makalah Hakikat Balajar Dan Pembelajaran
Kata Pengantar
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas Hakikat Balajar Dan Pembelajaran.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Gorontalo, 23 September 2013
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................................................................... 1
Daftar Isi...................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3
Latar Belakang ................................................................................................................ 3Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
Pengertian Belajar ........................................................................................................... 5
1.1 Pengertian Belajar yang dipergunakan sehari-hari ..................................................... 5
1.2 Pengertian Belajar menurut psikologi behavioristik ................................................... 8
1.3 Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif ......................................................... 16
1.4 Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik .................................................... 24
1.5 Pengertian Belajar Menurut Psikologi Gestalt. .......................................................... 29
Ciri-Ciri Belajar ............................................................................................................... 33Tujuan Dan Unsur-Unsur Dinamis Dalam Belajar .......................................................... 34
3.1 Tujuan belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku ......................... 35
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 40
Kesimpulan ..................................................................................................................... 40Saran ............................................................................................................................... 41
Daftar Pustaka............................................................................................................................. 42
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal. Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar. Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan yang tidak sama.
Sejak manusia ada, sebenamya ia telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia. Mengapa manusia melaksanakan aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar. Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenamya di dalam dirinya terdapat potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini, belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia. Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual” belajar. Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang penting / vital. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang ingin diajukan penulis pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
Jelaskan yang dimaksud dengan belajar dan pembelajaran?
Jelaskan Ciri-Ciri Belajar?
Jelaskan tujuan dari belajar dan pembelajaran?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari belajar dan pembelajaran.
Untuk Mengetahui dan Memahami Ciri-Ciri Belajar
Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari belajar dan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Belajar
1.1. Pengertian belajar yang dipergunakan sehari-hari
Dalam pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau yang sekarang ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar, sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang yang tidak belajar.
Belajar dalam pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa disebut sedang belajar. Orang yang sedang menimba pengetahuan pada bangku sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat perkataan, belajar dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang, meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang pesatnya teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja kepada para pembelajar. Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”. Sering kai pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna memperluas pandangan kita tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is defined as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya. Sejalan dengan perumusan diatas, ada pula tafsisan lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengeritan ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a rkh and baried series of leaming experiences unified around a vigorous purpose, and carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari belajar.Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelajari.Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu.Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar, maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
Psikologi behavioristikPsikologi kognitifPsikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori belajar, masing-masing yaitu :
Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.Teori-teori belajar dari psikologi kognitifTeori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan tingkah laku dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai apa belajar itu.
Dalam pandangan psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman sering ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif rendah.
Kedua, pandangan yang berasal dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam mengajar dan belajar demikian relatif rendah, sementara kedaulatan guru relatif rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini adalah eksperimentasi.
Berdasarkan diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan tanggung jawab guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan psikologi humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt. Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat totalitas dari individu, oleh karena totalitas lebih bermakna dibandingkan dengan sebagian-sebagian.
1.2. Pengertian belajar menurut psikologi behavioristik
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu sendiri karena sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran lama memandang badan adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik pangkal bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan (movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme. Metode instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan yang berbeda-beda terhadap objek luar. Karena itu harus dkarai metode yang objektif dan ilmiah. Dari eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara wama hijau dan wama merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran itu tiada gunanya.
Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan segala kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram pendidikan yang efektif.
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.
Dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons. Hubungan situmulus - respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada dasamya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog behavioristik. Mereka ini sering disebut “ Contemporary Behaviorists” atau jg disebut “S-R Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik mengenai belajar ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing telah mengadakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal belajar.
Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat di dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike disebut “connectionism”, karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori ini sering disebut “trial dan error leaming” individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial and error” dalam rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara beraksi sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu rekasi dengan stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
Ada motif pendorong aktivitasAda berbagai respon terhadap situasiAda eliminasi respon-respon yang gagal / salah ; danAda kemajuan rekasi-reaksi mencapai tujuan. Dari penelitiannya itu Thondike menemukan hukum – hukum :
a) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan
b) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu disertai dengan “reward”.
c) “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara stimulus dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “classkal conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-mula teori conditioning ini dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi bersyarat pada anjing. Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan lampu keluarkan respon anjing tersebut berupa keluamya air liur. Demikian juga jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur tersebut juga keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan, anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan tersebut oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat, sementara bel atau lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang bersyarat. Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa keluamya air liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan respon dalam bentuk keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai pengganti perangsang tak bersyarat : makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons, maka dapat berfungsi sebagai conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang dilakukan pada anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut :
air liur (berulang-ulang)®Bel / lampu + makan
Bel / lampu air liur®
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson (1970) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru melalui “conditioning”.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi stimulus tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah : tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama. Inilah yang disebut dengan asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan berbagai stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal) dan respon. Dalam situasi tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan banyak respon. Asosiasi tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini, yaitu :
1) Metode respon bertentangan. Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka, maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka. Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat dilakukan secara berulang-ulang.
2) Metode membosankan. Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok terus sampai bosan ; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
3) Metode mengubah lingkungan. Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya, Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus sebagai kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi dua, ialah respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental) respons yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu. Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau “reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents : respon yang terjadi karena stimulus khusus misalnya Pavlov
(2). Operants : respon yang terjadi karena situasi random
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning dan Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal conditioning, akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak diperlakukan karena stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.
Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.
Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar, digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat respons) misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping itu, digunakan pula suatu “reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran, operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di dlaam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis stimulus :
1) Jenis-jenis stimulus
2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang meningkatkan probabilitas suatu respon
3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon.
4) Hukuman : pemberian stimulus yang tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing adalah pelasant or reinforcing stimulus).
5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisiologis
6) Modifikasi tingkah laku guru : Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Jadwal reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat? Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1) “Fixed-ratio schedule”; yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2) “Variable ratio schedule”; yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah rata-rata respon
3) “Fixed interval schedule”; yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4) “variable interval schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama setelah terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam konsep operant conditioning ini yaitu :
a) Penguatan positif dan negative.
b) Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin mendekati tingkah laku yang diharapkan.
c) Pendekatan suksesif, ialah proses pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d) Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat dari ditiadakannya penguatan.
e) Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang berangkaian satu sama lain.
f) Jadwal penguatan ialah variasi pemberian peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.
g) Menurut Thondike, belajar dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial dan error adalah sebagai berikut :
a) Adanya motivatie pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu.
b) Seseorang berusaha melakukan berbagai macam respons dalam rangka memenuhi motive-motivenya.
c) Respons-respons yang dirasakan tidak bersesuaian dengan motivenya dihilangkan.
d) Akhirnya seseorang mendapatkan jenis respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
Hukum kesiapan (law of readiness). Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas. Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka ia tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.Hukum latihan (low of exercise). Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung kepada memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah baha belajar dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.hukum akibat (law of effect). Manakala hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang punya kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya eksperimentasi dalam belajar.
Selain mengemukakan tiga hukum belajar, Tondike mengemukakan prinsip-prinsip belajar, yaitu:
Pada saat seseorang berhadapan dengan sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan. Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh respon yang benar.apa yang ada pada diri seseorang, baik itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.Pada diri seseorang sebenamya terdapat potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.Orang cenderung memberikan respon yang sama terhadap situasi yang sama.Orang cenderung mengadakan assosiative shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai hubungan.Manakala suatu respon cocok dengan situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept belongingness).
1.3. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajr sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh Reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung dalam situsi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun kognitif berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Menurut psikologi kognitif, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar :yang berhasil dipelajari yang berhasil diingat dan yang mudah dilupakan.
Salah satu teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan pengatan (penginderaan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh pembelajar.
Menurut teori ini suatu informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh reseptor. Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada saraf pusat. Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor penginderaan telah mengalami transformasi.
Informasi yang masuk ke dalam syaraf pusat tersdebut kemudian disimpan dalam waktu pendek. Informasi-informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian diantaranya diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang dari sistem. Proses pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi selektif. Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal dengan memori kerja dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat terbatas, waktunya juga pendek.
Informasi dalam memori jangka pendek dapat ditranspormasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya, diteruskan ke memori jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi baru terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan dalam memori jangka panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk dipergunakan di kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas informasi-informasi yang terseimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian kegenerator respon. Sementara untuk respon otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang kegenerator respon selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda dengan psikologi behavioristik. Sebab, manakala menurut psikolog behavioristik reinforcemen berfungsi sebagai pemerkuat respon atau tingkah laku, maka menurut psikolog kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi keragu-raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada tiga hal yaitu :
1) Perantara sentral (central intermediaries)
2) Proses-proses pusat otak (central brain), misalnya ingatan atau ekpektasi merupakan integrator tingkah laku yang bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang tampak (diamati).
3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ? Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes illustratis cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual adalah struktur kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.
4) Pemahaman dalam pemecahan masalah. Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau dalam bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya insight (pemahaman) di mana adanya pemgetian mengenai hubungan-hubungan yang essensial. Perferensi yang digunakan adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
1) Gambaran perseptual sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan upaya gambaran-gambaran yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
2) Organisasi pengetahuan harus merupakan sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan. Susunanya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana ke keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
3) Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan dengan rte leaming atau belajar dengan formula. Berbeda dengan teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam belajar dan mengingat (retention).
4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajr. Siswa menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement) pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada pengujian hipotesis melalui umpan balik.
5) Penetapan tujuan (goal setting) penting sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu yang akan datang.
6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau terciptanya produk yang berilai dan menyenagkan. Berbeda dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan jawaban-jawaban yang benar secara logika. Berfikir defergen menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseoranbg yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.
Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar cognitive field dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya : orang-orang yang ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dari luar diri individu seperti sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi intemal individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada motivasi dari reward.
Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget
Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu. Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungna, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Piage memakai istilah scheme secara interchageably, Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulangulang. Scheme berhubungan dengan :
ü Refleks-refleks pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
ü Scheme mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati).
Menurut Piaget, intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
ü Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan di atas.
ü Isi disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
ü Fungsi, disebut juga fungcion, yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual, fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
ü Organisasi, berupa kecakapan seseorang / organisme dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentu sistem-sistem yang koheren.
ü Adaptasi, yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasiini terdiri dari dua macam proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
ü Asimilasi : Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya.
ü Akomodasi : Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di atas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan individu.
Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam belajar, perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudahpertumbuhan kognitif.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure, content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur dan kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan mtersusun sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.
Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0 - beda
Penjelasan :
1) Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2) tingkat preoperasional anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat ia jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips (1969) membagi atas :
ü concreteness
ü interversibility
ü centering, (ini tampak adanya egocentisme)
ü state vs transformation, dan
ü transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Kecakapan kognitif anak :
ü Combinativy classifkation
ü Reversibility
ü Associativity
ü Identity
ü Serializing
Anak mulai kurang egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963) memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan terhadap problema itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang konkret. Tetapi kaang-kadang ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.
Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya
Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini berbeda dengan reception leaming atau expositoryteaching, dimana guru menerangkan informasi dan murid harus mempelajari semua bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang mendunkung discovery leaming itu, diantaranya J. Dewey (1933) dengan complete art of reflective activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu ditulis dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia melaporkkan hasil dari suatu konferensi diantara suatu para ahli science. Ahli sekolah / pengajaran dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini /ia mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan, bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi anak yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkatt kamajuan anak (anactive) ke representasi konret (konek) dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak (symbolk). Demikian juga dalam penyesuaian kurikulum. Pemyataan lain dan process of education ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan. Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat diberikan kepada murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali murid mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika.Biarkanlah murid-murid kita menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka.
the act of discovery dari Bruner:
Adanya suatu kenaikan berkala di dalam potensi intelektual.Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada intrinsik.Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery leaming.Murid lebilh senang mengingat-ingat informasi .
1.4. Pengertian Belajar Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini erkembang, dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial, perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk memahami perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat (observer).
Dalam dunia pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai 1970-an dan mungkin perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor D Foste, 1976, halaman 330)
Perhatian psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran humanistik penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka (Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda antara satu dengan yang lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya dikukuhkan. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk membentuk anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki, melainkan memantapkan visi yang telah ada pada anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah dari segi batinnya. Oleh karena itu, jika ingin memahami anak, tidak dapat dengan menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan dengan menggunakan perspektif orang yang dipahami.
Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanistik mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri. Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh lingkungannya.
Sebagaimana disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa dari pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi behavioristik, belajar merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh lingkungan, maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya. Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada individu.
Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov, dan Rogers
1) Combs :
Combs dan kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu, perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti, bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain, mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi, ini pada individu.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata lain di individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana siswa itu menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2) Maslov
Teori didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi. la mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia ambil atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak direkayasa agar terikat kepada orang lain, bergantung kepada pihak lain dan memenuhi harapan orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri.
Rogers mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab seseorang senantiasa berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting dalam belajar. Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah aktivitas tersebut menipunyai makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.
c. Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk belajar. Tetapi, hasil belajar demikian tidak akan bertahan lama. la melakukan aktivitas sekedar menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im menjadikan penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat buat dirinya. mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan sendiri mengenai sesuatu yang baru.