Resah Buku SBY
DUNIA pendidikan kita sedang heboh karena beredarnya buku-buku seri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pembagian buku yang menggunakan dana alokasi khusus (DAK) 2010 itu ternyata tidak bersentuhan langsung dengan Kurikulum Pendidikan Nasional. Hal ini merupakan ironi bagi dunia pendidikan. Apalagi terjadi bersamaan dengan kondisi perpolitikan bangsa yang sedang karut-marut. Bisa jadi masyarakat akan menilai pembagian buku tersebut merupakan salah satu bentuk kampanye terselubung lewat jalur pendidikan. Jika itu benar, sangat memprihatinkan. Karena dunia pendidikan sudah dipolitisir sedemikian rupa.
Buku serial SBY berisikan biografi serta berbagai keberhasilnnya dalam memimpin bangsa, di mana menjadi menu utama yang harus dikonsumsi oleh siswa SD-SMA. Padahal, saat ini SBY masih dalam masa kepemimpinan untuk periode ke-2. Artinya, buku-buku tersebut kurang etis jika diberikan kepada siswa.
Ditarik Lagi
Pro dan kontra akan peredaran buku seri SBY di sekolah-sekolah menunjukkan diperlukan evaluasi menyeluruh akan peredaran buku tersebut. Terlepas dari manfaatnya sebagai buku pengayaan bagi siswa, hal tersebut akan menambah beban siswa. Apalagi isi satu dari 10 buku serial SBY kurang cocok, terutama bagi siswa SD.
Untuk mengurangi kecurigaan dari berbagai pihak akan peredaran buku seri SBY, alangkah baiknya jika Kementerian Pendidikan Nasional —sebagai pihak paling bertanggung jawab karena memberikan izin terhadap peredaran buku tersebut ke sekolah-sekolah— harus melakukan penarikan kembali. Langkah itu sangat penting, guna meminimalisasi adanya dugaan peredaran buku tersebut karena pesanan.
Cara lain adalah dengan menjadikan buku-buku serial SBY sebagai buku yang bersifat bacaan umum, bukan buku khusus pengayaan siswa. Tujuannya supaya bisa dimiliki oleh setiap orang. Di samping untuk mengurangi kontroversi dalam dunia pendidikan. Hal itu akan lebih bermanfaat, karena memberikan pengetahuan dan wawasan baru bagi rakyat Indonesia.