penilaian status Gizi secara Biokimia

18 May 2015 21:16:45 Dibaca : 30905

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kurang konsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status gizi adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa penampakan/performa tubuh. Metode penilaian status gizi untuk menilai status energi protein adalah metode antropometri.
Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan metode tidak langsung. Berikut ini akan disajikan secara ringkas kedua kelompok metode penilaian status gizi tersebut.
Penilaian secara langsung terdiri dari metode biokimia, penilaian klinis, penilaian biofisik, dan penilaian antropometri. Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Misalnya menilai status zat besi (Fe) dengan mengukur kadar hemoglobin. Bila kadar hemoglobin < 11 mg% maka disebut anemia. Untuk penilaian biokimia disebut juga pemeriksaan laboratorium, spesimen yang biasa digunakan adalah darah, faces, kelenjar tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh.
Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu. Setiap zat gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda, sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat subjektif. Contoh penilaian status gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta senja (xerophtalmia). Sedangkan apa bila dinilai secara biokimia dengan menilai kadar retinol dalam darah.
2
Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan fungsi jaringan tubuh. Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan peralatan yang canggih, mahal dan tenaga terampil. Salah satu cara penilaian status gizi secara biofisik adah untuk mengukur komposisi tubuh dengan metode bioelecrical impedance.
Cara yang paling mudah, tidak membutuhkan peralatan yang mahal adalah pengukuran antropometri. Dengan demikian antropometri dapat diterapkan secara luas di lapangan. Sebagai contoh tiap bulan dilaksanakannya penimbangan balita di posyandu. Pengukuran antropometri memgandung 2 maksud; pertama untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada satu titik waktu) dan kedua pemantauan status gizi yaitu untuk melihat trend/ perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Penimbangan balita di posyandu yang diplot hasilnya ke dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) adalah salah satu contoh pemantauan status gizi (nutritional monitoring)
Semua bagian tubuh (keseluruhan atau secara parsial) dapat digunakan untuk menilai status gizi, namun menurut WHO (1983) hanya 3 ukuran (parameter) saja yang diangap valid, yaitu : Berat badan, tinggi badan dan lingkaran lengan atas. Satu ukuran tubuh sebagai dasar menentukan status gizi disebut parameter. Gabungan dari 2 parameter disebut dengan indeks. Sehingga dari parameter yang valid tesebut dapat dinilai 4 indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dan Lingkaran Lengan Atas menurut Umur (LILA/U).
Penilaian secara tidak langsung meliputi penilaian konsumi pangan, analisis ekologik dan statistik vital, dan IPRS. Penilaian konsumsi pangan : Mengukur pangan yang dikonsumsi kemudian dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat izi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur,jenis kelamin dan aktivitas. Pada metode ini akan dibahas lebih rinci pada sub bab tersendiri mengenai komposisi zat gizi dalam makanan sehari-hari dan cara mengukurnya.
3
Analisis ekologi dan statistik vital : adalah mempelajari kondisi lingkunan berupa produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel lain yang secara teoritis mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis menggunakan statstik tertentu sehingga dapat diprediksi status gizi.
Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit (IDRS) : adalah suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan dengan konsumsi gzi dan variabel determinannya yang digunakan untuk menetapkan status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit untuk menegakkan diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan kepada pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penilaian status gizi zat besi?
2. Bagaimana pemeriksaan status gizi protein?
3. Bagaimana cara menentukan status gizi vitamin?
4. Bagaimana cara penilaian status gizi mineral?
5. Apa kelebihan dan kelemahan penilaian status gizi secara biokimia?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara penilaian status gizi zat besi
2. Dapat melakukan pemeriksaan tatu gizi protein
3. Dapat menentukan status gizi vitamin
4. Mengetahui cara penilaian tatus gizi mineral
5. Dapat membedakan kelebihan dan kelemahan penilaian tatus gizi secara biokimia
D. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui dan melakukan pemeriksaan status gizi secara biokimia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi. Status gizi dapat dinilai dari setiap jenis zat gizi baik zat gizi makro maupun mikro. Zat gizi makro yang utama adalah energi, protein, lemak dan karbohidrat. Lemak dan karbohidrat adalah unsur utama penghasil energi, sehingga ukuran status gizi untuk zat gizi makro adalah energi dan protein, disebut juga dengan ”status energi dan protein”.
Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja, jaringan otot, hati.
Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
A. Pemeriksaan Status Gizi Zat Besi
Anemia gizi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Anemia gizi besi merupakan masalah gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi anemia paling tinggi pada ibu hamil (70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.
Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi, yaitu :
1) Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Garby et al. Menyatakan bahwa penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang lain.
5
Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia. Bergantung pada metode yang digunakan, nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3 %. Metode ini dikenal dengan metode sahli. Metode pemeriksaan Hb adalah Sahli dan cyanmetHb merupakan standar penelitian. Simpanan besi terdapat di sumsum tulang, pada saat feritin menurun maka serum besi menurun.
Tabel 1.
Batasan Hemoglobin Darah (Sumber : WHO, 1975)
Kelompok
Batas nilai Hb
Bayi / balita
Usia sekolah
Ibu hamil
Pria dewasa
Wanita dewasa
11 g/dl
12 g/dl
11 g/dl
13 g/dl
12 /dl
Tabel 2.
Batasan Anemia (Menurut Depkes)
Kelompok
Batas Normal
Anak balita
Anak Usia sekolah
Wanita dewasa
Laki-laki dewasa
Ibu hamil
Ibu menyusui > 3 bulan
11 gram %
12 gram %
12 gram %
13 gram %
11 gram %
12 gram %
6
2) Hematokrit (Hct)
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya didalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen (%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel merah diukur dang dibandingkan dengan tinggi darah penuh yang asli. Persentase massa sel merah pada volume darah yang asli merupakan hematokrit. Nilai normal untuk hematokrit adalah 40%- 50% untuk pria dan 37% - 47% untuk wanita. HCT biasanya hampir 3 kali nilai hemoglobin. Kesalahan rata-rata pada prosedur HCT yaitu kira-kira 1% -2%. Nilai hematokrit yang kuang dari normal terdapat pada anemia.
3) Besi Serum (Fe)
Defisiensi besi terjadi pada tahap awal, sebelum menurunnya Hb.
4) Feritin Serum (Sf)
Untuk menilai status besi dalam hati perlu mengukur kadar ferritin Menurut Cook banyaknya feritin yang dikeluarkan darah secara proporsional menggambarkan banyaknya simpanan zat besi di dalam hati. Apabila didapatkan serum ferritin sebesar 30 mg/dl RBC berarti didalam hati terdapat 30x10 mg=300 mg ferritin. Untuk menentukan kadar ferritin dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan cara Immunoradiometric assay (IRMA), Radio Immuno Assay (RIA) dan Enzyme-Linked Immuno Assays (ELISA). Dalam keadaan normal rata-rata SF untuk laki-laki dewasa adalah 90μg/l dan wanita dewasa adalah 30μg/l. Perbedaan kadar serum ferritin ini menggambarkan perbedaan banyaknya zat besi pada tubuh dengan zat besi pada laki-laki tiga kali lebih banyak dari wanita.
Apabila seseorang mempunyai kada SF kurang dari 12, orang yang bersangkutan dinyatakan sebagai kurang besi. Banyak orang yang sebenarnya menderita kurang besi, tetapi tidak dapat terdeteksi dengan cara ferritin karena kadar ferritin yang dikeluarkan dari hati menaik dalam darah apabila yang bersangkutan menderita penyakit kronis, infeksi dan gangguan hati.
7
5) Transferrin Saturation (TS)
Penentuan kadar zat besi dalam serum merupakan satu cara menentukkan status besi. Salah satu indikator lainnya adalah Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum. Kadar TIBC ini meningkat pada penderita anemia karena kadar besi di dalam serum menurun dan TIBC meningkat pada keadaan defisensi besi maka rasio dari keduanya (transferri saturation) lebih sensitif. Apabila TS > 16 %, pembentukan sel-sel darah merah dalam sumsum tulang berkurang dan keadaan ini disebut defisiensi besi untuk eritropoesis.
6) Free Erytrocytes Protophophyrin (FEP)
Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk pembentukkan sel-sel darah merah disumsum tulang maka sirkulasi FEP di darah meningkat walau belum tampak anemia.Dalam keadaan normal FEP berkisar 35±50μ/dl RBC tetapi apabila kadar FEP dalam darah lebih besar dari 100μg/dl RBC menunjukkan individu ini memnderita kekurangan besi.
7) Morfologi darah
Pemeriksaan morfologi darah ini ini dilakukan untuk mengetahui jenis anemianya.
B. Pemeriksaan Status Gizi Protein
Dalam kaitannya dengan Kurang Energi Protein (KEP), maka analisis biokimia yang banyak diperhatikan adalah menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil dari metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama-sama urin. Jenis protein yang nilainya menggambarkan status gizi seseorang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Penilaian status protein yaitu mengukur cadangan protein dalam tubuh, kadar fibrinogen, transportasi zat gizi tertentu (ex. Fe), Ab, aliran darah. Albumin adalah fraksi protein yang sering dinilai. Globulin diperiksa berkaitan dengan status imun. Fibrinogen untuk pembekuan darah. Penurunan serum protein bisa disebabkan sintesis protein dalam hepar yang menurun.
8
Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum protein dan serum Albumin. Di dalam darah ada tiga fraksi protein, yaitu :
1. Albumin : Kadar normalnya = 3,5 – 5 gram/100 ml
2. Globulin : Kadar normalnya = 1,5 – 3 gram/100 ml
3. Fibrinogen : Kadar normalnya = 0,2 – 0,6 gram/100 ml
Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian pokok, yaitu penilaian terhadap somatch protein dan visceral protein. Perbandingan somatic dan visceral didalam tubuh antara 75% - 25%. Konsentrasi serum protein dapat digunakan untuk mengukur status protein. Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati.
Tabel 3.
Nilai Prealbumin dalam kaitannya dengan Status Gizi
Status gizi
Nilai prealbumin μg/dl
Baik*)
Gizi sedang*)
Gizi kurang*)
Gizi buruk*)
· Marasmus**)
· Marasmus-Kwashiorkor*)
· Kwashiorkor**)
23.8 +/-0.9
16.5 +/- 0.8
12.4 +/- 1.0
7.6 +/- 0.6
3.3 +/- 0.2
3.2 +/- 0.4
Keterangan :
*) Menurut klasifikasi Waterlow
**) Menurut klasifikasi Welcome
9
Tabel 4.
Batasan dan Interpretasi Kadar Serum Protein dan Serum Albumin
No
Senyawa & satuan
Umur (tahun)
kriteria
Kurang
Margin
Cukup
1
Serum Albumin (gr/100 ml)
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
-
-
-
<2.8
<3.0
<2.8
<3.0
<3.5
2.8-3.4
3.0-3.4
2.5+
3.0+
3.5+
3.5+
3.5+
2
Serum Protein (gr/100 ml)
< 1
1 – 5
6 – 16
16+
Wanita hamil
-
-
-
6.0
5.5
<5.0
<5.5
<6.0
6.0-6.4
5.5-5.9
5.0+
5.5+
6.0+
6.5+
6.
C. Pemeriksaan Status Gizi Vitamin
Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang berlangsung lama, dimulai dengan habisnya persediaan vitamin A dalam hati, kemudian menurunnya kada vitamin A dalam plasma, dan baru kemudian timbul disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan epitel. Kadar vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan vitamin A, apabila sudah terdapat kelainan mata, maka kadar vitamin A serum sudah sangat rendah (μg/100ml), begitu juga kadar RBP-nya (<20μg/100ml) konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikasi yang baik untuk menentukan status vitamin A. Akan tetapi biopsi hati merupakan tindakan yang mengandung resiko bahaya . Pada umumnya konsentrasi vitamin A penderita KEP rendah yaitu <15μg/gram jaringan hepar.
10
Tabel 5.
Batasan dan Interpretasi pemeriksaan kadar vitamin A dalam darah :
Umur (th)
Kurang
Margin
Cukup
Plasma Vitamin A (mg)
Semua Umur
<10
10-19>20
Penilaian status vitamin A diperlukan sebab penurunannya dalam hepar menurunkan kadarnya dalam plasma sehingga bisa menyebabkan disfungsi retina. Gejala subklinis KVA yaitu gangguan sistem imun dengan angka infeksi yang makin meningkat (paling banyak yaitu ISPA). Gejala klinisnya yaitu xerophtalmia (dapat menyebabkan cirrhosis conjunctiva dengan tanda-tanda sering mengedip disertai bercak bitot) sehingga tampak busa yang menghilang bila dihapus dan muncul lagi. Status vitamin A diperiksa di dalam serum (serum retinol dan retinol binding protein). Penilaian status KVA menggunakan indikator plasma dan liver vitamin A. Terdapat program pemerintah yaitu pemberian kapsul vitamin A tiap bulan Februari dan Agustus.
Tabel 6
Penentuan Masalah Kesehatan Masyarakat (KVA)
Sumber : WHO, 1982
Indikator yang digunakan
Batas Prevalensi
Plasma Vitamin A >= 10 μg/dl
Liver Vitamin A >= 5 μg/dl
>=5%
>=5%
D. Pemeriksaan Status Gizi Mineral
Yodium diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi otak. Meskipun kebutuhan yodium sangat sedikit (0.15 μg) kita memerlukan yodium secara teratur setiap hari. Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik antara lain gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan untuk berdiri atau berjalan normal, bisu,tuli atau mata juling. Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya kecerdasan. Untuk
11
mengetahui total goitre rate (pembesaran kelenjar gondok) dimasyarakat bisa dilakukan dengan palpasi atau dengan cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam urin dan kadar thyroid stimulating hormone dalam darah. Metode penentuan kadar yodium dalam urin dengan menggunakan metode Cerium.
Prosedur penentuan kadar yodium dengan metode Cerium adalah sebagai berikut :
1. 10 ml urin didestruksi (pengabuan basah) dengan penambahan 25 ml asam klorat 28% dan 1 ml kalium kromat 0.5 %.
2. Panaskan diatas hotplate sehingga volume larutan menjadi kurang dari 0.5 ml. Larutan ini diencerkan dengan air suling sehingga volume larutan menjadi 100 ml.
3. Dari larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam arsenit 0.2 N; lalu didiamkan selama 15 menit.
4. Ke dalam tiap larutan kemudian ditambahhkan 1 ml larutan cerium (4+) ammonium sulfat 0.1 M; dikocok kembali didiamkan selama 30 menit. Absorpsi dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.
Kurva standar dibuat dengan cara yang sama seperti di atas pada kadar yodium 0.01; 0.02; 0.03; 0.04; dan 0.05 ppm. Larutan standar induk yang berkadar 100 ppm ddibuat dengan melarutkan 0.0168 g KIO3 dalam 100 ml air suling. Karena kadar yodium dalam urin dinyatakan dalam mg 1 per g kreatinin, maka diukur pula kadar kreatinin urin dengan cara sebagai berikut :
1. 0.1 ml urin yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4 ml H2SO4 1/12 N dan 0.5 ml natrium tungstat.
2. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu dipusing selama 10 menit.
3. Supernatan dipisahkan lalu ditambahkan 0.5 ml larutan campuran 1 ml asam pikrat 10% dan 0.2 ml NaOH 10%.
4. Setelah didiamkan selama 15 menit, absorpsi larutan dibaca pada panjang gelombang 520 nm.
12
Standar kreatinin dengan konsentrasi 1 mg dikerjakan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar yodium per g kreatinin : jiak diketahui konsentrasi yodium A μg/l urin dan kadar kreatinin B g/l. maka kadar yodium A/B μg/g kreatinin.
Suatu daerah dianggap endemis berat bila rata-rata ekskresi yodium dalam urin lebih rendah dari 25 μg yodium/gram kreatinin., endemik sedang bila ekskresi yodium dalam urin 25-50 μg iodium/gram kreatinin. Anak sekolah dapat digunakan sebagai target penelitian karena prevalensi GAKI pada anak sekolah umumnya menggambarkan prevalensi yang ada dalam masyarakat.
Defisiensi yodium merupakan penyebab dominan gondok endemik yang diklasifikasikan menurut ekskresi yodium dalam urin (μg/gr kreatinin), antara lain :
1. Tahap 1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 μg/gram kreatinin dalam urin. Pada keadaan ini suplai hormon tyroid cukup untuk perkembangan fisik dan mental yang normal.
2. Tahap 2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 μg/gram kreatinin dalam urin. Pada kondisi ini sekresi hormon tyroid boleh jadi tidak cukup, sehingga menanggung resiko hypotyroidisme, tettapi tidak sampai ke kreatinisme.
3. Tahap 3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam urin kurang dari 25 mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki resiko menderita kreatinisme.
E. Pemeriksaan Status Gizi pada Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Obesitas adalah suatu kondisi medisi akibat akumulasi lemak tubuh yang berlebih, yang dapat berefek kepada kondisi kesehatan yang menuju kepadanya menurunnya tingkat hidup seseorang.
Perut buncit atau obesitas sentral merupakan pertanda adanya bahaya yang mengancam kesehatan kita. Meski tidak ada keluhan, dalam tubuh orang
13
yang berperut buncit sudah terjadi gangguan metabolisme yaitu Sindrom Metabolik yang meningkatkan risiko diabetes melitus serta penyakit jantung dan pembuluh darah. Kenali sindrom metabolik lebih dini agar kita terhindar dari bahaya kesehatan yang lebih besar.
Obesitas atau kegemukan terjadi karena penimbunan lemak di dalam tubuh, sehingga meningkatkan risiko terjadinya berbagai gangguan kesehatan. Banyak penyebabnya, diantaranya faktor genetik dan lingkungan, namun perubahan pola makan yang bergeser ke arah makanan tinggi kalori dan perubahan pola hidup modern yang kurang gerak atau aktivitas fisik, dituding sebagai penyebab utama terjadinya obesitas yang kini kian meningkat.
Cara sederhana untuk menentukan terjadinya obesitas sentral adalah dengan mengukur lingkar perut. Pengukuran dilakukan pada bagian pinggang, di antara tulang panggul bagian atas dan tulang rusuk bagian bawah. Seseorang dikatakan obesitas sentral bila lingkar perutnya >90 cm (untuk pria) atau >80 cm (untuk perempuan)
Ketika ukuran lingkar perut Anda memasuki batasan obesitas sentral, biasanya tidak menimbulkan keluhan atau gejala penyakit, tapi bisa saja sebenarnya sudah mulai terjadi bermacam gangguan metabolisme dalam tubuh Anda (atau disebut Sindrom Metabolik) yang di kemudian hari dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar seperti diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi atau tekanan darah tinggi, stroke, perlemakan hati (fatty liver), dan gagal jantung.
Pemeriksaan biokimia pada obesitas dapat dilakukan dengan pemeriksaan profil lipid. Pemeriksaan profil lipid meliputi pemeriksaan kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL), kolesterol high density lipoprotein (HDL), trigliserida. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui adanya dislipidemia yang berhubungan dengan adanya penyakit jantung koroner. Disamping pemeriksaan tersebut dikenal juga pemeriksaan apo B yang merupakan apolipoprotein utama kolesterol LDL. Pemeriksaan
14
ini berguna untuk mengetahui resiko terhadap penyakit jantung koroner. Rasio kolesterol LDL / Apo B < 1,2 menunjukkan adanya small dense LDL.
Tabel 7.
Nilai Rujukan Profil Lipid
PARAMETER
NILAI (mg/dl)
Kolesterol Total
Desirable : 140 - 199
Borderline High : 200 – 239
High : >240
Kolesterol LDL
Desirable : <130
Borderline High : 140 – 159
High : 160
Kolesterol HDL
Laki – laki : 35 – 65
Perempuan : 35-80
Trigliserida
Desirable : <150
Borderline High : 150 – 199
High : 200 – 499
Very High : ≥ 500
Pemeriksaan lain dapat dilakukan untuk skrining lebih lengkap, yaitu pemeriksaan :
1. Lingkar Pinggang
2. Tekanan Darah
3. Trigliserida
4. Cholesterol HDL
5. Glukosa Puasa
6. Glukosa 2 jam PP
7. Small Dense LDL (Apo B dan Cholesterol LDL Direk)
8. Adiponektin
9. hs-CRP
10. HbA1c
15
11. NT-proBNP
12. Albumin Urin Kuantitatif
13. Kreatinin
14. SGPT
15. Type IV Collagen
F. Keunggulan dan Kekurangan Pemeriksaan Status Gizi Secara Biokimia
1. Keunggulan
Pemeriksaan biokimia bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain dalam penentuan status gizi memiliki keunggulan-keunggulan antara lain :
a) Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini
b) Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih obyektif, hal ini karena menggunakan peralatan yang selalu ditera dan pada pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli
c) Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status gizi
2. Kelemahan
Selain memiliki keunggulan, pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan, diantaranya :
a) Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme
b) Membutuhkan biaya yang cukup mahal
c) Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga ahli
d) Kurang praktis dilakukan dilapangan, hal ini karena pada umumnya pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang tidak mudah dibawa kemana-mana.
e) Pada pemeriksaan tertentu spesimen sulit untuk diperoleh, misalnya penderita tidak bersedia diambil darahnya.
f) Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.
16
g) Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut kelompok umur yang lebih rinci.
h) Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan laboratorium yang hanya terdapat dilaboratorium pusat, sehingga didaerah tidak dapat dilakukan.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang digunakan antara lain darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Penilaian secara biokimia meliputi penilaian status gizi zat besi, protein, vitamin, dan mineral.
B. Saran
Dalam melakukan penilaian status gizi secara biokimia, harus dilakukan dengan teliti dan cermat agar di dapatkan hasil yang tepat.
18
DAFTAR PUSTAKA
Aulia. 2010. Penilaian Status Gizi Secara Biokimia. http://auliya-0210.blogspot.com/2012/04/penilaian-biokimia-status-besi-fe.html. diakses pada tanggal 12 April 2015
Dorma. 2014. Penilaian Status Gizi Secara Langsung. http://dormatiorumapea.blogspot.com/2014/01/penilaian-status-gizi-secara-langsung.html. diakses pada tanggal 12 April 2015
Raufah. 2014. Penilaian Status Gizi Secara Biokimia. http://raufahajah.blogspot.com/2014/06/penilaian-status-gizi-secara-biokimia.html. diakses pada tanggal 12 April
Roro. 2014. Penentuan Status Gizi Secara Biokimia. 2015. http://rorowashilatur.blogspot.com/2013/05/penentuan-status-gizi-secara-biokimia.html. diakses pada

penilaian status gizi

18 May 2015 21:13:00 Dibaca : 2152

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1998 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah rokok. Lebih dari miliar penduduk dunia mengalami obesitas. Setiap tahun prevelensi penderita obesitas meningkat. Data saat ini obesitas menyebabkan 10,3 % dari seluruh kematian di dunia. Menurut WHO, angka tersebut menempati peringkat kelima penyebab utama kematian di dunia. Secara global ada 400 juta orang yang mengalami obesitas (Lakshita, 2012).
Gizi mempunyai peran besar dalam daur kehidupan. Setiap tahap daur kehidupan terkait dengan satu set prioritas nutrien yang berbeda. Semua orang sepanjang kehidupan membutuhkan nutrien yang sama, namun dalam jumlah yang berbeda. Nutrien tertentu yang didapat dari makanan, melalui peranan fisiologis yang spesifik dan tidak tergantung pada nutrien yang lain, sangat dibutuhkan untuk hidup dan sehat (Lakshita, 2012).
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai ”nutrisi” (Kamus Umum Bahasa ). WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi (Badudu-Zain, 1994).
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh . Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal. Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004).
1.2 Rumusan Masalah
A. Apakah pengertian dari pemeriksaan klinis ?
B. Apakah yang dimaksud dengan Riwayat medis ?
C. Apakah Macam – Macam Indikator kesmas ?
D. Apakah Keunggulan dan keterrbatasan dari pemeriksaan klinis ?
1.3 Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan maklah ini
A. Untuk memahami pengertian dari pemeriksaan ststus gizi secara klinis
B. Untuk Mengetahui pengertian dari riwayat medis
C. Untuk menetahui indikator tentang kesehatan masyarakat
D. Untuk mengetahui keunggulan dan keterbatasan dari pemeriksaan klinis
1.4 Manfaat
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa Kesehatan masyarakat UNG untuk menambah pengetahuan dan wawasan. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menjadikan kualitas pembelajaran yang baik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gizi dan zat gizi
A. Pengertian
Gizi berasal dari bahasa mesir yang berarti "Makanan". Gizi adalah terjemahan dari kata "Nutrition" yang disebut sebagai nutrisi. Gizi juga dapat artikan sebagai sesuatu yang mempengaruhi adanya proses perubahan pada setiap makanan yang masuk dalam tubuh yang dapat mempertahankan tubuh tetap sehat. Para ahli yang mempelajari tentang Gizi disebut sebagai Ilmu Gizi. Pengertian Ilmu Gizi adalah ilmu yang zat-zat gizi yang ada pada makanan dan penggunanya dalam tubuh yang meliputi masukan, pencernaan, penyerapan, pengangkutan (transpor), metabolisme, interaksi, dan penyimpanan serta pengeluaran, semua hal ini merupakan proses zat gizi pada tubuh (Sediaoetama dan Achmad Djaeni, 2004)
Pengertian Zat Gizi atau Nutrisi adalah zat pada makanan yang dibutuhkan oleh organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan yang dimanfaatkan secara langsung oleh tubuh yang meliputi protein, vitamin, mineral, lemak dan air. Zat gizi diperoleh dari makanan yang didapatkan dalam bentuk sari makanan dari hasil pemecahan pada sistem pencernaan. Zat gizi dibagi menjadi dua yaitu zat gizi organik dan zat gizi anorganik. Zat -zat gizi organik seperti lemak, vitamin, karbohidrat, dan protein. Sedangkan zat gizi anorganik adalah terdiri dari air dan mineral. dan tidak itu saja Zat Gizi dikelompokkan atas beberapa macam seperti macam-macam zat gizi berdasarkan sumbernya, macam-macam zat gizi berdasarkan jumlahnya, dan berdasarkan fungsinya (Suhardjo, 1989).
Pengertian Gizi Menurut Pendapat Para Ahli - Pengertian gizi menurut Tuti Sunardi, yang mengatakan bahwa pengertian gizi adalah sesuatu yang mempengaruhi proses perubahan semua jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh yang dapat mempertahankan kehidupan. Pengertian gizi menurut Lioni Ellis H, yang mengatakan bahwa pengertian gizi adalah komponen penting yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang. Pengertian gizi menurut Harry Oxorn & William R. Forte yang mengemukakan tentang pengertian gizi yang berarti gizi memiliki pengertian yang luas bukan hanya jenis-jenis pangan dan gunanya bagi badan melainkan juga mengenal cara-cara memperoleh serta mengolah dan mempertimbangkan agar kita tetap sehat. Pengertian gizi menurut Chairinniza K. Graha adalah unsur yang terkandung dalam makanan dimana unsur-unsur dapat memberikan manfaat bagi tubuh yang mengkonsumsinya sehingga menjadi sehat. Menurut Mc Laren mengemukakan bahwa status gizi merupakan hasil keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh dan penggunaannya. Menurut Soekirman (2000), status gizi adalah keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Meurut Supariasa (2002) mengemukakan bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Menurut Beck (2000) mengemukakan bahwa, Status gizi didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Suhardjo, 1989).
B. Fungsi Zat Gizi
1. Memberi energi (zat pembakar) – Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
2. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) – Protein, mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan menganti sel yang rusak.
Mengatur proses tubuh (zat pengatur) – Protein, mineral, air dan vitamin. Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal sarafdan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh (Sediaoetama dan Achmad Djaeni, 2004).
2.2 Pemeriksaan klinis
Pengertian Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu. Setiap zat gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda, sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat subjektif. Contoh penilaian status gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta senja (xerophtalmia) Sedangkan apa bila dinilai secara biokimia dengan menilai kadar retinol dalam darah (Tarwotjo, 1992).
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. Tanda-tanda klinis malnutrisi (gizi kurang) tidak spesifik, karena ada beberapa penyakit yang mempunyai gejala yang sama, tetapi penyebabnya berbeda. Oleh karena itu pemeriksaan klinis ini harus dipadukan dengan pemeriksaan lainseperti antropometri, labolatorium dan survei konsumsi makanan, sehingga kesimpulan dalam penilaian status gizi dapat lebih tepat dan lebih baik (Supariasa, 2002).
Pemeriksaan klinis sebagai salah satu metode penelitian status gizi secara langsung , secara umum terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama adalah riwayat medis/ riwayat kesehatan merupakan catatan mengenai perkembangan penyakit kemudian yang kedua adalah pemeriksaan fisik, yakni melakukan pemeriksaan fisik dari kepala sampai keujung kaki untuk melihat tanda – tanda dan gejala adanya masalah gizi (Supariasa, 2002).
A. Riwayat Medis (Medical history)
Dalam riwayat ini kita mencatat semua kejadian yang berhubungan dengan gejala yang timbul pada penderita beserta faktor – faktor yang mempengaruhinya. Catatan kita haruslah meliputi identitas penderita secara lengkap, riwayat kesehtan saat ini, riwayat kesehatan masa lalu yang berkaitan dengan penyakit saat ini, riwayat kesehatan keluarga yang berkaitan, data lingkungan fisik dan sosial budaya yang berhubungan dengan gizi, data – data tambahan yang diperlukan misalnya adalah riwayat alergi terhadap makan, jenis diet dan pengobatan yang sedang atau pernah dijalani pasien, dll. Data – data tersebut dapat dikumpulkan melalui wawancara dengan penderita dan keluarga.
Catatan ini meliputi :
1. Identitas penderita
2. Lingkungan fisik dan social budaya
3. Sejarah timbulnya gejala penyakit (Almatsier, 2009).
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui tekhnik inspeksi atau pemeriksa pandang, palpasi atau pemeriksa atau periksa raba, perkusi atau perisa ketuk atau aukultasi atau pemeriksaan menggunakan stetoskop. Semua perubahan pada rambut, kulit, mata, mulut, lidah, gigi, kelenjar tiroid, dll.
Menurut jeliffe, tanda – tanda klinis dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Kelompok 1 (satu )
Tanda – tanda yang memang benar berhubungan dengan kurang gizi bisa karena kekurangan salah satu gizi atau kelebihan dari yang dibutuhkan tubuh

2. Kelompok 2 (dua)
Tanda – tanda yang membutuhkan investigasi atau penyelidikan lebih lanjut karena tanda ini mungkin saja merupakan tanda gizi salah atau mungkin disebakan faktor lain.
3. Kelompok 3 (tiga)
Tanda – tanda yang tidak berkaitan dengan gizi salah walaupun hampir mirip, untuk dapat menentukannya diperlukan keahlian khusus.
Untuk dapat mengelompokkan tanda – tanda yang ada pada pasien, pemeriksa harus mengetahui tanda – tanda dan gejala akibat akibat kekurangan atau kelebihan setiap zat gizi. Diambil salah satu contoh pemeriksaan pada mata : tanda – tanda pemeriksaan pada mata yang masuk pada kelompok satu atau berhubungan dengan kekurangan gizi misalnya : konjungtiva anemis, keratomalasia, angular palpebritis, sedangkan masuk pada kelompok dua yang mungkin berhubungan dengan kekurangan gizi misalnya : corneal vascularization, inveksi konjungtiva, arcus kornea, xanthomata, corneal scars, tanda – tanda yang masuk kelompok tiga adalah pterygium (Sediaoetama dan Achmad Djaeni, 2004).
C. Indikator Kesmas
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status yang memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan
perubahan terjadi dari waktu ke waktu Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan, tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk ( indikasi) tentang keadaan keseluruha tersebut. Status kesehatan penduduk biasanya dinilai dengan menggunakan indikator kesehatan, yang secara garis besar dibagi menjadi kedua kelompok. Kelompok pertama, berisikan indikator yang menghitung jumlah kematian yang terjadi selama periode tertentu. Contohnya angka kematian kasar ( Crude Death Rate CDR ) dan angka kematian bayi ( infant mortality rate IMR). Kelompok penduduk yang mempunyai angka CDR dan IMR yang rendah dikatakan mempunyai status kesehatan yang lebih baik jika dibandingkan kelompok penduduk yang angka CDR dan IMRnya tinggi. Kelompok kedua, berisikan berbagai indikator kesehatan yang memperlihatkan jumlah orang yang menderita kecatatan akibat penyakit tertentu. Contohnya adalah penderita AIDS, TB, Polio dan sakit mental. Sama dengan kelompok pertama, kelompok penduduk yang mempunyai jumlah penderita AIDS atau TB lebih sedikit dikatakan lebih sehat jika dibandingkan dengan kelompok penduduk yang jumlah penderita penyakit tersebut lebih banyak. Sementara itu masyarakat mulai mempertanyakan apakah indikator - indikator kesehatan yang digunakan dewasa ini yaitu IMR, CDR, Life Expetancy masih cocok disebut sebagai indikator kesehatan penduduk.Untuk dapat menilai berapa banyak penduduk yang sehat tidak mungkin digunakan angka kematian dan angka kesakitan penduduk. Untuk dapat mengukur status kesehatan penduduk yang jelas perlu digunakan indikator positif ( sehat ), dan bukan hanya indikator negatif ( sakit, mati ) yang dewasa ini masih dipakai.
1. Hendrik L Blum juga menyebutkan 12 indikator yang berhubungan dengan derajat kesehatan, yaitu:
a. Life spam: yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat, atau dapat juga dipandang sebagai derajat kematian masyarakat yang bukan karena mati tua.
b. Disease or infirmity: yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis dan anatomis dari masyarakat.
c. Discomfort or ilness: yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan somatik, kejiwaan maupun sosial dari dirinya.
d. Disability or incapacity: yaitu ketidakmampuan seseorang dalam masyarakat untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan peranan sosialnya karena sakit.
e. Participation in health care: yaitu kemampuan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga dirinya untuk selalu dalam keadaan sehat.
f. Health behaviour: yaitu perilaku manusia yang nyata dari anggota masyarakat secara langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.
g. Ecologic behaviour: yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkungan, spesies lain, sumber daya alam, dan ekosistem.
h. Social behaviour: yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap sesamanya, keluarga, komunitas dan bangsanya.
i. Interpersonal relationship: yaitu kualitas komunikasi anggota masyarakat terhadap sesamanya.
j. Reserve or positive health: yaitu daya tahan anggota masyarakat terhadap penyakit atau kapasitas anggota masyarakat dalam menghadapi tekanan-tekanan somatik, kejiwaan, dan sosial.
k. External satisfaction: yaitu rasa kepuasan anggota masyarakat terhadap lingkungan sosialnya meliputi rumah, sekolah, pekerjaan, rekreasi, transportasi.
l. Internal satisfaction: yaitu kepuasan anggota masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan dirinya sendiri.
2. WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada 4 hal, sebagai berikut :
a. Melihat ada tidaknya kelainan patofisiologis pada seseorang.
b. Mengukur kemampuan fisik seseorang seperti kemampuan aerobik, ketahanan, kekuatan, dan kelenturan sesuai umur.
c. Penilaian atas kesehatan sendiri.
d. Indeks masa tubuh ( BMI ) : B.Kg / ( T.M2 ) dewasa ini mulai dipertanyakan keterkaitan antara IMR yang rendah dengan bayi sehat.

3. Indikator Indonesia Sehat 2010
a. Indikator derajat kesehatan yang merupakan hasil akhir, yang terdiri atas indikator - indikator mortalitas, indikator - indikator morbiditas, indikator - indikator status gizi.
b. Indikator hasil antara, yang terdiri atas indikator indikator keadaan lingkungan, prilaku hidup masyarakat serta akses dan mutu pelayanan kesehatan
c. Indikator proses dan masukan yang terdiri atas indikator indikator pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan, dan kontribusi sektor sektor yang terkait
Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi ada 3 macam, yaitu berat badan menurut umur yang disimbulkan dengan BB/U, tinggi badan menurut umur disimbulkan dengan TB/U dan kombinasi BB dan TB yang disimbulkan dengan BB/TB. Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, tetapi indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini untuk pengukuran status gizi dengan indikator berat badan menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yan mendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Indikator berat badan sering digunakan untuk menentukan status gizi karena caranya mudah, sehingga dapat dikerjakan oleh orang tua atau anak, tidak harus oleh tenaga kesehatan. Pengukuran berat badan yang dilakukan berulang-ulang dapat menggambarkan pertumbuhan anak. Alat yang digunakan tidak selalu mudah karena harus memenuhi syarat, kokoh, kuat murah mudah dibawa
(Gibson 1990).
Sedangkan Depkes RI (2002) mengatakan bahwa dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini menurut umur dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengukur status gizi saat ini (Irianto, dkk, 2004).
2.3 Keunggulan dan keterbatasan pemeriksan klinis
Seperti pada metode penilaian status gizi yang lain, pemeriksaan fisik juga memiliki kekuranga dan kelebihann. kelebihan atau keunggulannya
A. Kunggulan pemeriksaan klinis
1. Relatif murah
2. Mudah diimpretasikan
3. Tidak memerlukan tenaga khusus
4. Sederhana, cepat, dan mudah diinterpretasikan
5. Tidak memerlukan peralatan yang rumit
B. Keterbatasan pemeriksaan klinis
1. Gejala klinis tidak mudah dideteksi
2. Tidak bersifat spesifik
3. Adanya gejala klinis yang bersifat multiple
4. Adanya variasi dalam gejala klinis yang timbul
5. Gejala klinis dapat terjadi pada waktu permulaan kekurangan zat gizi dan dapat juga terjadi pada saat sembuh (Andriani, 2012).

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
pengertian gizi adalah sesuatu yang mempengaruhi proses perubahan semua jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh yang dapat mempertahankan kehidupan. Dari pendapat para ahli dapat dismpulkan bahwa status gizi merupakan ekpresi dari keadaan tubuh yang dipengaruhi oleh zat-zat gizi tertentu.
Untuk mengetahui status gizi seseorang, maka dilakukan pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan secara klinis adalah adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Kelebihan pemeriksaan secara klinis adalah relatif murah, tidak memerlukan tenaga khusus cukup para medis terlatih, sederhana, cepat dan mudah diinterpretasikan dan peralatan sederhana. Selain kelebihan pemeriksaan secara klinis juga mempunyai kekurangan yaitu beberapa gejala klinis tidak mudah dideteksi, kadang tidak spesifik, adanya gejala yang berifat multifel.
WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada 4 hal, sebagai berikut : Melihat ada tidaknya kelainan patofisiologis pada seseorang, Mengukur kemampuan fisik seseorang seperti kemampuan aerobik, ketahanan, kekuatan, dan kelenturan sesuai umur, Penilaian atas kesehatan sendiri. Indeks masa tubuh ( BMI ) : B.Kg / ( T.M2 ) dewasa ini mulai dipertanyakan keterkaitan antara IMR yang rendah dengan bayi sehat.

Daftar pustaka

Almatsier, Sunita. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Andriani, Meta. 2012. Penilaian status gizi. http://metaandriyani.blogspot.com/2012/04/penilaian-status-gizi.html.
diakses pada tanggal 10 April 2015 .

Badudu-Zain.1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Depkes RI. 2004. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Jakarta Depkes RI.

Gibson, RS. 1990. Principles of Nutritional Assessment. Oxford university press, New York.

Irianto, Kus, Kusno Waluyo. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung:CV. YRAMA WIDYA.

Lakshita, Nattaya. 2012. Pilih apel atau pir? Tips sampel mencegah dan menangani
obesitas. Jakarta : PT Buku kita.

Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi.
Jakarta: PT Dian Rakyat.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB. PAU Pangan dan gizi. Bogor.

Supariasa, I Dewan Nyoman.2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC.

 

Kategori

  • Masih Kosong

Arsip

Blogroll

  • Masih Kosong