DASAR DAN AKAR PENDIDIKAN ETIKA
Pendidikan pada dasarnya bertujuan mencerdaskan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, dan memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dengan tujuan pendidikan seperti di atas, sistem pendidikan tidak sekedar berorientasi pada pasar, tetapi (yang lebih penting) juga bagaimana pendidikan bisa menciptakan pribadi yang mulia. Pendidikan modern, disadari atau tidak, dibangun berdasarkan pada etika utilitarianisme yang berorientasi pada pencapaian utilitas materi yang hedonis. Corak ini direfleksikan oleh institusi pendidikan yang berperilaku sebagai perusahaan dengan berbagai macam program studi. Minat masyarakat biasanya terarah pada program studi yang mudah diserap oleh pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, institusi pendidikan mengerahkan potensi yang dimilikinya untuk menjual program studi yang saleable.
Dengan corak ini, institusi pendidikan tidak dapat mengisi kawasan sikap dan pembentukan sikap dengan nilai-nilai etika yang dapat memanusiawikan manusia, “memanusiawikan” ilmu dan praktik ilmu pengetahuan. Institusi pendidikan tidak mampu menyeimbangkan manusia menjadi mahluk yang peka, sadar, dan mampu menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam keesaan Tuhan, kemanusiaan yang beradab, sadar akan lingkungan alam semesta, dan apalagi membentuk kesadaran ketuhanan (divine consciousness) pada diri manusia. Ini, secara implisit, juga menunjukkan bahwa upaya menyiapkan sarana pembentukan manusia yang seimbang (yang memahami bahwa di samping alam materi dan alam ide terdapat juga alam nilai dan alam spiritual di mana semuanya harus dipahami oleh, dan terkandung dalam kepribadian dan karakter, manusia yang bersangkutan) menjadi terabaikan.
Substansi pendidikan adalah mentransformasi perilaku manusia menjadi perilaku yang positif yang peka dan sadar akan hakikat sejati dirinya. Untuk itu, pendekatan internal (psikologis) dan eksternal (struktur dan tatanan sosial) sangat diperlukan untuk mentransformasi “diri” (self) manusia. Tulisan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan beberapa strategi pendidikan etika bisnis dan profesi akuntansi dalam rangka menciptakan masyarakat madani (civil society). Pembahasan dimulai dengan diskusi tentang “diri” manusia dengan pendekatan teori interaksionisme simbolik (symbolic interactionism) dan teori etika al-Ghazali. Diskusi tentang “diri” dimaksudkan untuk memahami secara mendalam tentang hakikat “diri” dan sekaligus mencari strategi bagaimana membentuk “diri” yang utuh. Berikutnya, diskusi akan diarahkan pada strategi itu sendiri yang terkait dengan unsur metafisik manusia, yaitu: nafsu, akal, hati, dan ruh.
“Diri” (Self): Tinjauan dari Teori Interaksionisme Simbolik dan Etika al-Ghazali
Bagian ini mendiskusikan konsep “diri” dari sudut pandang teori Interaksionisme Simbolik dan teori Etika al-Ghazali. “Diri” merupakan elemen penting manusia, karena perilaku manusia merupakan ekspresi dan eksternalisasi dari nilai yang terkandung dalam “diri.”