KEPEMIMPINAN : Definisi Kepemimpinan, Teori Kepemimpinan, Filosofi Kepemimpinan (Hastabrata)

19 September 2022 23:27:27 Dibaca : 668

DEFINISI KEPEMIMPINAN

Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Stone, semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif. Jenis pemimpin ini bermacam-macam, ada pemimpin formal, yaitu yang terjadi karena pemimpin bersandar pada wewenang formal. Ada pula pemimpin nonformal, yaitu terjadi karena pemimpin tanpa wewenang formal berhasil mempengaruhi perilaku orang lain. Kepemimpinan biasanya diartikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara suka rela. Berkaitan dengan kesediaan orang lain mengikuti keinginan pemimpin, di sini dikemukakan ada beberapa kekuatan (kekuasaan) yang mesti dimiliki pemimpin itu agar orang yang digerakkan tersebut mengikuti keinginannya, yaitu berupa ancaman, penghargan, otoritas, dan bujukkan. Pengertian lain menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses menghargai orang lain untuk memahami dan menyepakati tentang apa yang perlu untuk dilakukan dan bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu atau kelompok (kolektif) untuk memenuhi tujuan-tujuan utama.

TEORI KEPEMIMPINAN

Ø  Teori Kepemimpinan “Genetic

Teori Genetika merupakan teori kepemimpinan pertama yang dapat menjelaskan tentang sejarah awal kepemimpinan. Teori ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu adalah bersifat genetika. Adapun keunggulan pendekatan genetika ini yaitu memberikan penjelasan tentang asalmuasal kepemimpinan dari awal mula waktu. Namun, kelemahan teori kepemimpinan genetika ini adalah pengkajiannya yang tidak secara ilmiah hanya didasarkan pada budaya atau tradisi sejarah yang ada (Bertocci, 2009).

Ø  Teori Kepemimpinan “The Great Man

 Teori kepemimpinan orang hebat (the great man) muncul pada masa ketidakpercayaan pada teori kepemimpinan genetika. Teori kepemimpinan orang hebat ini dapat ditelusuri semenjak abad ke delapan belas dan kesembilan belas atau pada masa Revolusi Industri. Teori kepemimpinan orang hebat menyarankan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang terlahir dengan karakteristik kepemimpinan dari proses pewarisan. Individu yang terlahir dari keluarga yang “hebat” dianggap mewarisi keterampilan dan karakteristik seorang pemimpin, dan memang beberapa individu yang dilahirkan dalam keluarga yang ‘tepat’ mencapai hal-hal besar dan mengubah rangkaian sejarah manusia.

Ø  Teori Kepemimpinan “Trait

Teori kepemimpinan sifat (trait) merupakan teori kepemimpinan yang muncul pada akhir Perang Dunia Kedua. Pendekatan sifat ini hadir sebagaimana sebuah kemajuan yang 164 Teori Kepemimpinan berlanjut dari teori orang hebat dimana terdapat perubahan fokus dari pemimpin terkemuka yang terkenal menuju pada kepemilikan sifat-sifat kepemimpinan. Namun, meskipun kepemimpinan telah menjadi topik kajian beberapa ratus tahun silam, tetapi penelitian empiris yang dilakukan secara sistematis tidak benar-benar dimulai sampai pada tahun 1930- an dan 1940-an.

Ø  Teori Kepemimpinan “Behaviour

 Teori perilaku (behaviour) adalah teori kepemimpinan yang muncul pada akhir tahun 1940-an atau semenjak tahun 1950-an dimana kebanyakan peneliti bidang kepemimpinan mengubah paradigma dari teori sifat ke teori perilaku. Latar belakang hadirnya teori perilaku ini dikarenakan ketidakkonsistenan teori sifat dalam hal pembuktian sehingga mengarahkan perhatian peneliti terhadap apa yang seharusnya dilakukan pemimpin dan bukan apa yang pemimpin miliki secara inheren (Harrison, 2018). Atau dengan kata lain, teori perilaku berupaya menjelaskan gaya berbeda yang digunakan para pemimpin efektif atau menegaskan natur dari pekerjaan pemimpin.

Ø  Teori Kepemimpian “Contingency

Pada akhir tahun 1960-an, teori kontingensi muncul dimana tidak adanya satu gaya kepemimpinan terbaik dalam semua situasi; jawaban yang tepat adalah tergantung situasi. Selain itu, teori perilaku juga lemah dalam temuan masa lampau terkait perilaku pemimpin dan efektifitas (Harrison, 2018). Fred E. Fiedler dan rekan-rekannya adalah tokoh penting yang telah melakukan pengembangan dan pengujian terhadap teori kontingensi berkaitan dengan kepribadian dan perilaku pemimpin. Sehingga, teori kontigensi dikenal juga dengan istilah teori kepemimpinan situasional. Berdasarkan perspektif ini, pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya kepemimpinannya dengan tuntutantuntutan situasi yang berbeda

Ø  Teori Kepemimpinan “Path-Goal

Teori jalur-tujuan (path-goal) muncul pada awal tahun 1970-an (Northouse, 2013). Robert J. House merupakan tokoh penting yang mengembangkan teori jalur-tujuan (Lussier & Achua, 2016). House mengonsep teori jalurtujuan tentang kepemimpinan menggunakan teori harapan motivasi untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan, motivasi, dan kinerja bawahan (House, 1971; Lussier & Achua, 2016). Awalnya, dimensi perilaku pemimpin dalam hal kepemimpinan mencakup pemberian arahan kepada bawahan, memberikan dukungan, partisipatif, dan berorientasi pada prestasi (Lussier & Achua, 2010; Northouse, 2013). Kemudian, pada tahun 1996, House mengembangkan teori jalur-tujuan tersebut dengan memperluas dimensinya, yaitu bantuan untuk pekerjaan, proses keputusan berorientasi kelompok, perwakilan dan jejaring kelompok kerja, dan perilaku kepemimpinan berbasis nilai. Meskipun ada pengembangan pada teori ini, tetapi intinya tetap sama yaitu pemimpin efektif perlu membantu bawahan dengan memberikan kebutuhan dan membantu mereka supaya berkinerja lebih baik (Northouse, 2013). Atau dengan kata lain, pemimpin perlu memberikan penghargaan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan bawahan

Ø  Teori Kepemimpinan “Transformational

Teori kepemimpinan transformasional (transformational) merupakan teori kepemimpinan baru yang muncul pada awal tahun 1980-an (Northouse, 2013) sebagai upaya pembeda dari teori transaksional Awal kemunculan teori ini dikarekan pada tahun 1970-an dan 1980-an kondisi yang sedang terjadi pada kebanyakan organisasi semakin bergejolak, sehingga peneliti memberikan perhatian serius terhadap bagaimana kepemimpinan dapat mengakibatkan perubahan (Harrison, 2018). Istilah tranformasional diciptakan oleh James V. Dawton pada tahun 1973 (Harrison, 2018) dan silanjutnya diadopsi oleh peneliti lain, seperti Robert J. House pada tahun 1976 dan James M. Burns pada tahun 1978.

Ø  Teori Kepemimpinan “Skill

Semenjak awal tahun 1990-an, beragam publikasi telah membahas tentang keefektifan pemimpin tergantung pada kemampuan pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan organisasi yang kompleks (Northouse, 2013). David McClelland, seorang Professor Universitas Harvard merupakan tokoh penting dalam kajian kompetensi. Meskipun nyaris sama dengan teori sifat, tetapi teori skill tentang kepemimpinan ini mempunyai keunikan tersendiri. Harrison (2018) menyatakan bahwa perbedaan utama antara teori sifat dan teori skill yaitu skill atau kompetensi dapat dikembangkan menurut teori skill, sedangkan pada teori sifat kemampuan pemimpin tidak dapat dikembangkan atau hanya bersifat bawaan. Dalam teori kepemimpinan skill, pengetahuan, kemampuan (Northouse, 2013), dan keahlian (Chow et al., 2017) sangat diperlukan supaya menjadi pemimpin yang efektif. Berdasarkan teori skill terdapat tiga skill yang diperlukan pemimpin, yaitu teknis, manusia, dan konseptual (Harrison, 2018; Northouse, 2013). Keterampilan teknis adalah pengetahuan dan keahlian pada jenis pekerjaan tertentu, misalnya pengetahuan yang benar tentang organisasi termasuk hasil dan pelayanannya.

 HASTABRATA

Nilai-nilai kepemimpinan dapat disimak, dipelajari, dan diaplikasikan apabila kita bisa menangkap apa yang tersirat dari lakon Makutarama. Dalam lakon pagelaran ini terdapat ajaran hastabrata yang diberikan oleh Kesawasidhi  kepada Arjuno (satria Pandawa) yang berupa pedoman kepemimpinan warisan Ramawijaya yang meneladani sifat-sifat alam semessta. Misalmya watak bumi, api, air, angin, matahari, bulan, bintang, dan awan. Adapun ajaran hastabrata  adalah sebagai berikut:

1.      Hambeging Surya (Sifat Matahari)

Matahari memancarkan sinar panas sebagai sumber kehidupan yang membuat semua makhluk tumbuh dan berkembang. Maka suatu kepemimpinan (individu maupun kologial) harus dapat menumbuhkembangkan daya hidup masyarakat/rakyat/komunitas yang dipimpinnya, memberikan kehidupan serta memberikan semangat terus menerus kepada mereka. Matahari ikhlas memberi dan tak pernah minta kembali. Matahari terus memberi tak pernah berhenti. Tidak akan mati suri meski dibulli. Tidak akan sakit hati meski dicaci maki. Dan tidak tinggi hati bila dipuji. Matahari selalu membangkitkan/memajukan kehidupan flora, fauna, dan manusia. Matahari tetap bersinar meski dicaci maki. Sampai kapanpun matahari akan tetap menyinari bumi. Niatnya untuk melaksanakan perintah Ilahi (yusabbihu lillaahi maa fissamaawaati wamaa fil ardhi). Bukan pula pujian yang dicari.

2. Hambeging Candra (Sifat Bulan)

  Bulan memiliki sifat memancarkan sinar di kegelapan malam. Maka seorang pemimpin harus menyenangkan, memberikan pencerahan (bukan malah ngisruh), memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi komunitas, rakyat, kelompok yang dipimpinnya. Bukannya malah membuat masalah lagi. Bila tak bisa memberi solusi, lebih baik berdiam diri. Jangan sampai  membuat rumit negeri ini.

3. Hambeging Kartika (Sifat Bintang)   

Bintang itu memancarkan cahaya indah kemilauan di langit biru menghiasi indanya malam. Dengan sifat ini, bintang menjadi pedoman arah dan tanda-tanda tertentu. Untuk itu, seorang pemimpin seharusnya bisa menjadi suri tauladan (uswah hasanah), panutan, dan tempat bertanya. Pemimpin yang baik akan memberikan solusi. Bukan malah bikin ruwet negeri ini.

4. Hambeging Hima (Sifat Awan)

 Awan yang tebal biasanya akan mendatangkan hujan, bila tidak digiring angin kencang. Awan menunjukkan kewibawaan dan kharisma. Maka pemimpin yang baik akan memiliki wibawa dan kharisma yang tinggi. Pemimpin seperti ini ketika sudah meninggalpun tetap akan dihormati.

5. Hambeging Samirana (Sifat Angin)

Angin memiliki watak selalu bertiup kemanapun tanpa membedakan tempat dan selalu mengisi ruang yang kosong. Sifat ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa seorang pemimpin yang baik harus dekat dengan yang dipimpin. Pemimpin yang baik tidak membedakan paham, suku, aliran, agama, politik. Harus berdiri tegak diatas semua golongan. Maka kepemimpinannya dirasakan oleh akar rumput.

6.Hambeging Samudra (Sifat Air atau Laut)

Laut sangat luas dan mampu memuat apa pun seolah-olah tak terbatas. Maka seorang pemimpin harus mampu menampung segala persoalan sesuai tingkat kemampuannya, adil, visioner. Bukan malah  selalu mencari-cari persoalan yang bisa menimbulkan kontroversi

7. Hambeging Dahana (Sifat Api)            

Api memiliki sifat membakar habis dan menghanguskan. Hal ini dapat dipahami bahwa seorang pemimpin harus berani menghadapi tantangan, menegakkan kebenaran dan keadilan. Tidak perlu takut gertak sambal dan berusaha untuk selalu amar ma’ruf nahi munkar. Dalam penyampaian amar ma’ruf nahi munkar ini dilakukan bilhikmah wal mau’dzah hasanah.

8. Hambeging Bantala (Sifat Tanah)

Tanah memiliki sifat yang kuat dan murah hati. Maka seorang pemimpin harus rendah hati, tidak takabur. Tidak gila hormat dan tidak haus pujian. Tidak minta dielu-elukan. Pemimpin seperti ini selalu baik hati meski dicaci maki. Tenang dan sabar dalam memimpin meski digoyang kanan kiri, tanpa harus tinggi hati.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong