ARSIP BULANAN : October 2015

Sepotong Cerita Mahasiswa Baru

08 October 2015 11:44:24 Dibaca : 134

Malam ini dibawah terpaan lampu jalan aku berjalan seorang diri dengan segunduk pikiran yang entah kemana. Aku menundukkan kepalaku mengamati derap langkah goyah kakiku. Perlahan ada sebuah perasaan sesak yang muncul dan semakin lama semakin mendesak untuk keluar. Perasaan yang tak bisa lagi ku tahan lebih lama. Harusakah aku menangis atau membiarkan diriku menahan sesak ini. Seribu satu masalah ku coba untuk tegar hingga pada mala mini semuanya menjadi satu dan perlahab detik mengubahnbya menjadi sesuatu yang benar-benar menyiksa. Perasaan sesak yang paling terasa adalah perasaan sesak karena rindu. Maklumlah aku mahasiswa rantau. Jauh dari kampung halaman. Aku banyak tertawa bersama teman baru, dikelilingi orang-orang yang berusaha untuk mendalami siapa aku. Tapi rasanya aku seperti sendiri, sedang berjuang sendiri, bertahan hidup sendiri bahkan berteman dengan diri sendiri. Entah karena aku tidak terlalu membuka hatiku atau aku yang terlalu rindu. Aku rindu orangtuaku, keluarga besarku, sahabat-sahabatku, teman-teman lamaku. Aku rindu hingga aku hanya bisa menangis seorang diri di kamar kos, yang bahkan suara jangkrikpun tak ada. Sepi sangatlah. Aku serasa ingin berteriak menangis dan mengatakan aku ingin pulang. Lalu apalah dayaku, ini pilihanku. Perasaan rindu ini sudah merasuk hingga ke tulang-tulangku, aku sungguh ingin pulang…..
Aku ingin pulang dan kembali mendapatkan semangatku. Dengan melihat senyum papa dan mama, gelak tawa adikku, nasehat bijak kakakku aku ingin semangat itu. SIksa aku hampir mati karena rindu. Ini adalah awal tapi sungguh aku tersiksa dan kesepian. Setiap malam aku bertemankan sepi, dan ketika ingin tidur sepi itu semakin menyayat hatiku, bahkan ketika bangun aku selalu terbangun dalam keadaan sadar dari bermimpi buruk atau bermimpi hal-hal tentang keluarga dan lingkungan kecil sebelum aku melangkah menjauh dari sana. Tuhan! Peluk dan genggam tanganku. Katakan padaku Tuhan bahwa aku tak apa-apa selama ada kau disisiku. Tuhan tepuk bahuku dan beri semangat itu padaku. Ku mohon jangan biarkan aku menjadi lemah seperti ini. Biarkan aku dan tolonglah aku agar bisa melewati ujian ini dengan sukses. Agar aku bisa membanggakan orangtuku, keluargaku, dan seluruh orang yang menyanyangiku.


Dalam sepenggal khayalan,
Gorontalo, 08 Oktober 2015

Why? Pertanyaan sederhana!

08 October 2015 11:29:03 Dibaca : 103

WHY??
Mengapa? Itu pertanyaan saya. Pertanyaan yang terus mengusik saya. Jawabannya ada dan banyak tapi tidak mampu memuaskan diri saya. Pertanyaan yang muncul ketika kebaikan dari dua insan bernama orangtua itu saya terima. Pertanyaan yang seharusnya tidak saya tanyakan. Pertanyaan yang ssebenarnya mudah tapi saya tetap tidak mengerti akan jawabannya. Pertanyaan yang saya inginkan Tuhan yang menjawabnya sendiri. Sederhana. Hanya pertanyaan seperti ini :”Why our lord creature of parents?”. Haa what it is? Yes. It’s the fool question. But, really I always ask for it. Jika ingin mengetahui apa latarbelakang dari pertanyaan saya itu, seperti ini : Saya benar-benar tidak mengerti mengapa Tuhan menciptakan yang namanya orangtua. Oragtua disini bukan hanya sekedar “Ayah dan ibu dari anak-anak” atau “Ayah dan Ibu yang membesarkan dan menafkahi anak-anak.” Tapi arah saya mengarah pada “Orangtua yang membanting-tulang, bekerja keras siang dan malam, kurang tidur, rela menahan seluruh keinginannya untuk merasakan kemewahan, merasakan pakaian mahal, merasakan bagaimana rasanya berkendaran mewah dan berumahkan istana, hanya demi apa? Masa depan anak mereka. Hey dunia apa ini? Mereka menahan seluruh keinginan mereka, memaksakan diri mereka, bekerja hingga kesakitan menghampiri mereka, demi apa? Masa depan anak-anak mereka. Bukan masa depan atau kesenangan mereka sendiri. Ini loh salah satu kajaiban dunia menurut saya. Dan yang lebih mengesankan lagi, mereka tahu bahwa mereka bekerja banting tulang demi anak-anak mereka yang nantinya jika sukses pasti dan saya yakin 100% perlahan menjauh dari mereka. Yah lihat saja diluar sana berapa banyak anak-anak yang ketika mereka sukses apalagi jika mereka sudah berkeluarga mereka merawat menjaga menafkahi memberi waktu untuk membayar seluruh jerih payah dan usaha mati-matian orang tua mereka? Berapa banyak? Bahkan 50% itu terlalu banyak. Berapa banyak anak-anak yang ketika sukses berterimakasih kepada orangtuanya? Miris! Ini mengapa pertanyaan saya muncul. Kok bisa Tuhan kau ciptakan sepasang insan bernama “Orangtua?”, walaupun saya sangat-sangat bersyukur dari hati dan jiwa raga saya karena saya sadar akan kerja keras mereka, tapi saya rasanya ingin mengahancurkan langit ketika melihat orangtua-orangtua yang diperlakukan buruk oleh anak-anaknya. Saya rapuh ketika harus bertanya pada Tuhan mengapa kau ciptakan dunia sekejam ini? Dan saya benci ketika saya harus bertanya seperti itu apalagi kepada Tuhan! Maafkan saya Tuhan. Saya hanya ingin bertanya “mengapa?”.
Ini loh orangtua, mereka bekerja keras, ya Allah tak sanggup saya membayangkan sekeras apa kerja keras mereka untuk anak-anak mereka. Terutama untuk papa dan mama cinta kasihku. Serasa ingin berhenti saya membebani mereka. Saya ingin tidak melanjutkan kuliah saya karena melihat betapa diusia senja, yang usia seharusnya bersantai menikmati peralihan detik demi detik, yang harusnya mereka bersandar dikursi istirahat mereka, seharusnya mereka tidur dalam keadaan mimpi bahagia, yang seharusnya mereka menhabiskan waktu liburan bersama, makan enak bersama, berkendaraan mewah, berumahkan megah, berpakaian mahal. Tapi mereka tahan dan mereka disibukkan oleh anak yang nantinya tidak akan mampu membayar seluruh pengorbanan mereka! bersandar dikursi istirahat ? itu keinginan yang tak pernah ada dalam benak mereka, tidur dalam keadaan mimpi bahagia? Jangan bermimpi untuk menutup mata saja mereka terlalu sulit karena memikirkan keadaan anak-anak mereka, liburan bersama, makan enak bersama? Ayolah aku tahu dengan persis mereka tak pernah membayangkannya,, berumahkan megah? Itu apalagi, Berpakaian mahal? Bahkan mungkin celana sepotong saja mereka berusaha untuk menahannya hanya karena alasan hemat, hemat untuk jaga-jaga ketika nanti ada keperluan yang harus disediakan untuk anak-anaknya. Ini loh mereka yang namanya orangtua. Dua insan yang berinvestasi, yang mereka tau mereka berinvestasi ini bukan unutk kesenangan mereka. Apalagi yang mereka investasikan itu bukan hanya uang, barang, harta, tapi mereka menginvestasikan hidup mereka, mereka menginvestasikan waktu mereka. Apakah yang lebih mahal didunia ini selain waktu? Bahkan uang tak mampu membeli waktu! Mengapa Tuhan? Mengapa kau menciptakan orangtua yang anak-anaknya nanti akan berpaling menjauh dari mereka, yang anak-anaknya nanti akan memberikan hasil investasi mereka bukan pada orangtua tapi pada diri mereka sendiri menikmati sendiri dan menghabiskannya sendiri. Ini dunia yang menarik ataukah kejam?!
Dari tulisan saya diatas, ini dunia yang menarik bukan kejam. Saya tahu itu. Karena Tuhan tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Seribu sujud syukur kupersembahkan pada Tuhanku yang telah menghadiahkan hidupku orangtua yang berhati malaikat. Semoga Allah memanjangkan umur mereka. Semoga Allah terus memberi kesadaran padaku dan pada anak-anak lainnya agar ketika kami dipuncak kesuksesan kami tak lupa untuk berbalik, menggenggam tangan sepasang manusia dan menciumnya, bersujud dan menciumi mata kakinya seraya berkata “Mama..papa.. Tak mampu ku membalas semua yang kalian lakukan, bahkan kesuksesan ku pun tak mampu membayarnya, tapi ketahuilah seluruh perjuanganku hanya untuk kalian. Karena aku tahu mama papa selalu memberitahu, bahwa kebahagiaanku adalah kebahagiaan kalian. Aku mencintai kalian lebih dari diriku.”
Satu hal yang aku percayai, berhenti kuliah bukanlah balasan yang tepat untuk menghilangkan beban dari orangtuaku. Menjadi sukseslah balasan yan sangat tepat untuk menghentikan beban mereka~

Dalam sepenggal khayalan,
Gorontalo, 27/09/2015

Blogroll

  • Masih Kosong