Maba 2021 Di Masa Pandemi Covid-19
Abd. Rahman Saidi
MABA UNG
Assalamualaykum wr. wb
Melihat Pandangan yang ada di sekitar lingkungan ataupun negara kita sekarang ini, Banyak sekali Hambatan atau kegiatan masyarakat yang Terhentikan, Hingga mengakibatkan Ekonomi mulai menurun. Semua ini terjadi karena Penyakit yang menular dengan begitu cepat "Covid-19".
Hal inilah yang menyebabkan kegiatan masyarakat di lingkungan berhenti sementara,terutama untuk anak sekolah bahkan mahasiswa. Menempuh pendidikan sekarang sudah beda jauh dengan yang dulu. Dulu segala hal bisa kita lakukan, seperti belajar kelompok, bermain bersama, jalan bersama dan lain sebagainya, tetapi sekarang semuanya telah berubah. Anak sekolah bahkan para mahasiswa menuntut ilmu hanya diam di rumah saja atau " Broken Home".
Belajar dirumah tak seasik belajar secara tatap muka di sekolah/Kampus, kenapa? Karena ketika melakukan pembelajaran ada yang hanya mengisi absen saja lalu dia tidur, Ada yang belajar sambil Tidur, dan lain sebagainya. Tentunya hal seperti ini membuat Anak-anak atau para mahasiswa terlihat seperti bebas dan di landa kebodohan.
Akan tetapi, Jalan satu-satunya yaitu kita kembalikan pada diri masing-masing. Kita harus berpikir bagaiman caranya agar bisa melaksanakan pembelajaran ini seperti layaknya tatap muka. Orang yang bijak pasti tidak akan membiarkan waktunya hanya terbuang begitu saja tanpa mendapatkan hasil. Teruslah berjuang walaupun sesulit apapun yang kita Alami sekarang. Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan". Strong terus buat kalian yang sedang menempuh masa depan yang cerah. Semoga sukses dan pandemi ini cepat Hilang.
Terimah Kasih.
Wassalamu'alaykum wr wb.
(04-08-2021)
Pentingnya Budaya Sopan Santun Dilingkungan Mahasiswa
- Budaya yang melekat di Indonesia dari berbagai daerah adalah dari sopan santunnya. Pentingnya bersosialisasi perlu didukung dengan norma sopan santun, dimana hal tersebut harus dimiliki oleh seseorang terutama seorang mahasiswa. Seiring berkembangnya jaman norma sopan santun di kalangan masyarakat terutama kalangan muda semakin berkurang, hal tersebut disebabkan oleh banyak hal seperti perkembangan teknologi, terkikisnya aspek budaya, dan buruknya pergaulan kalangan muda di masa sekarang. Para remaja diharapkan dapat memiliki kompetensi sosial, perkembangan sosial, bersikap adaptif, dan memiliki ketepatan dalam menyesuaikan diri. Menurut Azizah (2018) remaja seharusnya dapat memiliki perilaku adaptif dan perlu memiliki nilai sopan santun, karena generasi muda perlu melestarikan nilai-nilai budaya yang telah melekat pada diri Indonesia. Nilai budaya sopan santun sudah luntur dikalangan masyarakat.
- Norma kesopanan pada mahasiswa perlu dimiliki, karena mahasiswa selayaknya adalah agen perubahan (agent of change) yang akan membawa perubahan positif baik di lingkungan sekitarnya, lingkungan kampus, dan juga masyarakat sekitar. Nilai dari perubahan tersebut perlu didukung dengan adanya sikap sopan santun, karena dengan sikap sopan santun tersebut dapat membawa dampak yang positif baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya yang dalam hal ini terfokus pada lingkungan kampus.
- Bagaimana mahasiswa bersikap kepada dosen, kakak tingkat, dan juga teman sebayanya itu dapat terbentuk seiring berjalannya waktu, tetapi banyak dari mahasiswa belum bisa menerapkan norma kesopanan tersebut tanpa dia sadari. Perlu adanya dukungan dari didikan orang tua terhadap anak sedini mungkin dalam hal bersikap sopan santun kepada orang yang lebih tua, sebaya, dan yang lebih muda.
- Ada beberapa hal yang perlu mahasiswa ketahui dalam bersikap sopan santun di dalam tempat menimba ilmu yaitu kampus antara lain:
- 1) Menjaga tingkah laku kepada dosen dengan cara menyapa dan memberi salam ketika bertemu,
- 2) Ketika mengirim pesan baik lewat surel atau Whatsapp menggunakan bahasa yang sopan dan jelas,
- 3) Menjaga kebersihan lingkungan kampus dengan cara membuang sampah pada tempatnya, )
- 4)Bersikap sopan namun tetap bersahabat kepada kakak tingkat, karena kakak tingkatlah yang lebih dulu mengenalkan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru dan cara menyikapinya,
- 5) Menjaga keakraban dan sopan santun kepada teman sebaya,
- 6) Bersikap sopan santun dan rendah hati kepada masyarakat sekitar.
- Hal-hal tersebut menjadi komponen dasar bagi mahasiswa yang akan memulai kehidupan kampus, dan hal tersebutlah yang akan mahasiswa bawa kepada lingkungam sekitar sebagai seorang agen perubahan (agent of change). Supaya mahasiswa dapat menerapkan hal-hal diatas maka perlu adanya pengalaman, dimana hal tersebut perlu dicerna oleh masing-masing mahasiwa karena setiap pribadi mahasiswa memiliki penerapannya tersendiri, dan ketika sudah menjadi mahasiswa selayaknya, kebiasaan yang kurang pantas pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) sebaiknya di hilangkan, karena lingkungan kuliah jauh berbeda dengan bangku SMA.
Abd. Rahman Saidi
(04-08-2021)
Tantangan Mahasiswa Ketika berada di dunia Kampus
Universitas adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi dan riset , yang memberikan gelar dan akademis dalam berbagai mata pelajaran. A university is a comporation that provides bot undergraduate education and postgraduate education . Universitas adalah perusahaan yang menyediakan pendidikan sarjana dan pendidikan prasarjana . The word university is derived from the latin universitas magistrorum et scholarium , which roughly means "community of teachers and scholars" Kata universitas berasal dari bahasa latin universitas magistrorum et scholarium, yang secara kasar berarti "komunitas guru dan ulama"
Banyak mahasiswa/i yang ingin cepat-cepat lulus dari kuliah. Jika ditanyakan "Mengapa Kamu ingin cepat lulus?" Rata-rata para mahasiswa/i menjawab agar tidak lagi belajar, tugas yang menumpuk membuat pusing kepala, belum lagi ketemu sama dosen yang killer dan pelit nilai. Aduh bisa dibuat pusing tujuh keliling karena stress memikirkan nilainya yang pelit dan resiko mengulang di semester berikutnya.
Belum lagi karena kelas yang berbeda-beda bahkan kadang saking tidak dapet kelas, kita pun harus masuk di kelas sisa. Gak enak banget rasanya di kelas yang tidak kita sukai. Maklum saja para mahasiswa/i seringkali sebelum semester di mulai, akan memilih kelas karena ingin dosen yang baik, tidak pelit nilai, cara penjelasannya nyaman dan mudah dipahami, dan sekelas dengan teman-teman satu gank. Tidak heran jika kita mengenal nama "kelas ideal." Namun jarang juga kan ketemu kelas yang seperti itu bahkan seringkali kita harus berpisah dengan teman-teman se-gank dan mendapatkan dosen yang killer serta pelit nilai.
Belum lagi tugas yang menumpuk menjelang ujian tengah semester (UTS) atau akhir semester (UAS). Bisa-bisa kita bergadang semalaman bahkan bisa dua malam. Maklum saja untuk mengerjakan tugas biasanya prinsip Sistem Kebut Semalem (SKS) yang dipegang teguh. Belum lagi harus menyicil untuk belajar bahan-bahan ujian. Buku-buku yang super tebal dan isinya berbahasa Inggris menambah kemumetan di otak.
Bayangkan saja dalam satu semester kita umumnya mengambil tujuh atau delapan mata kuliah. Setiap mata kuliah ada tugas yang berbeda-beda, buku-buku yang super banyak, dan harus memahami karakter dosen yang berbeda-beda pula. Kalo dipikir-pikir berat juga pengorbanan untuk mendapatkan sebuah lembar kertas yang bertuliskan gelar sarjana.
Ehm... jika dilihat dari cerita di atas, rasanya dunia kampus tuh memusingkan. Ya, karena kita yang membuatnya pusing. Di otak kita cuma ada tugas dan ujian. Mengapa demikian? Kita tidak mencoba menyelami dunia kampus yang sebenarnya. Biasanya kita sering membandingkan dengan anak-anak SMU atau orang yang sudah bekerja.
Di SMU tugas terasa lebih ringan, jika ulangan merah kita bisa memperbaikinya di ulangan-ulangan selanjutnya karena kesempatan memperbaiki nilai sangat besar. Berbeda di kuliah yang lebih sedikit kesempatannnya untuk memperbaiki nilai apalagi presentase UTS da UAS sangat besar. Jika membandingkan dengan para pekerja, seringkali para mahasiwa/i berpendapat enak ya sudah bekerja tidak perlu pusing dengan tugas dan ujian. Lebih enaknya lagi bisa membeli barang-barang kesukaan karena sudah memiliki penghasilan sendiri.
Pikiran membandingkan tersebut seharusnya seminimal mungkin diredam karena kita hanya akan membuat seolah-olah begitu rumitnya dunia kampus. Padahal kalo kita mau menyelaminya dunia kampus lebih dalam kita akan menemukan banyak manfaat untuk masa depan kita.
Di kampus kita mendapatkan teman-teman baru. Teman-teman yang masing-masing memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka kita harus berusaha menyelami karakter dari masing-masing teman, belajar untuk mengetahui mana teman yang baik dan tidak. Pemahaman akan karakter seseorang akan terbawa sampai kita di dunia kerja. Kita dapat mengetahui mana orang-orang yang cocok untuk menjadi rekan kerja atau partner bisnis.
Kemudian jika kita mendapatkan dosen yang killer dan pelit nilai, kita juga dapat belajar dari hal ini. Mungkin saja dosen tidak bermaksud killer dan pelit nilai melainkan ia menginginkan para mahasiswa/I belajar dengan keras dan tidak malas. Kita dituntut membuat tugas sebaik mungkin jika menginginkan nilai yang baik pula. Hal ini sangat beralasan karena di dunia kerja kita dituntut untuk bekerja secara professional. Tidak bisa kita bermanja-manja dengan pekerjaan maksudnya yang penting selesai dikerjakan.
Bagimana dengan kita mendapatkan kelas sisa dan berjumpa dengan teman-teman yang asing? Kita pun harus bisa mengambil manfaat positifnya. Mendapatkan kelas sisa berarti memberi kita pelajaran bahwa kita harus siap di situasi apa pun. Kita harus belajar menjadi manusia dewasa yang mandiri. Kita tidak boleh bergantung terhadap hal-hal yang memanjakan seperti bersama teman-teman se-gank, dosen yang baik dan tidak pelit nilai. Karena semua ini akan membuat kita semakin manja dan terlena untuk berada di suasana yang selalu nyaman.
Bermanfaat bukan dunia kampus dengan banyak tugas dan dosen killer serta pelit nilai. Asalkan kita bisa mengambil manfaat dari kemumetan-kemumetan yang ada di kuliah, pasti kita akan dapat menjalaninya dengan senang. Semua itu tentu saja untuk masa depan kita agar menjadi pemuda yang lebih berkualitas bagi diri sendiri, sesama, bangsa dan negara.
Abd. Rahman Saidi