SEJARAH FILSAFAT DAN RINCIAN HASTA BRATA
A. Sejarah Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata: philo dan shopia. Kalau kita liat dari sisi bahasa, philo berarti pecinta, sedang shopia bisa kita artikan sebagai ilmu dan hikmah.
Sejatinya, kalau kita gabungkan dari dua kata di atas, maka artinya akan berubah menjadi ‘pecinta ilmu’. Setelah mengetahui filsafat dari sisi arti, maka kurang afdol rasanya bila tak mengetahui kejadian di balik lahirnya nama filsafat itu. sebelum masa Socrates, ada sekelompk orang Yunani kuno yang medeklarasikan dirinya sebagai orang yang berilmu (Shopia), namun keilmuan yang mereka miliki tak mereka manfaatkan di jalur yang benar. Mereka memanfaatkan ilmunya untuk mengelabui orang-orang sekitar atau lebih tepatnya untuk menyesatkan pikiran mereka saat berargumen, sehingga makna asli dari ilmu yang sesungguhnya kabur akibat ulahnya. Dalam ilmu filsafat atau logika, hal itu memiliki istilah ‘kesesatan dalam berpikir’ (fallacy).
Kedatangan Socrates di dunia keilmuan berusaha menghapus orang-orang tersebut . Dengan kerendahan hatinya, Socrates yang kala itu memang dikenal sebagai orang yang berilmu, ia tak mau disebut sebagai orang berilmu, ia lebih suka apabila orang lain menyebutnya dengan sebutan ‘pecinta ilmu’. Menurut beberapa catatan sejarah, alasan kenapa ia tak mau disebut sebagai orang berilmu, bahkan ia lebih sreg disebut pecinta ilmu, itu tak lain agar ia dapat menjauh dari kategori sekelompok orang yang menyalahgunakan ilmunya itu. Seiring dengan bergulirnya masa, akhirnya kata Shopia berubah menjadi Philo-Shopia. Dengan mengubah nama menjadi Philo-Shopia, citra orang-orang berilmu yang masih berada di dalam koridornya yang lurus, itu masih bersih.
Begitulah kira-kira awal mucul penamaan dari ilmu filsafat. Kemudian, di berbagai negara—dengan bahasa yang beragam di dalam bahasa Indonesia dikenal ilmu filsafat, atau dalam bahasa Persia disebut Falsafeh dan oleh orang-orang Arab disebutnya Falasifah dan seterusnya. Menurut goresan sejarah, para filsuf meyakini, bahwa ilmu filsafat muncul pertama kali di bumi Yunani oleh para ilmuwannya. Adapaun siapa yang pertamakali mencetus ilmu ini, sayangnya masih belum jelas. Namun, di antara para Ilmuwan yang masyhur hingga kini di dalam dunia filsafat adalah Plato dan Socrates. Menariknya semakin ke sini, ilmu-ilmu filsafat mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Berkat para ilmuwan, ilmu filsafat telah mengepakkan sayapnya dan menjamah ke dalam disiplin filsafat moral, fisafat psikolog dan sebagainya. Selain itu, filsafat juga terbagi menjadi beberapa kutub, ada filsafat Timur, di sini dikenal sebagai filsafat Islam. Seperti Suhrawardi atau yang dikenal Syaikh Isyroq, Mulla Shadra, Ibnu Sina yang dikenal Syaikh al-Rois dan sebagainya, ada juga filsafat Barat, yang digawangi para filsuf asal Barat semisal Thales, Socrates, Plato dan seterusnya sesuai dengan zamannya masing-masing secara umum, filsafat adalah ilmu yang berada di dalam wilayah akal. Artinya, posisi akal sangat berguna dalam menyingkap hakikat keberadaan. Dengan kata lain, pokok pembahsan dari ilmu filsafat adalah ‘hakikat keberadaan’ secara universal.
B. Rincian Hasta Brata
Hasta Brata adalah ilmu tentang delapan (hasta) sifat alam yang agung. Pemimpin yang menguasai ilmu Hasta Brata ini akan mampu melakukan internalisasi diri (pengejawantnhan) kedalam delapan sifat agung tersebut. Dalam beberapa literatur juga disebutkan bahwa delapan sifat alam ini mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang Pencipta, yaitu; sifat Bumi, sifat Matahari, sifat Bulan, sifat Samudra, sifat Bintang, sifat Angin, sifat Api, dan sifat Air.Ø Sifat Bumi; adalah memberikan tempat hidup bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Dalam konteks kekinian, sifat Bumi ini dapat diterjemahkan menjadi sifat seorang yang suka memberikan perhatian kepada fakir miskin, dan kaum lemah. Seorang pemimpin yang menguasai sifat Bumi akan mengarahkan kekuasaannya untuk mensejahterakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan.
Ø Sifat Matahari; adalah menjadi sumber energi yang memberi kekuatan untuk menyokong kehidupan. Matahari memberikan kekuatan pada makhluk hidup yang ada di bumi. Dalam konteks kekinian, seorang pemimpin yang menguasai sifat Matahari dapat memberikan inspirasi dan semangat kepada rakyatnya untuk menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Pemimpin yang menguasai sifat Matahari adalah ia yang siap membela rakyatnya yang tertindas. Sifat pemimpin seperti ini diilustrasikan dalam kisah Khalifah Umar bin Khatab yang “marah” ketika menemukan seorang warga yang tanahnya akan digusur Gubernur Mesir secara semena-mena. Seketika Khalifah Umar mengirimkan sepotong tulang yang digores pedangnya sebagai peringatan agar Gubernur Mesir tidak semena-mena terhadap rakyatnya.
Ø Sifat Bulan; adalah menjadi sumber cahaya bila malam tiba. Dengan demikian, hakekatnya Bulan adalah sang penerang mahluk hidup dari kegelapan di bumi. Dalam konteks kekinian, seorang pemimpin yang menguasai sifat Bulan adalah ia yang mampu menjadi penuntun dan memberikan pencerahan kepada rakyatnya. Oleh karena itu pemimpin seperti ini memahami dan mengamalkan ajaran luhur yang terkandung dalam agama (religiusitas) dan menjunjung tinggi moralitas. Sifat bulan ini diterapkan oleh raja-raja Mataram, salah satu tandanya adalah dengan memberikan status/posisi kepada Sultan Hamengku Buwono sebagai Senopati Ing Ngalogo Ngabdurohman Sayidi Panoto Gomo Kalifatullah. Dalam konsepsi Jawa, seorang pemimpin adalah sekaligus berfungsi sebagai ulama.
Ø Sifat Samudra; adalah luas dan lapang sebagai simbol dari kelapangan dada dan keluasan hati. Dalam konteks kekinian seorang pemimpin yang menguasai sifat Samudra akan mampu menerima kritikan dengan lapang dada, siap diberi saran sekalipun itu oleh bawahannya. Ia tidak akan melihat siapa yang berbicara, tetapi apa yang dibicarakan. Ia akan menyediakan waktu dan selalu terbuka untuk menampung keluhan rakyatnya. Sifat Samudra ini juga tercermin dalam praktek kepemimpinan raja-raja Mataram dengan memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk mengajukan protes kepada Raja melalui budaya pepe, yaitu berjemur di alun-alun sampai Raja menemui dan mendengarkan keluhan mereka.
Ø Sifat Bintang; adalah melukiskan posisi yang tinggi. Pemimpin yang menguasai sifat Bintang dalam konteks kekinian adalah pemimpin yang memiliki kepribadian mulia sehingga menempati posisi (maqam) yang terhormat dan dihormati. Singkat kata, rakyat mencintainya sedangkan lawan menyeganinya.
Ø Sifat Angin; adalah dapat masuk (menyusup) ke segala tempat. Sifat Angin dalam khasanah filsafat Jawa ini diartikan sebagai suatu bentuk ketelitian dan kehati-hatian. Dan dalam konteks kekinian pemimpin yang menguasi sifat Angin adalah ia yang selalu terukur bicaranya (tidak asal ngomong), setiap perkataannya selalu disertai argumentasi serta dilengkapi data dan fakta. Dengan demikian pemimpin yang menguasai sifat Angin ini akan selalu melakukan check and recheck sebelum berbicara atau mengambil keputusan.
Ø Sifat Api; adalah membakar apa saja, tanpa pandang bulu. Besi sekalipun bisa leleh dengan Api. Dalam khasanah filsafat Jawa, Api dimaknai secara positif sebagai simbol dari sifat yang tegas dan lugas. Dalam konteks kekinian, seorang pemimpin yang menguasai sifat Api adalah ia yang cekatan dan tuntas dalam menyelesaikan persoalan. Juga selalu konsisten dan objektif dalam menegakkan aturan, tegas tidak pandang bulu dan objektif serta tidak memihak. Secara ilustratif, pemimpin yang menguasai sifat Api ini digambarkan dalam kisah seorang Raja yang dengan tegas menghukum cungkil satu mata kepada anaknya sendiri, tetapi setelah itu ia menyerahkan satu matanya untuk mengganti mata anaknya yang sudah di cungkil tersebut. Demikianlah, seorang pemimpin yang menguasai sifat Api, ia dapat membedakan antara penegakkan hukum dan kasih sayang terhadap keluarga.
Ø Sifat Air; Berbeda dengan Samudra yang lebih mewakili sifat luas (lapang) hati, Air memiliki sifat yang selalu mencari tempat yang rendah. Begitu pula pemimpin yang menguasai sifat Air, ia akan selalu rendah hati dan tidak sombong apalagi semena-mena kepada rakyatnya.
Kategori
Blogroll
- Masih Kosong