ARSIP BULANAN : September 2022

Pendekatan Kepemimpinan

26 September 2022 22:46:46 Dibaca : 42

Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan bebrapa tujuan organisasi. 

Menurut Stoner kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas. Ada tiga implikasi penting dalam kepemimpinan, diantaranya:a) Kepemimpinan melibatkan orang lain (bawahan atau pengikut), kualitas seorang pemimpin ditentukan oleh bawahan dalam menerima pengarahan dari pemimpin.b) Kepemimpinan ditentukan oleh bawahan yang tidak seimbang diantaranya para pemimpin dan anggota kelompok. Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan beberapa dari kegiatan anggota kelompok dan sebaliknya anggota kelompok atau bawahan secara tidak langsung mengarahkan kegiatan pimpinan.c) Kepemimpinan disamping mempengaruhi bawahan juga mempunyai pengaruh. Dengan kata lain seorang seorang pimpinan dapat mengatakan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan tapi juga mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintah pemimpin.

Pendekatan itu dibedakan menjadi lima macam, yaitu teori kepemimpinan awal yang terdiri atas pendekataan bawaan, sifat-sifat fisik, dan pendekatan latihan; teori kepemimpinan sifat; teori kepemimpinan situasional; teori kepemimpinan kontigensi; dan teori kepemimpinan path goal. Akan tetapi carrol dan tosi merangkum pendapat-pendapat para ahli seperti tersebut diatas menjadi tiga pendekatan/teori kepemimpinan saja, yaitu: pendekatan sifat, pendekatan perilaku, dan pendekatan situasional. Ketiga pendekatan kepemimpinan inilah yang akan menjadi fokus pembicaraan.

1. Pendekatan Sifat-Sifat

Telah dikemukakan bahwa keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan.

Jadi menurut pendekatan ini, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Thierauf dan kawan-kawan mengemukakan 16 sifat kepemimpinan yang baik, yaitu kecerdasan, inisiatif, daya khayal, bersemangat, optimisme, individualisme, keberanian, keaslian, kesediaan menerima, kemampuan berkomunikasi, rasa perlakuan yang wajar terhadap sesama, kepribadian, keuletan, manusiawi, kemampuan mengawasi, dan ketenangan diri.

Meskipun telah banyak penelitian tentang sifat-sifat kepemimpinan, hingga saat ini para peneliti tersebut tidak berhasil menemukan satu atau sejumlah sifat yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menentukan membedakan pemimpin dan bukan pemimpin.

2. Pendekatan PerilakuBerdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan yang tampak dalam kegiatan sehari-hari. Seperti cara membimbing dan mengawas hingga membina bawahan, cara mengambil keputusan, dan sebagainya.Pendekatan perilaku inilah yang selanjutnya melahirkan berbagai teori tentang tipe atau gaya kepemimpinan. Beberapa teori adalah :

a. Teori Tannenbaum dan Schmid

Dilukiskan sebagai suatu kontinum yaitu dua gaya kepemimpinan yang ekstrem, yaitu otokratis dan laissez faire. Otokratis yaitu tekanan orientasinya diarahkan kepada tugas atau tercapainya tujuan organisasi atau lembaga. sedangkan laissez faire yaitu orientasinya lebih kepada memberikan kesempatan kepada bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.

b. Teori Ohio

Mempelajari bagaimana seseorang pemimpin menjalankan tugasnya. Dari hasil penelitiannya dikemukakan adanya dua macam perilaku kepemimpinan yaitu initiating structure ( sturktur tugas ) dan consideration (tenggang rasa).

Initiating structure adalah cara pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menteapkan pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang akan dipakai. Sedangkan consideration adalah perilaku yang berhubungan dengan persahabatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan keintiman hubungan antara pemimpin dan bawahannya. Adapun ciri-ciri kedua perilaku kepemimpinan itu adalah:

1) Mengutamakan tercapainya tujuan organisasi

2) Mementingkan produksi yang tinggi

3) Lebih banyak melakukan pengarahan

4) Memiliki sikap bersahabat

5) Mengutamakan pengarahan diri, disiplin diri, dan pengontrolan diri.

3. Pendekatan Situasional

Pendekatan situasional biasa disebut dengan pendekatan kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap organisasi atau lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat, watak dan situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula.Hersey dan Blanchard membedakan empat gaya kepemimpinan, yaitu:

a) Telling, merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki ciri-ciri: tinggi tugas-rendah hubungan, pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara ketat, dan pimpinan menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan di mana pekerjaan itu harus dilakukan.

b) Selling, merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki ciri-ciri: tinggi tugas dan hubungan, pemimpin menerangkan keputusan, pemimpin memberikan kesempatan untuk penjelasan, pemimpin masih banyak melakukan pengarahan, dan pemimpin mulai melakukan komunikasi dua arah.

c) Participating, merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki ciri-ciri: tinggi hubungan dan rendah tugas, pemmpin dan bawahan saling memberikan gagasan, pemimpin dan bawahan bersama- sama membuat keputusan.

d) Delegating, merupakan gaya kepemimpinan yang memiliki ciri-ciri: rendah hubungan dan rendah tugas, dan pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan.

 

PERAN DAN FUNGSI KEPEMIMPINAN

19 September 2022 23:59:08 Dibaca : 331

A.    PERAN KEPEMIMPINAN

Dalam sebuah organisasi atau instansi, peran kepemimpinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya efektivitas kerja. Bahkan sekarang ini bisa dikatakan bahwa kemajuan yang dicapai dan kemunduran yang dialami oleh suatu instansi, sangat ditentukan oleh peranan pemimpinnya yang dapat dilihat dari gaya kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai efektivitas kerja. Jika seorang pemimpin mampu mengaplikasikan kepemimpinan yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, maka para pegawai pun akan dapat bekerja dengan nyaman dan semangat yang tinggi. Dalam kerangka manajemen, kepemimpinan merupakan sub sistem dari pada manajemen. Karena mengingat peranan vital seorang pemimpin dalam menggerakan bawahan, maka timbul pemikiran di antara para ahli untuk bisa jauh lebih mengungkapakan peranan apa saja yang menjadi beban dan tanggung jawab pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. Pengertian peran itu sendiri adalah adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin. Adapun peran kepemimpinan antara lain :

1.      Peran Mencari dan Memberi Informasi

Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya jelek. Pencarian serta penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.      Peran Mempengaruhi Orang Lain

Kepemimpinan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan Pengaruh sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin. Merujuk kepada kamus besar bahasa Indonesia (Balai Pustaka ;1988), pengaruh adalah daya yang timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

3.      Peran Membangun Hubungan

Peran pemimpin dalam membangun hubungan contohnya adalah seperti hubungan dalam tim. Peranan kepemimpinan dalam tim Kepemimpinan didefinisikan sebagai proses untuk memberikan pengarahan dan pengaruh pada kegiatan yang berhubungan dengan tugas sekelompok anggotanya. Mereka yakin bahwa tim tidak akan sukses tanpa mengkombinasikan kontribusi setiap anggotanya untuk mencapai tujuan akhir yang sama. Pemimpin juga harus membawa energi yang positif Setiap orang mempunyai energi dan semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti, Percaya pada orang lain ,Keseimbangan dalam kehidupan , Melihat kehidupan sebagai tantangan , Sinergi ,Latihan mengembangkan diri sendiri

B.     FUNGSI KEPEMIMPINAN

Seorang pemimpin berperan besar dalam menentukan setiap kebijakan sebuah organisasi. Tujuan organisasi bisa tercapai ketika seorang pemimpin mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu, setiap organisasi atau kelompok membutuhkan seorang pemimpin yang mengerti tentang fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan usaha untuk mengarahkan anggota kelompok agar memiliki semangat yang tinggi dan bekerja sebaik mungkin. Selain itu, fungsi kepemimpinan juga berkaitan dalam mengatur hubungan antara individu atau kelompok dalam organisasi. Hal ini perlu dilakukan guna mewujudkan organisasi yang bergerak ke arah pencapaian tepat sasaran. Dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan baik. Tak hanya sebagai penentu kebijakan, namun pemimpin juga dituntut untuk selalu memperhatikan kinerja individu dalam sebuah organisasi. Adapun fungsi kepemimpinan yang paling umum di antaranya sebagai berikut:

·  Fungsi Instruktif

Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan semua aspek di dalam ruang lingkup sebuah organisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi instruktif seperti cara mengerjakan perintah, melaksanakan dan melaporkan hasil, dan tempat mengerjakan perintah. Sehingga, setiap keputusan dapat diwujudkan secara efektif.

· Fungsi Konsultatif

Pemimpin bisa menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Bentuk komunikasi ini dibutuhkan saat pemimpin dalam usaha menetapkan kebijakan atau keputusan memerlukan bahan pertimbangan dari kelompok yang dipimpinnya. Dengan begitu, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan secara efektif dan maksimal.

·  Fungsi Partisipasi

Fungsi kepemimpinan berikutnya melibatkan anggota untuk terut serta dalam setiap pengambilan kebijakan. Hal tersebut perlu dilakukan seorang pemimpin agar orang yang dipimpinnya memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang akan dilakukan. Selain itu, fungsi partisipasi harus dijalankan supaya anggota dapat secara aktif mengikuti setiap proses yang sedang dijalankan organisasi.

·  Fungsi Delegasi

Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin harus memberikan kepercayaan kepada orang yang dipimpinnya, seperti pelimpahan wewenang dan turut andil dalam penentuan keputusan. Hal ini perlu dilakukan karena tujuan organisasi tidak dapat dicapai secara maksimal jika seorang pemimpin bekerja sendiri. Oleh karena itu, kerja sama antara pemimpin dan anggota sangat diperlukan dalam sebuah organisasi.

·  Fungsi Pengendalian

Salah satu fungsi kepemimpinan ialah mampu mengatur aktivitas dari para anggota secara terarah. Pemimpin harus mampu memberi arahan, bimbingan, serta contoh yang baik terhadap anggota. Dalam mewujudkan fungsi pengendalian ini, seorang pemimpin perlu mengadakan kegiatan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan.

 

 

 

DEFINISI KEPEMIMPINAN

Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Stone, semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan makin besar potensi kepemimpinan yang efektif. Jenis pemimpin ini bermacam-macam, ada pemimpin formal, yaitu yang terjadi karena pemimpin bersandar pada wewenang formal. Ada pula pemimpin nonformal, yaitu terjadi karena pemimpin tanpa wewenang formal berhasil mempengaruhi perilaku orang lain. Kepemimpinan biasanya diartikan sebagai kekuatan untuk menggerakkan orang dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan hanyalah sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara suka rela. Berkaitan dengan kesediaan orang lain mengikuti keinginan pemimpin, di sini dikemukakan ada beberapa kekuatan (kekuasaan) yang mesti dimiliki pemimpin itu agar orang yang digerakkan tersebut mengikuti keinginannya, yaitu berupa ancaman, penghargan, otoritas, dan bujukkan. Pengertian lain menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses menghargai orang lain untuk memahami dan menyepakati tentang apa yang perlu untuk dilakukan dan bagaimana hal tersebut dapat dilaksanakan secara efektif, dan proses memfasilitasi usaha individu atau kelompok (kolektif) untuk memenuhi tujuan-tujuan utama.

TEORI KEPEMIMPINAN

Ø  Teori Kepemimpinan “Genetic

Teori Genetika merupakan teori kepemimpinan pertama yang dapat menjelaskan tentang sejarah awal kepemimpinan. Teori ini menyatakan bahwa kepemimpinan itu adalah bersifat genetika. Adapun keunggulan pendekatan genetika ini yaitu memberikan penjelasan tentang asalmuasal kepemimpinan dari awal mula waktu. Namun, kelemahan teori kepemimpinan genetika ini adalah pengkajiannya yang tidak secara ilmiah hanya didasarkan pada budaya atau tradisi sejarah yang ada (Bertocci, 2009).

Ø  Teori Kepemimpinan “The Great Man

 Teori kepemimpinan orang hebat (the great man) muncul pada masa ketidakpercayaan pada teori kepemimpinan genetika. Teori kepemimpinan orang hebat ini dapat ditelusuri semenjak abad ke delapan belas dan kesembilan belas atau pada masa Revolusi Industri. Teori kepemimpinan orang hebat menyarankan bahwa kepemimpinan adalah sesuatu yang terlahir dengan karakteristik kepemimpinan dari proses pewarisan. Individu yang terlahir dari keluarga yang “hebat” dianggap mewarisi keterampilan dan karakteristik seorang pemimpin, dan memang beberapa individu yang dilahirkan dalam keluarga yang ‘tepat’ mencapai hal-hal besar dan mengubah rangkaian sejarah manusia.

Ø  Teori Kepemimpinan “Trait

Teori kepemimpinan sifat (trait) merupakan teori kepemimpinan yang muncul pada akhir Perang Dunia Kedua. Pendekatan sifat ini hadir sebagaimana sebuah kemajuan yang 164 Teori Kepemimpinan berlanjut dari teori orang hebat dimana terdapat perubahan fokus dari pemimpin terkemuka yang terkenal menuju pada kepemilikan sifat-sifat kepemimpinan. Namun, meskipun kepemimpinan telah menjadi topik kajian beberapa ratus tahun silam, tetapi penelitian empiris yang dilakukan secara sistematis tidak benar-benar dimulai sampai pada tahun 1930- an dan 1940-an.

Ø  Teori Kepemimpinan “Behaviour

 Teori perilaku (behaviour) adalah teori kepemimpinan yang muncul pada akhir tahun 1940-an atau semenjak tahun 1950-an dimana kebanyakan peneliti bidang kepemimpinan mengubah paradigma dari teori sifat ke teori perilaku. Latar belakang hadirnya teori perilaku ini dikarenakan ketidakkonsistenan teori sifat dalam hal pembuktian sehingga mengarahkan perhatian peneliti terhadap apa yang seharusnya dilakukan pemimpin dan bukan apa yang pemimpin miliki secara inheren (Harrison, 2018). Atau dengan kata lain, teori perilaku berupaya menjelaskan gaya berbeda yang digunakan para pemimpin efektif atau menegaskan natur dari pekerjaan pemimpin.

Ø  Teori Kepemimpian “Contingency

Pada akhir tahun 1960-an, teori kontingensi muncul dimana tidak adanya satu gaya kepemimpinan terbaik dalam semua situasi; jawaban yang tepat adalah tergantung situasi. Selain itu, teori perilaku juga lemah dalam temuan masa lampau terkait perilaku pemimpin dan efektifitas (Harrison, 2018). Fred E. Fiedler dan rekan-rekannya adalah tokoh penting yang telah melakukan pengembangan dan pengujian terhadap teori kontingensi berkaitan dengan kepribadian dan perilaku pemimpin. Sehingga, teori kontigensi dikenal juga dengan istilah teori kepemimpinan situasional. Berdasarkan perspektif ini, pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya kepemimpinannya dengan tuntutantuntutan situasi yang berbeda

Ø  Teori Kepemimpinan “Path-Goal

Teori jalur-tujuan (path-goal) muncul pada awal tahun 1970-an (Northouse, 2013). Robert J. House merupakan tokoh penting yang mengembangkan teori jalur-tujuan (Lussier & Achua, 2016). House mengonsep teori jalurtujuan tentang kepemimpinan menggunakan teori harapan motivasi untuk mengidentifikasi bagaimana pengaruh perilaku kepemimpinan terhadap kepuasan, motivasi, dan kinerja bawahan (House, 1971; Lussier & Achua, 2016). Awalnya, dimensi perilaku pemimpin dalam hal kepemimpinan mencakup pemberian arahan kepada bawahan, memberikan dukungan, partisipatif, dan berorientasi pada prestasi (Lussier & Achua, 2010; Northouse, 2013). Kemudian, pada tahun 1996, House mengembangkan teori jalur-tujuan tersebut dengan memperluas dimensinya, yaitu bantuan untuk pekerjaan, proses keputusan berorientasi kelompok, perwakilan dan jejaring kelompok kerja, dan perilaku kepemimpinan berbasis nilai. Meskipun ada pengembangan pada teori ini, tetapi intinya tetap sama yaitu pemimpin efektif perlu membantu bawahan dengan memberikan kebutuhan dan membantu mereka supaya berkinerja lebih baik (Northouse, 2013). Atau dengan kata lain, pemimpin perlu memberikan penghargaan untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan bawahan

Ø  Teori Kepemimpinan “Transformational

Teori kepemimpinan transformasional (transformational) merupakan teori kepemimpinan baru yang muncul pada awal tahun 1980-an (Northouse, 2013) sebagai upaya pembeda dari teori transaksional Awal kemunculan teori ini dikarekan pada tahun 1970-an dan 1980-an kondisi yang sedang terjadi pada kebanyakan organisasi semakin bergejolak, sehingga peneliti memberikan perhatian serius terhadap bagaimana kepemimpinan dapat mengakibatkan perubahan (Harrison, 2018). Istilah tranformasional diciptakan oleh James V. Dawton pada tahun 1973 (Harrison, 2018) dan silanjutnya diadopsi oleh peneliti lain, seperti Robert J. House pada tahun 1976 dan James M. Burns pada tahun 1978.

Ø  Teori Kepemimpinan “Skill

Semenjak awal tahun 1990-an, beragam publikasi telah membahas tentang keefektifan pemimpin tergantung pada kemampuan pemimpin dalam menyelesaikan permasalahan organisasi yang kompleks (Northouse, 2013). David McClelland, seorang Professor Universitas Harvard merupakan tokoh penting dalam kajian kompetensi. Meskipun nyaris sama dengan teori sifat, tetapi teori skill tentang kepemimpinan ini mempunyai keunikan tersendiri. Harrison (2018) menyatakan bahwa perbedaan utama antara teori sifat dan teori skill yaitu skill atau kompetensi dapat dikembangkan menurut teori skill, sedangkan pada teori sifat kemampuan pemimpin tidak dapat dikembangkan atau hanya bersifat bawaan. Dalam teori kepemimpinan skill, pengetahuan, kemampuan (Northouse, 2013), dan keahlian (Chow et al., 2017) sangat diperlukan supaya menjadi pemimpin yang efektif. Berdasarkan teori skill terdapat tiga skill yang diperlukan pemimpin, yaitu teknis, manusia, dan konseptual (Harrison, 2018; Northouse, 2013). Keterampilan teknis adalah pengetahuan dan keahlian pada jenis pekerjaan tertentu, misalnya pengetahuan yang benar tentang organisasi termasuk hasil dan pelayanannya.

 HASTABRATA

Nilai-nilai kepemimpinan dapat disimak, dipelajari, dan diaplikasikan apabila kita bisa menangkap apa yang tersirat dari lakon Makutarama. Dalam lakon pagelaran ini terdapat ajaran hastabrata yang diberikan oleh Kesawasidhi  kepada Arjuno (satria Pandawa) yang berupa pedoman kepemimpinan warisan Ramawijaya yang meneladani sifat-sifat alam semessta. Misalmya watak bumi, api, air, angin, matahari, bulan, bintang, dan awan. Adapun ajaran hastabrata  adalah sebagai berikut:

1.      Hambeging Surya (Sifat Matahari)

Matahari memancarkan sinar panas sebagai sumber kehidupan yang membuat semua makhluk tumbuh dan berkembang. Maka suatu kepemimpinan (individu maupun kologial) harus dapat menumbuhkembangkan daya hidup masyarakat/rakyat/komunitas yang dipimpinnya, memberikan kehidupan serta memberikan semangat terus menerus kepada mereka. Matahari ikhlas memberi dan tak pernah minta kembali. Matahari terus memberi tak pernah berhenti. Tidak akan mati suri meski dibulli. Tidak akan sakit hati meski dicaci maki. Dan tidak tinggi hati bila dipuji. Matahari selalu membangkitkan/memajukan kehidupan flora, fauna, dan manusia. Matahari tetap bersinar meski dicaci maki. Sampai kapanpun matahari akan tetap menyinari bumi. Niatnya untuk melaksanakan perintah Ilahi (yusabbihu lillaahi maa fissamaawaati wamaa fil ardhi). Bukan pula pujian yang dicari.

2. Hambeging Candra (Sifat Bulan)

  Bulan memiliki sifat memancarkan sinar di kegelapan malam. Maka seorang pemimpin harus menyenangkan, memberikan pencerahan (bukan malah ngisruh), memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi komunitas, rakyat, kelompok yang dipimpinnya. Bukannya malah membuat masalah lagi. Bila tak bisa memberi solusi, lebih baik berdiam diri. Jangan sampai  membuat rumit negeri ini.

3. Hambeging Kartika (Sifat Bintang)   

Bintang itu memancarkan cahaya indah kemilauan di langit biru menghiasi indanya malam. Dengan sifat ini, bintang menjadi pedoman arah dan tanda-tanda tertentu. Untuk itu, seorang pemimpin seharusnya bisa menjadi suri tauladan (uswah hasanah), panutan, dan tempat bertanya. Pemimpin yang baik akan memberikan solusi. Bukan malah bikin ruwet negeri ini.

4. Hambeging Hima (Sifat Awan)

 Awan yang tebal biasanya akan mendatangkan hujan, bila tidak digiring angin kencang. Awan menunjukkan kewibawaan dan kharisma. Maka pemimpin yang baik akan memiliki wibawa dan kharisma yang tinggi. Pemimpin seperti ini ketika sudah meninggalpun tetap akan dihormati.

5. Hambeging Samirana (Sifat Angin)

Angin memiliki watak selalu bertiup kemanapun tanpa membedakan tempat dan selalu mengisi ruang yang kosong. Sifat ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa seorang pemimpin yang baik harus dekat dengan yang dipimpin. Pemimpin yang baik tidak membedakan paham, suku, aliran, agama, politik. Harus berdiri tegak diatas semua golongan. Maka kepemimpinannya dirasakan oleh akar rumput.

6.Hambeging Samudra (Sifat Air atau Laut)

Laut sangat luas dan mampu memuat apa pun seolah-olah tak terbatas. Maka seorang pemimpin harus mampu menampung segala persoalan sesuai tingkat kemampuannya, adil, visioner. Bukan malah  selalu mencari-cari persoalan yang bisa menimbulkan kontroversi

7. Hambeging Dahana (Sifat Api)            

Api memiliki sifat membakar habis dan menghanguskan. Hal ini dapat dipahami bahwa seorang pemimpin harus berani menghadapi tantangan, menegakkan kebenaran dan keadilan. Tidak perlu takut gertak sambal dan berusaha untuk selalu amar ma’ruf nahi munkar. Dalam penyampaian amar ma’ruf nahi munkar ini dilakukan bilhikmah wal mau’dzah hasanah.

8. Hambeging Bantala (Sifat Tanah)

Tanah memiliki sifat yang kuat dan murah hati. Maka seorang pemimpin harus rendah hati, tidak takabur. Tidak gila hormat dan tidak haus pujian. Tidak minta dielu-elukan. Pemimpin seperti ini selalu baik hati meski dicaci maki. Tenang dan sabar dalam memimpin meski digoyang kanan kiri, tanpa harus tinggi hati.

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong