Teori Kepemimpinan dan Tokoh Pemimpin
Teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini lebih memuaskan daripada teorinya itu sendiri. Namun bagaimanapun teori-teori kepemimpinan cukup menarik, karena teori banyak membantu dalam mendefinisikan dan menentukan masalah-masalah penelitian. Dari penelusuran literatur tentang kepemimpinan, teori kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh penelitian Galton (1879) tentang latar belakang dari orang-orang terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan, mengemukakan individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior.
Perkembangan selanjutnya, beberapa ahli teori mengembangkan pandangan kemunculan pemimpin besar adalah hasil dari waktu, tempat dan situasi sesaat. Dua hipotesis yang dikembangkan tentang kepemimpinan, yaitu ; (1) kualitas pemimpin dan kepemimpinan yang tergantung kepada situasi kelompok, dan (2), kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi situasi yang sama (Hocking & Boggardus, 1994).
Pada tahun 1957 Stogdill mengembangkan Teori Harapan-Reinforcement untuk mencapai peran. Dikemukakan, interaksi antar anggota dalam pelaksanaan tugas akan lebih menguatkan harapan untuk tetap berinteraksi. Jadi, peran individu ditentukan oleh harapan bersama yang dikaitkan dengan penampilan dan interaksi yang dilakukan. Kemudian dikemukakan, inti kepemimpinan dapat dilihat dari usaha anggota untuk merubah motivasi anggota lain agar perilakunya ikut berubah. Motivasi dirubah dengan melalui perubahan harapan tentang hadiah dan hukuman. Perubahan tingkahlaku anggota kelompok yang terjadi, dimaksudkan untuk mendapatkan hadiah atas kinerjanya. Dengan demikian, nilai seorang pemimpin atau manajer tergantung dari kemampuannya menciptakan harapan akan pujian atau hadiah.
Teori kepemimpinan lain, yang perlu dikemukakan adalah Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan, terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat, pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu proses belajar.
TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Trait
Teori ini mempercayai bahwa pemimpin memiliki cara yang bervariasi karena mereka memiliki karakteristik atau disposisi yang sudah melekat dalam dirinya. Ada karakteristik kepemimpinan yang utama menurut teori ini : yaitu percaya diri, empati, ambisi, control diri dan rasa ingin tahu. Teori ini mengatakan bahwa anda dilahirkan sebagai pemimpin dan bahwa kepemimpinan tidak dapat dipelajari.
2. Teori Situational
Teori ini menekankan bahwa kepemimpinan muncul dalam situasi yang berbeda untuk menyesuaikan perbedaan kebutuhan dan lingkungan. Teori ini dikembangkan lebih dulu oleh Blanchard & Hersey (1976), yang mengatakan bahwa pemimpn perlu memiliki perbedaan untuk menyesuaikan kebutuhan dan maturitas pengikut, tidak ada cara yang paling baik bagi gaya kepemimpinan. Leaders perlu mengembangkan gaya kepemimpinan dan dapat mendiagnosa yang mana pendekatan yang sesuai untuk digunakan pada suatu situasi.
3. Transactional and transformational
Leadership pertama kali dikembangkan oleh James Mc Gregor Burns tahun 1978. dan kemudian dikembangkan lagi oleh Bass dan lain-lain. Kepemimpinan ini menggunakan pendekatan kepada bawahan dengan menukarkan sesuatu untuk yang lainnya (seperti menggunakan financial atau status insentif). Kepemimpinan transaksional berdasarkan pada pemikiran memberikan motivasi kepada bawahan melalu bentuk instrument seperti uang atau system reward. Bass et al (1987) berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional adalah universal dan dapat diaplikasikan tanpa memperhatikan budaya, memberi semangat pada bawahan untuk lebih mementingkan organisasi atau kelompok. Kepemimpinan transformasional lebih menkonsentrasikan pada pengembangan bawahan dari pada pencaaian target (Kepemimpinan transaksional) dan dalam beberapa buku kepemimpinan transformasional sama dengan leadership berlawanan dengan kepemimpinan transaksional yang disamakan dengan manajemen.
4. Cognitive Resource Theory
Fiedler dan Joe Gracia mengonsep ulang teori asli yang lebih dahulu menjadi Teori Sumberdaya Kognitif (Cognitive Resource Theory). Khususnya, mereka fokus pada peran ketegangan jiwa (stress) sebagai bentuk situasi yang tidak menguntungkan dan bagaimana kecerdasan dan pengalaman seorang pemimpin mempengaruhi reaksinya terhadap ketegangan jiwa tersebut. Intisari dari teori baru ini adalah bahwa ketegangan jiwa adalah musuh rasionalitas. Sulit untuk pemimpin atau siapapun dapat berpikir logis dan analitis ketika jiwa mereka tegang. Tingkat ketegangan jiwa di dalam suatu situasi menentukan apakah kecerdasan dan pengalaman individu akan memberikan sumbangan pada kinerja kepemimpinan
Tokoh Pemimpin dan Gaya Kepemimpinannya : Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden RI ke-6. Ia adalah presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses pemilu presiden putaran ke dua pada tanggal 26 September 2004. Ia merupakan lulusan terbaik dari AKABRI pada tahun 1973. Periode 1974-1976, dia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, dia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat. Periode 1988-1989, dia belajar di Sekolah Staf dan Komando Tingkatan Darat dan melanjutkan ke US Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat pada tahun 1991. Periode (1989-1993). Adapun kariernya di bidang politik baru dimulai tanggal 27 Januari 2000, saatmemutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam.
Kinerja Pemerintahan SBY yang merupakan Koalisi PD, Golkar, dan beberapa partai lainnya akan kita lihat sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah pemerintah SBY berhasil meredam berbagai konflik di Ambon, Sampit, dan juga di Aceh. Ini satu nilai positif dibanding Wiranto yang ketika jadi Pangab, namun gagal mengatasi konflik tersebut. Dalam perkembangan permasalahan sosial pada masa pemerintahan SBY terjadi penurunan pengangguran terus menurun dari 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun 2008, Penurunan angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada tahun 2008 serta Memperbaiki keadaan Aceh setelah porak poranda diterjang Tsunami pada tahun pada 26 Desember 2004.
Gaya Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
a. Tipe Militeristik
Tipe pemimpin yang mempunyai gaya militer adalah pemimpin yang dapat menjadi teladan dalam menjunjung tinggi norma-norma militer, dan kesalahan dalam moral serta perilaku adalah kesalahan besar yang tak boleh mendapat tempat sedikitpun dalam sebuah kepemimpinan militer. Di sisi lain, moral dan perilaku pemimpin adalah perekat yang mempersatukan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga mereka akan selalu berada di jalan yang sama dengan si pemimpin dalam mencapai tujuan (accomplishing the mission). Dari segi pendidikan dan pengalaman inilah yang mengindikasikan bahwa SBY memiliki gaya militeristik karena SBY merupakan lulusan AKABRI terbaik dan mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, serta meraih pangkat Jendral TNI tahun 2000. Gaya militeristik SBY tergambar dari tindakan-tindakannya SBY dalam pelaksanaan administrai negara yang formalitas dan kaku. Ini merupakan salah satu karakteristik dari gaya kepemimpinan militeriktik yaitu segala sesuatu bersifat formal. Terlihat dari pelaksanaan pemerintahan SBY yang berjalan dengan prinsip bahwa segala sesuatunya sesuai dengan peraturan artinya setiap pikiran baru harus bersabar untuk menunggu sampai peraturannya berubah dulu, terobosan menjadi barang langka.
b. Tipe Karismatik
Tipe pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Karisma merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut. SBY memiliki kharisma yang berkarakter. Karakter seorang pemimpin masa depan yang mampu memimpin rakyatnya dengan baik. Karisma beliau bukan hanya tebar pesona seperti apa yang pernah disampaikan lawan politiknya. Karisma yang ada dalam diri beliau adalah karisma yang telah menyatu karena memiliki kepribadian yang unggul. Unggul dalam segala bidang. Baik bidang ideologi, politik, ekonomi, budaya, sosial, ataupun pendidikan.
c. Tipe Demokratis
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama. Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar. Kepemimpinan SBY juga masuk dalam tipe demokratik mungkin disebabkan karena tuntutan reformasi, situasi dan kondisi saat ini yang semakin liberal. Dimana tipe pemimpin dengan gaya ini dalam mengambil keputusan selalu mengajak beberapa perwakilan bawahan, namun keputusan tetap berada di tangannya. Selain itu pemimpin yang demokratis berusaha mendengar berbagai pendapat, menghimpun dan menganalisa pendapat-pendapat tersebut untuk kemudian mengambil keputusan yang tepat. Tidak jarang hal ini menimbulkan persepsi bahwa SBY seorang yang lambat dalam mengambil keputusan dan tidak jarang mengurangi tingkat determinasi dalam mengambil keputusan. Pemimpin ini kadang tidak kokoh ketika melaksanakan keputusan karena ia kadang goyah memperoleh begitu banyak masukan dalam proses implementasi kebijakan.
Kategori
- Masih Kosong
Blogroll
- Masih Kosong