PERAN DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN
Peranan Kepemimpinan
1. Peran Mencari dan Memberi Informasi
Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja didalamnya jelek. Pencarian serta penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Peran Mempengaruhi Orang Lain
Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan. Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Merujuk kepada kamus besar bahasa Indonesia (Balai Pustaka ;1988), pengaruh adalah daya yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatanuntuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Pada akhirnya bawahan akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan.Menurut Bass dan Avolio (1990) dalam Muchji dan Priyono (2004 ), ada 4 unsur yang mendasari kepemimpinan transformasional yaitu:
• Charisma. Kharismatik pada pemimpin transformasional didapatkan dari pandangan pengikut, sehingga seorang pemimpin yang berkharisma akan mempunyai banyak pengaruh dan dapat menggerakkan serta dapat mengilhami bawahannya dengan suatu visi yang dapat diselesaikan melalui usaha keras.
• Inspiration. Pemimpin yang inspirasional dapat mengartikulasikan tujuan bersama serta dapat menentukan suatu pengertian mengenai apa yang dirasa penting serta apa yang dirasakan benar, sehingga pemimpin dapat mempertinggi arti serta meningkatkan harapan yang positif mengenai apa yang perlu dilakukan.
• Intellectual stimulation. Para pemimpin membantu bawahannya untuk dapat memikirkan mengenai masalah masalah lama dengan cara baru.
• Individualized consideration. Seorang pemimpin harus mampu untuk memperlakukan bawahannya secara berbeda beda namun adil, yaitu mampu memperhatikan satu persatu bawahannya dan tidak hanya mengenali kebutuhannya serta meningkatkan perspektif bawahan, namun juga memberikan prasarana dalam rangka pencapaian tujuan secara efektif serta memberi pekerjaan yang memberikan tantangan yang lebih. Pada kepemimpinan transformasional, bawahan akan melakukan pekerjaan yang melebihi apa yang telah ditetapkan, hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari pimpinan.
3. Peran Membangun Hubungan
Peran pemimpin dalam membangun hubungan contohnya adalah seperti hubungan dalam tim. Peranan kepemimpinan dalam tim Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya untuk mencapai tujuan akhir yang sama. Adapun peranan pemimpin dalam tim adalah sebagai berikut:a. Memperlihatkan gaya pribadib. Proaktif dalam hubungan c. Mengilhami kerja tim d. Memberikan dukungan timbal balike. Membuat orang terlibat dan terikatf. Memudahkan orang lain melihat peluang dan prestasi g. Mencari orang yang ingin unggul dan dapat bekerja secara kontruktif h. Mendorong dan memudahkan anggota untuk bekerja i. Mengakui prestasi anggota tim j. Berusaha mempertahankan komitmen k. Menempatkan nilai tinggi pada kerja timPemimpin juga harus membawa energi yang positif Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti, Percaya pada orang lain ,Keseimbangan dalam kehidupan , Melihat kehidupan sebagai tantangan , Sinergi ,Latihan mengembangkan diri sendiri.
4. Peran Membuat Keputusan
Pemimpin memainkan peran utama dalam proses pembuatan keputusan. Karena wewenang dan kedudukan formalnya sebagai pusat syaraf organisasi, hanya dialah yang bisa mengambil keputusan yang bersifat strategis. Peran pemimpin dalam membuat keputusan adalah :• Peran selaku wiraswastawan (entrepreneur): pemimpin bertanggungjawab untuk memajukan dan menyesuaikan organisasinya dengan perkembangan lingkungan. Peranannya selaku pengumpul informasi, suatu ketika mungkin menemukan gagasan-gagasan baru.• Peran selaku penghalau gangguan: tidak ada suatu organisasi pun yang selalu berjalan mulus. Suatu saat pasti akan mengalami gangguan tertentu yang disebabkan perkembangan situasi/keadaan. • Peran selaku pembagi sumberdaya; peran ini adalah tanggungjawab pemimpin untuk menentukan “siapa akan dapat apa” dalam organisasi yang dipimpinnya. Sumberdaya yang paling penting untuk diatur pembagiannya adalah waktu yang dimilikinya. Selanjutnya pemimpin dibebani tugas untuk mengatur pola hubungan formal yang mengatur bagaimana pekerjaan dibagi dan dikoordinasikan.• Peran selaku perunding; penelitian membuktikan bahwa pemimpin menggunakan waktunya yang tidak sedikit untuk mengadakann perjanjian demi perjanjian. Penutupan perjanjian ini nampaknya telah merupakan tugasnya yang rutin, yang mengalir dari kedudukannya sebagai pusat syaraf organisasi dan kewenangan yang dimilikinya dalam organisasi.Tipe-tipe keputusan Sebenarnya banyak ahli yang mencoba mengklasifikasikan keputusan, tetapi semuanya sama dengan klasifikasi yang dibuat oleh Simon (1960). Simon membedakan keputusan menjadi dua tipe yaitu:
1) Keputusan terprogram. Jika suatu situasi tertentu sering muncul, biasanya prosedur rutin akan dapat disusun untuk menyelesaikan. Berarti keputusan dapat dibuat program jika masalahnya berulang dan rutin sehingga prosedur baku dibuat untuk mengatasinya.
2) Keputusan tidak terprogram. Jika hal baru dan tidak terstruktur. Tidak ada suatu prosedur pun juga yang ada untuk menangani masalahnya, selain karena tidak ada cara yang sama dengan sebelumnya juga karena masalahnya kompleks atau sangat penting. Masalah seperti ini membutuhkan perilaku khusus.
2.Fungsi Kepemimpinan. Ada beberapa fungsi-fungsi kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam intraksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi karena fungsi kepemimpinan sangat mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi, tanpa ada penjabaran yang jelas tentang fungsi pemimpin mustahil pembagian kerja dalam organisasi dapat dapat berjalan dengan baik.Sondang P. Siagian dalam bukunya Teori dan Praktek Kepemimpinan mengatakan beberapa fungsi kepemimpinan sebagai berikut:Pimpinan sebagai penentu arah dalam usaha pencapaian tujuan Pemimpin sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi Pemimpin sebagai komunikator yang efektif Pemimpin sebagai mediator, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik Pemimpin sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral (Siagian, 1999)Fungsi kepemimpinan menurut Rivai (2002), bahwa kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi.Fungsi kepemimpinan sendiri dikelompokkan dalam dua dimensi berikut (Rivai, 2002):
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.Sedangkan menurut Hamdani Nawawi dalam bukunya Kepemimpinan yang Efektif menyebutkan ada lima fungsi kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah:
Fungsi instruktif. Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi satu arah, pemimpin sebagai pengambil keputusan berfungsi memerintahkan pelaksanaannya pada orang-orang yang dipimpin. Pemimpin sebaga komunikator merupakan pihak yang menentukan apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Fungsi orang yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah. Inisiatif tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan perintah itu, sepenuhnya merupakan fungsi pemimpin.
Fungsi konsultatif. Fungsi ini berlangsung dan bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, fungsi pemimpin sebagai konsultan untuk mendengarkan pendapat, saran serta pertanyaan dari bawahannya, mengenai keputusan yang akan diambil oleh pemimpin.
Fungsi partisipasi. Dalam fungsi ini pemimpin menjalankan serta mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi atau jabatan masing-masing. Pemimpin juga tidak hanya ikut dalam proses pembuatan keputusan dalam fungsi ini pemimpin ikut serta dalam proses pelaksanaannya.Fungsi partisipasi ini bukan berarti pemimpin memberikan kebebasan semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
Fungsi delegasi. Fungsi ini pemimpin sebagai pemegang wewenang tertinggi harus bersedia dan dapat mempercayai oran-orang lain, sesuai dengan posisi atau jabatannya, apabila diberi atau mendapat pelimpahan wewenang.
Fungsi pengendalian. Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses dan efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Sehubungan dengan itu bahwa fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi dan pengawasan.Dengan bimbingan dan pengarahan, koordiansi dan pengawasan, pemimpin berusaha mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan setiap unit atau perseorangan dalam melaksanakan volume dan beban kerjanya atau perintah dari pimpinannya. Pengendalian dilakukan dengan cara mencegah anggota berfikir dan berbuat sesuatu yang cenderung merugikan kepentingan bersama.
Filosofi Kepemimpinan Hasta Brata
Dalam filosofi Jawa juga dikenal beberapa pedoman yang berkaitan dengan sifat atau syarat menjadi seorang pemimpin. Ada konsep kepemimpinan warisan budaya nenek moyang yang juga dipakai oleh raja-raja Jawa dijaman dahulu dan diadopsi oleh pemimpin-pemimpin hebat kita, konsep itu bernama Hasta Brata. Hasta artinya delapan, Brata artinya laku, watak atau sifat (karakter). Delapan sifat tersebut diambil dari delapan unsur alam, yaitu: bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan, dan bintang. Tiap unsur Hasta Brata menggambarkan karakteristik ideal dari seorang pemimpin. Ringkasnya seperti berikut.
(1). Mahambeg Mring Suryo . Meniru sifat matahari. Seorang pemimpin harus mampu tampil sebagai sosok yang memberi sinar kehidupan dalam bermasyarakat dan mampu membangun daya hidup rakyat yang dipimpinnya untuk kemajuan bangsa dan negara. Sifat matahari adalah memberi energi yang memberi kekuatan untuk menyokong kehidupan. Memberi kekuatan pada mahluk hidup yang ada di bumi.
(2). Mahambeg Mring Condro. Meniru sifat Rembulan Seorang pemimpin harus mampu meniru sifat bulan yang memberi sinar dalam kegelapan malam. Lebih jauh lagi, seorang pemimpin harus mampu memberi semangat, dukungan ketika dalam suasana suka maupun duka. Apapun dan bagaimanapun situasi dan kondisi, seorang pemimpin harus hadir untuk memberi terang, seperti rembulan. Sifat Rembulan adalah menjadi sumber cahaya bila malam tiba. Dengan demikian, Pemimpin adalah sang penerang ketika yang dipimpinnya sedang dalam kegelapan.
(3) Mahambeg Mring Bhumi. Meniru sifat Bumi. Sifat bumi adalah murah hati dan kuat. Memberikan tempat hidup bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Bumi adalah ibu pertiwi. Karena itu, seorang Pemimpin sudah sepantasnya memiliki sifat murah hati dalam melayani rakyatnya ,dan mempunyai karakter yang kuat untuk menjalankan roda kepemimpinannya. Senantiasa mencukupi kebutuhan hidup rakyatnya tanpa pilih kasih. Seorang pemimpimpin jangan sampai mengecewakan rakyatnya. Seorang Pemimpin yang mampu mengadopsi sifat bumi akan bisa mengarahkan kekuasaannya untuk kesejahteraan rakyatnya, dan membangun negeri menjadi adil dan makmur.
(4) Mahambeg Mring Samudro. Meniru sifat Samudra Sifat samudra atau lautan adalah luas, lapang, tenang dan berombak. Karena itu dengan belajar pada sifat samudra ini, seorang pemimpin sudah sepantasnya berpandangan serta memiliki pengetahuan yang luas. Mampu menampung aspirasi masyarakat dan bisa memberikan solusi dengan bijaksana dan senantiasa tenang dalam setiap menghadapi goncangan.
Sifat luas, lapang dan tenang dari samudra adalah simbol dari lapang dada dan keluasan hati seorang pemimpin. Seorang Pemimpin yang menguasai sifat Samudra akan mampu menerima kritikan dengan lapang dada, dan siap menerima saran dari siapapun datangnya. Ia selalu terbuka menerima keluhan dan menyediakan waktu untuk rakyatnya mengajukan keluhan, protes, dsb.
Seiring dengan sifat Samudra ada juga sifat Air (Hambeg Tirto). Tirta atau air berwatak selalu rendah hati dalam perilaku lahir dan batin , atau andhap asor (sopan santun). Belajar dari sifat air akan membuat diri kita mempunyai sikap yang tenang , tidak mudah bingung, tidak gampang kagetan, lemah-lembut namun memiliki daya kekuatan yang sangat dahsyat.
(5) Mahambeg Mring Kartika. Meniru sifat Bintang. Sifat Bintang memancarkan cahaya kemilau di tempat yang tinggi, menghiasi langit di malam hari. Bintang juga menjadi petunjuk arah. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus mampu memberi pedoman, bimbingan arah menuju kebaikan dan menjadi tauladan. Posisi Bintang, berada di tempat yang tertinggi. Pemimpin yang menguasai sifat bintang adalah Pemimpin yang memiliki kepribadian mulia sehingga dia layak menempati posisi yang terhormat. Dicintai rakyatnya dan disegani oleh lawannya.
(6) Mahambeg Mring Angkasa. Meniru sifat Langit. Langit itu luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Langit terkadang kelihatan kuat dan indah, kadang menakutkan, dan terkadang menurunkan hujan yang menjadi berkah dan sumber kehidupan bagi semua mahluk yang ada di bumi. Seorang pemimpin harus berwibawa, memberikan kesejahteraan, dan menggetarkan bagi siapa saja yang akan dan telah berbuat salah melanggar peraturan.
(7) Mahambeg Mring Dahana. Meniru sifat Api. Karakter Api adalah mampu membakar apa saja yang bersentuhan dengannya. Seorang Pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu. Sifat Api ini dimaknai secara positif sebagai symbol yang tegas dan lugas. Seorang Pemimpin yang menguasai sifat Api adalah ia yang cekatan dan tuntas dalam menyelesaikan persoalan. Juga konsisten dan objektif dalam menegakkan aturan, tegas tidak pandang bulu serta tidak memihak.
(8) Manhambeg Mring Maruto. Meniru sifat Angin. Sifat Angin selalu ada dimana-mana tanpa membedakan tempat, dan selalu mengisi setiap ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya. Seorang Pemimpin yang menguasi sifat Angin adalah ia yang selalu terukur bicaranya, tidak asal ngomong. Ia akan teliti dan hati-hati dalam mengambil keputusan.
Idealnya, Hasta Brata harus dimiliki oleh seorang pemimpin sehingga sebagai Pemimpin dia bisa memberikan kesejukan dan ketentraman kepada rakyatnya/warganya, membasmi kejahatan dengan tanpa pandang bulu, bijaksana, sabar, dan ramah. Mampu melihat, mengerti, dan menghayati keberadaan dan keadaan rayatnya. Seorang Pemimpin harus mampu memberikan kesejahteraan pada rakyatnya dan menjadi pelita bagi rakyatnya.
Sejarah Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan hasil dari organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika dari interaksi sosial. Selama bebebarapa dekade, kepemimpinan telah dipelajari secara ekstensif dalam berbagai konteks dan dasar teoritis. Jika dilihat dalam perspektif sejarah kepemimpinan dari sudut pandang seni, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah seni yang usianya setua usia manusia di bumi, yang telah dipraktekkan dalam sepanjang sejarah manusia. Sejarah teori kepemimpinan dan penelitian. Dalam sebuah tinjauan komprehensif teori kepemimpinan (Stogdill, 1974), beberapa kategori yang berbeda telah diidentifikasi yang menangkap esensi studi kepemimpinan dalam abad kedua puluh. Kecenderungan pertama berurusan dengan atribut pemimpin besar.
Sebagai seni, kepemimpinan telah dipraktekkan oleh penguasa-penguasa dunia zaman kuno seperti pada kerajaan Mesopotamia, Persia, Mesir klasik di Timur Tengah; penguasa India,Tiongkok dan Jepang klasik di Timur, dan penguasa Indian Inka di Amerika Latin, penguasa zaman tengah Babylon (Mesopotamia), Persia, Yunani dan Romawi, penguasa zaman masehi, di Eropa termasuk negara-negara baru seperti Perancis dan Jerman, Ingris, dan sebagainya sampai kepada penguasa dari kerajaan-kerajaan tua di Timur Jauh, serta kelompok masyarakat-budaya lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan pula bahwa sebagai seni, kepemimpinan pun telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh dunia yang besar dan terkenal yang berkiprah dalam segala bidang kehidupan, mulai dari Hammurabi, raja Babylon yang sezaman dengan Abraham (Kejadian 14), para Firaun Mesir,, sampai ahli seni perang klasik Sun Tzu dan filsuf Lao Tzu di Tiongkok, serta filsuf klasik Yunani seperti Plato, Aristoteles dan Socrates, Sidharta Gautama, termasuk Kaisar-kaisar Romawi terkenal, seperti raja Perancis Charlemagne, para raja dalam dinasti-dinasti klasik Tiongkok, Inggris, dan Jenghiz Khan, raja Mongol, penulis dan negarawan Italia, Niccolo Di Benardo Macchiavelli, reformator Protestan Mathin Luther, dramator Inggris, William Shakespeare, ahli pedang Jepang Miyamoto Musashi, Patih Gajamada, penguasa kolonial Belanda, pelukis Raden Saleh, dan Soekarno, Presiden RI pertama, serta banyak lagi. Para tokoh besar yang disinggung di atas ini telah membuktikan diri sebagai manusia-manusia luar biasa yang menerapkan seni kepemimpinan dalam karir mereka, namun, karya-karya besar mereka yang gemilang tidak dapat diklasifikasikan secara penuh sebagai karya dasar bagi ilmu kepemimpinan.
PERJALANAN ILMU KEPEMIMPINAN MELINTASI SEJARAH.
Dalam sejarah di dunia Barat, diakui bahwa istilah leader atau pemimpin itu telah ada dalam kamus berbahasa Inggris sejak tahun 1300, tetapi penggunaan istilah kepemimpinan itu baru saja ada pada pertengahan abad ke sembilanbelas. Dalam studi Timur klasik pun sudah ditemukan adanya upaya penerapan seni kepemimpinan dalam peran pemimpin serta upaya perkembangan pemimpin. Namun dapat dilihat adanya indikasi kecenderungan yang sama yaitu belum adanya konsep baku tentang kepemimpinan yang dikembangkan serta diterapkan secara ilmiah. Implikasi di atas ini cukup menarik untuk disimak sebagai dasar untuk mengidentifikasi perkembangan sejarah kepemimpinan sebagai suatu ilmu. Upaya mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan telah dilakukan oleh, Profesor Dr.J.Robert Clinton dari Fuller Theological Seminary, School of Inter-cultural Studies. Dalam hasil risetnya, Profesor Clinton mengidentifikasi perkembangan ilmu kepemimpiman dengan membuat klasifikasinya kedalam beberapa era perkembangan. Klasifikasi perkembangan ilmu kepemimpinan dimaksud adalah sebagai berikut ini.
1. Great Man Era, yang meliputi tahun 1841-1904.
Great Man Era menunjuk kepada inti teori yang menegaskan bahwa pemimpin terlahir sebagai pemimpin dengan bawaan lahir serta faktor keluarga dan lingkungan yang mendukungnya.
2. Trait Era, yang meliputi tahun 1904-1948.
Teori kepemimpinan pada Trait Era menunjuk kepada faktor karakteristik, yang menjelaskan bahwa pemimpin memiliki karakteristik khas, yang merupakan bawaan lahir serta kepribadiannya.
3. Behavior Era, yang meliputi tahun 1948-1967.
Teori kepeimpinan pada Behavior Era menunjuk kepada kesadaran tentang adanya interaksi pengaruh antara pemimpin, bawahan dan situasi. Faktor interaksi ini sangat ditentukan oleh pengaruh serta perilaku pemimpin dalam kepemimpinan.
4. Contingency Era, yang meliputi tahun 1967-1980.
Teori kepemimpinan dalam Contingancy Era mengakui adanya pengaruh yang kontingen antara faktor kelahiran atau keluarga, lingkungan pembesaran, karakteristik serta faktor pengaruh interaktif lainnya yang mempengaruhi pemimpin dan kepemimpinan.
5. Complexity Era, yang meliputi tahun 1980-1986, dst.
Teori kepemimpinan pada Complexity Era mengakui pengaruh dari semua faktor yang disinggung di atas, dengan kesadaran bahwa kepemipinan dapat dipelajari. Complexity Era menyadari dan mengakui adanya perkembangan ilmu kepemimpinan yang terjadi dengan begitu pesat terbukti mempengaruhi segala bidang hidup. Perkembangan dan pengaruh ini nampak dalam indikator fenomenal pada masa kini, dimana pemimpin dan kepemimpinan tidak sekedar diedintifikasi dengan sebutan tradisional seperti kepemimpinan atau pemimpin visioner, kharismatik, reformatif, transformatif, futuristik, dan sebagainya, tetapi juga disebut dengan kepemimpinan serta pemimpin pos-mo, informatif, global, dan seterusnya, yang dipengaruhi berbagai faktor yang kompleks.
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KEPEMIMPINAN DI INDONESIA.
Dalam analisa yang bersifat umum, sejarah kepemimpinan di Indonesia dapat dikategorikan dengan memperhatikan beberapa fase perkembangan berikut;
Fase Pertama, Masa Kolonial Belanda sampai 1953, yang dapat disebut fase mandor atau fase klerek. Masa ini adalah sebagai “masa primadona administrasi” (administratie), dimana administrasi memegang peran penting. Dalam kaitan ini, penguasa kolonial Belanda yang cenderung otokratis menempatkan para pemimpin inlander hanya pada level mandor, klerek, kopral atau sersan dan sebagainya yang menjelaskan bahwa para pemimpin ini hanya sampai pada aras operasional. Pemimpin aras operasional ini ini hanya berperan sebagai “middle administrator” atau “supervisor kerja” saja bukanlah manajer atau top leader, karena top leader hanyalah kelompok kolonial yang diyakini oleh mereka bahwa mereka lahir untuk memimpin.
Fase Kedua, tahun 1953 sampai dengan 1970-1980. Dalam fase ini dapat disebut sebagai fase perkembangan administrasi dan manajemen. Pada era ini ilmu administrasi sangat populer di Indonesia, yang ditandai dengan adanya akademi-akademi administrasi dan kesekretariatan. Dalam bidang pemerintatahan, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memegang peran utama untuk mengembangkan pemimpin untuk bidang pemerintahan. Masa ini ditandai pula dengan munculnya ilmu manajemen di Indonesia, mulai dengan manajemen klasik, manajemen berdasarkan sasaran, manajemen performansi tinggi, manajemen perencaraan strategis, sampai dengan manajemen total kualitas.
Fase Ketiga, tahun 1980-2000 sampai saat ini, yang dapat disebut sebagai fase kepemimpinan baru atau fase kepemimpinan global. Fase ini diawali dengan adanya upaya mengembangkan ilmu yang disebut Manajemen Sumberdaya Manusia (Human Resources Management yang dibedakan dengan Personnel Management pada era sebelumnya). Pada sisi lain, secara umum terlihat bahwa bidang studi kepemimpinan mulai marak berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang tersebar dari bidang umum sampai pada bidang-bidang khusus, seperti keagamaan (termasuk pendidikan teologi), perusahan swasta, pendidikan umum, dan sebagainya. Perkembangan selanjutnya terlihat pada adanya pendidikan serta pelatihan kepemimpinan (formil, non-formil dan informil) yang marak dalam segala bidang kerja.
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
PENDEKATAN KEPEMIMPINAN
Dalam studi kepemimpinan pada umumnya yang saya ketahui, dikenal ada 4 (empat) macam pendekatan kepemimpinan. Yaitu:
1. Pendekatan Sifat Kepemimpinan:
Pendekatan pertama ini, disebut teri sifat. Dibicarakan mengenai sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin. Yaitu yang membedakan dengan yang bukan pemimpin. Para ahli ilmu kepemimpinan telah mengidentifikasikan 5 sifat negative yang mencegah orang menjadi pemimpin :
a. tidak banyak mengetahui.
b. Terlalu kaku.
c. Tidak berperan serta.
d. Otoriter.
e. Suka menyerang dengan kata-kata.
2. Pendekatan Gaya Kepemimpinan:
Penelitian-penelitian yang bersumber pada pandangan gaya kepemimpinan umumnya memusatkan perhatian mereka pada perbandingan antara gaya dekokratik dan gaya otokratik. Gatto (1992) mengkategorikan gaya kepemimpinan ke dalam 4 macam: Direktif, konsultatif, partisipatif, dan gaya delegasi.
Karakteristik dari setiap gaya tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a. Gaya direktif
Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat keputusa-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan terpusat pada pemimimpin. Dan sedikit sekali kebebasan bagi bawahan untuk berkreasi. Pada dasarnya gaya direktif adalah gaya otoriter.
b. Gaya konsultatif
Gaya ini dibangun di atas gaya direktif. Kurang otoriter dan banyak melakukan interaksi dengan para staf dan anggota organisasi/ bawahan. Fungsi pemimpin lebih bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi nasehat dalam rangka mencapai tujuan.
c. Gaya partisipatif
Gaya ini bertolak dari gaya konsultatif yg bisa berkembang kea rah saling percaya antara bawahan dengan pemimpin. Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan staf untuk menyelesaikan pekerjaan mereka sebagai tanggungjawab mereka.
d. Gaya delegasi
Disebut juga gaya Free-rein. Yaitu gaya yang mendorong kemampuan staf untuk ambil inisiatif.Kurang interaksi dan control yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila staf memperlihatkan tingkst kompetensi dan tanggungjawab yang tinggi.
3. Pendekatan Situasional Kepemimpinan:
Dalam pendekatan situasional dapat dikatakan bahwa factor determinan yang dapat membuat efektif suatu gaya kepemimpinan tergantung pada situasi dimana pemimpin itu berada pada kepribadian pemimpin sendiri. Fieldler (1967, 1974) mengajukan teori Kontingen, menyampaikan situasi kepemimpinan digolongkan dalam 3 dimensi :
A. Hubungan pemimpin-anggota, yaitu pemimpin akan mempunyai lebih banyak kekuasaaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang baik dengan anggota-anggota.
B. Struktur tugas: penugasan terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin lebih berpengaruh daripada penugasan itu kabur, tidak jelas, dan tidak terstruktur.
C. Posisi kekuasaan: pemimpin akan mempunyai kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya memperkenankan ia memberi ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat daripada ia tidak memeliki kedudukan seperti itu.
4. Pendekatan Funsgional Kepemimpinan
Pendekatan ini bersifat fungsional dan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin pada tim/kelompoknya. Nah, agat ini berjalan efektif ada dua fungsi utama yang harus dilakukan seorang pemimpin yaitu :
1. Fungsi yang berkaitan dengan pemecahan masalah dan ini berarti pemimpin memberikan saran pemecahan masalah, menawarkan informasi dan pendapat kepada anggota tim.
2. Fungsi-fungsi pemeliharaan (Pemecahan masalah sosial). Ini memiliki arti bahwasanya pemimpin menyutujui dan memberikan apresiasi kepada anggota kelompok yang berprestasi agar kelompok termotivasi dan aktivitas kerja pun berjalan dengan optimal.