ARTIKEL KONSEP KETUHANAN
Nama : Mutiara Mohamad
Nim : 411422017
Prodi/Kelas : Pendidikan Matematika/A
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Materi : Bab 1 "Konsep Ketuhanan Dalam Islam"
Dosen : Prof.Dr. Novianty Djafri, S.pd.I, M.pd.I
Arti Konsep Ketuhanan Dari Sudut Pandang Al-Quran Sebagai Kitab suci Agama Islam
Eksistensi Tuhan adalah salah satu masalah paling fundamental manusia, karena penerimaan maupun penolakan terhadapnya memberikan konsekuensi yang fundamental. Alam luas yang diasumsikan sebagai produk sebuah kekuatan yang maha sempurna dan maha bijaksana dengan tujuan yangsempurna berbeda dengan alam yang diasumsikan sebagai akibatdari kebetulan atau insiden. Keberadaan alam semesta yang ada sekarang ini tidak ada dengan begitu saja, tanpa ada yang mengadakan. Semua umat manusia mempercayai adanya Tuhan sebagai Pencipta yang sekaligus mengatur alam raya ini. Karena ini merupakan sebuah fitrah yang dimiliki manusia. Kalau kita menengok sejarah, banyak sekali konsep Tuhan kepercayaan manusia.
Di antaranya seperti orang-orang Yunani yang menganut paham politeisme (keyakinan banyak Tuhan) Bintang adalah Tuhan (Dewa). Venus adalah Dewa Kecantikan, Mars adalah Dewa Peperangan, sedangkan Tuhan Tertinggi adalaha Apollo atau Matahari. Selain itu ada orang-orang Hindu yang menyakini bahwa dewa-dewa dianggap sebagai tuhan-tuhan mereka. Hal itu terlihat dalam Hikayat Mahabarata. Masyarakat Mesir tidak terkecuali, mereka menyakini adanya Dewa Iziz, Dewi Oziris dan yang tertinggi adalah Ra’. Masyarakat Persia pun demikian menyakini bahwa ada tuhan Gelap dan Tuhan Terang. Keyakinan tentang adanya Maha Penguasa ini juga dimiliki oleh masyarakat Arab, mereka lebih bersifat politeisme.
Walaupun ketika mereka ditanya tentang Pencipta langit dan bumi, mereka menjawab “Allah”, namun anggapan mereka keliru atas “Allah”. Mereka menganggap Allah merupakan golongan Jin, memiliki anak-anak wanita dan manusia karena tidak mampu berdialog dengan Allah, karena ketinggian dan kesucian-Nya. dengan begitu mereka, menjadikan malaikat-malaikat dan berhala-berhala untuk disembah sebagai perantara mereka dengan Allah.Maka itulah diantara sekian banyak keyakinan tentang Pencipta dibalik keberadaan langit dan bumi serta isinya.
Memang bermacam-macam konsep yang ditawarkan, Hal itu muncul karena masalah Tuhan adalah sebuah permasalahan metafisika. Dimana metafisika berkenaan dengan sebab-sebab puncak dari obyek-obyek yang berada di luar pengamatan dan pengalaman. Agama Islam melalui kitab suci Al-Quran datang dengan membawa ajaran tauhid untuk meluruskan keyakinan yang salah. Sebagaimana tujuan diturunkannya Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia. Dimana Al-Quran mengarahkan kita kepada tujuan hidup yang benar dan mampu membebaskan diri dari kegelapan menuju terang benderang.
Siapakah Tuhan itu?
Perkataan ilah, yang diterjemahkan “Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS 45 (Al-Jatsiiyah): 23 yang artinya “ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” Dalam QS 28 (Al-Qashash):38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri: Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku.
Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta".Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna:ilaahaini), dan banyak (jama': aalihatun). Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai berikut: Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah yaitu Al-ilah ialah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M.Imaduddin, 1989:56) Atas dasar definisi ini, Tuhan itu bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. Yang pasti, manusia tidak mungkin ateis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika Al-Quran, setiap manusia pasti ada sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Istilah-Istilah Nama Tuhan
Kata Tuhan dalam bahasa Indonesia adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang maha kuasa, maha perkasa, yang maha Esa dsb. Sedangakan kata bertuhan artinya percaya dan berbakti kepada Tuhan atau memuja sesuatu yang dianggap sebagai tuhan.Konsep Allah juga telah ada sejak masyarakat Arab pra-Islam. Toshihiko Izutsu menerangkan masalah makna relasional kata Allah dikalangan orang-orang Arab pra-Islam dengan tiga kasus. Pertama, adalah konsep Pagan tentang Allah, yaitu orang Arab Murni. Di sini terlihat orang-orang Arab pra Islam yang berbicara tentang “Allah” sebagaimana yang mereka pahami. Kedua, orang-orang Yahudi dan Kristen zaman pra Islam yang menggunakan kata Allah untuk menyebut Tuhan mereka sendiri.
Di sini tentu saja “Allah” berarti Tuhan Injil. Ketiga, Orang-orang Arab pagan, Arab jahiliyah murni non-kristen dan non-Yahudi yang mengambil konsep Tuhan Injil, “Allah”. Hal ini terjadi ketika seorang penyair Badwi yang bernama Nabighah dan Al-A’sha Al-Kabar menulis puisi pujian yang mengarah pada konsep Arab tentang Allah kearah monoteisme.Dalam rangkaian ayat-ayat yang terdapat di dalam wahyu pertama kali turun menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka (Tuhanmu), bukan kata “Allah”. Hal ini menggaris bawahi bahwa wujud Tuhan Yang Maha Esa dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya.
Kata rabbun terdiri atas dua huruf: ra dan ba, adalah pecahan dari kata tarbiyah, yang artinya Tuhan yang Maha pengasuh. Secara harfiah rabbun berarti pembimbing, atau pengendali. Rabb adalah bentuk mashdar, berasal dari “Rabba–Ya Rubbu”,yang berarti mengembangkan sesuatu dari satu keadaan pada keadaan lain,sampai pada keadaan yang sempurna. Jadi, Rabb adalah kata mashdar yang dipinjam untuk fa’il (pelaku). Kata-kata Ar-Rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah Ta’ala yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluk.
Al-Quran Memperkenalkan Tuhan
Allah adalah sebutan atau nama Tuhan (tiada Tuhan selain Allah); wujud tertinggi, terunik; Zat Yang Maha Suci , Yang Maha Mulia; daripada-Nya kehidupan berasal dan kepada-Nya kehidupan kembali. Para filsuf dizaman kuno menamai Allah SWT dengan nama Pencipta, Akal Pertama, Penggerak pertama, Penggerak Yang tiada Bergerak, Puncak Cinta, dan Wajib al-Wujud. Allah SWT. adalah tuntutan setiap jiwa manusia. Setiap puak dan bangsa manusia merasakan dan menyadari kehadiran-Nya sejak masa yang paling awal dan menamai-Nya menurut istilah-istilah yang mereka tentukan.
Agama Islam adalah agama yang mengenalkan Tuhan dengan melalui isi kandungan ayat-ayat Al-Quran. Kata “Allah “ dalam Al-Quran terulang sebanyak 2697 kali. Belum lagi kata-kata semacam wahid, ahad, ar-Rabb, Al-Ilah atau kalimat yang menafikan adanya sekutu bagi-Nya dalam perbuatan atau wewenang menetapkan hukum atatu kewajaran beribadah kepada selain-Nya serta penegasan lain yang semuanya mengarah kepada penjelesan tentang tauhid
Penggunaan kata tuhan dan Allah dalam Al-Quran
Kata Tuhan Dalam Al-Quran berasal dari kata ilahun terdiri atas tiga huruf: hamzah, lam, ha, sebagai pecahan dari kata laha –yalihu–laihan, yang berarti Tuhan yang Maha Pelindung, Maha Perkasa. Ilahun, jamaknya alihatun, bentuk kata kerjanya adalah alaha, yang artinya sama dengan ‘abada, yaitu‘mengabdi’.Dengan demikian ilahun artinya sama dengan ma‘budun, ‘yang diabdi’. Lawannya adalah ‘abdun, ‘yang mengabdi’, atau ‘hamba’, atau ‘budak’.Dalam kamus besar bahasa Arab Lisan Al-‘Arab karya Ibn Manzhur, kata kata ilahun masih umum, ketika ditambah dengan lam ma‘rifah maka menjadi Alilahun yang tiada lain adalah Allah Swt, yaitu zat yang disembah oleh semua selain-Nya, jamaknya alihatun. Dengan demikian ilahun artinya sama dengan ma‘budun, ‘yang diabdi.18 Quraish Shihab mengatakan kata Ilah (disebut ulang sebanyak 111 kali dalam bentuk mufrad, ilahaini dalam bentuk tatsniyah 2 kali dan alihah dalam bentukjamak disebut ulang sebanyak 34 kali.19Kata ilah (tanpa dhamir) dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 80 kali.Selain ilahun, dalam al-Quran juga terdapat kata rabbun yang digunakan untuk menyebut Tuhan. Kata rabbun terdiri atas dua huruf: ra dan ba, adalah pecahan dari kata tarbiyah, yang artinya Tuhan yang Maha Pengasuh.
Secara harfiah rabbun berarti pembimbing, atau pengendali. Selain dimaknai Allah, kata rabbun juga digunakan untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti arbaban min dunillah, menjadikan pendeta, pastur, dan Isa al-Masih sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Tuhan (Rabb) adalah bentuk masdar (kata kerja atas kejadian yang dibuat oleh pelaku), yang berarti “mengembangkan sesuatu dari satu keadaan pada keadaan lain, sampai pada keadaan yang sempurna”. Jadi Rabb adalah kata masdar yang dipinjam untuk fa’il (pelaku).Kata-kata al-Rabb tidak disebut sendirian, kecuali untuk Allah yang menjamin kemaslahatan seluruh makhluk.contoh dari hal ini adalah rabbal ‘alamin yaitu Tuhan pencipta alam semesta.
Argumentasi Al-Quran Tentang Ke-Esa-an Tuhan
Konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam islam dikembalikan pada wahyu Allah dan risalah yang diterima Rasul. Ke-Esaan menurut knsep ini bukan saja Esa dalam jumlahnya,melainkan Esa dalam segala-galanya. Misalnya Esa dalam wujud-Nya,sifat-Nya dan kehendak-Nya Tidak ada sekutu bagi Allah dan tidak ada serupa dengannya.Nabi Musa As. suatu ketika pernah bermohon agar Tuhan menampakkan diri-Nya kepadanya, sehingga Tuhan berfirman sebagai jawaban atas permohonannya.
Peristiwa ini membuktikan bahwa manusia agung pun tidak berkemampuan untuk melihat-Nya dalam kehidupan dunia ini. Agaknya kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa kita dapat mengakui keberadaan sesuatu tanpa harus melihatnya. Bukankah kita mengakui adanya angin, hanya dengan merasakan atau melihat bekas-bekasnya? Bukankah kita mengakui adanya “nyawa” bukan saja tanpa melihatnya bahkan tidak mengetahui substansinya?Di sisi lain ada dua faktor yang menjadikan makhluk tidak dapat melihat sesuatu. Pertama, karena sesuatu yang akan dilihat terlalu kecil apalagi dalam kegelapan. Sebutir pasir lebih-lebih di malam yang kelam tidak mungkin ditemukan oleh seseorang. Namun kegagalan itu tidak berarti pasir yang dicari tidak ada wujudnya. Kedua, karena sesuatu itu sangat terang. Bukankah kelelawar tidak dapat melihat di siang hari, karena sedemikian terangnya cahaya matahari dibanding dengan kemampuan matanya untuk melihat? Tetapi bila malam tiba, dengan mudah ia dapat melihat.
Demikian pula manusia tidak sanggup menatap matahari dalam beberapa saat saja, bahkan sesaat setelah menatapnya ia akan menemukan kegelapan. Kalau demikian wajar jika mata kepalanya tak mampu melihat Tuhan Pencipta matahari itu.Dahulu para filosof beragumen tentang wujud dan keesaan Tuhan, yang dikenal dengan bukti ontologi, kosmologi, dan teologi. Bukti ontologi menggambarkan bahwa kita mempunyai ide tentang Tuhan, dan tidak dapat membayangkan adanya sesuatu yang lebih berkuasa dan-Nya. Bukti kosmologi berdasar pada ide “sebab dan akibat” yakni, tidak mungkin terjadi sesuatu tanpa ada penyebabnya, dan penyebab terakhir pastilah Tuhan. Bukti teleologi, berdasar pada keseragaman dan keserasian alam, yang tidak dapat terjadi tanpa ada satu kekuatan yang mengatur keserasian itu.
Dalam konteks ini, Al-Quran menggunakan seluruh wujud sebagai bukti khususnya keberadaan alam raya ini dengan segala isinya. Berkali-kali manusia diperintah untuk melakukan nadzar, fikr,’aql, serta berjalan di permukaan bumi, guna melihat betapa alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yang mewujudkan.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”(QS. Al-Ghasyiyah: 17-20).
seandainya ada dua Pencipta, maka akan kacau ciptaan tersebut. Karena jika masing-masing Pencipta menghendaki sesuatu yang tidak dikehendak oleh pencipta yang lain. Maka seandainya keduanya berkuasa, ciptaan pun akan kacau atau tidak akan mewujud. Kalau salah satu mengalahkan yang lain, maka itu merupakan bukti kebutuhan dan kelemahan mereka, sehingga keduanya bukan Tuhan, karena Tuhan tidak mungkin membutuhkan sesuatu atau lemah atas sesuatu.Dalam al-Quran kata “Tuhan” dipakai untuk sebutan tuhan selain Allah, seperti menyebut berhala, hawa nafsu, dan dewa.
Namun kata “Allah” adalah sebutan khusus dan tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya, kerena hanya Tuhan Yang Maha Esa yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut, selain-Nya tidak ada, bahkan tidak Boleh. Hanya Dia juga yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya itu. Karena kesempunaan Allah itulah maka makhluk-Nya termasuk menusia tidak mampu melihat wujud Allah.
Namun bukan berarti wujud Allah tidak ada, justru al-Qur’an mengisyaratkan kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap insan, dan hal tersebut merupakan fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya, wujud Tuhan dapat juga dibuktikan lewat ciptaan-Nya, dan bukti wujud Tuhan juga dapat dibuktikan bahwa Allah Swt. sebagai sebab dasar dari segala sebab. Allah Swt dalam pandangan Islam adalah Allah Ahad, bermakna bahwa Tuhan esa dalam segala aspek, dan tak pernah sekalipun mengandung pluralitas.
Baik itu pluralitas maknawi, sebagai mana yang ada dalam genus dan karakter, ataupun pluralitas yang real, sebagai mana yang nampak dalam dunia materi.Keesaan ini juga menegasikan dan mensucikan Tuhan dari hal-hal yang mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki bentuk, kualitas, kuantitas, warna dan segala jenis gambaran akal yang mampu merusak kebersahajaan yang satu.Demikian juga, Ahad mengindikasikan bahwa tak ada sesuatupun yang menyamai-Nya.Ketika kita memahami Konsep Al-Quran tentang Tuhan banyak hal yang kita kaji dan kita pahami kita mengetahui tentang konsep ketuhanan baik masa pra islam yang menyatakan bahwa kata Allah sudah sering dipakai termasuk pada nama ayah Nabi Muhammad. Bahkan dalam bahasa teologi kata Allah banyak digunakan baik dari orang Islam ataupun Kristiani.
Dalam surat-surat dan ayat-ayat di dalam Al-Quran banyak yang menerangkan tetang konsep ketuhanan yaitu Allah sebagai Rabb yang pencipta alam raya dan seisinya. Selain dari hal tersebut Al-Quran menerangkan keesaan Allah sebagai wujud konsep ketuhanan dalam agama Islam. Manusia tidak akan bias lepas dari konsep ketuhanan, karena manusia akan berfikir dan mencerna apa yang terjadi di sekelilingnya. Bahwa adanya ciptaan adanya perwujudan manuasia dan alam seisinya sebagai bentuk rasa Rahman dan Rahim dari Allah dan setiap manusia akan selalu berhubungan dengan tuhan sebagai bentuk keyakinan atau ketauhidan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Kategori
- Masih Kosong
Arsip
Blogroll
- Masih Kosong