PRAKTIKUM PETROLOGI
Laporan :
“PRAKTIKUM PETROLOGI”
Acara : 2 Nama : Hendri Lune
Hari/Tanggal : Jum;at, 06 juni 2014 Nim : 451 412 047
1. BATUAN BEKU (Granodiorit)
No. Sampel L-22
Jenis batuan Granodiorit
(batuan beku)
Warna segar Abu-abu
Warna lapuk Oranye
Teksture Faneritik
Struktur Masif
Komposisi mioneral Intermedit
 Herblenda
 Kuarsa
 Ortoklas
 Plagioklas
Genesa Batuan Beku/Branodiorit : Granodiorit terjadi dari proses pembekuan magma bersifat asam, sedangkan bentuk instrusinya berupa sill, korok atau batholi, mineralnya berbutir kasar hingga sedang, berwarna terang, menyerupai granit. Granodiorit terdapat di Kecamatan Bajo dan Kecamatan Latimojong. Cadangan terkira mencapai jutaan ton. Kegunaan granit umumnya sebagai bahan bangunan dan batu hias (ornament stone).
2. BATUAN SEDIMEN (Algae)
No. Sampel L-04
Jenis batuan Algae
(batuan sedimen)
Warna segar Cokelat
Warna lapuk Oranye
Teksture Non klastik
Secara Biologis
Struktur Masif/Padat
Komposisi mioneral Kalsit,
Alga dan ganggang
Genesa Batuan Sedimen/Algae : Algae, merupakan tanaman alga berkapur di Tubuh terumbu karang. Lalu dia mengeras menjadi batu. Ditemukan di gombong, Kebumen.
3. BATUAN METAMORF (Marmer)
No. Sampel L-43
Jenis batuan Marmer
(batuan metamorf)
Warna segar Abu-abu
Warna lapuk Putih
Teksture Non poliasi
Struktur Massif/Padat
Komposisi mioneral Kalsit
Genesa Batuan metamorf/Marmer : Marmer atau dikenal pula dengan sebutan batu pualam merupakan batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batuan asalnya yaitu batukapur. Pengaruh temperatur dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen kan menyebabkan terjadinya kristalisasi kembali pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi.
DASAR-DASAR PENGETAHUAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang berkenaan dengan hal mata pelajaran. (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Pada dasarnya pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai macam cara, dasar-dasar pengetahuan sendiri dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk mengembangkan kerangka fikir manusia itu sendiri sehingga bernilai dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan berawal dari rasa ingin tahu. Dengan rasa ingin tahunya manusia berusaha mendapatkan pengetahuan yang benar. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya. Manusia memikirkan hal-hal yang baru, menjelajah untuk baru, karena manusia hidup bukan sekedar untuk hidup, namun lebih dari itu yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang khas dimuka bumi ini.
Manusia mampu mengembangkan pengetahuannya disebabkan dua hal. Yang pertama karena manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut, yang kedua karena manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap yaitu kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa kita ketahui tentang objek tertentu. Sebagai salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan yang benar dengan jalan penalaran dan logika.
Adapun yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui serta memahami bagaimana dasar-dasar pengetahuan seperti halnya penalaran, logika, dan lain sebagainya dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan dasar-dasar pengetahuan.?
2. Apasajakah sumber ilmu pengetahuan?
3. Bagaimanakah Kriteria dari teori kebenaran.?
4. Bagaimanakah Konsep Penalaran dan Konsep Logika?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk dapat mengetahui pengertian dasar-dasar pengetahuan
2. Untuk dapat mengetahui sumber ilmu pengetahuan?
3. Untuk dapat mengetahui Kriteria dari teori kebenaran.?
4. Untuk dapat mengetahui Konsep Penalaran dan Konsep Logika?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dasar-Dasar Pengetahuan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia. Suatu hal yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu pengetahuan menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya.
Burhanuddin Salam mengklasifikasikan bahwa pengetahuan yang diperoleh manusia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa, atau dapat kita pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena seseorang memiliki sesuatau karena menerima secara baik. Orang menyebut sesuatu itu merah karen memang merah, orang menyebut benda itu panas karena memang benda itu panas dan seterusnya.
2. Pengetahuan Ilmu (science) yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif dan objektif, seperti ilmu alam dan sebagainya.
3. Pengetahuan Filsafat, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
4. Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang hanya didapat dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Jadi perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah jika pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu manusia untuk memahami suatu objek tertentu, sedangkan ilmu (science) adalah pengetahuan yang bersifat positif dan sistematis.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang berkenaan dengan hal mata pelajaran. (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002). Untuk melakukan pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek penelitian atau responden (soekidjo, 2003).
Pengetahuan yang dikenal dalam kehidupan masyarakat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode dan penelitian ilmiah, disusun secara sistematis, menggunakan pemikiran dan dapat di control secara kritis oleh pihak lain. Sedangkan pengetahuan non ilmiah merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia namun belum pasti kebenarannya bila dibuktikan melalui metode ilmiah. Pengakuan kebenaran pengetahuan non ilmiah hanya didasarkan atas nilai-nilai dan norma serta budaya masyarakat.
2.2 Sumber Ilmu Pengetahuan
Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Menurut Suriasumantri (dalam Susanto, 2011:186) terdapat empat cara pokok dalam mendapatkan pengetahuan, pertama adalah pengetahuan yang berdasarkan rasio yang dikembangkan oleh kaum rasionalis yang dikenal dengan rasionalisme. Kedua, pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman yang dikenal dengan faham empirisme. Ketiga, pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusatkan pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan sehingga intuisi tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan yang teratur. Sumber pengetahuan yang keempat adalah wahyu yang merupakan pengetahuan yang disampaikan tuhan kepada manusia.
Sedangkan Amsal Bakhtiar mengungkapkan ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
a. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksudkan ialah pengalaman inderawi.
b. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Menusia memperoleh penegetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme yang disebabkan kelemahan alat indera dapat dikoreksi, seandainya akal digunakan.
c. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan.
d. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia lewat perantaraan atau secara pasif. Sebagai manusia yang beragama pasti meyakini bahwa wahyu merupakan sumber ilmu, karena diyakini bahwa wakyu itu bukanlah buatan manusia tetapi buatan Tuhan Yang Maha Esa
2.3 Teori – teori Kebenaran meliputi :
1. Teori Koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau teori saling berhubungan. Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa kebenaran tergantung pada adanya saling hubungan secara tepat antara ide-ide yang sebelumnya telah diakui kebenarannya. The Consistence theory of truth/Coherence theory of truth mengatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan antara putusan yang baru dengan putusan-putusan lain yang telah kita ketahui dan akui kebenarannya terlebih dahulu. Bochenski berpendapat bahwa kebenaran itu terletak pada adanya kesesuaian antara suatu benda atau hal dengan pikiran atau idea. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran itu adalah sistem pernyataan yang bersifat konsisten secara timbal balik, dan tiap-tiap pernyataan memperoleh kebenaran dari sistem tersebut secara keseluruhan”.
Jadi suatu pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling berhubungan) dengan pernyataan lain yang benar atau bila arti yang dikandung oleh pernyataan tersebut koheren dengan pengalaman kita.
Misalnya :
a. Pernyataan bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan tentang hujan (air yang turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca yang mendung, gelap dan temperatur dingin dan fakta-fakta yang menunjang.
b. Pernyataan bahwa ”Semua manusia pasti mati adalah sebuah pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa si fulan adalah manusia dan si fulan pasti mati adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.
Kesimpulan Teori :
a. Kebenaran adalah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu kita ketahui.
b. Teori ini dinamakan juga teori justifikasi atau penyaksian tentang kebenaran, karena menurut teori ini suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian-penyaksian atau justifikasi oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, diakui kebenarannya.
c. Ukuran dari teori ini adalah konsistensi dan persisi
2. Teori Korespondensi (corespondence theory)
Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan bahwa jika suatu pernyataan sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika tidak maka pernyataan itu salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi dengan situasi aktual. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta itu sendiri”.
Misalnya :
a. Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia, maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta. Karena secara faktual sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia.
b. Pernyataan ” Ibukota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah benar sebab pernyataan ini sesuai dengan fakta yakni Jakarta adalah Ibukota Indonesia.
Kesimpulan Teori ini :
a. Menurut teori ini kita mengenal 2 (dua) hal yaitu : Pernyataan dan Kenyataan.
b. Kebenaran adalah kesesuaian antara pernyataan tentang sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri.
3. Teori Pragmatis (pragmatic theory)
Teori dicetuskan oleh Charles S.Pierce (1839-1914). Teori ini menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), dan akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak atau tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu. Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan (Jujun, 1990:59),
Misalnya :
a. Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.
b. Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15 tahun.
Kedua ilmu di atas disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada. Kesimpulan Teori ini yaitu:
a. Kebenaran suatu pernyataan dapat diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat pragmatis atau fungsional dalam kehidupan praktis.
2.4 Konsep Penalaran Dan Konsep Logika
2.4.1 Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, tetapi tidak semua kegiatan berpikir menyandarkan diri pada penalaran. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir harus dilakukan dengan suatu cara tertentu. Penalaran juga dapat diartikan kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran. Penalaran memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1. Adanya suatu pola berpikir yang secara luas disebut logika.
Dalam hal ini maka kita dapat mengatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya tersendiri, atau dapat pula disimpulkan bahwa kegiatan peanalaran merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis disini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu, atau dengan logika tertentu
2. Proses berpikirnya bersifat analitik.
Penalaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada sesuatu analisis dan kerangka berpikir. Analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan.
2.4.2 Logika
Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) apabila proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika. Secara lebih luas logika di definisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih (valid). Cara penarikan kesimpulan berdasarkan pada penalaran ilmiah, yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif merupakan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata (khusus) menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Penarikan kesimpulan secara deduktif menggunakan pola berpikir silogisme, yaitu disusun dari dua buah pertanyaan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan:
1. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui manusia. Suatu hal yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui.
2. Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan manusia. Tedapat empat sumber pengetahuan yaitu : Empiris atau pengetahuan, Rasio atau akal (pikiran), wahyu dan intuisi.
3. Kebenaran merupakan kesesuaian antara pikiran dan kenyataan dan menjadi tujuan dari filsafat. Untuk menyatakan sesuatu itu benar dapat didasarkan pada teori kebenaran. Aliran rasionalisme menyatakan suatu itu benar bila sesuai dengan teori coherence theory of trurth, aliran empirisme menyatakan suatu itu benar berdasarkan teori correspondence theory of truth), dan aliran pragmatisme menyatakan suatu kebenaran itu bila sesuai dengan teori Inherent theory of truth.
4. Penalaran merupakan salah satu proses dalam berpikir yang menggabungkan dua pemikiran atau lebih untuk menarik sebuah kesimpulan untuk medapatkan pengetahuan baru. Logika merupakan suatu cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyarankan agar dalam ilmu pengetahuan dapat diperoleh dengan penalaran dan logika yang bersumberkan pada pengalaman, akal dan wahyu sehingga pada akhirnya didapatkanlah suatu kebenaran. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingganya kritikan dan saran sangat di harapkan guna untuk penyusunan makalah selanjutnya.
BERFIKIR ILMIAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting. Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dan statistika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat berjalan dengan baik, teratur dan cermat.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola berpikirnya maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam penulisan makalah ini, antara lain :
1. Apa pengertian dari berfikir ilmiah ?
2. Apa saja sarana berfikir ilmiah?
3. Bagaimana hubungan antara sarana ilmiah bahasa, statistika, dan matematika?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu.
2. Sebagai bahan referensi tambahan dalam hal peningkatan pengetahuan tentang materi yang ada dalam mata kuliah Filsafat Ilmu, salah satunya yaitu tentang sarana berfikir ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Berfikir Ilmiah
Berfikir menurut Salam (1997: 139) adalah suatu aktivitas untuk menemukan pengetahuan yang benar atau kebenaran. Berfikir dapat juga diartikan sebagai proses yang dilakukan untuk menentukan langkah yang akan ditempuh. Sedangkan ilmiah adalah ilmu. Jadi dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, berfikir ilmiah adalah proses atau aktivitas manusia untuk menemukan atau mendapatkan ilmu yang bercirikan dengan adanya kualitas, analisis, dan sintesis.
Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan.
Dalam epistemologi atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperlukan adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah ini adalah alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi, fungsi sarana berfikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah untuk mendapatkan ilmu atau teori yang lain.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berfikir ilmiah adalah:
1) Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah.
2) Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Syarat suatu ilmu adalah bila ilmu itu sesuai dengan pengetahuannya dan sesuai dengan kenyataanya, atau dengan kata lain suatu ilmu itu berada di dunia empiris dan dunia rasional. Andaikan ilmu itu bergerak dari khasana ilmu yang berada di dunia rasional, kemudian ilmu itu mengalami proses deduksi. Dalam proses deduksi ini, sarana berfikir ilmiah yang berperan adalah logika dan matematika. Disini teori-teori yang ada dapat dikaitkan dengan fenomena-fenomena sehingga terjadilah hipotesis atau dugaan, dalam hal ini disebut sebagai ramalan. Ramalan ini perlu diuji tahapan pengujian. Adapun Tahapan pengujian dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam proses pengujian dilakukan pengumpulan fakta-fakta dilapangan atau di diunia empiris. Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan berbantuan sarana berfikir ilmiah statistika, sehingga terjadi proses induksi untuk mendapatkan khasana ilmiah yang lain. Proses ini akan berulang terus sehingga ilmu tersebut selalu berkembang untuk mendapatkan ilmu yang baru atau ilmu yang lain.
2.2 Sarana Berfikir Ilmiah
Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan juga memerlukan alat-alat ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 165 ). Sedangkan sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu sendiri ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 165-167 ).
Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Adapun sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa bahasa, matematika dan statistika. Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses ilmiah ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 167-169 ).
1. Bahasa
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan. Menurut Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikir melainkan terletak pada kemampuan berbahasa (Jujun S. Suriasumantri dalam bakhtiar, 2010, 175).
Berpikir sebagai proses berkerjanya akal dalam menelaah sesuatu merupakan ciri hakiki manusia. Dan hasil kerjanya dinyatakan dalam bentuk bahasa. Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah suatu simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat berkomunikasi (Bloch dan trager dalam buku bakhtiar 2004:176) hal senada disampaikan oleh Joseph Broam bahwa bahasa adalah sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain. Sedangkan menurut (John W.Santrock ; 2008 : 68) bahasa adalah bentuk komunikasi, entah itu lisan, tertulis atau tanda, yang didasarkan pada sistem simbol. Dan menurut (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM ; 1996) bahasa adalah merupakan pernyataan pikiran atau perasaan sebagai alat komunikasi manusia. Maka bahasa adalah suatu alat komunikasi yang berupa simbol-simbol yang digunakan oleh manusia untuk berpikir atau melakukan penalaran induktif dan deduktif dalam kegiatan ilmiah.
Bahasa sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan dalam proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Baik pemikiran yang berlandasan induktif maupun deduktif. Dengan kata lain kegiatan berpikir ilmiah sangat erat kaitannya dengan bahasa.
Para ahli filsafat bahasa dan psikolinguitik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran , perasaan, dan emosi. Sedangkan aliran sisiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat. Walaupun terdapat perbedaan tetapi pendapat ini saling melengkapi satu sama lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :
a. Koordinator kegiatan-kegiatan dalam masyarakat
b. Penetapan pemikiran dan pengungkapan
c. Penyampaian pikiran dan perasaan
d. Penyenangan jiwa
e. Pengurangan kegonjangan jiwa
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu :
a. Simbolik
b. Emotif
c. Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175)
Fungsi simbolik dari bahasa menonjol dalam komunikasi ilmiah sedangkan fungsi emotif menonjol dalam komunikasi estetik. Komunikasi dengan mempergunakan bahasa akan mengandung unsur simbolik dan emotif. Artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur informatif. Kadang-kadang dapat dipisahkan dengan jelas seperti “ musik dapat dianggap sebagai bentuk bahasa, dimana emosi terbebas dari informasi, sedangkan buku telepon memberikan kita informasi sama sekali tanpa emosi “. Dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif, agar pesan itu reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan (Jujun S. Suriasumantri, 1990, 175).
Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Instrumental : penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal
b. yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya
c. Fungsi Regulatoris : penggunaan bahasa untuk memerintah dan
d. perbaikan tingkah laku
e. Fungsi Interaksional : penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain
f. Fungsi Personal : seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran
g. Fungsi Heuristik : penggunaan bahasa untuk mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya
h. Fungsi Imajinatif : penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata)\
i. Fungsi Representasional : penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan serta menyampaikannya pada orang (Rushdi Ahmad Thaimah dalam bakhtiar, 2010, 181).
Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang pengolongan bahasa. Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
a. Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibedakan menjadi dua bagian yaitu ; Bahasa Isyarat, bahasa ini dapat berlaku umum dan dapat berlaku khusus dan bahasa Biasa, bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
b. Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi 2 bagian yaitu ; Bahasa istilah, bahasa ini rumusanya diambil dari bahasa biasa yang diberi arti tertentu, misal demokrasi (demos dan kratien) dan bahasa artifisial, murni bahasa buatan , atau sering juga disebut dengan bahasa simbolik, bahasa berupa simbol-simbol sebagaimana yang digunakan dalam logika dan matematika. Dalam bahasa ini tidak ada bentuk kiasan yang mengaburkan. Misalnya (a =b) ^ (b =d) (a =c). Bahasa artifisial mempunyai dua macam ciri-ciri yaitu pertama tidak berfungsi sendiri, kosong dari arti, oleh karena itu dapat dimasuki arti apapun juga.
Kedua arti yang dimaksudkan dalam bahasa artifisial ditentukan oleh penghubung. Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai beikut : Bahasa alamiah, antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif (bisikan hati) dan pernyataan langsung. Sedangkan bahasa buatan, antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
Dari uraian diatas tentang bahasa, bahasa buatan inilah yang dimaksudkan bahasa ilmiah , dengan demikian bahasa ilmiah dapat dirumuskan ; bahasa buatan yang diciptakan para ahli dalam bidangnya dengan mengunakan istilah-istilah atau lambang-lambang untuk mewakili pengertian-pengertian tertentu. Dan bahasa ilmiah inilah pada dasarnya merupakan kalimat-kalimat deklaratif atau suatu pernyataan yang dapat dinilai benar atau salah, baik mengunakan bahasa biasa sebagai bahasa pengantar untuk mengkomunikasikan karya ilmiah.
Unsur Bahasa
Batasan-batasan pengertian di atas memerlukan sedikit penjelasan agar tidak terjadi salah paham. Oleh karena itu, perlu diteliti setiap unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu:
a. Simbol-simbol
Simbol-simbol berarti things stand for other things atau sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain. Hubungan antara simbol dan “sesuatu” yang dilambangkannya itu tidak merupakan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau sesuatu yang bersifat alamiah, mengandung makna bahwa ucapan si pembicara dihubungkan secara simbolis dengan objek-objek ataupun kejadian dalam dunia praktis.
b. Simbol-simbol Vokal
Simbol-simbol yang membangun ujaran manusia yaitu bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya dihasilkan dari kerja sama berbagai organ atau alat tubuh dengan system pernapasan. Untuk memenuhi maksudnya, bunyi-bunyi tersebut haruslah didengar oleh orang lain dan harus diartikulasikan sedemikian rupa untuk memudahkan si pendengar untuk merasakannya secara jelas dan berbeda dari lainnya.
c. Simbol-simbol vokal arbitrer
Istilah arbitrer di sini bermakna “mana suka” dan tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan dan arti yang dikandungnya. Hal ini akan lebih jelas bagi orang yang mengetahui lebih dari satu bahasa. Misalnya, untuk mengatakan jenis binatang yang disebut Equus Caballus, orang Inggris menyebutnya horse, orang Perancis chevel, orang Indonesia kuda, dan orang Arab hison. Semua kata ini sama tepatnya, sama arbitrernya. Semuanya adalah konvensi social yakni sejenis persetujuan yang tidak diucapkan atau kesepakatan secara diam-diam antara sesama anggota masyarakat yang memberi setiap kata makna tertentu.
d. Suatu system yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.
Walaupun hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati nurani, logika atau psikologi, namun kerja sama antara bunyi-bunyi itu sendiri, di dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi, ketetapan intern. Misalnya saja, setiap bahasa beroperasi dengan sejumlah bunyi dasar yang terbatas (dan ciri-ciri fonetik lainnya seperti tekanan kata dan intonasi).
e. Yang dipergunakan oleh para anggota sesuatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain.
Bagian ini menyatakan hubungan antara bahasa dan masyarakat. Para ahli social menaruh perhatian pada tingkah laku manusia, sejauh tingkah laku tersebut mempengaruhi atau dipengaruhi manusia lainnya. Mereka memandang tingkah laku social sebagai tindakan atau aksi yang ditujukan terhadap yang lainnya.
2. Matematika
Matematika adalah bahasa yang melambaikan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan kita berpaling kepada matematika. Matematika adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Umpamanya kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak maka objek “kecepatan jalan kaki seorang anak” dilambangkan x, dalam hal ini maka x hanya mempunyai arti yang jelas yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Demikian juga bila kita hubungkan “kecepatan jalan kaki seorang anak” dengan obyek lain misalnya “jarak yang ditempuh seorang anak” yang kita lambangkan dengan y, maka kita lambangkan hubungan tersebut dengan z = y / x dimana z melambangkan “waktu berjalan kaki seorang anak”. Pernyataan z = y / x tidak mempunyai konotasi emosional, selain itu bersifat jelas dan spesifik.
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan macam-macam ilmu pengetahuan. Penghitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis yang dapat memberikan inspirasi kepada pemikiran di bidang sosialdan ekonomibahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada arsitektur dan seni lukis.
Matematika dalam perkembangannya memberikan masukan-masukan pada bidang-bidang keilmuan yang lainnya. Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam , lebih ditandai dengan pengunaan lambang-lambang bilangan untuk menghitung dan mengukur, objek ilmu alam misal gejala-gejalah alam yang dapat diamatidan dilakukan penelaahan secara berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya yang tak terulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang bilangan.
Matematika mempunyai kelebihan di bandingkan dengan bahasa verbal.Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita uantuk melakukan pengukuran secara kualitatif.Dengan bahasa verbal bila kita membandingkan dua obyek yang berlainan umpamanya gajah dan semut maka kita hanya bisa mengatakan gajah lebih besar daripada semut.Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif.
Matematika sebagai bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya, dan bersifat individual yang merupakan perjanjian yang berlaku khusus untuk masalah yang sedang dikaji ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 191 ). Contohnya : mau mancari pengaruh profesinalisme Pengawas PAI terhadap kinerja guru PAI, maka x = profesionalisme Pengawas PAI dan y = Kinerja Guru PAI SD.
Maka pernyataan matematika mempunyai sifat yang jelas, spesifik dan informatif dengan tidak menimbulkan konotasi yang berbeda ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 193 ). Dan terbebas dari aspek emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya, serta lebih mementingkan kelogisan pernyataan-pernyataannya yang mempunyai sifat yang jelas (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM : 2010 : 107 ).
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif, sehingga daya prediktif dan kontrol ilmu lebih cermat dan tepat ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 193 ).
Matematika juga merupakan sarana berpikir deduktif, yaitu proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan. Secara deduktif matematika menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan premis-premis tertentu. Pengetahuan yang ditemukan hanyalah merupakan konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang telah ditemukan sebelumnya ( Jujun S. Suriassumantri 2009: 197 ).
Maka disimpulkan matematika dalam epistemologi pengetahuan ilmiah merupakan salah satuh sarana berpikir ilmiah dan berfungsi sebagai sarana berpikir deduktif ( umum ke khusus ), yang bersifat jelas, spesifik, informatif dan kuantitatif.
3. Statistika
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai “ kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja)
Jadi statistika merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan untuk mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-data, metode penelitian serta penganalisaan harus akurat.Pemerintah telah lama mengumpulkan dan menafsirkan data yang berhubungan dengan kepentingan bernegara, umpamanya data mengenai penduduk, pajak, kekayaan, dan perdagangan luar negeri.
Statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan ( data ), baik yang berwujud angka ( data kuantitatif ) maupun yang tidak berwujud angka ( data kualitatif ). Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berujud angka ( data kuantitatif ) saja ( Anas Sudijono : 2000 : 1).
Dalam Kamus Ilmiah Populer kata statistik berarti tabel, grafik, daftar informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis, dan klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi ( Pius A. Pranoto dan M. Dahlan : 1994: 724-725 ).
Statistik mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif, Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 218 ). Semakin besar sampel yang diambil, semakin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulannya. Sebaliknya, makin sedikit contoh yang diambil, maka makin rendah pula tingkat ketelitiannya ( Amsal Bakhtiar : 2004 : 206).
Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 219 ).
Statistika sebagai sarana berpikir ilmiah tidak memberikan kepastian namun memberi tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu dapat ditarik suatu kesimpulan, dan kesimpulannya mungkin benar mungkin juga salah. Langkah yang ditempuh dalam logika induktif menggunakan statistika adalah observasi dan eksperimen, memunculkan hipotesis ilmiah, verifikasi dan pengukuran, dan sebuah teori dan hukum ilmiah. ( Cecep Sumarna : 2008 : 146 ).
Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, namun logika statistik kurang dikenal dengan baik, logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali dihubungkan dengan statistika ( Jujun S. Suriassumantri : 2009 : 220 ).
Maka dapat disimpulkan, statistika merupakan sarana berfikir atau cara untuk mengetahui keadaan suatu obyek, cukup dengan melakukan pengukuran terhadap sebagian obyek yang dijadikan sampel. Walaupun pengukuran terhadap sampel tidak akan seteliti jika pengukuran dilakukan terhadap populasinya, namun hasil dari pengukuran sampel dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau bisa dikatakan pengetahuan ilmiah. Jadi statistika merupakan sarana berpikir induktif ( khusus ke umum ), yang bersifat hubungan kausalitas dan penarikan sampel.
Statistiks dan cara berpikir deduktif
Ilmu secara sederhana dapat di definisikan sebagai pngetahuan yang telah telah teruji kebenarannya.Semua pernyataan ilmiah bersifat faktual di mana konsekuensinya dapat di uji baik dengan jalan mempergunakan panca indra,maupun dengan mempergunakan alat-alat yang membantu panca indra tersebut.Pengujian secara empiris merupakan sala satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.
2.3 Hubungan Antara Sarana Ilmiah Bahasa, Matematika dan Statistika
Sebagaimana yang kita bahas sebelumnya, agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri pernyataan yang bersifat umum, umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kerbau mempunyai mata, lembu mempunyai mata, harimau mempunyai mata, dan gajah mempunyai mata. Dari pernyataan tersebut dapat ditarik bahwa semua binatang mempunyai mata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dan statistika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat berjalan dengan baik, teratur dan cermat.
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini, disarankan kepada pembaca agar dapat menggunakan makalah ini dengan sebaik-baiknya, untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca, untuk mata kuliah Filsafat Ilmu dan juga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
AKSIOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aksiologi adalah teori tentang nilai merupakan suatu bahan kajian yang menarik untuk dibahas. Karena di dalamnya terkandung nilai-nilai sebagai dasar normative dalam penggunaan atau pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Tak dapat disangkal lagi kontribusi ilmu bagi kepentingan umat manusia. Ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang duka. Namun apakah hal itu selalu demikian: imu selalu merupakan berkat dan penyelamat bagi manusia?Memang dengan jalan mempelajari atom kita bias memanfaatkan wujud tersebut sebagai sumber energy bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain ini bias juga berakibat sebaliknya, yakni membawa membawa manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka.
Usaha memerangi kuman yang membunuh manusia sekaligus menghasilkan senjata kuman yang dipakai sebagai alat untuk membunuh sesame manusia pula. Sehingga timbul pertanyaan: apakah kehadiran ilmu itu sebuah berkah bagi kehidupan manusia ataukah malapetaka?
Dewasa ini, dalam perkembangannya ilmu sudah melenceng jauh dari hakikatnya, dimana ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan menciptakan tujuan hidup itu sendiri. Disinilah moral sangat berperan sebagai landasan normatif dalam penggunaan ilmu serta dituntut tanggungjawab sosial ilmu dengan kapasitas keilmuannya dalam menuntun pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tujuan hakiki dalam menuntun manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tujuan hakiki dalam kehidupan manusia tercapai.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aksiologi ?
2. Bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik dan benar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan aksiologi.
2. Untuk mengetahui cara menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik dan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. AKSIOLOGI
Secara etimologis, aksiologi berasal dari kata “axios” (Yunani) yang berarti nilai, dan “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai. (Burhanuddin Salam, 1997)
Atau menurut Jujun S. Sumantri dalam filsafat Ilmu Suatu Pengantar, “aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh”. Sejalan dengan itu, Wibisono mengatakan aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolak ukur kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian dan pengalian serta penerapan ilmu. Jadi, aksiologi adalah suatu teori tentang nilai yang berkaitan tentang bagaimana suatu ilmu digunakan.
B. PENGETAHUAN
Pengetahuan adalah gejala tahunya secara bagian perbagian seseorang baik yang bersumber dari dirinya sendiri maupun dari orang lain mengenai sesuatu dan dasar sesuatu itu (Poedjawijatna, 2004). Segala sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lain seperti seni dan agama.
Secara aksiologi pengetahuan yang dimiliki manusia yang berupa ilmu itu digunakan untuk kepentingan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang terus bertambah seiring dengan berkembangannya zaman.
C. ILMU
Ilmu adalah kumpulan dari pegetahuan yang sudah teruji kebenarannya secara ilmiah (Umar Solokhan, 2006)Menurut Endrotomo dalam ilmu danteknologi, ilmu merupakan suatu aktivitas tertentu yang menggunakan metode tertentu untuk menghasilkan pengetahuan tertentu.
Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan dari pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam pengertian lain, ilmu merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang diandalkan. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu yang secara umum dapat disebut berpikir ilmiah. (Burhanuddin Salam, 1997)
Berpikir ilmiah mrupakan kegiatan berpikir yang memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut pada hakekatnya mencakup dua kriteria utama yaitu:
1. Mempunyai alur jalan pikiran yang logis
2. Didukung oleh fakta empiris
Persyaratan pertama mengharuskan alur pikiran kita konsisten dengan pengetahuan ilmiah yang tela ada, sedangkan persyaratan kedua mengharuskan kita untk menerima pernyataan yang didukung oleh fakta-fakta sebagai pernyataan yang benar secara ilmiah.
Kebenaran ilmiah ini tidaklah bersifat mutlak, sebab mungkin sajaperyataan yang sekarang logis kemudian akan bertentangan dengan pengetahuan ilmiah baru, atau peryataan yang sekarang didukung oleh fakta ternyata kemudian bertentangan dengan penemuan baru. Kebenaran ilmiah terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan. Dari hakikat berpikir ilmiah tersebut maka dapat menyimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu (Burhanudi Salam, 1997), sebagai berikut :
1. Ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
2. Alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang ada.
3. Pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif
4. Mekanisme yang terbuka terhadap koreksi
Dengan demikian maka manfaat nilai yang dapat ditarik dari karakteristik ilmu ialah sifat rasional, logis, objektif, dan terbuka. Disamping itu sifat kritis merupakan karakteristik yang melandasi keempat sifat tersebut.
Ilmu merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu dengan memperhatikan objek (ontologi), cara (epistemologi), dan kegunaannya (aksiologi). Berangkat dari 3 kerangka tersebut, dengan memanfaatkan kemampuan akal untuk memahami fenomena alam semesta (keseluruhan ciptaan atau makhluk Allah) sebagai objek pemahaman yang pada akhirnya hasil pemahaman tersebut dipergunakan untuk memberikan nilai manfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan. Adapun kegunaan ilmu itu adalah sebagai berikut :
1. Mencapai nilai kebenaran (ilmiah)
2. Memahami aneka kejadian
3. Meramalkan peristiwayang akan terjadi
Dalam perkembangan ilmu memahami dua tahap (Jujun S. Suriasumantri, 1996), sebagai berikut :
1. Tahap pengembangan konsep
2. tahap penerapan konsep
Dalam tahap pengembangan konsep, ilmu dipelajari secara metafisik, ilmuan melakukan penelitian-penelitian dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya. Pada tahap ini ilmu bersifat kontenplatif, yaitu ilmu bertujuan mempelajari gajala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan pemahaman.
Dalam tahap pengembagan konsep tujuan kegiatan keilmuan bukannya demi kamajuan ilmu itu sendiri, melainkan untk memecahkan masalah-masalah praktis dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi manusia. Atau dengan kata lain dalam tahap ini ilmu bersifat manipulatif, dimana faktor-faktor yang terkait dengan gejala-gejala alam tersebut dimanipulasi untuk dikontrol dan diarahkan proses yang terjadi demi pemecahan persoalan-persoalan praktis yang dihadapu manusia
Hasil-hasil kegiatan keilmuan dalam tahap ini dialih ragamkan (ditransformasikan) menjadi bahan, atau piranti, atau prosedur, atau teknik pelaksanaan sesuatu proses pengelolaan atau produksi yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang termasuk terknologi, jadi bisa dikatakan tekhnologi dikembangkan pada tahap ini. Kearaha mana dan terhadapa apa tekhnologi digunakan, amat tergantung pada kepentingan sipenguasa tekhnologi itu daan nilai-nlai moral etikanya.
C. TEKNOLOGI
Beberapa pengertian teknologi telah diberikan antara lain oleh David L. Goetch : “ People tools, resources, to solve problems ot to extend their capabilities”, sehingga teknologi dapat dipahami sebagai “upaya” untuk mendapatkan suatu “produk” yang dilakukan oleh manusia dengan memanfaatkan peralatan (tools), proses dan sumber daya (resources). Pengertian yang lain, telah diberikan oleh Arnold Pacey “ The application onscientific and other knowledge to practical task by ordered systems, that involve peopleand organizations, living things and machines ”.
Dari definisi ini nampak, bahwa teknologi tetap terkait pada pihak-pihak yang terlibat dalam perencanaannya, itulah teknologi tidak bebas organisasi, tidak bebas budaya dan sosial, ekonomi dan politik.Jujun S. Suriasumantri mendefinisikan teknologi adalah penerapan konsep ilmiahdalam memecahkan masalah-masalah praktis baik yang berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Definisi teknologi yang lain diberikan oleh Rias Van Wyk “Technology is a “setof minds” created by people to facilitate human endeavor”. Dari definisi tersebut, adabeberapa esensi yang terkandung yaitu :
1. Teknologi terkait dengan ide atau pikiran yang tidak akan pernah berpikir,keberadaan teknologi bersama dengan keberadaan budaya umat manusia.
2. Teknologi merupakan kreasi dari manusia, sehingga tidak alami dan bersifatartificial.
3. Teknologi merupakan himpunan dari pikiran (set of minds), sehingga teknologidapat dibatasi atau bersifat universal, tergantung dari sudut pandang analisis.
4. Teknologi bertujuan untuk memfasilitasihuman endeavor(ikhtiar manusia),sehingga teknologi harus mampu meningkatkan performansi (kinerja) kemampuan manusia.
Dari definisi diatas, ada tiga entitas yang terkandung dalam teknologi, yaitu skill (keterampilan),algoritma(logika berpikir), danhardware(perangkat keras). DalampandanganManagement of Technology, teknologi dapat digambarkan dalam beragam cara :
a. Teknologi sebagai makna untuk memenuhi suatu maksud didalamnya terkandungapa saja yang dibutuhkan untuk merubah (mengkonversikan) sumber daya(resources) ke suatu produk atau jasa.
b. Teknologi tidak ubahnya sebagai pengetahuan, sumber daya yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan (objective).
c. Teknologi adalah suatu tubuh dari ilmu pengetahuan dan rekayasa (engineering)yang dapat diaplikasikan pada perancangan produk dan proses atau padapenelitian untuk mendapatkan pengetahuan baru.
Suatu teknologi biasanya dimulai dari imajinasi, baik secara individual ataukelompok dengan memanfaatkan sentuhan fenomena alam dan kebutuhan-kebutuhan praktis. Dari imajinasi tersebut seorang individu atau kelompok mengembangkan menjadi suatu temuan (invention). Untuk mengembangkan temuan itu menjadi suatu produk yang unggul. Parailmuwan melakukan penelitian-penelitian sehingga hasilnya nanti dapat dimanfaatkanoleh manusia.Teknologi yang telah dikembangkan dari hasil penelitian tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai sarana untuk memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia.
2. Meningkatkan performansi (kinerja) kemampuan manusia.
Dalam penggunaan teknologi yang merupakan produk dari ilmu pengetahuan sering kali terjadi penyalahgunaan. Teknologi yang semula digunakan untuk kemaslahatan manusia malah dapat memberikan kerugian yang besar bagi kehidupan. Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Sesuatu yang harus dibayar mahal oleh manusia yang kehilangan sebagian arti dari kemanusiaannya.
E. ILMU DAN MORAL
Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “ bumi yang berputar mengelilingi matahari “ dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama maka timbulah interaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik.
Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya (netralitas ilmu), sedangkan di pihak lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Dari interaksi ilmu dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang berkulminasi pada pengadilan inkuisi Galileo pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan agama dipaksa untuk mencabut pernyataan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari (Sumantri, 1996).
Ketika ilmu dapat mengembangkan dirinya, yakni dari pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif disusul penerapan –penerapan konsep ilmiah ke masalah-masalah praktis (bersifat manipulatif) atau dengan perkataan lain dari konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk kongkrit yang berupa teknologi, konflik antar ilmu dan moral berlanjut. Dalam tahap manipulasi masalah moral muncul kembali.
Kalau dalam kontemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau secara filsafati dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologis keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi aksiologi keilmuan (kegunaan ilmu). Tidak dapat dipungkiri peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi.
Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi. Namun dalam kenyataannnya apakah ilmu selalu merupakan berkah, dan bukan musibah yang membawa manusia dalam malapetaka dan kesengsaraan. Sejak dalam tahap-tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia. Berbagai macam senjata pembunuh berhasil dikembangkan dan berbagai teknik penyiksaan diciptakan.
Dewasa ini ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. “ Bukan lagi Goethe yang menciptakan Faust, “ meminjamkan perkataan ahli ilmu jiwa terkenal Carl Gustav Jung, “ melainkan Faust yang menciptakan Goethe.“ (Jujun.S.Sumantri,1996) Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmuwan abad 20 tidak boleh tinggal diam, si pemilik ilmu ini harus mempunyai sikap. Ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa suatu landasan moral yang kuat.
a. Penggolongan ilmuwan
Berkaitan dengan masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersif at merusak, ilmuwan terbagi dalam dua golongan pendapat (Jujun.S.Sumantri,1996), sebagai berikut :
1. Golongan I
Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan adalahmenemukan pengatahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya ; apakah pengetahuan itu dipergunakan untuk tujuan yang baik, ataukah dipergunakan untuk tujuan yang buruk.
2. Golongan II
Ilmuwan golongan kedua berpendapat sebaliknya. Menurut mereka netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuwan harus berlandaskan asas-asas moral. Golongan kedua mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni:
a. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-teknologi keilmuwan.
b. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makineksoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang akibat-akibat yang mungkin terjadi bila terjadi salah penggunaan.
c. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa sehingga terdapat kemungkinan bahwa ilmu
Dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti kasus revolusi genetika. Berdasarkan ketiga hal diatas maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmusecara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia tanpa merendahkanmartabat atau mengubah hakikat kemanusian.
b. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Seorang Ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, karena fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuwan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat demi kemaslahatan bersama. Menurut Jujun S.Sumantri dalam Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, tanggung jawab sosial ilmuwan meliputi antara lain :
a. Kepekaan/kepedulian terhadap masalah-masalah sosial di masyarakat.
b. Imperatf, memberikan perspektif yang benar terhadap sesuatu hal : untung dan ruginya, baik dan buruknya ; sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan.
c. Bertindak persuasif dan argumentatif (berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya).
d. Meramalkan apa yang akan terjadi ke depan.
e. Menemukan alternatif dari objek permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian.
f. Memberitahukan kekeliruan cara berfikir.
g. Menegakkan/menjunjung tinggi nilai kebenaran (universal)
h. menganalisis materi kebenaran (kegiatan intelektual).
i. prototype motorik yang baik (memberi contoh)
Dalam kenyataannya tidaklah mudah bagi ilmuwan untuk memikul tanggung jawab sosial dibahunya. Tetapi seorang ilmuwan yang dikaruniai kecerdasan intelektual dan memiliki nilai-nilai moral yang luhur akan dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan baik demi kelangsungan kehidupan manusia di dunia ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMULAN
Setelah mengkaji aksiologi ini maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Aksiologi adalah cabang dari filsafat ilmu yang membahas mengenai nilai-nilai yang terkandung dari penggunaan ilmu.
b. Ilmu itu bersifat netral pada bagian ontologi dan epistemologinya saja, sedangkan pada bagian aksiologinya ilmu itu terikat dengan nilai-nilai, baik itu nilai etika ataupun moral.
c. Dalam memanfaatkan /menggunakan ilmu hendaknya kita berlandaskan kepada moral sebagai landasan normatifnya.
d. Teknologi sebagai produk dari ilmu hendaknya dipergunakan untuk membantu manusia memecahkan persoalan-persoalan praktis yang dihadapinya, bukan malah menciptakan persoalan baru bagi manusia.
e. Ilmu pengetahuan dan teknologi diciptakan untuk membantu manusia mencapai tujuan hidupnya tanpa harus menghilangkan hakikat kemanusiaannya.
f. Seorang ilmuwan secara aksiologi memiliki tanggung jawab sosial dipundaknya.
IDENTIFIKASI WILAYAH KEPESISIRAN
ACARA I
IDENTIFIKASI WILAYAH KEPESISIRAN
I. TUJUAN
Tujuan praktikum ini agar mahasiswa mampu :
1. Mengidentifikasi keruangan wilayah kepesisiran
2. Mengenali bentang lahan di wilayah kepesisiran
3. Menentukan tipologi wilayah kepesisiran
II. ALAT DAN BAHAN
• Peta rupa bumi
• Spidol
• Plastik transparansi
• GPS
• Kertas
• Kompas
III. PROSEDUR KERJA
1. Identifikasi keruangan wilayah kepesisiran. Tentukan wilayah daratan, laut, pantai, pesisir, garis pantai, garis pesisir
2. Menentukan satuan bentuk lahan yang terdapat pada lokasi praktikum dan menidentifikasi bentuk lahan yang ada ( tombolo, spit, dll )
3. Menetukan tipologi pesisir dilokasi praktikum
Mengklasifikasi wilayah berdasarkan pesisir primer, pesisir sekunder, materi penyusun dan sudut lereng pantai
IV. KAJIAN TEORI
Wilayah kepesisiran merupakan suatu ruang dimana limgkungan terestrial mempengaruhi lingkungan marin atau lakustrin dan sebaliknya (Carter, 1988). Menurut Sugandhy (1966) wilayah kepesisiran merupakan wilayah peralihan antara daratan dan perairan laut yang secara fisiografis didefinisikan sebagai wilayah antara garis pantai hingga kedaerah daratan yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut serta dibentuk oleh endapan lempug hingga pasir yang bersifat lepas, dan kadang materinya berupa kerikil.
Termasuk wilayah kepesisiran adalah pantai (Shore) dan pesisir (Coast). Pantai merupakan suatu mintakat antara daratan dan laut yang dibatasi oleh rata-rata garis surut terendah, yang disebut dengan garis pantai (shoreline) dengan rata-rata garis pasang tertinggi air laut, yang disebut dengan garis pesisir (coast line).
Bentuk lahan yang mungkin dijumpai diwilayah yaitu satuan bentuk lahan asal proses gelombang (marine) dan satuan bentuk lahan asal proses angin. Gunawan (2005) merumuskan definisi wilayah kepesisiran berdasarkan sudut pandang geomorfologi. Menurutnya, kepesisiran (coastal area) adalah bentanglahan yang dimulai garis batas wilayah laut (sea) yang ditandai oleh terbentuknya zona pecah gelombang (breakers zone) dan ke arah darat hingga pada suatu bentanglahan yang secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marin, seperti dataran aluvial kepesisiran (coastal aluvial plain).
Definisi wilayah kepesisiran ditinjau dari sudut geomorfologi sangat tepat untuk menentukan batas yang jelas dari suatu wilayah kepesisiran khususnya untuk merencanakan suatu pengelolaan wilayah kepesisiran. Hal ini karena batasan ini lebih menekankan pada aspek genetis yang membentuk wilayah kepesisiran dalam waktu yang sangat lama. Aspek genetis ini tidak mudah berubah, sehingga batas wilayah kepesisiran yang sekaligus digunakan sebagai batas wilayah pengelolaan juga akan berubah dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, maka perencanaan wilayah kepesisiran dengan batas genetis akan sangat cocok untuk perencanaan pengelolaan jangka panjang.
Termasuk dalam wilayah kepesisiran adalah pantai (shore) dan pesisir (coast). Pantai merupakan suatu mintakat antara daratan dala laut yang dibatasi oleh rata-rata surut terendah yang disebut sebagai garis pantai (shoreline) dengan rata-rata garis pasang tertinggi air laut, yang disebut garis pesisir (coastline). (Gunawan, 2005). Pesisir merupakan suatu mintakat yang dimulai dari garis pesisir (coastline) yang menunjukkan rata-rata garis pasang tertinggi kea rah daratan sampai pada suatu mintakat yang, secara genetik pembentukkannya masih dipengaruhi oleh aktivitas marin , yang biasanya bentanglahan terakhir berupa dataran alluvial kepesisiran (coastal alluvial plain). (CERC, 1994 dalam Gunawan, 2005).
V. HASIL
VI. PEMBAHASAN
VII. KESIMPULAN
Blogroll
- Masih Kosong