KATEGORI : Tugas Kuliah - Ergonomi Dan Perancangan Kerja 1

Antropometri

11 September 2022 23:27:25 Dibaca : 338

DEFINISI ANTROPOMETRI

Antropometri berasal dari “anthro” yang memiliki arti manusia dan “metri” yang memiliki arti ukuran. Antropometri adalah sebuah studi tentang pengukuran tubuh dimensi manusia dari tulang, otot dan jaringan adiposa atau lemak (Survey, 2009). Menurut (Wignjosoebroto, 2008), antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia seperti berat badan, posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya.Data antropometri digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya.

Manusia memiliki berbagai ukuran tubuh manusia yang berbeda antara manusia yang satu dengan lainnya, seperti berat badan (kurus, sedang, dan berat), ukuran tinggi tubuh ketika posisi berdiri (kecil, sedang, dan tinggi), lingkar tubuh (kecil, sedang, dan besar) serta posisi ketika merentangkan tangan, panjang tungkai, dan sebagainya. Data antropometri tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya. Dan sampai saat ini, belum tersedia data untuk antropometri tubuh manusia Indonesia yang relevan dan lengkap.

Dengan tersedianya data antropometri tubuh manusia Indonesia, maka kita dapat mengetahui ukuran yang presisi dan akurat sesuai dengan ukuran dimensi tubuh manusia Indonesia, seperti ketika kita akan merancang stasiun kerja dan mendesain produk. Kita dapat mengetahui jarak yang sesuai dan ergonomis ketika terdapat interaksi antara operator dengan kursi, meja dan seperangkat komputer. Kita juga dapat mengetahui desain yang tepat dan ergonomis ketika membuat sebuah produk seperti kursi, meja, jok mobil, dan baju.

 JENIS ANTROPOMETRI

Prinsip - prinsip penerapan data antropometri adalah :

1. Prinsip perancangan bagi individu dengan ukuran ekstrim.

Berdasarkan prinsip ini, rancangan yang dibuat bisa digunakan oleh individu ekstrim yaitu terlalu besar atau kecil dibandingkan dengan rata- ratanya agar memenuhi sasaran, maka digunakan persentil besar (90th, 95th atau 99th persentil) atau persentil kecil (1th, 5th atau 10th persentil).

2. Prinsip perancangan yang bisa disesuaikan.

Rancangan bisa diubah – ubah ukurannya, sehingga cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada berbagai ukuran tubuh (berbagai populasi). Dengan menggunakan prinsip ini maka kita dapat merancang produk yang dapat disesuaikan dengan keinginan konsumen. Misalnya kursi pengemudi pada kendaraan.

3. Prinsip perancangan dengan ukuran rata – rata.

Rancangan didasarkan atas rata – rata ukuran manusia. Prinsip ini dipakai jika peralatan yang didisain harus dapat dipakai untuk berbagai ukuran tubuh manusia.

MASALAH ANTROPOMETRI

Masalah antropometri yaitu berkaitan dalam perancangan stasiun kerja, fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya. Hal ini dilakukan agar tercapai suatu kondisi yang enak, nyaman, aman, dan sehat bagi manusia serta menciptakan kondisi kerja yang efisien dengan hasil efektif untuk mencapai keadaan yang ergonomis.

Contoh dampak negatif apabila kita mendesain stasiun kerja (interaksi antara operator dengan kursi, meja dan seperangkat komputer) tidak menggunakan antropometri manusia adalah desain worksatation tersebut apabila tidak ergonomis dapat menyebabkan penyakit Occupational Ceruicobbrachial Syndrome (OCS), dan kelelahan mata akibat dari lamanya menatap layar monitor atau akibat dari posisi monitor yang tidak sesuai dengan user (Suasmini, 2012).

Contoh dampak negatif apabila kita mendesain jok mobil tidak menggunakan antropometri manusia adalah tempat duduk mobil untuk driver yang tidak ergonomis dan tidak nyaman untuk ukuran dimensi tubuh dan sudut jok mobil.

Apabila kita mendesain baju ataupun kaos tidak menggunakan antropometri manusia adalah baju atau kaos uang dihasilkan tidak sesuai dengan ukuran tubuh sehingga akan menyebabkan ukuran baju tersebut longgar maupun kesempitan.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

- UMURDimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan berkembangnya umur sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita.

- JENIS KELAMINDimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya lebih besar dibandingkan dengan wanita, kecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti lingkaran dada dan pinggul.

- SUKU/ETNISSetiap suku bangsa ataupun etnis akan memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan lainnya.

- POSTUR DAN POSISI TUBUHUkuran tubuh akan berbeda dipengaruhi oleh posisi tubuh pada saat akan melakukan aktivitas tertentu yaitu structural dan functional body dimensions. Posisi standar tubuh pada saat melakukan gerakan-gerakan dinamis dimana gerakan tersebut harus dijadikan dasar pertimbangan pada saat data antropometri diimplementasikan.

- PAKAIANPakaian seperti model, jenis bahan, jumlah rangkapan, dan lain-lain yang melekat di tubuh akan menambah dimensi ukuran tubuh manusia.

- JENIS PEKERJAANJenis pekerjaan mewajibkan adanya persyaratan dalam menyeleksi dimensi tubuh manusia seperti tinggi, berat badan, lingkar perut, dan lain-lain. Seperti untuk buruh dermaga atau pelabuhan harus mempunyai postur tubuh yang relatif besar dibandingkan dengan pegawai kantoran atau mahasiswa.

- FAKTOR KEHAMILAN PADA WANITAFaktor kehamila pada wanita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas data antropometri yaitu terutama pada tebal perut dan tebal dada. Sehingga, data antropometri yang digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja untuk wanita hamil berbeda dengan data antropometri wanita lainnya.  

- CACAT TUBUH SECARA FISIK

Cacat tubuh secara fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi variabilitas data antropometri. Seperti, orang normal dan orang yang memiliki keterbatasan fisik tidak mempunyai lengan. Untuk dimensi tinggi siku, tinggi pinggul, tinggi tulang ruas, tinggi ujung jari, dan lain-lain sangatlah berbeda antara orang normal dengan orang yang memiliki keterbatasan fisik. Sehingga, data antropometri yang digunakan dalam merancang produk dan stasiun kerja untuk orang yang cacat tubuh secara fisik berbeda dengan orang normal.

PENGUKURAN POSISI TUBUH

Di dalam pengambilan data antropometri dapat dilakukan dengan menggunakan dua pengukuran, seperti :

a. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)

Pengukuran ini diukur dengan berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Pengukuran dimensi struktur tubuh ini juga dikenal dengan istilah static anthropometry. Contoh dalam pengukuran dimensi strukrur tubuh ini meliputi berat badan, tinggi tubuh dalam posisi duduk maupun berdiri, lebar tubuh, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran pada dimensi ini dapat diidentifikasi dengan menggunakan berbagai persentil tertentu seperti 5th, 50th, dan 95th.

b. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimension)

Pengukuran ini dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan gerakan-gerakan kerja atau dalam posisi yang dinamis. Tujuan adanya pengukuran dimensi fungsional adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan gerakan-gerakan yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Cara pengukuran dimensi fungsional tubuh seperti perancangan fasilitas ataupun ruang kerja atau perancangan kursi mobil, dimana posisi tubuh saat melakukan gerakan mengoperasikan kemudi, pedal, handrem dan jarak antara dengan atap mobil maupun dashboard dalam menggunakan antropometri dinamis.

 

sumber

https://antropometriindonesia.org/index.php/detail/sub/2/7/0/pengantar_antropometri

Sejarah & Perkembangan Ergonomi

31 August 2022 16:57:52 Dibaca : 79

SEJARAH & PERKEMBANGAN ERGONOMI 

1. Masa Purba

Pada zaman dahulu, manusia masih hidup dalam lingkungan alam yang masih sangat asli di mana kehidupan manusia sangat tergantung pada kegiatan dan kreatifitas tangannya. Alat-alat, perlengkapan-perlengkapan, perkakas atau rumah-rumah sederhana, dibuat hanya sekedar untuk mengurangi ganasnya alam pada saat itu.

Selanjutnya, perubahan waktu walaupun terjadi secara perlahan, namun telah merubah gaya hidup manusia dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya dengan berbagai macam tantangan dan tuntutan. Kejadian ini antara lain terlihat pada perubahan rancangan peralatan yang dipakai, yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu dengan bentuk dan fungsi spesifik seperti misalnya batu diruncingkan menjadi pisau.

Perubahan pada alat-alat sederhana ini menunjukan bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk selalu mencari cara guna memudahkan kehidupannya. Banyak lagi perbuatan-perbuatan manusia yang serupa dengan itu dari abad ke abad. Namun, hal itu berlangsung secara apa adanya, tidak teratur dan tidak terarah, bahkan kadang-kadang terjadi secara kebetulan saja.

2. Masa Revolusi Industri

Sebetulnya, disiplin ilmu ergonomi mulai dicetuskan secara formal pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas yang berkenaan dengannya, telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya. Beberapa kejadian penting pada dekade sebelumnya yang berkaitan dengan perkembangan ergonomi dapat secara sederhana diilustrasikan pada penjelasan di bawah.

Thackrah (Inggris, 1831) adalah seorang dokter dari Inggris yang meneruskan pekerjaan dari seorang Italia bernama Ramazzini, dalam serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan kerja yang tidak nyaman dan dirasakan oleh para pekerja. Thackrah mengamati postur tubuh pekerja pada saat pekerja sebagai bagian dari masalah kesehatan yang menjadi perhatiannya. Pada saat itu, ia mengamati seorang pejahit yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursi serta meja yang kurang sesuai secara antropometris, serta pencahayaan yang tidak baik, sehingga mengakibatkan membungkuknya bada sehingga mengakibatkan keluhan pada pinggang dan terjadi iritasi pada indra penglihatan pekerja tersebut.

Perkembangan selanjutnya, Gilbreth (Amerika, 1911) mengamati dan mengoptimasi metoda kerja, dalam hal ini lebih mendetail dalam hal analisis gerakan. Motion study yang diterbitkan pada tahun 1911 menunjukkan bagaimana postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja yang dapat diatur secara turun-naik sesuai dengan dimensi antropometri penggunanya (adjustable).

Badan penelitian untuk kelelahan industri (Industrial Fatigue Research Board, Inggris, 1918) didirikan sebagai upaya penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik amunisi pada perang dunia pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output kerja meningkat setiap harinya dengan pengurangan jam kerja per-harinya.

Pada perkembangan berikutnya, Elton Mayo Et.al (Amerika, 1933) seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di suatu perusahaan kelistrikan Amerika. Tujuan studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variable fisik seperti pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor efisiensi dari para operator pada unit perakitan kelistrikan tersebut.

3. Masa Perang Dunia

Sebetulnya, di Amerika Serikat, disipilin ilmu ergonomi atau dikenal sebagai human factors, secara umum dianggap berasal selama Perang Dunia II (Wickens & Hollands, 2000), meskipun kemajuan yang memberikan kontribusi untuk pembetukannya dapat ditelusuri pada pergantian abad 20. Sebelum perang dunia II, fokusnya adalah bagaimana merancang manusia agar sesuai dengan mesin yang digunakannya melalui trial and error (designing the human to fit the machine), bukannya merancang mesin agar sesuai dengan manusia. Hal ini dapat ditemukan dalam karya Frederick Taylor (1989) tentang seleksi, pelatihan, jadwal kerja-istirahat, dan studi gerakan&waktu pada pekerja industri

Banyak kemajuan ergonomi yang berasal dari kebutuhan militer. Dengan dimulainya perang dunia 1, konflik pertama untuk menggunakan pesawat yang baru diciptakan dalam pertempuran, timbul kebutuhan untuk metode yang tepat dalam memilih dan melatih pilot berkualitas. Hal ini mendorong pengembangan psikologi penerbangan dan dimulainya penelitian tentang aeromedical. Meskipun kemajuan telah dibuat waktu itu, Meister (1999) menyatakan bahwa dorongan atau motivasi mengembangkan disiplin ilmu ergonomi tidak dapat terpenuhi, karena kurangnya “krisis teknologi dan personil seperti yang terjadi pada Perang Dunia II”.

Pecahnya Perang Dunia II dan adanya tuntutan kebutuhan pada saat itu maka terbentuk suatu katalis untuk mengembangkan disiplin ilmu ergonomi. Pertama, kebutuhan untuk memobilisasi dan mempekerjakan banyak pria dan wanita membuatnya tidak praktis lagi untuk memilih secara individu pada pekerjaan tertentu. Dengan demikian, fokus beralih kepada bagaimana merancang kemampuan manusia dan meminimalkan konsekuensi negatif dari keterbatasan mereka. Kedua, Perang Dunia II telah menjadi saksi di mana kemajuan teknologi akhirnya memaksa kemampuan manusia untuk beradaptasi dan mengimbangi desai yang tidak tepat.

Hal ini paling jelas terlihat pada sebuah kecelakaan pesawat dengan pilot yang sebenarnya sangat terlatih, tetapi terdapat masalah pada alat konfigurasi dan display instrument pesawat yang tidak ergonomis (Fitts & Jones, 1947). Eksperimental psikolog tetap dilakukan untuk mempelajari masalah ini dengan mengadaptasi teknik-teknik laboratorium. Maka, disiplin ilmu ergonomi mulai dilahirkan bahkan manusia yang terlibat di dalamnyapun mungkin tidak menyadarinya pada saat itu (Meister, 1999).

Pada pertengahan tahun 1960-an, disiplin ilmu ergonomi terus tumbuh dan berkembang di berbagai belahan dunia. Lebih dari itu, disiplin keilmuan ergonomi diperluan ke bidang-bidang lain, termasuk perangkat keras komputer (1960-an), perangkat lunak komputer (tahun 1970-an), pembangkit listrik tenaga nuklir dan sistem persenjataan (1980-an), makroergonomik, internet & otomatisasi (1990-an), dan teknologi adaptif (2000-an). Bidang ergonomik yang baru pun bermunculan seperti neuro-ergonomics dan nano-ergonomics. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang-bidang seperti bioteknologi dan nanoteknologi adalah suatu hal yang menarik untuk diikuti dan dipelajari tentang apa yang baru ditemukan tersebut akankah mengharuskan untuk menerapkan ergonomi sebagai solusi terbaik.

4. Pembentukan Kelompok Ergonomi. 

Sejarah ergonomi dilanjutkan dengan pembentukan Kelompok Masyarakat Peneliti Ergonomi (ergonomics research society) di Inggris pada tahun 1949 melibatkan beberapa profesional yang telah banyak berkecimpung dalam bidang ergonomi dan human factors. Hal ini terbukti menghasilkan jurnal pertama dalam bidang Ergonomi pada November 1957. Selanjutnya, Perkumpulan Ergonomi Internasional (The International Ergonomics Association) terbentuk pada 1957, dan The Human Factors Society di Amerika juga terbentuk pada tahun yang sama.

Setelah itu, Konferensi Ergonomi Australia yang pertama diselenggarakan pada tahun 1964 dan dalam konferensi tersebut berhasil mencetuskan terbentuknya Masyarakat Ergonomi Austalia dan New Zealand (The Ergonomics Society of Australian and New Zealand). Setelah itu, bermunculan organisasi-organisasi kerja serupa di kawasan Asia yang berafiliasi kepada IEA (International Ergonomics Association) seperti; AES (Asian Ergonomics Society) yang didirikan pada tahun 1993; APCHI Group (Asia Pacific Computer Human Interaction Group) yang didirikan pada tahun 1995; SEAES (The South East Asian Ergonomics Society); ESS (The Ergonomics Society of Singapore); PEI (Perhimpunan Ergonomi Indonesia).

Perkembangan disiplin Ergonomi beserta implementasinya, khususnya di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969 dengan didirikannya lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang Ergonomi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.