KATEGORI : Pulau Peling

Montolotosam

05 March 2014 10:54:20 Dibaca : 1068

Assalamualaikum warahmatillah
salam Montolotosam
Utus-utus doi mian na lipu (Lipu Hulondalo) modoa kinibian ano kp pengajian doi sekret (program bidang kerohanian (agama Islam)), babasal konoanggo kalu utus-utus mololo magaji.
tinai tauna,
wassalamualaikum warahmatullah.

KABID KEROHANIAN

T T D

Cardinal Fish II

29 October 2012 19:19:12 Dibaca : 2804
Bila anda berkunjung ke kabupaten Banggai Kepulauan Propinsi Sulawesi Tengah tepatnya di bagian timur pulau Sulawesi, tentunya belum lengkap perjalanan anda kalau belum melihat salah satu spesies ikan hias laut endemik Indonesia yang penyebaran alaminya hanya bisa ditemukan di perairan Kepulauan Banggai yaitu Banggai Cardinal Fish (Pterapogon kauderni) atau dalam bahasa lokal dikenal sebagai ikan capungan Banggai.
Sejak beberapa waktu lalu, spesies Banggai Cardinal Fish (disingkat BCF) ini mulai menarik perhatian dunia internasional seiring dengan adanya usulan dari negara USA memasukkannya ke dalam daftar lampiran CITES, suatu konvensi yang mengatur perdagangan internasional terhadap spesies flora dan fauna yang terancam punah. Namun dalam sidang negara-negara anggota CITES atau Conference of Parties (CoP) ke 14 pada tanggal 3 – 15 Juni 2007 lalu di Den Haag – Belanda, spesies ini berhasil diperjuangkan oleh delegasi Indonesia tidak masuk dalam Apendiks II CITES sehingga dalam pengelolaannya masih mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan perikanan sebagaimana digariskan oleh FAO.
Menurut Tullock dan Michael (1999) ikan capungan Banggai diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Super Klas : Gnathostomata
Kelas : Osteichtyes
Sub Klas : Actinopterygi
Super Ordo : Teleostei
Famili : Apogonidae
Genus : Pterapogon
Spesies : Pterapogon kauderni, Koumans (1933)

Ikan ini termasuk famili Apogonidae yang merupakan anggota terbanyak dari ordo Perciformes dengan 27 genera dan 250 spesies yang tersebar di Samudera Pasifik, Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Memiliki bentuk tubuh agak pipih dengan dasar kuning dan keperak-perakan, terdapat garis-garis hitam yang vertikal dari sirip punggung ke sirip perut dan sirip dubur. Memiliki dua sirip punggung yang terpisah dengan jelas,sirip punggung pertama berjari-jari keras sedangkan garis punggung kedua berjari-jari lunak, mempunyai mata yang besar berwarna hitam dan bentuk mulut terminal dengan ukuran kecil. Panjang tubuh sekitar 3 – 8 cm dan pada saat dewasa berukuran 8 – 10 cm.
Daerah penyebaran sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian timur,tepatnya di Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Populasi ikan ini dapat ditemukan di perairan dangkal dengan kedalaman 0 – 5 m pada daerah lamun (sea grass) dan terumbu karang dimana banyak terdapat bulu babi dan anemon. Mereka hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) yang umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus dengan salah satu duri bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan dari serangan predator. Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon laut.
Menurut Allen dan Steene (1995), kardinal Banggai merupakan ikan nokturnal aktif yaitu mencari makan pada malam hari. Makanannya berupa plankton, mikro krustasea dan ikan kecil. Perilaku biologis menunjukkan ikan ini mempunyai tingkah laku khas sebelum melakukan pemijahan dimana ikan jantan dan betina dewasa yang telah matang gonad akan memisahkan diri dari kelompoknya dan mencari tempat yang cocok dan sesuai untuk kawin. Sebelum sel telur dan sperma dikeluarkan, mereka akan melakaukan gerakan-gerakan unik yang disebut ”mating dance” atau percumbuan. Percumbuan dilakukan oleh ikan jantan dengan berenang-renang di sekitar ikan betina yang bertujuan untuk menarik perhatian .
Pemijahan berlangsung secara eksternal dimana sperma dilepaskan langsung ke arah telur yang sudah dikeluarkan namun masih menggantung pada tubuh betina. Secar umum, memiliki fekunditas yang rendah dimana setiapo kali pemijahan induk betina hanya menghasilkan 15 – 40 butir telur saja.
Perbedaan individu jantan dan betina terletak pada ukuran tubuh, panjang sirip punggung kedua dan bukaan mulut. Jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, sirip punggung kedua yang lebih panjang dan bukaan mulut yang lebih besar dari individu betina. Induk jantan melakukan pengeraman telur yang telah dibuahi di dalam mulut (mouth breeder). Lamanya pengeraman 10 – 14 hari terhitung setelah terjadinya pembuahan. Telur yang dierami hanya sedikit dan berdiameter 2,8 – 3 mm.
Telur yang ditetaskan berkembang menjadi larva dan anak ikan dalam mulut induk jantan. Selama berlangsung tahapan tersebut, mulut jantan selalu terbuka. Waktu yang diperlukan untuk menjadi larva dan anak ikan adalah seminggu sebelum dilepas ke lingkungan sekitar. Pertumbuhan ikan ini tergolong lamban, setelah usia 2 bulan baru mencapai ukuran 1,8 – 2,5 cm.
Hasil penelitian Rusdi (2005) menunjukkan bahwa persentase indeks kematangan gonad ikan jantan dan betina tertinggi terjadi pada bulan September , Juli dan Oktober yang berarti aktifitas reproduksi pada bulan-bulan ini cukup besar sedangkan bulan Juni, Agustus dan Nopember aktifitas reproduksinya rendah. Hal ini menjadi warning tersendiri bagi para nelayan yang menangkap ikan kardinal Banggai pada bulan-bulan tersebut agar jangan sampai terjadi overfishing

Cardinal Fish I

29 October 2012 19:08:31 Dibaca : 2059
 
 

 

Spesies ikan Banggai Cardinalfish, Pterapogon kauderni (Koumans 1933) dimanfaatkan sejak tahun 1990-an sebagai ikan hias. Endemik pada perarian dangkal disekitar Kepulauan Banggai, spesies tersebut dinilai terancam punah oleh beberapa studi akibat pemanfatan berlebihan dan degradasi habitat. Pada tahun 2007, kelestarian spesies tersebut enjadi isu hangat di tingkat internasional dengan usulan oleh Amerika Serikat pada lampiran II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) pada Cop 14 CITES Juni 2007. Akhirnya usulan tersebut ditunda dan Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan pengelolaan Baggai cardinalfish secara lestari. Pengelolaan tersebut perlu didasri pada biologi dan kebutuhan ekologis Penelitian sejak 1998 oleh para peneliti dalam dan luar termasuk sejak tahun 2004 oleh tim peneliti, telah menemukan beberapa data dan informasi penting mengenai biologi dan ekologi P. kaudemi, yang bersifat paternal mouthbrooder with direct development, sehingga tidak memiliki fase pelagis. Rekrut yand dilepas oleh induk jantan langsung mencari perlindungan pada mikro habitat atau simbiont, dan berperilaku sedentary pada seluruh fase hidupnya. Pemanfaatan mikro-habitat atau sibiont diduga berubah pada fase-fase tertentu dalam daur hidupnya, fenomena: yang disebut pmtpgemetoc shift. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fenomena tersebut. Hasil menunjukkan kecenderungan ontogenetic shift dalam mikro-habitat P. kauderni. Bulubabi, yang selama ini dianggap sebagai ssimbiont utama P. kauderni, semua ukuran ikan teramati. Rekrut maupun juvenil mencari perlindungan diantara tentakel anemone, namun ikan dewasa jarang mendekati anemone dan tidak masuk di antara tentakel, bahkan menghindari kontak terlalu dekat Sedangkan di karang keras (terutama koloni karang bercabang) ikan dewasa sering terdapat, namun rekrut sangat jarang teramati. Hasil lainnya adalah bahwa salah satu asumsi awal yang didasari pada hasil peneliti sebelumnya, yaitu bahwa pola reproduksi P. kauderni dipengaruhi oleh siklus bulan namun tidak berubah secara signifikan dengan musim tahunan, ternyata dapat diragukan. Dinilai penting adanya penelitian lanjutan terhadap pengaruh musim dan perubahan lingkungan terhadap pola reproduksi dan survival rate P. kauderni.

Saaling

29 September 2012 08:38:32 Dibaca : 1290

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Passeriformes; Famili: Corvidae; Genus: Corvus; Spesies: Corvus unicolor.

Gagak Banggai atau Corvus unicolor atau dalam bahasa Daerah (Banggai) Saaling, merupakan burung endemik Sulawesi yang langka. Saking langkanya burung Gagak Banggai termasuk dalam daftar 18 burung paling langka di Indonesia. Gagak endemik kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah yang bernama latin Corvus unicolor inipun pernah dianggap punah.

Burung Gagak Banggai diketahui dari dua spesimen yang ditemukan antara tahun 1884-1885 dari salah satu pulau di kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Setelah itu Gagak Banggai tidak pernah dijumpai hingga pada 2008 seorang ornitologis (ahli burung) Indonesia Muhammad Indrawan memfoto dua spesies Gagak Banggai di pulau Peleng, salah satu pulau di kepulauan Banggai.

Burung Gagak Banggai dalam bahasa Inggris disebut sebagai Banggai Crow. Sedang dalam bahasa latin burung ini dinamai Corvus unicolor yang bersinonim dengan Gazzola unicolor. Sebelumnya Gagak Banggai juga pernah dianggap sebagai subspesies dari Gagak Hutan (Corvus enca) dengan nama ilmiah Corvus enca unicolor.

Burung Gagak Banggai, Corvus unicolor, Saaling

Diskripsi Ciri dan Perilaku. Gagak Banggai sekilas mirip dengan Gagak Hutan (Corvus enca) dengan ukuran panjang tubuh sekitar 39 cm dan bulunya yang hitam. Iris mata berwarna lebih gelap dan dan ekor yang lebih pendek dibandingkan Gagak Hutan.

Perilaku burung endemik Sulawesi Tengah yang sangat langka ini belum banyak yang diketahui. Suara burung ini diperkirakan lebih tinggi dan cepat nadanya dibandingkan saudara dekatnya, Gagak Hutan.

Persebaran, Habitat, dan Populasi. Burung Gagak Banggai (Corvus unicolor) merupakan burung endemik yang hanya ditemukan di kepulauan Banggai (Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah). Habitat burung langka ini adalah hutan dengan ketinggian hingga 900 meter dpl.

Setelah sekian tahun tidak diketahui keberadaannya baru pada tahun 2008 burung endemik ini ditemukan kembali. Populasinya diperkirakan hanya berkisar antara 30-200 ekor dan hanya bisa dijumpai di bagian barat dan tengah pulau Peling, pulau dengan luas 2.340 km² yang merupakan salah satu di Kepulauan Banggai.

 

Keunikan pulau Peling

17 September 2012 13:02:21 Dibaca : 1099

Mungkin masih banyak yang  tidak tau kalau di Sulawesi Tengah tepatnya di Banggai, menyimpan pulau yang indah. Pulau tersebut adalah Pulau Peling, yang menjadi mura di Kabupaten Banggai Kepulauan Sulaweis Tengah. 

Salah satu pulau yang ada di Banggai memang memiliki pemandangan laut yang menakjubkan, dengan luas 2.340 kilometer persegi, pulau ini memilili air yang jernih serta pohon kelapa yang tersebar diberbagai penjuru pulau. Yang membuat pulau ini tidak banyak dikenal mungkin karena transpotasi menuju Pulau ini memang masih menjadi hambatan. Dibutuhkan waktu kurang lebih tiga jam perjalanan untuk bisa menikmati keindhan Pulau Peling.

Namun jangankhawatir, rasa lelah Anda dalam perjalanan akan segera terbayar saat Anda sudah sampai diPulau Peling. Ada satu pantai yang menarik yang ada di Pulau Peling yaitu Pantai Sabang. Berkunjung ke Pulau Peling memang tak lengkap rasanya bila tidak berkunjung ke salah satu pantai yang indah ini. 

Tak hanya keindahan dan menikmati seilir angin sepoi-sepoi pantai, melainkan Anda bisa melihat langsung kumpulan bintang laut dengan warna yang beraneka ragam. Pesona binatang laut di Pantai Sabang memang memberikan kesan tersendiri bagi Pulau Peling.

Selain pesona binatang laut yang memanjakan mata, ada juga keunikan lain yang menjadi ciri khas Pulau Peling. Ada sebuah kolam renag yang bersumber dari mata air. Warga setempat menyebutnya Mata Air Luwuk Penenteng.

Pulau Peling bagaikan mutiara yang tak pernah tersentuh di tanah Sulawesi. Keunikan dan kealamiannya masih terjaga sampai saat unik.