiologi, yaitu ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
KEBENARAN
Thomas Aquinas, kadang orang juga membedakan antara kebenaran antologis (Veritas ontologica) dan kebenaran logis ( Veritas logika). Kebenaran ontologis adalah kebenaran yang terdapat dalam kenyataan entah spritual atau material, yang meskipun ada kemungkinan untuk diketahui, masih lepas dari gejala pengetahuan, misalnya tentang adanya segala sesuatu sesuai hakikatnya, kebenaran tentang adanya Tuhan, tentang keabadian jiwa, sedang kebenaran logis adalah kebenaran yang terdapat dalam akal budi manusia si penahu dalam bentuk adanya kesesuaian antara akal budi dan kenyataan. Menurut Thomas Aquinas, hadir dan terlaksanakanya kebenaran dalam pengetahuan manusia terjadi dalam bentuk pengarahan melalui proses yang tak ada hentinya dan tidak bisa lepas dari indra.
Menurut Plato ” Kebenaran” sebagai suatu ketakter tersembunyian adanya itu tidak dapat dicapai manusia selama hidupnya di dunia ini. Pengertian kebenaran seperti ini sama dengan pendapat Thomas Aquinas sebagai kebenaran ontoiogis. Aritoteles dapat memahami kebenaran lebih memusatkan perhatiannya pada kualitas pernyataan yang dibuat oleh subjek penahu ketika ia menegaskan suatu putusan entah secara afirmatif atau negatif itu tergantung pada apakah putusan yang bersangkutan sebagai pengetahuan dalam diri subjek penahu itu sesuai atau tidak dengan kenyataannya. Di sini kebenaran dimengerti sebagai persesuaian antara subjek sipenahu dengan objek yang diketahui.
Bagi Aritoteles subjek yang mengetahui lebih penting daripada objek yang diketahui, sebagaimana dalam pandangan Plato, walaupun demikian bagi Aristoteles pun pengetahuan yang paling benar dan paling luhur baru dimiliki kalau subjek penahu ( idealitas) dan objek yang diketahui (realitas) itu identik satu sama lain dalam pengetahuan, akal, budi yang sempurna. Pengertian tentang kebenaran dalam tradisi Aristotelian adalah kebenaran logis dan linguistik propotional.
Kebenaran pertama-tama berkaitan dengan kualitas pengetahuan artinya ialah bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek dilihat dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya apakah pengetahuan itu berupa : pengetahuan biasa yang disebut juga (Knowledge of The Man in The street atau ordinari Knowledge atau juga Comon Sense Knowledge, pengetahuan seperti ini memiliki kebenaran yang bersifat subjektif, artinya amat terikat pada subyek yang mengenal.
Tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar sejauh tidak ada penyimpangan. Pengetahuan jenis kedua adalah pengetahuan ilmiah yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau lampiran metodologis yang khas pula, artinya metodologi yang teiah mendapatkan kesepakatan diantara ahli yang sejenis, kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif, maksudnya pengetahuan yang bersifat ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Kebenaran dalam hal ini selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian.
Pengetahuan jenis ketiga adalah pengetahuan filsafati yaitu pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati, yang sifatnya mendasar dan menyeluruh dengan modal pemikiran yang analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran ini absolut intersubjektif maksudnya nilai kebenaran yang terkandung. Jenis pengetahuan filsafat merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan fisafat seseorang. Pemikiran fisafat itu selalu mendapat pembenahan dart ahli filsafat yang menggunakan metodologi pemikiran yang sama pula. Kebenaran jenis yang ke empat adalah kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Memiliki sifat dogmatis artinya pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu, sehingga dalam pemyataan-pernyataan dalam ayat-ayat kitab suci agama. Meneliti nilai kebenaran yang sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya, dapat berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan waktu akan tetapi kandungan maksud ayat, kitab suci itu tidak dapat dirubah dan sifatnya absolut.
Kebenaran pengetahuan yang ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahaun itu. Bagaimana relasi atau hubungan antara subjek dan objek. Manakah yang dominan untuk membangun pengetahuan itu subjek atau objek ?, jika subjek yang berperan maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif artinya nilai kebenaran dan pengetahuan atau mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif artinya nilai kebenaran dan pengetahuan yang dikandungnya itu tergantung pada subjek yang memiliki pengetahuan itu atau jika objek amat berperan maka sifatnya objektif seperti pengetahuan tentang alam atau Ilmu ilmu alam.
Kata “Kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang kongrit maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau stitmen. Apabila subjek mengatakan kebenaran bahwa proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas sifat atau karakteristik, hubungan hal yang demikian itu sarana kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri.
Pengertian kebenaran dapat dibedakan antara “kebenaran faktual” dan ” kebenaran nalar”. Kaum positifis logis bahkan mengklaim bahwa tidak ada kebenaran lain selain kedua jenis kebenaran ini. ” kebenaran faktual” adalah kebenaran tentang ada tidaknya secara faktual didunia nyata, sebagaimana di alam manusia ( biasanya diuicar dengan dapat – tidaknya dia nanti secara indrawi apa yang dinyatakannya_ Misalnya apakah pernyataan “bumi itu bulat” merupakan suatu pernyataan yang memiliki kebenaran. Faktual atau tidak pada prinsipnya harus bisa diuji kebenarannya berdasarkan pengamatan indrawi. Kebenaran faktual adalah kebenaran yang menambah khazanah pengetahuan tentang alam semesta. Sejauh dapat kita alami secara indrawi.
Kebenaran faktual bersifat nisbi dan mentak kepastiannya tidak pernah mutlak dan tetap diterima sebagai benar, jauh sampai sekarang belum ada alternatif yang dapat menggugurkannya. “kebenaran nalar” adalah kebenaran yang bersifat tautologis dan tidak menambah pengetahuan baru mengenai dunia ini, tetapi dapat merupakan sarana berdaya guna untuk memperoleh pengetahuan yang berarti tentang dunia ini. Dengan kata lain dapat membantu untuk memperoleh pengetahuan yang memiliki kebenaran faktual. Kebenaran nalar adalah kebenaran yang terdapat dalam logika dan matematika kebenaran di sini bedasarkan atas suatu penyimpulan terdeteksi sehingga berbeda dengan kebenaran faktual yang bersifat nisbi dan mentak, kebenaran, ‘nalar bersifat mutlak.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut dengan benar bagi seseorang, belum tentu benar bagi orang lain.– karena itu kegiatan berpikir adalah usaha untuk mengetahui benar atau kriteria kebenarannya, karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya, tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Alarn fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan.
Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran, namun masalahnya tidak hanya sampai disitu saja. Problem kebenaran ilmiah yang memacu tumbuh dan berkembangnya epistemologi.
Telah epistemologi terhadap kebenaran membawa orang kepada suatu kesimpulan bahwa perlu di bedakan a danya tiga jenis kebenaran yaitu : kebenaran epistemologi, kebenaran ontologis dan kebenaran semantic.
Kebenaran “epistomolgi” adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran “antologis” adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Kebenaran dalam arti “semantis” adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata bahasa. Ukuran kebenaran Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris, pengetahuan ini menjelaskan bahwa ukuran kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahuan itu, bila logis itu benar, bila tidak logis salah.
Ukuran kebenaran menurut Plato lebih diletakan dalam objek atau kenyataan yang diketahui dalam kehidupan sehari-hari kalau kita berbicara tentang kebenaran pengetahuan biasanya kebenaran itu memang berkedudukan dalam pernyataan-¬pernyataan. Filosofis maupun teologis Kepercayaan-kepercayaan agama tempat kebenaran pertama-tama dalam diri subjek yang mengetahui, sebagaimana di ketahui dari pikiran dan ungkapannya baik dalam bahasa lisan maupun tulisan, dari kepercayaan-kepercayaan yang diyakininya. Namun kebenaran tidak lain adalah nalar atau bahkan penyamaan akal budi dengan kenyataan dan hanya dalam idealitas penyamaan yang sempurna antara keduanya bisa terjadi. Maka kebenaran sesungguhnya juga sekaligus berkedudukan dalam objek atau kenyataan yang dikenal.
Dalam kenyataan hidup manusia sehari-hari pernyataan-pernyataan yang dianggap benar walaupun memang menjadi tempat kedudukan kebenaran, namun hal itu hanya terjadi jikalau kenyataan yang sesungguhnya tersingkapkan kenyataan sebagaimana ternyata tidak bisa disaksikan secara sekaligus dan menyeluruh, setiap penyingkapan tabir selalu tidak pernah sama sekali terbatas dari perjumpaan dengan tabir baru yang masih menutupi kenyataan tersebut. Maka pencarian dan penemuan kebenaran akhirnya berada dan dapat tersingkap dalam relasi antara subjek dan objek, maka penegasan kebenaran tak dapat dilepaskan dari kontek sejarah. Kebenaran dan kesejarahan bukan dimana yang saling mengecualikan atau bertentangan satu sama lain. Kebenaran pengetahuan menjadi nyata dalam proses sejarah.
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan mengenai kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aristoteles. Plato melaiui metode ._ dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Teori kebenaran selalu paralel dengan teori pengetahuan yang dibangunnya. Teori-teori kebenaran yang telah terlembaga itu anatara lain adalah:
Teori Kebenaran Korespodensi
Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh pernyataan dan pendapat tersebut. Dengan demikian kebenaran epistemologi adalah kemanunggalan antara subjek dan objek pengetahuan itu dikatakan benar apabila dalam kemanungalan yang sifatnya intrinstik, intensionaldan fasif aktif terdapat kesesuaian antara apa yang ada di dalam pengetahuan subjek dengan apa yang ada dalam objek.
Menurut teori ini kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu deman kenvet Agn sesuatu itu sendiri suatu contoh :_Dalam dwlid,_ alts , teori ini sangat penting sekali. Digunakan guna mencapai suatu kebenaran yang dapat diterima oleh semua orang. “katakanlah bodrex adalah obat sakit kepala, untuk membuktikan kebenaran pernyataan ini tidak hanya memakan obat tersebut, tetapi juga meneliti ulang kebenaran unsur-unsur yang terdapat dalam bodrek, dengan demikian suatu pernyataan tidak hanya diyakini sedemikian rupa, akan tetapi digunakan untuk diteliti.
Teori Kebenaran Koherensi
Teori koherensi atau teori konsistensi yang sering pula dinamakan : The coherence theory of truth. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan (judgment) dengan sesuatu yang lain, yang fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain kebenaran ditegakkan atas hubungan-hubungan antara putusan yang baru dengan putusan¬-putusan lainnya yang telah diakui.
Kebenaran menurut teori ini ialah kesesuaian antara sesuatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui, terima dan akui sebagai yang benar. Contoh 3+3 = 6 adalah benar, karena sesuai dengan kebenarannya yang sudah disepakati bersama terutama oleh komunitas matematika.
Teori Kebenaran Pragmadis
Teori Pragmatisme tentang kebenaran, the pragmatic theory of truthh pragmatisme berasal dari bahasa Yunani yaitu Pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan-bagi filsafat yang dikembangkan oleh WILLIAM JAMES di Amerika Serikat, menurut filsafat ini benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung pada asas manfaat. Sesuatu dianggap benar jika mendatangkan manfaat dan akan dikatakan salah jika tidak mendatangkan manfaat. Menurut teori ini suatu kebenaran dan suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsiaonal dalam kehidupan manusia. Teori hipotesa atau ide adalah benar apabila membawa kepada akibat yang memuaskan, apabila ia berlaku dalam praktik, apabila ia mempunyai nilai praktis, kebenaran terbukti oleh kegunaannya, oleh hasilnya dan oleh akibat-akibat praktisnya. Jadi kenbenaran ialah apa saja yang berlaku sesuatu itu benar apabila memuaskan keiginan dan tujuan manusia, sesuatu itu benar apabila dapat diuji benar dengan ekperimen, sesuatu itu benar apabila mendorong atau membantu perjuangan biologis untuk tetap ada (itu yang disebut dengan hasil yang memuaskan).
Jadi untuk penganut Pragmatis, ujian kebenaran ialah kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility), akibat atau pengaruhnya yang memuaskan, tidak ada sesuatu kebenaran yang tetap atau kebenaran yan mutlak. Dengan kata lain sesuatu pengertian itu tidak pernah benar, hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat di manfaatkan secara praktis.
Teori kebenaran Sintaksis
Pendapat teori ini, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau pragmatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang melekatnya dengan demikian suatu pernyataan memiliki nilai benar bila penyataan itu mengikuti aturan-¬aturan sintaksisi yang baku. Apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang diantara para filosof analisa bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian yang gramatika. Menurut SCHLEIRMACHER sebagaimana dikutip oleh POESPOPROJON pemahaman adalah suatu rekontruksi, bertolak dari ekpresi yang selesai diungkapkan menjurus kembali kesuasana kejiwaan ekpresi itu diaungkapkan, disini saling terjadi yakni momen tata bahasa dan momen kejiwaan.
Teary Kebenaran Semantis
Menurut teori ini, kebenaran Simantik atau proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi itu merupakan pangkal yang mempunyai pengacu (reference) yang jelas, Oleh karena itu teori ini memiliki tugas untuk menguak kesyahan pryosisi dalam referensinya itu.
Teori kebenaran simantis, sebenarnya berpangkal atau mengacu pada pendapat Aristoteles sebagaimana yang digambarkan oleh “WHITE” bahwa teori simantik menyatakan proposisi itu mempunyai nilai kebenaran, bila memiliki arti yang menunjukan makna yang sesungguhnya dengan menunjuk pada referensi atau kenyataan juga yang bersifat defnitif anti yang jelas dengan menunjuk ciri yang khas dari sesuatu yang ada.
Teori kebenaran Non Deskripsi
Teori kebenaran Non deskripsi di kembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu sistem atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsinya pernyataan itu. “WHITE” menggambarkan tentang kebenaran sebagaimana dikemukakannya pengetahuan akan memiliki nilai benar, sejauh pengetahuan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pernyataan itu juga merupakan kesepakatan bersama untuk menggunakan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Teori Kebenaran Logik
Menurut teori ini adalah problema kebenaran.hanya kekacauan bahasa saja, dan hal ini akibatnya merupakan suatu pemborosan, karena pada dasarnya apa pernyataan yang hendaknya dibuktikan sebenarnya memiliki derajat yang logik yang sama yang masing-masing saling melengkapinya. Dengan demikina sesungguhnya setiap proposisi yang bersifat logik dengan menunnjukan bahwa proposisi itu mempunyai isi yang sama, memberikan informasi yang sama dan semua sepakat maka apabila kita membuktikannya lagi yang yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang berlebihan karena suatu pernyataan yang hendak di buktikan nilai kebenamnya sesungguhnya sudah merupakan fakta atau data _yang telah memiliki evidensi artinya objek pengetahuan itu telah menunjukan kejelasan dalam dirinya sendiri. Misalnya suatu lingkaran adalah bulat, ini telah meberikan kejelasan dalam pernyataan itu sendiri.tidak pula diterangkan lagi karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu yang terdiri dari rangkaian titik yang jaraknya sama dari satu titik tertentu. sehingga berupa garis yang bulat.
Sifat Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil peneletian ilmiah artinya sesuatu kebenaran tidak mungklin muncul tanpa adanya prosedur baku yang dilaluinya. Prosedur baku yang harus di lalalui itu adalah tetap untuk mernperoleh pengetahuan ilmiah, yang pada hakikatnya berapa teori melalui metodologi ilmiah yang telah baku sesuai dengan sifat dasar ilmu. Maksudnya setiap ilmu secara tegas menetapkan jenis objek secara ketat, apakah objek Au berupa hat konkret atau abstrak. Pembicaraan tentang objek secara rinci telah dijelaskan di muka. Selain itu juga ilmu ilmu menetapkan langkah-langkah ilmiah sesuai dengan objek yang di hadapinya. Kebenaran dalam ilmu adalah. kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya ialah bahwa kebenaran dari suatu tiori atau lebih tinggi lagi aksiomanya atau pradigma, harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam kenyataan objeknya.
Kenyataan yang berupa suatu yang dapat dipakai acuan atau kenyataan yang pada mulanya merupakan objek dalam pembentukan pengetahuan ilmiah itu. Mengacu pada status ontologis objek, maka pada dasarnya kebenaran dalam ilmu dapat di golongkan dalam dua jenis teori, yaitu teori kebenaran korespondensi atau teori kebenaran koherensi. Ilmu-ilmu kealaman pada umumnya bentuk kebenaran korespondensi karena fakta-fakta objektif amat dituntut dalam pembuktian terhadap setiap proposisi atau pernyataan (statement), akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu sosila, ilmu logika dan matematika. Ilmu-ihnu tersebut menuntut konsisstensi dari koherensi diantara, proposisi-proposisi sehingga pembenaran bagi ilmu ilmu itu mengikuti teori kebenaran koherensi.
Agama Sebagai Teori Kebenaran
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dan karakteristiknya sendiri meberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau teori yang lain mengutamakan akal, budi, rasio manusia, dalam agama yang dikedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhannya.
Dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan penyelidikan, pengalaman dan percobaan sebagai teori trial and error. Sedangkan manusia mencari-mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempetanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab Suci. Dengan demikian sesuatu dianggap banar apabila sesuai dengan ajaran agama atau sebagai wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak, oleh karena itu sangat wajar ketika Imam Al-ghazali merasa tidak puas dengan penemuan-penemuan akalnya. Dalam mencari kebenaran.
Dalam tasawuf setelah dia mengalami proses yang amat panjang, maka tasawuflah yang menghilangkan keragu-raguan tentang segala sesuatu. Kebenaran menurut agama inilah yang dianggap oleh kaum Sufi sebagai kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yang sudah tidak dapat di ganggu gugat lagi. Namun Al-Ghazali tetap merasa kesulitan menentukan kriteria kebenaran. Akhirnya kebenaran yang didapatnya adalah kebenaran subjektif atau inter subjektif.
PART 2 >
Blogroll
- Masih Kosong