Muhamad Iman Usman, Pencetus Parlemen Muda yang Bersahaja

30 August 2013 13:49:50 Dibaca : 1456 Kategori : terbaru muji

Muhamad Iman Usman, Pencetus Parlemen Muda yang Bersahaja
Iman Yusman, pencetus parlemen muda
Iman Yusman, pencetus parlemen muda (sumber: Beritasatu.com)
Jakarta - Hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum lelaki muda kelahiran Padang 21 Desember 1991 itu berangkat ke Amerika Serikat (AS). Penulis masih sempat menemuinya di sela kesibukannya mengurusi beberapa hal sebelum memulai hidup baru sebagai mahasiswa S2 International Educational Development Universitas Columbia, AS.

Selasa (20/8) malam di Mal Pacific Place, Senayan, ia menyambut Beritasatu.com dengan ramah tanpa sedikit pun merasa terganggu oleh lelah.

Sebagian dari kita mungkin mengenal Muhamad Iman Usman sebagai mahasiswa Hubungan Internasional UI 2009 peraih Juara 1 Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional pada Juli 2012. Sebagian lagi mungkin lebih banyak mengenalnya sebagai salah seorang penggagas Indonesian Future Leaders, sebuah organisasi anak muda yang punya visi: Menjadikan generasi muda Indonesia generasi yang kompeten pada bidang yang ditekuninya, dapat membawa perubahan positif dan menjadi inspirasi bagi lingkungannya.

Semuanya benar dan semuanya menggambarkan sosok anak muda yang ideal untuk bangsa ini. Anak muda yang tidak cuma menuntut perubahan tapi juga berjuang untuk mewujudkannya. Sesuai wejangan legendaris Mahatma Gandhi, "Be the change you wish to see in the world."

Sebelum Rabu (21/8) terbang menuju AS, ia hadir untuk menjadi pembicara di acara yang digagasnya, Parlemen Muda. Sebuah wadah yang memberi kesempatan bagi anak muda untuk merasakan dunia parlementer dan menjadi jembatan bagi suara mereka kepada pengambil kebijakan.

Berikut petikan tanya jawab Beritasatu.com dengan Iman.

Apa yang mendasari seorang Iman untuk membuat Parlemen Muda ini?
Waktu awalnya bikin sih sebenarnya lebih ke melihat kok banyak anak muda yang apatis sama politik, makin sudah enggak ada harapan ke politik. Mereka jenuh sama berita-berita negatif di televisi dan pada akhirnya jadi enggak mau terlibat .

Di satu sisi ini juga menjadi platform buat anak muda untuk belajar menyampaikan aspirasi mereka terkait kebijakan-kebijakan yang ada juga terbatas. Jadi di satu sisi kami ingin mengedukasi, tapi di satu sisi juga gimana caranya ini jadi wadah buat menyambungkan suara anak muda ke para pengambil kebijakan.

Lalu, suara-suara mereka sudah tersambung?
Sebetulnya kami baru mulai tahun lalu. Mereka mendapatkan wadah untuk menyampaikan gagasan kepada pemerintah tapi memang responnya masih belum sesuai sama yang diharapkan. Lalu dari sisi kami juga masih perlu improvement dalam hal advokasinya sendiri. Jadi ada dua pihak yang perlu diperbaiki dan harapannya tahun ini hal itu bisa terwujud.

Dengan kepedulian Anda yang besar terhadap Indonesia, pernah tidak merasa dikecewakan oleh keadaan nyata bangsa ini?
Kecewa pasti ada, yang kecil-kecil. Teman-teman lain juga pernah. Ada kalanya saat kita berusaha keras pada satu hal tapi responnya tidak sesuai harapan, itu pasti ada rasa kecewa. Tapi tidak sampai membuat berhenti. Saya sadar kalau perubahan itu bukan sesuatu yang instan, butuh proses panjang dan makan waktu yang lama. Jadi ya memang harus sabar dan ada tahapan-tahapannya. Pada akhirnya itu menjadi semacam cambuk.

Pernahkah ada pada titik ketika Iman berhenti mengusahakan sesuatu?
Tidak, kalau yang dimaksud semangat melakukan perubahan. Sejauh ini sih saya enggak pernah merasa pernah berhenti, dalam artian semangat itu terus ada. Kalaupun bukan saya secara langsung yang ngerjain itu juga sudah terwakilkan oleh teman-teman yang lain. Tapi ada juga masa yang saya bilang terminasi suatu program.

Oh kami merasa tidak tercapai sasarannya dan perlu mencari jalan. Itu yang saya bilang berhenti. Maksudnya semangatnya sih enggak berhenti.

Nah, dari kapan semangat melakukan perubahan itu mulai ada dalam diri Anda?
Konkritnya sih waktu umur 10 tahun. Saat itu bikin perpustakaan dan mengajar anak-anak kelas 1-3 SD. Jadi dulu itu saya membagi ilmu yang saya punya. Apa yang diajarkan di sekolah, saya ajarkan ke mereka.

Di umur semuda itu Anda sudah melakukan hal semacam tadi, pengaruh lingkungan seperti apa yang didapatkan?
Kalau saya sih melihatnya lebih ke panggilan. Seperti saya sedang berpikir, "Baiklah, tak ada seorangpun yang melakukan hal ini. Kondisinya akan seperti itu terus. Saya punya kesempatan, saya punya kapasitas. Jadi ayo lakukan sesuatu yang bisa kulakukan." Lebih ke seperti itu sih, tapi dalam perkembangannya saya ketemu banyak orang, jadi yang seperti itu kemudian menjadi motivasi.

Lalu untuk orangtua, seberapa besar pengaruh mereka pada Anda?
Pengaruhnya besar tapi bukan dalam artian nyuruh ini itu, ngajarin ini itu. Lebih ke seperti memberikan kesempatan untuk bebas memilih apa yang terbaik untuk diri saya sendiri. Mereka tak pernah mengatur harus ini harus itu. Bagi saya itu pengaruhnya besar.

Kedua, mereka mengajarkan saya untuk percaya pada apa yang saya kerjakan. Karena kalau enggak percaya itu akan sangat susah langkah ke depannya.

Tentu ada orang yang tidak suka kepada Anda, apa yang mereka lakukan kepada Iman?
Yah pastinya ada. Macam-macam sih. Ada yang ngejelekin, bahkan di depan umum, ada yang memprovokasi. Tapi ya udah. It's a life. Di awal-awal memang agak berat, tapi makin dewasa jadi makin paham. Ya mungkin punya cara pandang yang beda, mungkin saya juga perlu bercermin. Awalnya memang mengganggu tapi lama-lama ya biasa saja. Karena saya tahu apa yang saya lakukan itu benar.

Saya juga lebih suka jika orang langsung komplain di depan, sehingga saya jadi tahu salah saya dimana dan bisa segera memperbaikinya.

Sekembalinya dari AS nanti, seperti apa Anda akan melihat diri sendiri? Akan jadi seperti apa untuk Indonesia?
Yah saya bukan tipe orang yang, "Ya gua akan jadi begini atau begitu." I'm a very flexible person. Dalam artian seperti oke saya punya rencana hidup, lalu membuatnya menjadi patokan yang harus selalu diikuti. Karena saya percaya nanti di sana (AS) saya akan belajar banyak hal dan pada akhirnya akan mengubah pandangan hidup, cara berpikir, apa yang saya mau, dan lain-lain. Tapi yang pasti akan tetap terlibat dalam hal kemasyarakatan. Whatever the job, whatever the position, yang pasti akan tetap dalam kegiatan sosial.

Sudah ada rencana akan melakukan apa di AS nanti?
Tentu sudah. Yang pasti akan tetap memonitor Parlemen Muda dan Indonesian Future Leaders. Lalu saya akan jadi US Representative untuk Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Nantinya saya akan mengurusi masalah pendanaan, komunikasi, program, dan advokasi YCAB di tingkat internasional di New York.

Jadi, apa concern terbesar Anda?
Pendidikan dan pemberdayaan anak muda. Karena buat saya education is life itself. Pendidikan itu bukan cuma untuk membuat orang jadi pintar, yang enggak bisa baca jadi bisa baca. Pendidikan itu enggak cuma di kelas doang. Dalam pendidikan itu orang belajar tentang kehidupan, siapa dirinya, apa yang dia tahu, apa yang harus dilakukan. Itu semua didapat lewat pendidikan. When you wanna change something, when you wanna change the state of a country, itu lewat pendidikan.

Jadi itu yang membuat saya sangat concern ke pendidikan. Ketika pendidikannya benar, orangnya akan benar, kalau pendidikannya salah maka orangnya akan salah.

Kembali ke masalah parlemen, berapa porsi ideal anak muda yang duduk di parlemen?

DPR maksudnya? Saya sih enggak bisa bilang angka. Karena saya enggak pernah mau melihat anak muda cuma dari umur atau segala macam. Saya melihatnya orang tua juga enggak apa-apa, asal mereka bisa menjadi suaranya anak muda. Yang jadi perhatian sekarang adalah banyak orang tua yang duduk di sana itu enggak bisa merepresentasikan apa yang dimaui anak muda.

Jadi bagi saya sebenarnya enggak masalah. Tapi ya pada akhirnya bagaimana mereka yang duduk di sana bisa peduli. Meskipun saya pro anak muda, tapi saya enggak mau yang selalu melihat kalau anak muda itu selalu bagus. Enggak ada jaminan. Justru yang diperlukan sekarang adalah sinergi antar generasi.

Dan saat nanti kembali ke Indonesia, apa yang akan Anda lalukan? Perubahan seperti apa yang akan diwujudkan?
Yah, we will see. Melanjutkan apa yang sudah dijalankan saja itu sudah menjadi pe-er. Jadi kita lihat nanti, maksudnya melihat nanti kebutuhan zaman seperti apa, kebutuhan negara seperti apa.