Ketika Anak Yang Soleh Lupa Berdoa

16 October 2013 14:11:13 Dibaca : 793

Ingat maupun tidak, tapi hadist mengenai anak soleh akan mendoakan orangtua, atau anak yang soleh doanya dikabulkan dan akan menolong orangtua ketika di akhirat kelak sangat familiar ditelinga bu Nisa.Orang tua mana yang tidak mau punya anak yang soleh, segala cara terus dilakukan untuk mendapatkan anak yang soleh. Baik menyekolahkan ditempat yang mahal, yang agamanya bagus, sampai mengantar jauh keluar kota untuk mendapatkan anak yang soleh.

Ya,anak yang soleh harus diupayakan dan sudah merupakan kewajiban orangtua untuk men-solehan anaknya dengan cara yang benar.

Belajarlah anak yang soleh ini, dengan segenap kemampuannya, tawa riangnya membuat dia mampu atau tidak mampu menjadi anak yang soleh. Ada anak yang sebentar saja langsung menjadi soleh, ada anak yang lama sekali baru soleh, ada juga anak yang dipukulin dulu baru soleh. Ada juga anak yang setelah ibu atau ayahnya meninggal baru soleh, memyesal dan teringat semua kata-kata dan nasehat orang tua-nya ketik masih hidup. Selain itu, ada juga anak yang sama sekali tidak soleh, atau gagal menjadi anak yang soleh, bahkan mental dan membenci semua yang berbau Islam, berbau agama, naudzubillhmindzalika.

Orangtua memang harus lelah untuk menjadikan anaknya soleh, bahkan bagi oangtua yang sudah bersusah payah menjadikan anaknya soleh; berdoa setia malam, dan mendatangkan guru dan ustad untuk mengajari anaknya dengan harapan dapat mensolehkan anaknya. Namun, ternyata anak soleh tidak kunjung juga didapatkan, jangan bersedih hati, percayalah Allah tidak tidur.

Panci yang dipakai untuk masak rendang berhari-hari, tentu saja dasar panci akan mengeras dan berwarna hitam, walau akhirnya dipakai untuk sup sekalipun, sang panci tetap berwarna hitam bekas rendang. Maka walau anak yang soleh pada akhirnya tidak sesoleh yang diinginkan, semua pelajaran dan pendidikan untuk mensolehkan anak itu, tetap membekas dalam lubuk hatinya dalam pikirannya, dalam bawah sadarnya. Gerakan sholat yang pernah diajarkan, setiap kebaikan yang selalu dibisikkan, keinginan berbuat baik, ilmu-ilmu tersebut sudah tertanam dan membekas dalam dirinya! Hanya saja lingkungan yang akan mempengaruhinya, bila lingkungan buruk dan kurang nuansa agama, maka akan membuat sang anak tetap soleh dengan versi berbeda. Misal; anak yang dulunya dipesantren lalu menjadi artis sinetron atau penyanyi, maka lagu-lagu yang dibawakan masih religius, tidak liar juga, walau Iingkungannya adalah lingkungan perfileman/entertainment. Namun, keinginan untuk menjadi orang baik dalam lingkungan tersebut tetap ada, masih ada rambu- rambu dalam dirinya. Tidak ada kata sia-sia dalam mendidik anak yang soleh, yang sia sia adalah bila tidak mendidik.

Hanya saja yang suka lupa didengungkan para guru dan orangtua terhadap anaknya adalah menanamkan kebiasaan mendoakan orangtua, bukan dengan doa yang rutin; Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa.” Namun, doa yang betul-betul untuk orang tua yang dihayati dan dipahami, dan menanamkan betapa pentingnya arti doa kita bagi orangtua. Doa anak yang soleh bukan doa anak biasa, pertama soleh dulu, kedua adab berdoa dan pentingnya doa tersebut, kalau perrlu sebuah sekolah bagus juga bila mengadakan rutinitas pagi berupa doa bagi orangtua, dimana anak-anak diajarkan dulu menulis dan berpikir doa apa yang sebaiknya dilantunkan buat orangtua.

Tiga hari lagi bu Nisa ulang tahun, dan yang dipikirkannya bukan hadiah dari anak-anak berupa kado ini atau kado itu, tetapi berupa doa yang sudah disiapkn anak-anak sejak minggu lalu, doa yang berkualitas bukan doa yang dihafal beramai-ramai didalam kelas. Doa spesifik yang hanya anak kita lantunkan untuk orang tua tersayangnya.

Pembabat Ilalang

16 October 2013 14:02:26 Dibaca : 1188

Di sebuah tepian ladang, seorang anak memperhatikan ayahnya yang terus saja bekerja. Sang ayah terlihat menggemburkan tanah dengan cangkul, membaurkan pupuk di sekitar tanaman, dan membabat tumbuhan liar di sekitar ladang. Sesekali, sang ayah harus mencabut ilalang. Anak itu terus memperhatikan dengan heran.“Kenapa ayah melakukan itu? Bukankah ilalang itu masih terlalu kecil untuk dicabut?” teriak si anak sambil berjalan mendekati ayahnya. Ia membawakan air yang baru saja ia tuang ke sebuah gelas kayu. Sambil tangan kiri menghapus peluh, tangan kanan ayah anak itu meraih gelas dari tangan kecil anaknya.

“Anakku, inilah pekerjaan petani. Kelak kamu akan tahu,” jawab sang ayah singkat. Setelah minum, petani itu memanggul cangkul di dekatnya. “Hari sudah sore! Mari kita pulang, Nak!” ucap sang ayah sambil meraih pundak anak lelakinya itu.

Sepulang dari ladang, petani itu sakit. Hingga beberapa hari, ia dan anaknya tidak bisa ke ladang yang jaraknya sekitar satu jam berjalan kaki, naik dan turun. Petani itu tampak gelisah. Ia seperti ingin memaksakan diri berangkat ke ladang.

“Ayah kenapa? Bukankah waktu itu ladangnya sudah ayah bersihkan, dipupuk, dan dipagar,” suara anak itu sambil membantu ayahnya bangun dari tempat tidur. “Itu belum cukup, Nak. Kelak kamu akan tahu!” ucap si petani sambil tertatih-tatih keluar rumah. Ia mengajak anaknya pergi ke ladang.

Setibanya di ladang, anak itu terperangah. Ia seperti tidak percaya apa yang dilihat. Hampir seluruh ladang ditutupi ilalang. Cabai dan tomat yang tumbuh mulai membusuk. Daun-daunnya pun dihinggapi ulat.

“Anakku, inilah yang ayah maksud tugas petani. Kini kamu paham, kenapa ayah gelisah. Karena seorang petani tidak cukup hanya menanam, menebar pupuk, dan memagar tanamannya. Tapi, ia juga harus merawat. Tiap hari, tiap saat!” jelas sang ayah sambil menatap sang anak yang masih terkesima dengan ilalang di sekitar ladang ayahnya.
**

Mereka yang terpilih Allah swt. sebagai pegiat dakwah, sadar betul kalau tugasnya begitu penting, mulia, dan sekaligus berat. Berat karena tugas itu tidak cukup sekadar menanam kesadaran, menebar sarana dakwah, dan memagari ladang dakwah dari terjangan angin dan hewan perusak. Lebih dari itu, ia harus merawat.

Seperti halnya ladang tanaman, ladang dakwah bukan benda mati yang akan lurus-lurus saja kalau ditinggal pergi. Tanahnya hidup. Udara di sekitar pun dinamis. Yang akan tumbuh bukan saja tanaman yang diinginkan, tanaman liar seperti ilalang pun akan tumbuh subur merebut energi kesuburan ladang. Belum lagi telur-telur hama yang hinggap ke daun tanaman setelah berterbangan digiring angin.

Pegiat dakwah persis seperti seorang petani terhadap tanamannya. Ia sebenarnya sedang berlomba dengan ilalang dan hama. Kalau ia tidak sempat merawat, ilalang dan hama yang akan ambil alih. Kelak, jangan kecewa kalau buah-buah tanaman yang akan dipetik sudah lebih dulu membusuk. (mn)

 

Mengapa Kabah Menjadi Kiblat Sholat Umat Islam?

11 October 2013 15:25:02 Dibaca : 2049

Mungkin selama ini kita selalu bertanya setiap kali kita melakukan ibadah sekaligus rukun Islam nomor dua yaitu shalat kita selalu menghadap kiblat, atau dalam hal ini Ka’bah. Nah mengapakah sebenarnya harus menghadap Ka’bah?

Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturukan dalam Al-Quran: Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia . (QS. Ali Imran : 96).

Konon di zaman Nabi Nuh as, ka’bah ini pernah tenggelam dan runtuh bangunannya hingga datang masa Nabi Ibrahim as bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air yang ternyata disitulah pondasi Ka’bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali ka’bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Ka’bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia. Dan ketika Kami menjadikan rumah itu (ka’bah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (QS. ). Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, (QS. Al-Hajj : 27).

Di masa Nabi Muhammad, awalnya perintah shalat itu ke baitul Maqdis di Palestina. Namun Rasulullah saw berusaha untuk tetap shalat menghadap ke Ka’bah. Caranya adalah dengan mengambil posisi di sebelah selatan Ka’bah. Dengan mengahadap ke utara, maka selain menghadap Baitul Maqdis di Palestina, beliau juga tetap menghadap Ka’bah.

Namun ketika beliau dan para shahabat hijrah ke Madinah, maka menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah menjadi mustahil. Dan Rasulullah saw sering menengadahkan wajahnya ke langit berharap turunnya wahyu untuk menghadapkan shalat ke Ka’bah. Hingga turunlah ayat berikut :

Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 144).

Jadi di dalam urusan menghadap Ka’bah, umat Islam punya latar belakang sejarah yang panjang. Ka’bah merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di atas bumi untuk dijadikan tempat ibadah manusia pertama. Dan Allah swt telah menetapkan bahwa shalatnya seorang muslim harus menghadap ke Ka’bah sebagai bagian dari aturan baku dalam shalat. (red/berbagaisumber)

Bulan November tahun 2006, menjadi bulan bersejarah bagi remaja Jerman itu. Karena pada saat itu ia yang masih berusia 17 tahun mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim. Ia memilih Yahya, sebagi nama Islamnya dan sejak itu remaja Jerman yang kini tinggal di Postdam, dikenal dengan nama Yahya Schroder.Yahya hidup berkecukupan dengan ibu dan ayah tirinya di sebuah desa kecil di Jerman. Ia tinggal di rumah yang besar lengkap dengan kolam renang yang luas. Di kamarnya ada tv dan play station dan Yahya tidak pernah kesulitan dalam masalah uang. Seperti remaja lainnya, Yahya sering pergi bergerombol bersama teman-temannya, minum alkohol atau melakukan hal-hal yang konyol.

Tapi semua kenikmatan dunia itu harus ia tinggalkan ketika ia memutuskan masuk Islam. Setelah menjadi seorang mualaf, Yahya memilih tinggal dekat ayahnya yang sudah lebih dulu masuk Islam, di Postdam dekat kota Berlin. Yahya mengaku tidak merasa bahagia meski saat masih ikut ibu dan ayah tirinya yang kaya, hidupnya serba enak. “Saya mencari sesuatu yang lain,” ujarnya.

Yahya mengenal komunitas Muslim di Postdam ketika ia berusia 16 tahun, lewat ayah kandungnya yang lebih dulu masuk Islam pada tahun 2001. Ketika itu, ia biasa mengunjungi ayah kandungnya sebulan sekali dan sering ikut sang ayah menghadiri pertemuan-pertemuan dengan komunitas Muslim yang diselenggarakan setiap hari Minggu.

Yahya merasa tertarik dengan Islam dan ayahnya memperhatikan hal itu. Hingga suatu hari sang ayah mengatakan tidak mau membahas soal Islam ketika mereka sedang berdua saja. Ayah Yahya menginginkan puteranya itu belajar dari orang-orang yang ilmunya tentang Islam lebih tinggi agar jika Yahya masuk Islam tidak dipandang cuma ikut-ikutan apa yang telah dilakukan ayahnya.

“Saya setuju dengan ayah dan saya mulai menghadiri pertemuan-pertemuan itu sendiri, setiap bulan. Tapi saat itu terjadi sesuatu hal yang mengubah cara berpikir saya,” ujar Yahya.

Yahya bercerita, ia mengalami kecelakaan saat pergi berenang bersama komunitas Muslim. Ketika ia melompat ke kolam renang dari ketinggian, kepalanya membentur dasar kolam renang dan tulang punggungnya patah. Ayahnya membawa Yahya ke rumah sakit dan dokter di rumah sakit itu mengatakan hal yang membuat gentar hatinya.

“Punggungmu mengalami patah tulang yang parah, satu satu saja gerakan yang salah, bisa membuatmu lumpuh,” kata dokter.

Yahya harus menjalani operasi. Beberapa saat sebelum masuk ruang operasi, teman Yahya di komunitas Muslim bernama Ahmir memberinya semangat, “Yahya, sekarang engkau berada di tangan Allah. Ini seperti naik rollercoaster. Sekarang engkau sedang berada dalam puncak kenikmatan naik sebuah rollercoaster dan percayalah pada Allah.”

Operasi berlangsung selama lima jam dan Yahya baru siuman tiga hari kemudian. “Saya tidak bisa menggerakan tangan kanan saya, tapi saya merasa sangat bahagia. Saya bilang ke dokter bahwa saya tidak peduli dengan tangan kanan saya. Saya sudah sangat bahagia Allah telah membiarkan saya tetap hidup,” tutur Yahya. Dokter mengatakan Yahya harus dirawat di rumah sakit dalam beberapa bulan. Tapi Yahya cuma dua minggu di rumah sakit, karena ia berlatih dengan keras. Yahya bahkan sudah bisa naik turun tangga dua hari sebelum seorang dokter datang dan mengatakan bahwa hari itu ia akan berlatih naik tangga.

“Alhamdulillah saya cuma dua minggu di rumah sakit. Sekarang saya sudah bisa menggerakan tangan kanan saya. Kecelakaan itu telah banyak mengubah kepribadian saya,” aku Yahya.

“Saya merasakan, ketika Allah menginginkan sesuatu terjadi, hidup seseorang berubah total dalam hitungan detik. Oleh sebab itu, saya lebih menghargai kehidupan dan mulai berpikir tentang kehidupan saya dan Islam, tapi saat itu saya masih tinggal di sebuah desa kecil,” kisah Yahya.

Keinginan Yahya untuk menjadi seorang Muslim makin kuat, sehingga ia berani memutuskan untuk meninggalkan keluarganya di desa itu. Yahya menuturkan, “Saya meninggalkan ibu dan ayah tiri saya, meninggalkan gaya hidup saya yang mewah dan pergi ke Postdam, tinggal di apartemen kecil ayah kandung saya. Saya tak keberatan harus menempati sebuah dapur kecil, karena saya cuma membawa sedikit pakaian, buku-buku sekolah dan beberapa CD.”

“Kedengarannya saya kehilangan segalanya, tapi saya merasa bahagia, sebahagia ketika saya siuman di rumah sakit setelah kecelakaan buruk itu,” ujar Yahya.

Diejek Teman Sekolah

Sehari setelah hari pertamanya masuk sekolah di Postdam, Yahya mengucapkan dua kalimat syahadat. Yahya pun menjalani kehidupan barunya sebagai seorang Muslim, meski di sekolah banyak yang mengejeknyakarena menjadi seorang Muslim. Beberapa orang menganggapnya “gila” bahkan tidak percaya kalau dirinya orang Jerman asli.

“Saya melihatnya sebagai hal yang biasa karena informasi yang mereka baca di media tentang Islam dan Muslim. Media massa menulis tentang Islam yang disebut teroris, Usamah bin ladin, Muslim yang jahat, dan sebagainya,” tukas Yahya.

Sepuluh bulan berlalu dan situasi mulai berubah. Yahya aktif berdakwah pada teman-teman sekelasnya dan ia mendapatkan sebuah ruangan untuk salat, padahal cuma dia satu-satunya siswa Muslim di sekolahnya.

“Teman-teman sekelas berubah, yang dulunya menggoda saya karena masuk Islam, sekarang banyak bertanya tentang Islam dan mereka mengakui Islam tidak sama dengan agama-agama lainnya. Menurut mereka, Islam itu keren!” kata Yahya menirukan pendapat teman-temannya.

Yahya mengungkapkan, teman-teman sekolahnya menilai Muslim memiliki adab yang baik dalam berinteraksi dengan sesama manusia, bebas dari tekanan teman sekelompok seperti yang terjadi di sekolah mereka. Saat itu siswa-siswi di sekolah Yahya cenderung berkelompok atau membentuk genk, mulai dari genk hip hop, punk sampai kelompok genk siswa yang hobinya berpesta. Setiap siswa berusaha keras untuk diterima menjadi anggota genk itu.

Tapi Yahya, ia bisa berteman dengan siapa saja. “Saya tidak perlu mengenakan pakaian khusus agar terlihat keren. Yang terjadi malah, genk-genk itu sering mengundang saya dan teman-teman Muslim saya ke pesta-pesat barbeque mereka,” tandasnya.

“Yang istimewa dari semua ini adalah, mereka menghormati saya sebagai seorang Muslim. Mereka membelikan makanan halal buat saya dan mereka menggelar dua pesta barbeque, satu untuk mereka dan satu untuk kami yang Muslim. Masyarakat disini sudah mulai terbuka dengan Islam,” sambung Yahya mengenang masa-masa sekolahnya.

Yahya menambahkan, ia merasa lebih mudah menjadi seorang mualaf daripada menjadi seorang yang memang sudah Muslim sejak lahir. Ia banyak melihat banyak anak-anak muda Muslim yang ingin menjadi orang Jerman dan melihat Islam hanya sebagai tradisi. Anak-anak muda itu, kata Yahya, bersedia melepas ‘tradisi’ keislamannya supaya bisa diterima di tengah masyarakat Jerman.

“Meskipun faktanya, orang-orang Jerman tetap tidak mau menerima mereka meski mereka melepas agama Islamnya,” ujar Yahya.

Ia mengakui, kehidupan seorang Muslim di Jerman tidak mudah karena mayoritas masyarakat Jerman buta tentang Islam. “Kalau mereka ditanya tentang Islam, mereka akan mengatakan sesuatu tentang Arab. Buat mereka, pertanyaan itu seperti soal matematika, Islam=Arab”. Padahal negara ini memiliki bangsa yang besar,” tukas Yahya. (red/readislam)

Sang Pencuri Dan Yang Dicuri

25 September 2013 11:46:34 Dibaca : 1509

Seekor burung mahal jenis merpati pos tampak gelisah dalam sebuah sangkar besi nan indah. Tubuhnya yang elok mulai terlihat lemas. Dalam dua hari ini, ia memang tidak mau makan.

Sang merpati yang telah menjuarai beberapa turnamen dunia ini, mulai dari kecepatan terbang hingga ketepatan target tujuan hinggap, yakin benar kalau tuan barunya yang dua hari ini memberinya makan, bukanlah tuan yang sebenarnya. Ia yakin dirinya telah dicuri.

Karena itulah, senikmat dan semahal apa pun makanan yang ditawarkan, ia tetap tidak mau makan. Sang merpati pintar ini yakin, menikmati makanan dari orang yang telah mengecewakan tuannya yang asli, berarti mengkhianati sang tuan yang telah menyayanginya dengan penuh cinta.

Namun, si pencuri tidak pernah marah dengan penolakan itu. Ia ambil lagi makanan yang belum disentuh itu, untuk kemudian diganti dengan makanan yang baru, yang lebih segar, dan lebih nikmat. Sang pencuri pun tidak lupa membersihkan kandang merpati dengan penuh hati-hati.

Begitulah hari-hari yang dilalui oleh sang pencuri kepada merpati curiannya. Sesekali, dengan penuh kelembutan, jari tangan sang pencuri membelai-belai bulu kepala merpati. Sungguh suatu perlakuan yang melebihi apa yang diterima si merpati dari tuannya yang asli.

Ketika lapar yang tidak lagi bisa ditahan, sang merpati akhirnya mencicipi makanan sajian tuan barunya itu. “Aih, lezatnya makanan ini. Baru kali ini aku merasakan makanan senikmat ini,” ucap sang merpati sambil terus memakan sajian yang ada di sangkarnya.

Keesokannya, sang merpati kembali menikmati sajian tuan barunya. Kali ini ia tidak lagi ragu untuk menikmatinya. Perasaan buruknya tentang siapa tuan barunya itu mulai sirna. Tubuhnya pun sudah mulai segar dan bugar. Sayapnya yang pernah rusak, kini kembali normal seperti sebelumnya.

**
Jika seseorang berada dalam keheningan muhasabahnya. Mungkin ia bisa merasakan bahwa begitu banyak ‘pencuri’ yang sangat dekat dalam keseharian kita. Ada ‘pencuri’ yang berkedok karir, ada yang berkedok demi masa depan, ada yang demi isteri dan anak-anak, ada yang berlabel demi maslahat yang lebih besar, dan lain-lain.

Tampilan kelembutan dan kebaikannya yang begitu mempesona, lambat laun mengurangi kejernihan timbangan batin kita. Suatu saat, seseorang tidak lagi bisa membedakan mana yang sebenarnya sebuah kebenaran dan mana yang kebatilan. Mana yang memperbaiki dan mana yang merusak. Dan bahkan, mana Tuan Besar yang telah memberinya kehidupan, dan mana tuan-tuan kecil yang justru mencuri nilai-nilai kehidupannya. (mn)