Ruang lingkup manajemen hubungan antara sekolah dan masyarakat
Peranan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Sekolah sebagai partner masyarakat di dalam melaksanakan fungsi pendidikan. Dalam konteks ini, berarti keduanya, yaitu sekolah dan masyarakat dilihat sebagai pusat-pusat pendidikan yang potensial dan mempunyai hubungan yang fungsional.
Sekolah sebagai prosedur yang melayani kesan pesan pendidikan dari masyarakat lingkungannya. Berdasarkan hal ini, berarti antara masyarakat dengan sekolah memiliki ikatan hubungan rasional berdasarkan kepentingan di kedua belah pihak.
Masyarakat berperan serta dalam mendirikan dan membiayai sekolah.
Masyarakat berperan dalam mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat.
Masyarakat yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung-gedung museum, perpustakaan, panggung-panggung kesenian, dan sebagainya.
Masyarakat yang menyediakan berbagai sumber untuk sekolah.
Masyarakat sebagai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar seperti aspek alami, industri, perumahan, transportasi, perkebunan, pertambangan dan sebagainya.
5. Tugas Pokok Hubungan Sekolah dan Masyarakat dalam Pendidikan
1. Memberikan informasi dan menyampaikan ide atau gagasan kepada
masyarakat atau pihak-pihak lain yang membutuhkannya.
2. Membantu pemimpin yang karena tugas-tugasnya tidak dapat langsung memberikan informasi kepada masyarakat atau pihak-pihak yang memerlukannya.
3. Membantu pemimpin mempersiapkan bahan-bahan tentang permasalahan dan informasi yang akan disampaikan atau yang menarik perhatian masyarakat pada saat tertentu.
4. Melaporkan tentang pikiran-pikiran yang berkembang dalam masyarakat tentang masalah pendidikan.
5. Membantu kepala sekolah bagaimana usaha untuk memperoleh bantuan dan kerja sama.
6. Menyusun rencana bagaimana cara-cara memperoleh bantuan untuk kemajuan pelaksanaan pendidikan.
6. Jenis-Jenis Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Jenis hubungan sekolah dan masyarakat itu dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Hubungan edukatif, ialah hubungan kerja sama dalam hal mendidik murid, antara guru di sekolah dan orang tua di dalam keluarga. Adanya hubungan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan prinsip atau bahkan pertentangan yang dapat mengakibatkan keragu-raguan pendirian dan sikap pada diri anak.
2. Hubungan kultural, yaitu usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat tempat sekolah itu berada. Untuk itu diperlukan hubungan kerja sama antara kehidupan di sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kegiatan kurikulum sekolah disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Demikian pula tentang pemilihan bahan pengajaran dan metode-metode pengajarannya.
3. Hubungan institusional, yaitu hubungan kerja sama antara sekolah dengan lembaga-lembaga atau instansi resmi lain, baik swasta maupun pemerintah, seperti hubungan kerja sama antara sekolah satu dengan sekolah-sekolah lainnya, kepala pemerintah setempat, ataupun perusahaan-perusahaan Negara, yang berkaitan dengan perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.
Ruang lingkup hubungan antara sekolah dan masyarakat
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang merupakan suatu sistem terbuka, artinya sekolah merupakan lembaga yang tidak pernah lepas dari pengaruh lingkungan dan masyarakat. Dengan demikian sekolah seharusnya menjalin kerja sama dengan lingkungannya, hal ini agar sekolah bisa tetap eksis dan bertahan di tengah masyarakat yang selalu membutuhkan pendidikan yang berkualitas dan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 butir 6, yang berbunyi: Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini sekolah merupakan bagian yang integral dari sistem sosial yang lebih besar, yaitu masyarakat. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah, oleh karena itu hubungan sekolah dengan masyarakat harus dibina suatu hubungan yang harmonis dengan tidak mengabaikan kode etik, seperti dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VIII Pasal 52 yang berbunyi: Setiap satuan pendidikan harus memiliki pedoman yang mengatur tentang kode etik hubungan antara sesama warga di dalam lingkungan satuan pendidikan dan hubungan antara warga satuan pendidikan dan masyarakat.
Hubungan masyarakat sangat penting dalam manajemen pendidikan, hubungan masyarakat mempunyai beberapa fungsi pokok dalam manajemen pendidikan yaitu dapat menarik perhatian masyarakat umum sehingga meningkatkan relasi serta animo masyarakat terhadap lembaga pendidikan tertentu yang akhirnya menambah income bagi lembaga pendidikan agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.
Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Manajemen dan public relation atau yang kerap disebut dengan hubungan masyarakat menurut Rhenald Kasali (1994) bahwa manajemen dan public relation merupakan dua bidang ilmu yang berkembang secara terpisah. Akan tetapi, perkembangannya pada abad ke-20 ini, manajemen akhirnya berhasil meningkatkan peranannya pada hampir setiap kehidupan. Seperti pada hubungannya antara manajemen dan bidang-bidang lainnya, manajemen juga telah menyatu dengan public relations. Artinya, manajemen telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi penerapan konsepsi public relations dalam kehidupan manusia. Public relations punya peranan yang penting dalam upaya mengefektifkan organisasi dengan membangun hubungan jangka panjang dengan lembaga-lembaga strategis.Dalam pelaksanaan pekerjaannya,sudah barang tentu seorang praktisi public relations akan menggunakan konsep-konsep manajemen untuk mempermudahpelaksanaan tugas-tugasnya, seperti membuat rencana, melakukan persiapan-persiapan, melakukan aksi dan komunikasi, dan ditutup dengan tindakan pengendalian yang disebut evaluasi (Kasali, 1994). Manajemen hubungan seksekolah dan masyarakat menurut J.C. Siedel dalam Rahmat (2016:120) mengatakah bahwa public relation (Humas) adalah proses yang berjalan terus menerus, dimana manajemen berusaha untuk memperoleh good will dan pengertian dari para pegawai, langganan, dan masyarakat luas. Kedalam melalui analisa, dan keluar melalui jalan menggunakan pernyataan. Jadi bahwa dalam pelaksanaan hubungan masyarakat merupakan suatu proses yang terencana yang berkesinambungan guna memperoleh itikad baik dari semua pihak, baik kepada pihak internal (Kepala sekolah, guru, staf) maupun kepada pihak eksternal (orang tua, masyarakat).Jadi dapat disimpulkan yang dimaksud dengan manajemen hubungan sekolah danmasyarakat yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh petugas humas berkaitan dengan hal komunikasi antara lembaga/organisasi dengan pihak masyarakatnya baik internal maupuneksternal dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk menciptakan hubungan yang harmonis.
Ruang Lingkup Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Ruang lingkup hubungan sekolah dan masyarakat dalam suatu organisasi atau lembaga, yaitu: 1) Humas eksternal (publik eksternal), yang dimaksud dengan publik eksternal adalah publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran publik yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Berdasarkan macam-macam khalayak ini dikenal sebagai media massa, pemerintah, masyarakat setempat, kontraktor, serta pelanggan (orang tua siswa); dan 2) Humas internal (publik internal), yang dimaksud dengan publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari unit/organisasi/lembaga itu sendiri. Tujuan hubungan sekolah dan masyarakat kedalam pada hakikatnya untuk meningkatkan kegairahan bekerja para guru, tenaga akademik, karyawan lembaga/instansi yang bersangkutan. Sebagai garis besar, publik internal meliputi warga dalam sekolah, yaitu guru, siswa, tenaga kependidikan, dan komite sekolah.
AKSES MASYARAKAT TERHADAP DUNIA PENDIDIKAN
Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2003 menyimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Kenaikan 1,0 persen rata-rata pendidikan tenaga kerja menaikkan Produk Domestik Bruto (PDB) atau ekonomi riil per kapita sebesar 0,29 persen dengan asumsi yang lain tetap (ceteris paribus). Sementara itu kenaikan 1,0persen rata-rata jam kerja tenaga kerja akan menaikkan PDB sebesar 0,18 persen dan kenaikan 1,0 persen rata-rata pendidikan penduduk akan menaikkan PDB sebesar 0,19 persen. Di lain pihak kenaikan 1,0 persen modal fisik per tenaga kerja hanya menaikkan PDB sebesar 0,04 persen. Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak saja dipengaruhi oleh meningkatnya pendidikan tenaga kerja tetapi juga oleh pendidikan penduduk secara keseluruhan. Hasil penelitian tersebut diatas memberi dasar yang kuat untuk membangun pendidikan di Indonesia secara lebih cepat dengan tetap memperhatikan peningkatan kualitasnya.Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia termasuk pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang diharapkan tuntas pada tahun 2008 yang dapat diukur antara lain dengan peningkatan angka partisipasi kasar jenjang pendidikan sekolah menengah pertama dan yang sederajat menjadi 95 persen. Namun demikian sampai dengan tahun 8ll2003 belum seluruh rakyat dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang telah menyelesaikan jenjang sekolah menengahpertama atau jenjang yang lebih tinggi baru mencapai 45,8 persen dan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun. Meskipun angkapartisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7–12 tahun sudah hampir 100 persen, partisipasi sekolah penduduk 13–15 tahun dan penduduk usia 16–18 tahun berturut-turut baru mencapai 81,0 persen dan 51,0 persen. Dengan berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, pencapaian APS sampai tahun 2005 diperkirakan masih sebesar 83,2 persen untuk kelompok usia 13–15 tahun dan 56,0 persen untuk kelompok usia 16–18 tahun.
Upaya meningkatkan secara signifikan jumlah penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar menghadapi permasalahan masih banyaknya peserta didik jenjang pendidikan dasar yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan.Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah angka partisipasinya. Pada tahun 2003 APK jenjang pendidikan menengah yang mencakup sekolah menengah atas (SMA). Dengan melihat kecenderungan menurunnya partisipasi pendidikan dengan meningkatnya jenjang pendidikan, dapat dipastikan partisipasi pendidikan jenjang pendidikan tinggi jauh lebih rendah lagi. Pada tahun ajaran 2003/04 APK jenjang pendidikan tinggi baru mencapai 14,25 persen dan dengan berbagai upaya yang dilakukan diperkirakan jumlah tersebut hanya meningkat menjadi 15,0 persen pada tahun ajaran 2005/06. Tingginya biaya untuk dapat belajar di perguruan tinggi yang mencakup biaya langsung dan tidak langsung merupakan faktor utama rendahnya partisipasi pendidikan pada jenjang tersebut. Dilihat dari aspek pemerataan pendidikan pada semua jenjang pendidikan tampak bahwa pelayanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang membutuhkan perhatian khusus (children with special needs) seperti yang kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa juga belum tersedia secara memadai. Di samping menghadapi permasalahan dalam meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan di jalur formal seperti di atas, pembangunan pendidikan juga menghadapi permasalahan dalam peningkatan akses dan pemerataan pendidikan non formal. Kualitas pendidikan sampai dengan tahun 2004 juga dinilai masih rendahkarena belum sepenuhnya mampu memberikan kompetensi sesuai dengan tahap pendidikan yang dijalani peserta didik. Hal tersebut terutama disebabkan oleh: (1) ketersediaan pendidik yang belum memadai baik secara kuantitas maupun kualitas, (2) kesejahteraan pendidik yang masih rendah, (3) fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi, dan (4) biaya operasional pendidikan belum disediakan secara memadai.