Pancasila Dasar Negara
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas izin dan kuasaNya-lah kami bisa menyelesaikan makalah, yakni berupa makalah dengan judul “Pancasila Dasar Negara”
Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami berbagai hambatan, namun hambatan itu bisa kami lalui karena pertolongan Allah dan berbagai pihak lainnya. Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih dari jauh dari sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Gorontalo, November 2012
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar ..................................................................................................................... .. 1
Daftar Isi .............................................................................................................................. .. 2
BAB 1 PEDAHULUAN ..................................................................................................... .. 3
Latar Belakang .......................................................................................................... .. 3Batasan Masalah ....................................................................................................... .. 5Tujuan Yang Ingin Dicapai ....................................................................................... .. 5
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................... .. 6
Pengertian Pancasila ................................................................................................. .. 6Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia .......................................... .. 7Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia ............................................... .. 7Sila-Sila Pancasila ..................................................................................................... .. 8Fungsi dan Kedudukan Pancasila ............................................................................... 9 Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara 11Aktualisasi Pancasila ................................................................................................. 12H. Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa Dimensi............................. 13 Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia......................................................... 15
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................... 20
Kesimpulan ............................................................................................................... 20Saran-Saran................................................................................................................ 20
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas menyatakan bahwa Pancasila merupakan dasar dari NKRI. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka.Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara.Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah kewajiban moral seluruh warga negara Indonesia. Pancasila yang benar dan sah (otentik) adalah yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Hal itu ditegaskan melalui Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968, tanggal 13 April 1968. Penegasan tersebut diperlukan untuk menghindari tata urutan atau rumusan sistematik yang berbeda, yang dapat menimbulkan kerancuan pendapat dalam memberikan isi Pancasila yang benar dan sesungguhnya.
Dalam rangka mempelajari Pancasila, Laboratorium Pancasila IKIP Malang (1986:9-14) menyarankan dua pendekatan yang semestinya dilakukan untuk memperoleh pemahaman secara utuh dan menyeluruh mengenai Pancasila. Pendekatan tersebut adalah pendekatan yuridis-konstitusional dan pendekatan komprehensif.
Pendekatan yuridis-konstitusional diperlukan guna meningkatkan kesadaran akan peranan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan karenanya mengikat seluruh bangsa dan negara Indonesia untuk melaksanakannya. Pelaksanaan Pancasila mengandaikan tumbuh dan berkembangnya pengertian, penghayatan dan pengamalannya dalam keseharian hidup kita secara individual maupun sosial selaku warga negara Indonesia.
Pendekatan komprehensif diperlukan untuk memahami aneka fungsi dan kedudukan Pancasila yang didasarkan pada nilai historis dan yuridis-konstitusional Pancasila: sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Telaah tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa selain merupakan philosphische grondslaag (Bld), dasar filsafat negara Republik Indonesia, Pancasila pun merupakan satu kesatuan sistem filsafat bangsa atau pandangan hidup bangsa (Ing: way of life; Jer: weltanschauung). Maka tinjauan historis dan filosofis juga dipilih untuk memperoleh pemahaman yang mengarah pada hakikat nilai-nilai budaya bangsa yang dikandung Pancasila sebagai suatu sistem filsafat. Pancasila adalah keniscayaan sejarah yang dinamis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kendati demikian, tinjauan filosofis tidak hendak mengabaikan sumbangan budi-nurani terhadap aspek-aspek religius dalam Pancasila (Lapasila, 1986:13-14): "Dengan tercantumnya Ketuhanan yang mahaesa sebagai sila pertama dalam Pancasila, Pancasila sebenarnya telah membentuk dirinya sendiri sebagai suatu ruang lingkup filsafat dan religi. Karena hanya sistem filsafat dan religi yang mempunyai ruang lingkup pembahasan tentang Ketuhanan yang mahaesa. Dengan demikian secara 'inheren' Pancasila mengandung watak filosofis dan aspek-aspek religius, sehingga pendekatan filosofis dan religius adalah konsekuensi dari essensia Pancasila sendiri yang mengandung unsur filsafat dan aspek religius. Karenanya, cara pembahasan yang terbatas pada bidang ilmiah semata-mata belum relevan dengan Pancasila."
B. Batasan Masalah
Untuk menghidari adanya kesimpangsiuran dalam penyusunan makalah ini, maka penulis membatasi masalah-masalah yang akan di bahas diantaranya:
1. Apa arti Pancsila?
2. Bagaimana pengertian Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia?
3. Bagaimana penjabaran Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia?
4. Bagaimana penjabaran tiap-tiap sila dari Pancasila?
C. Tujuan Yang Ingin DicapaiPenulis ingin mengetahui arti Pancasila sebenarnya. Pada hakikatnya, Pancasila mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pandangan hidup dan sebagai dasar negara oleh sebab itu penulis ingin menjabarkan keduanya.Penulis ingin mendalami / menggali arti dari sila-sila Pancasila.
BAB II PEMBAHASAN
PANCASILA DASAR NEGARA
A. Pengertian Pancasila
Pancasila artinya lima dasar atau lima asas yaitu nama dari dasar negara kita, Negara Republik Indonesia. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular, dalam buku Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
Tidak boleh melakukan kekerasan.Tidak boleh mencuri.Tidak boleh berjiwa dengkiTidak boleh berbohongTidak boleh mabuk minuman keras / obat-obatan terlarang
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. sebagai dasar negara maka nilai-nilai kehidupan bernegara dan pemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun berdasrkan kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila tersebut telah dipraktikan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita teruskan sampai sekarang.
Rumusan Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah:
Ketuhanan Yang Maha EsaKemanusiaan yang adil dan beradabPersatuan IndonesiaKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilanKeadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat Indonesia oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dijadikan Dasar Negara Indonesia.
B. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Dalam pengertian ini, Pancasila disebut juga way of life, weltanschaung, wereldbeschouwing, wereld en levens beschouwing, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan hidup dan petunjuk hidup. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan dalam segala bidang. Hal ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindakn pembuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pencatatan dari semua sila Pancasila. Hal ini karena Pancasila Weltanschauung merupakan suatu kesatuan, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, keseluruhan sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis.
C. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila sebagai falsafah negara (philosohische gronslag) dari negara, ideology negara, dan staatside. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyenggaraan negara. Hal ini sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945, yang dengan jelas menyatakan “……..maka sisusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu udang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suat susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada…..”
Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi pokok, yaitu:
Pancsila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan.Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis).Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis dan filosofis)D. Sila-Sila Pancsila
A. Sila Katuhanan Yang Maha Esa
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karenanya manuasia percaya dan taqwa terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
B. Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan yang adil dan beradab menunjang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan –kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat, maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikap hormat dan bekerja sama dengan bangsa –bangsa lain.
C. Sila Persatuan Indonesia
Dengan sila persatuan Indonesia, manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan bangsa.
D. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan
Manusia Indonesia menghayati dan menjungjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah, karena itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimannya dan melaksanakannya dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab. Disini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjungjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.
E. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatannya yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong.
Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga kesinambungan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
E. Fungsi Dan Kedudukan PancasilaPancasila sebagai Jati Diri Bangsa
Proses terjadinya Pancasila adalah melalui suatu proses kualitas. Artinya, sebelum disahkan menjadi dasar negara, baik sebagai pandangan hidup maupun filsafat hidup bangsa Indonesia. Fungsinya adalah sebagai motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuan. Pancasila merupakan prinsip dasar dan nilai dasar yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, yang mempribadi dalam masyarakat dan merupakan sesuatu living reality. Pancasila ini sekaligus merupakan jati diri bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasaar negara RI. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Disini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur penerintahn negara atau dengan kata lain Pancasila menjadi suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.
Menurut TAP MPRS NO.XX/MPRS/1966, TAP MPR NO.V/MPR/1973 dan TAP MPR NO.IX/MPR/1978 sebagai sumber dari segala sumber hukum dan sumber tertib Pancasila hakikatnya merupakan suatu pandangn hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi merupakan bagian terpenting dari fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai Ideologi juga menjadi pijakan bagi pengembangan pemikiran-pemikiran baru tentang berbagai kehidupan bangsa. Melaluinya diharapkan bangsa Indonesia dapat melahirkan dan mengembangkan gagasan, konsep, teori, dan ide-ide baru tentang kehidupan politik, ekonomi, social, budaya, hokum, hankam dan semua proses kehidupan berbangsa dalam rangka pembangunan nasional.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara, diharapkan mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini. Keterbukaan Ideologi pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Suatu Ideologi negara, merupakan hasil refleksi manusia, berkat kemampuannnya mengadakan distansi ( menjaga jarak ) terhadap dunia kehidupannya. Antara keduanya, yaitu Ideologi dan kenyataan masyarakat terjadi hubungan dialektis, sehingga berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang disatu pihak memacu Ideologi makin realistis dan dilain pihak mendorong masyarakat makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.
F. Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa Dan Bernegara
Paradigma merupakan suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan, yang itu sangat menentukan sifat, ciri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
a Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
Dalam aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai pancasila. Dengan demikian tujuan pembangunan nasional kita adalah untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia dengan mendasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia. Oleh sebab itu, pembangunan nasional harus meliputi aspek rohani yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek jasmani, aspek sosial dan kehidupan ketuhanannya.
i. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan IPTEK
IPTEK merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Melalui kreativitasnya manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan Yang Mha Esa. Dengan demikian tujuan esensial IPTEK adalah demi kesejahteraan manusia. Dalam hal ini pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan IPTEK demi kesejahteraan hidup manusia.
ii. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan politik, ekonomi, dan sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Hakikat pembangunan bidang politik adalah mendasarkan pada dasar ontologism manusia. Hakikat pembangunan bidang ekonomi didasarkan pada tujuan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa. Hakikat pembangunan di bidang sosial budaya didasarkan pada sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa itu sendiri.Hakikat pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan ( Hankam ) basis moralitasnya adaalah kemanusiaan yang beradab, dengan tujuan demi terjaminnya harkat dan martabat manusia, terutama terjaminnya HAM.
b Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Dimaksudkan untuk menata kehidupan dan berbangsa dan bernegara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Hakikatnya adaalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini telah direduksi/diselewengkan demi kepentingan kekeuasaan sekelompok orang.
G. Aktualisasi Pancasila
Permasalahan pokok dalam aktualisasi pancasila ialah bagaimana nilai-nilai pancasila yang bersifat abstrak umum universal itu dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas, yang berkaitan dengan tingkah laku semua warga dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dalam aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi Pancasila dibedakan menjadi dua macam :
Aktualisasi Pancasila yang Subjektif Adalah pelaksanaan dalam pribadi perseorangan, tiap warga negara Indonesia. Yang dimaksud dengan Aktualisasi Subjektif dari Pancasila ialah pelaksanaan Pancasila sebagai kepribadian dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yang pelaksanaan konkritnya tercermin dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari.Aktualisasi Pancasila yang Objektif Adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dibidang legislative, eksekutif dan yudikatif, terutam realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia.
H. Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa Dimensi :
a Dimensi Idealitasartinya ideologi Pancasila mengandung harapan-harapan dan cita-cita di berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai masyarakat.
b Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya, yang menjadi milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
c Dimensi normalitas artinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang harus dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
d Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti perkembangan jaman, dapat berinteraksi dengan perkembangan jaman, dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan demokratis.
Pancasila dan kelima silanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, sehingga pemahaman dan pengalamannya harus mencakup semua nilai yang terkandung di dalamnya.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung nilai sprituil yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME sehingga atheis tidak berhak hidup di bumi Indonesia.
Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung nilai satu derajat, sama hak dan kewajiban, serta bertoleransi dan saling mencintai.
Sila Persatuan Indonesia, mengandung nilai kebersamaan, bersatu dalam memerangipenjajah dan bersatu dalam mengembangkan negara Indonesia.
Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengandung nilai kedaulatan berada di tangan rakyat atau demokrasi yang dijelmakan oleh persatuan nasional yang rill dan wajar.
Sila Keadiilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung sikap adil, menghormati hak orang lain dan bersikap gotong royong yang menjadi kemakmuran masyarakat secara menyeluruh dan merata.
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas menyatakan bahwa Pancasila merupakan dasar dari NKRI. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers) itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara.
Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan
I. Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut :
Melindungi seganap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.Memajukan kesejahteraan umum.Mencerdaskan Kehidupan bangsa.Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social
Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cita tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari limasila. Kelima sila itu adalah: Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mengetahui latar belakang atau sejarah Pancasila dijadikan ideologi atau dasar negara coba baca teks Proklamasi berikut ini.
tanggal 17 Agustus bangsaIndonesiabelum merdeka. BangsaIndonesiadijajah oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa diIndonesia, misalnya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda. Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kerajaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram,Ternate, dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsaIndonesiaselalu melakukan perlawanan dalam bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.Perjuangan bersenjata bangsaIndonesia dalam mengusir penjajah.
Dalam hal ini, Belanda, sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan.
Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret.
Sejak saat ituIndonesiadiduduki oleh bala tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama mendudukiIndonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsaIndonesiaagar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura).
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaanIndonesia. Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus mengenai calon dasar negara untukIndonesiamerdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing-masing mengusulkan calon dasar negara untukIndonesiamerdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri ataslimahal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan,dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yaiyu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila.
Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
1.Ir.Soekarno.
2. Drs. Muh. Hatta.
3. Mr. A.A. Maramis..
4. K.H. Wachid Hasyim.
5. Abdul Kahar Muzakkir.
6. Abikusno Tjokrosujoso.
7. H. Agus Salim.
8. Mr. Ahmad Subardjo.
9. Mr. Muh. Yamin.
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan.Ada utusan dariIndonesia bagian timur yang mengutusnya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyatIndonesiabagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia. Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kengaraan. Oleh karena itu pengalamannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengalaman Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik dipusat maupun di daerah.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, secara obyektif diangkat dari pandangan hidup dan filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam sejarah bangsa sendiri. Dan Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar negara, nilai-nilai pancasila sudah ada dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pandangan hidup maupun filsafat hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi merupakan bagian terpenting dari fungsi dan kedudukannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai Ideologi juga menjadi pijakan bagi pengembangan pemikiran-pemikiran baru tentang berbagai kehidupan bangsa. Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara, diharapkan mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini. Keterbukaan Ideologi pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual.
B. Saran-Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa Pancasila merupakan falsafah negara kita republik Indonesia, maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus hati dan penuh rasa tanggung jawab.
Daftar Pustaka
Srijanto Djarot, Drs., Waspodo Eling, BA, Mulyadi Drs. 1994 Tata Negara Sekolah Menngah Umum. Surakarta; PT. Pabelan.
Pangeran Alhaj S.T.S Drs., Surya Partia Usman Drs., 1995. Materi Pokok Pendekatan Pancasila. Jakarta; Universitas Terbuka Depdikbud.
NN. Tanpa Tahun. Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila. Sekretariat Negara Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1987.
Priyanto,Supriyo.tahun.judul,edisi.tempat:penerbihttp://lppkb.wordpress.com/2009/03/23/pancasila-6/ ( diakses pada tanggal 27 Maret 2010 )
http://mjieschool.multiply.com/journal/item/25/pancasila_sebagai_ideologi_terbuka_1 ( diakses pada tanggal 27 Maret 2010 )
Model Pembelajaran Kooperatif
Kata Pengantar
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan kuasaNya-lah kami bisa menyelesaikan makalah, yakni berupa makalah dengan judul “Model PembelajaranKooperatif”.
Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami berbagai hambatan, namun hambatan itu bisa kami lalui karena pertolongan Allah dan berbagai pihak lainnya. Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih dari jauh dari sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Gorontalo, November 2012
Penulis
Daftar Isi
Kata pengantar ...................................................................................................................... .. 2
Daftar isi ............................................................................................................................... .. 3
BAB 1 PEDAHULUAN ..................................................................................................... .. 4
Latar Belakang .......................................................................................................... .. 4Rumusan Masalah .................................................................................................... .. 8Tujuan penulisan ....................................................................................................... .. 8
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................................... .. 9
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ............................................................ .. 9Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif ................................... 10Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif .............................................................. 11Keterampilan-keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif ................................... 11Lingkungan Belajar Dan Sistem Manajemen ............................................................ 13Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif ........................................................... 14G. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif ............................................................. 15Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif .................................................... 16
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................................... 19
Kesimpulan ............................................................................................................... 19Saran-Saran ............................................................................................................... 19
Daftar Pustaka ....................................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Falsafah yang mendasari sistem pembelajaran koperatif yaitu dari konsep Homo Homoni Socius. Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Kerjasama merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting demi kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya kerja sama tidak akan tercapai tujuan bersama. Selain itu, metode Cooperative Learning juga dibangun atas dasar teori konstruktivis sosial dari Vygotsky, teori konstruktivis personal dari Piaget dan teori motivasi.
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya. Menurut Slavin (2009:103) pembelajaran kooperatif adalah suatu solusi terhadap masalah meniadakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda. Metode-metode kooperatif secara khusus menggunakan kekuatan dari sekolah yang menghapuskan perbedaan-perbedaan para siswa dari latar belakang ras etnik yang berbeda untuk meningkatkan hubungan antar kelompok.
Anita Lie (2008:7) menyatakan bahwa suasana belajar kooperatif menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, hubungan yang lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kepada siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dst.
Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan LKS yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat temannya.
Menurut Dida Hamidah dalam Cartono (2007:104) bahwasanya pembelajaran kooperatif memiliki 5 unsur penting yang saling terkait satu sama lainnya. Kelima unsur tersebt adalah: (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas/tanggung jawab individual; (4) komunikasi antar anggota; (5) evaluasi proses kelompok. Sedangakan menurut Slavin (2009:103) bahwa ada empat prinsip pembelajaran kooperatif jika kita ingin menerapkannya, yaitu:
Terjadinya saling ketergantungan secara positif (positive interdependence). Siswa berkelompok, saling bekerja sama dan mereka menyadari bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain.Terbentuknya tanggung jawab personal (individual accountability). Setiap anggota kelompok merasa bertanggung jawab untuk belajar dan mengemukakan pendapatnya sebagai sumbang saran dalarn kelompok.Terjadinya keseimbangan dan keputusan bersama dalam kelompok (equal participation). Dalam kelompok tidak hanya seorang atau orang tertentu saja yang berperan, melainkan ada keseimbangan antarpersonal dalam kelompok.Interaksi menyeluruh (simultaneous interaction). Setiap anggota kelompok memiliki tugas masing-masing secara proporsional dan secara simultan mengerjakan tugas atau menjawab pertanyaan. Pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran IPA. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalarn kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Perlu ditekankan kepada siswa bahwa mereka belum boleh mengakhiri diskusinya sebelum mereka yakin bahwa seluruh anggota timnya menyelesaikan seluruh tugas. Siswa diminta menjelaskan jawabannya di Lembar Diskusi Siswa (LDS). Apabila seorang siswa memiliki pertanyaan, teman satu kelompok diminta untuk menjelaskan, sebelum menanyakan jawabannya kepada guru. Pada saat siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling di antara anggota kelompok, memberikan pujian dan mengamati bagaimana kelompok bekerja. Pembelajaran kooperatif dapat membuat siswa menverbalisasi gagasan-gagasan dan dapat mendorong munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep secara aktif.
Pada saatnya, kepada siswa diberikan evaluasi dengan waktu yang cukup untuk menyelesaikan tes yang diberikan. Diusahakan agar siswa tidak bekerjasama pada saat mengikuti evaluasi, pada saat ini mereka harus menunjukkan apa yang mereka pelajari sebagai individu.
Menurut prinsip utama teori Vygotsky, perkembangan pemikiran merupakan proses sosial sejak lahir. Anak dibantu oleh orang lain (baik orang dewasa maupun teman sebaya dalam kelompok) yang lebih kompeten didalam keterampilan dan teknologi dalam kebudayaannya. Bagi Vigotsky, aktivitas kolaboratif diantara anak-anak akan mendukung pertumbuhan mereka, karena anak-anak yang seusia lebih senang bekerja dengan orang yang satu zone (zone of proximal development ZPD) daripada denga yang lain.
Upaya pemerintah untuk mewujudkan tujuan pendidikan di Indonesia dengan mengadakan pembaharuan sistem pendidikan nasional, diantaranya pembaharuan dan penghapusan desentralisasi pendidikan oleh pemerintah. Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional.
Sedangkan kepedulian pemerintah terhadap pendidikan tercantum dalam Undang-undang sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupanya, yang mana pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan cara lain yang dikenal yang diakui oleh masyarakat (UU RI No. 20 Tahun 2003 : 37).
Salah satu cara mengembangkan potensi peserta didik adalah dengan cara memperbaiki proses pembelajaran. Pembelajaran yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh kurikulum yang baru, fasilitas yag tersedia, kepribadian guru, yang simpatik, pembelajran yang penuh kesan, wawasan pengetahuan yang luas, tetapi ditentukan pula oleh model pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam proses pembelajaran diperlukan suatu metode mengajar untuk mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tujuan kegiatan pembelajaran secara ideal adalah agar bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh murid yang disebut sebagai belajar tuntas.
Dimana belajar tuntas adalah “suatu pola pengajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran pada kelompok siswa yang besar sedemikian rupa sehingga diberikan perhatian secukupnya pada sejumlah perbedaan yang terdapat pada sebagian siswa” (Winkel, 1996:462).
Setiap proses belajar mengajar selalu bermuara pada hasil sesuai dengan tujuan instruksional yang dirumuskan. Guru dalam melaksanakan tugasnya selalu ingin mencapai tujuan intruksional seoptimal mungkin, termasuk guru mata pelajaran ekonomi.
Piaget juga melihat pentingnya hubungan sosial dalam pembentukan pengetahuan. Interaksi kelompok berbeda secara kualitatif dan juga lebih kuat daripada interaksi orang dewasa dan anak dalam mempermudah perkembangan kognitif. Posisi teori Piaget dalam belajar kooperatif ditujukan terutama kepada siswa yang berkemampuan tinggi agar mampu membangun pengetahuan sendiri melalui interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian ia mampu menjadi perancah (scaffolding) bagi teman-temannya yang lain.
Menurut teori motivasi yang dikemukakan oleh Slavin bahwa motivasi belajar pada pembelajaran kooperatif terutama difokuskan pada penghargaan atas struktur tujuan tempat peserta didik beraktivitas. Menurut pandangan ini, memberikan penghargaan bagi kelompok berdasarkan penampilan kelompok akan menciptakan struktur penghargaan antar perorangan di dalam suatu kelompok sedemikian rupa sehingga anggota kelompok itu saling memberi penguatan sosial sebagai respon terhadap upaya-upaya yang berorientasi kepada tugas kelompok.
Dari teori tersebut diatas, menjelaskan bahwa aktivitas belajar siswa yang lebih komunikatif dan atraktif terjadi dalam suatu kelompok. Metode Cooperative Learning bertujuan untuk meningkatkan prestasi kelas melalui sharing dengan teman sebaya, memecahkan masalah bersama, dan menanamkan tanggung jawab dan perkembangan sosial anak. Aktivitas belajar siswa dipacu melalui kerja sama kelompok kecil agar dapat mengembangkan keterampilan sosial dan meningkatkan kemampuan belajar dengan pertolongan teman sebaya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif?Bagaimana Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif?Bagaimana Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif?
C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, khususnya para mahasiswa jurusan matematika, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Lampung agar nantinya dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan materi pembelajaran.
BAB II PEMBAHASAN
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
Apakah model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.
Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.
B. Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota.kelompok mempunyai tujuan yang sama.Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
C. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat 6(enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif.
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa.
3.Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4.Membimbing kelompok belajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok kelompok belajar.
5. Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6.Memberikan penghargaan.
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.
D. Keterampilan-keterampilan dalam Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa juga diajarkan keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok.
Selama kegiatan. Menurut Slavin (2009:80) keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai sebagai berikut:
a. Keterampilan tingkat awal
1. Menggunakan kesepakatan
Menggunakan kesepakatan adalah menyarankan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok.
2. Menghargai kontribusi
Menghargai berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dikatakan atau dikerjakan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anggota kelompok tidak harus selalu setuju dengan anggota lain, dapat saja dikritik oleh anggota lain dan kritikan ini ditujukan terhadap ide dan tidak individu.
3. Mengambil giliran dan berbagi tugas
Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
4. Berada dalam kelompok
Maksud di sini adalah setiap anggota tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.
5. Berada dalam tugas
Artinya bahwa meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, agar kegiatan dapat diselesaikan sesuai waktu yangdibutuhkan.
6. Mendorong partisipasi
Mendorong partisipasi artinya mendorong semua anggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok.
7. Mengundang orang lain
Mengundang orang lain dalam hal ini adalah mengajak orang lain untuk dapat bekerja sama, berpikir, dan bertukar pendapat serta menyelesaikan tugas dalam kerja kelompok.
8. Menyelesaikan tugas pada waktunya
Tugas yang diberikan untuk didiskusikan dalam kelompok dapat terselesaikan secara baik sesuai waktu yang ditentukan.
9. Menghormati perbedaan individu
Setiap individu dalam kelompok kemungkinan mempunyai pendapat yang berbeda-beda, sehingga diharapkan individu lain dalam keompok dapat menerima dan menghormati pendapat yang berbeda tersebut.
b. Keterampilan tingkat menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati. Hal ini tergantung dari kreatifitas guru, bisa dengan memberikan ucapan selamat atau memberikan hadiah, dan lain-lain. Selain itu yang termasuk keterampilan tingkat menengah yaitu mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi situasi tegang.
c. Keterampilan tingkat mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.
E. Lingkungan Belajar Dan Sistem Manajemen
Lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Guru menetapkan suatu struktur tingkat tinggi dalam pembetukan kelompok dan mendefinisikan semua prosedur, namun siswa diberi kebebasan dalam mengendalikan dari waktu ke waktu di dalam kelompoknya. Agar pelajaran dengan pembelajaran kooperatif menjadi sukses, materi pelajaran yang lengkap hares tersedia di ruang guru atau di perpustakaan atau di pusat media. Keberhasilan juga menghendaki syarat dari menjauhkan kecenderungan dalam kerja kelompok dimana terdapat siswa yang mendominasi dan siswa yang hanya menggantungkan siswa lain dalam kerja kelompok tersebut.
F. Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif
Ada empat metode pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam strategi pembelajaran (Slavin, 2009:143), yaitu:
a. Student Teams Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatif ini terdapat tim-tim heterogen dimana siswa saling membantu satu sama lain, belajar dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran kooperatif dan prosedur kuis.
b. JIGSAW
Di dalam JIGSAW, setiap anggota tim bertanggung jawab untuk menentukan materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan materi tersebut kepada teman sekelompoknya yang lain.
c. Group Investigation (GI)
Dalam model IK, siswa tidak hanya bekerja sama namun terlibat merencanakan baik topik untuk dipelajari maupun prosedur penyelidikan yang digunakan.
d. Pendekatan Struktural
Dalam pendekatan struktural, tim mungkin bervariasi dari 2 - 6 anggota dan struktur tugas mungkin ditekankan pads tujuan-tujuan sosial atau akademik.
G. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al.2000 dalam Don, 2011, yaitu:
a. Hasil Belajar Akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
H. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2010:58) pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran kooperatif akan dapat menubuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan (1) “memudahkan siswa belajar” sesuatu yang “bermanfaat” seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; (2) pengetahuan, nilai, dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompenten menilai.
Roger dan David Johson dalam Suprijono (2010:58), mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajar harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
a. Saling Ketergantungan Positif
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggung jawaban kelompok. Pertama: mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. kedua: menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:
a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Tanpa kebersamaan, tujuan mereka tidak akan tercapai.
b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.
c) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok. Artinya, mereka belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.
d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubung, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.
b. Tanggung Jawab Perseorangan
Pertanggung jawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
Beberapa cara menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah (a) kelompok belajar jangan terlalu besar, (b) melakukan assesmen terhadap setiap siswa, (c) memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk mempersentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada seluruh peserta didik di depan kelas, (d) mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok, (e) menguasai seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa dikelompoknya, (f) menugasi peserta didik mengajar temannya.
c. Interaksi Promotif
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:
a saling membantu secara efektif dan efisien;
b Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan;
c Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien;
d Saling mengingatkan;
e Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta menigkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi;
f Saling percaya;
g Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
d. Komunikasi Antar Anggota
Komunikasi antar anggota adalah keterampilan sosial, untuk mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik harus:
a saling mengenal dan mempercayai;
b Mampu berkomunikasi secara kurat dan tidak ambisius;
c Saling menerima dan saling mendukung;
d Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
e. Pemrosesan Kelompok
Pemrosesan mengandung nilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa diantara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok kelompok adalah meningkatkan efektifitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda.Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif dapat mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student centered.Pada intinya konsep dari model pembelajaran kooperatif adalah Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut
B. Saran-Saran
Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilam kooperatif sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.Agar pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses berorientasi pembelajaran kooperatif dapat berjalan, sebaiknya guru membuat perencanaan mengajar materi pelajaran, dan menentukan semua konsep-konsep yang akan dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses yang akan dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ismail. (2003). Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP.
Sri Wardhani. (2006). Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Tim PPPG Matematika. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika.
Widowati, Budijastuti. 2001 Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
www.kabar-pendidikan.blogspot.com,www.kmp-malang.com
www.arminaperdana.blogspot.com, http://grosirlaptop.blogspot.com
Kegagalan Negara Memberantas Kekerasan?
Kegagalan Negara Memberantas Kekerasan?
Aksi kekerasan yang terjadi belakangan ini menyisakan sejumlah persoalan serius. Salah satunya adalah kegagalan negara melindungi dan menjamin rasa aman warganya. Pernyataan Presiden SBY bahwa tidak ada ruang bagi anarkisme dan premanisme di negeri ini ternyata belum menjamin terciptanya rasa aman. Kegagalan negara menindak aksi premanisme kelompok sosial atau ormas tertentu tidak hanya mengusik rasa aman warga, tetapi juga menggugat peran negara selaku penjamin keharmonisan hidup bernegara.
Kita pun bertanya, di manakah negara ketika kelompok ormas tertentu bebas menebar ancaman, intimidasi, dan kekerasan? Di manakah aparat keamanan ketika para preman meneror warga negara? Pertanyaan ini menggugat tugas dan peran negara dalam sebuah negara kontraktarian. Dalam bukunya berjudul Leviathan, Thomas Hobbes berpendapat bahwa setiap individu dalam masyarakat memiliki kepentingan-diri (self interest) yang ia kejar dan realisasikan. Konflik sosial dan kekerasan horisontal terjadi ketika terdapat kesamaan tujuan yang ingin direalisasikan. Hobbes melihat bahwa konflik antarwarga negara merupakan kenyataan sosial yang niscaya terjadi, karena orang lain adalah ancaman bagi perealisasian kepentingan-diri tersebut. Pernyataan klasik homo homini lupus dari Thomas Hobbes menggambarkan sifat dasar setiap warga negara yang egoistis, individualistis, tertutup, kasar, dan anti sosial (Peter Singer, 1981: 23-24).
Negara harus imparsial
Mengikuti alur argumentasi Hobbesian, negara adalah pihak ketiga yang eksistensinya bersifat mutlak, karena menjamin bahwa perealisasian setiap kepentingan-diri tidak saling berbenturan satu sama lain. Dengan kekuatan pemaksanya yang lebih besar dari kekuatan individu atau kelompok serta legitimasi kekuasaan yang didapatkannya dari masyarakat, negara kemudian menindak tegas siapa saja yang ingin mengembalikan keadaan ke “semua melawan semua” (homo homini lupus).
Bagi penulis, cara beragumentasi semacam ini tidak tepat menjelaskan konflik dan kekerasan yang terjadi di Republik ini karena dua alasan. Pertama, dari perspektif evolusioner, karakter manusia tidak bersifat egoistik, kasar, individualis, tertutup dan anti sosial. Makhluk dengan karakteristik semacam itu akan mudah punah dalam evolusi (Frans de Waal, 2011). Pada dasarnya manusia adalah makhluk altruis. Dia membuka diri, bersedia hidup bersama, bahkan sanggup mengorbankan dirinya bagi sesama. Sikap altruis dalam mengorbankan hidupnya demi orang lain itu pertama-tama memang terbatas bagi keluarga inti saja, tetapi lama kelamaan akan berkembang menjadi tindakan-tindakan yang sangat heroik seperti membela kebenaran, menegakkan keadilan, dan sebagainya.
Potret ini menegaskan bahwa akar kekerasan massa tidak bisa dipahami dengan mengasumsikan karakter manusia sebagai makhluk yang melulu individualis, kasar, dan anti sosial. Ada faktor eksternal yang menjadi pemicunya, dan untuk Indonesia bisa jadi disebabkan oleh kesenjangan ekonomi dan penegasian hak rakyat atas tanah leluhurnya, akses kepada pelayanan publik, pemerataan pembangunan, pelayanan kesehatan, dan sebagainya (kasus Bima, Mesuji, Papua dan daerah-daerah lainnya).
Ideologi agama pun dapat menjadi faktor pemicu kekerasan. Sebagai hasil kreasi budaya manusia, agama seharusnya membangun ideologinya di atas kenyataan manusia sebagai makhluk altruis, yakni spesies yang tidak hanya bersifat sosial, tetapi juga sanggup mengorbankan kepentingannya demi kepentingan yang lebih besar. Agama yang ideologinya menentang sifat dasar manusia sebenarnya melawan kodrat Sang Pencipta sendiri yang menginginkan keselamatan bagi semua, kecuali agama mengkonstruksi sendiri wujud Tuhan yang eksklusif, yakni Sang Pencipta yang mempersempit cinta-Nya hanya untuk sekelompok orang.
Kedua, jika paham negara kontraktarian Hobbes dipertahankan, penegakan hukum yang pasti dan adil seharusnya menjadi jaminan terciptanya keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kasus di mana negara gagal mencegah kelompok tertentu melakukan kekerasan (aksi premanisme di RSPAD Gatot Soebroto atau premanisme di ruang sidang), sudah hampir pasti terjadi keberpihakan negara terhadap penegakan hukum. Paham negara kontraktarian mengisyaratkan bahwa setiap pihak yang berkonflik hanya akan menyerahkan kekuasaannya kepada negara jika negara sebagai penjaga keamanan memiliki sikap imparsial alias tidak memihak. Satu-satunya kepentingan negara adalah terciptanya keamanan bagi semua warga, dan bukan keamanan bagi kelompok tertentu saja demi perealisasian kepentingan dirinya.
Hemat penulis, dalam konteks inilah peran negara sebagai penjaga keamanan yang imparsial itu sedang dipertaruhkan di Republik ini. Pertanyaan di balik upaya negara menghalau aksi protes dan kekerasan negara selalu berbunyi, “Kepentingan siapakah yang sedang dibela?” Ini pertanyaan dasar yang menggugat imparsialitas negara sebagai penjamin keamanan masyarakat. Kewibawaan negara merosot persis ketika masyarakat tahu bahwa yang dibela negara adalah kepentingan pemilik modal, kepentingan liberalisasi ekonomi, kepentingan kelompok kaya, atau bahkan kepentingan penegak keamanan itu sendiri.
Situasi dilematis
Apa jadinya jika negara tidak sanggup menjamin keamanan warga karena sikapnya yang memihak? Pertama, negara dapat saja meningkatkan kekuatan pemaksa agar sanggup menindas kelompok yang dianggapnya pengacau. Tetapi, cara ini justru menciptakan rasa tidak aman bagi semua kelompok masyarakat. Negara bagi kelompok tertindas akan dilihat sebagai kekuatan penanding dan sama sekali bukan penjamin rasa aman. Sementara bagi kelompok yang dibela, negara memang menjamin rasa aman, tetapi bersifat semu karena rasa aman tercipta melalui akumulasi kekuatan pemaksa negara. Kita tahu bahwa akumulasi kekuatan bersenjata tidak pernah bersifat tak-terbatas.
Kedua, pembubaran negara dapat dipikirkan sebagai jalan keluar ketika negara ketahuan membela hanya kelompok tertentu dan menindas kelompok lainnya. Ini langkah paling ekstrem yang secara teoretis dapat dipahami. Masyarakat kemudian kembali ke keadaan asali (the original state) sampai semua pihak yang bertikai kembali membentuk negara baru demi mencegah situasi permusuhan semua melawan semua. Jalan keluar semacam sulit diwujudkan bukan hanya karena memiliki biaya politik yang tinggi, tetapi juga merendahkan rasionalitas manusia. Negara modern yang demokratis, yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan, persamaan derajat, dan rasional justru memberi peluang bagi pembaruan dan reorientasi peran negara. Ini dilakukan melalui tekanan publik dan pemberitaan media massa terhadap sikap berpihak negara terhadap kelompok tertentu serta keberingasannya terhadap kelompok lainnya.
Dalam arti itu siapapun penegak hukum dan aparat keamanan yang bersikap parsial, misalnya menindas rakyat karena membela kelompok bermodal harus dibawa ke pengadilan dan dihukum seadil-adilnya. Dalam negara demokratis, inilah satu-satunya jaminan yang sanggup meyakinkan publik bahwa negara memang berdiri di atas semua pihak. Apakah kemudian kita pantas berharap bahwa kekerasan di Bima, Mesuji, Papua, atau pembekingan terhadap kelompok preman tertentu dapat diselesaikan dengan menyeret aparat keamanan atau penegak hukum tertentu yang nakal ke meja hijau? Proses demokratisasi akan membuktikan ini, tetapi yang jelas, keberpihakan negara yang menguntungkan kelompok tertentu saja hanya akan memperpendek usia Republik ini. Itulah ketakutan terbesar setiap kita yang cinta Indonesia.[]
Keterangan: Tulisan ini pernah dimuat di Harian Suara Pembaruan, Sabtu: 3 Maret 2012.
http://jeremiasjena.wordpress.com/category/artikel-populer/
PANCASILA PENJAMIN PLURALITAS BANGSA
PANCASILA PENJAMIN PLURALITAS BANGSA
Apa kado istimewa yang akan kita berikan di hari ulang tahun Pancasila yang ke-66, 1 Juni 2011? Kita sedang berada dalam situasi kehidupan berbangsa dan bernegara di mana Pancasila diragukan sebagai sebuah ideologi yang sakti. Pancasila bukan sebuah ideologi yang sakti dalam pengertian memposisikannya sebagai “self-operated tool” yang bekerja secara otomatis dalam menangkal setiap ancaman terhadap eksistensi bangsa. Dalam arti ini, benar kiranya apa yang ditegaskan Christian Wibisono, bahwa yang penting bukan apakah Pancasila itu ideologi yang sakti atau tidak, tetapi bagaimana kita menerima dan mempertahankannya sebagai ideologi pemersatu bangsa (Suara Pembaruan, 27 September 2005). Masih menurut Wibisono, eksistensi bangsa dan negara bahkan terletak pada kesediaan kita menerima atau menolak Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Di sinilah letak pentingnya merefleksikan kedudukan Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Menyimak kembali pidato Bung Karno di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, kita mengerti mengapa Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa dan negara Indonesia. Bung Karno menempatkan Pancasila sebagai filosofische grondslag, yakni “fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang kekal dan abadi.” Demikianlah, kelima sila Pancasila merupakan pengejawantahan (embodiment) dari seluruh nilai dan norma bangsa Indonesia. Kelima nilai dasar Pancasila merupakan jiwa atau hasrat yang mendalam dan kekal yang seharusnya menjadi fondamen penggerak dan justifikasi perilaku berbangsa dan bernegara.
Bagi Bung Karno, pemikiran semacam ini hanya mungkin dipahami kalau kita juga mengetahui raison d’etre pendirian negara RI. Bagi dia, kemerdekaan Indonesia tidak saja sebagai “jembatan emas” menuju kehidupan bersama yang lebih baik dan sejahtera, tetapi juga kesempatan emas untuk mewujudkan kehidupan bersama yang menghormati, menghargai dan memberi tempat bagi nilai-nilai plural bangsa. Apa yang dikatakan Bung Karno mengenai negara Indonesia sebagai “semua untuk semua” tidak lain sebagai penegasan atas dimensi plural bangsa. Hanya Pancasila yang menjamin bahwa bahwa pluralitas akan tetap dihormati, diakui dan diberi tempat di Indonesia. Karena itu, secara ekstrem dapat dikatakan bahwa negara Indonesia akan hancur dan runtuh ketika Pancasila diganti dengan ideologi lain.
Ancaman mengenai kehancuran bangsa dan negara Indonesia nyata di hadapan mata. Kecuali internasionalisme, keempat nilai dasar Pancasila yang dikemukakan Bung Karno dapat menjadi dasar untuk mengidentifikasi ancaman terhadap keutuhan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, paham kebangsaan dan faham negara bangsa (nationale staat) sebagaimana dibayangkan Bung Karno yang meliputi seluruh wilayah yang pernah dikuasasi Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit jelas tidak mungkin kita wujudkan sekarang. Tetapi yang terpenting dari penegasan Bung Karno mengenai paham kebangsaan adalah bahwa masyarakat yang mendiami wilayah kesatuan RI ini harus memiliki hasrat untuk hidup bersama. Hasrat itu tampaknya melemah seiring dengan praktik ketidakadilan dan korupsi yang merajalela di negeri ini. Inilah ancaman kedua yang harus diwaspadai. Ketidakadilan itu ditunjukkan oleh negara secara sangat gamblang selama masa pemerintahan Orde Baru dan sekarang semakin menjadi-jadi. Sebagian besar masyarakat hidup serba terbatas karena krisis ekonomi berkepanjangan, sementara pengadilan terhadap para koruptor belum memenuhi rasa keadilan. Belum lagi upaya rekonsiliasi dan penghentian penyidikan atas kasus Soeharto, mantan penguasa Orde Baru, yang tidak hanya menegasikan hak politik rakyat, tetapi juga memperkaya diri dan kroni-kroninya. Persamaan ekonomi (economic equality) sebagaimana dibayangkan Bung Karno ketika mengusulkan sila kesejahteraan sebagai nilai keempat Pancasila jelas jauh panggang dari api.
Ketiga, memudarnya dasar mufakat dari praktik pengambilan segala keputusan publik di Republik ini menjadi salah satu ancaman kehancuran bangsa. Simak saja apa yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat. Menguatnya praktik voting dalam proses pengambilan keputusan yang penting jelas dapat menghancurkan semangat hidup bersama. Bayangkan saja bahwa RUU APP yang kontroversial itu akan diputuskan melalui sebuah mekanisme voting. Sudah dapat dipastikan bahwa RUU APP tersebut akan lolos dan diundangkan, karena hampir semua fraksi telah menyetujuinya. Di sini kita lupa bahwa persetujuan by majority tidak hanya memaksa kaum minoritas untuk menerima apa yang sudah diputuskan, tetapi juga menegasikan hak-hak politik mereka.
Saya yakin, ketika Bung Karno berbicara mengenai dasar mufakat atau musyawarah dalam pengambilan keputusan, yang muncul dalam pikiran Beliau adalah kesediaan untuk duduk bersama dan berbicara secara terbuka sebagai sesama anak bangsa, terlepas dari segala atribut suku, agama, dan ras. Contoh yang sangat nyata dan historis mengenai hal ini adalah bagaimana kelompok Islam bersedia bermusyawarah dengan kelompok anak bangsa yang lain dan bersepakat untuk menghilangkan tujuh kata dari sila pertama dalam Piagam Jakarta. Prinsip musyawarah sebetulnya cocok dengan apa yang dikatakan David Tracy (1991:8-10) mengenai pluralisme radikal, bahwa kalau pun hanya ada satu orang yang berbeda pendapat, perbedaan itu tidak bisa dimatikan atas nama kehendak mayoritas.
Keempat, formalisme keagamaan dan kecendrungan intoleransi yang menguat akhir-akhir ini dapat membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kalau kita perhatikan, penegasan bahwa negara menjamin setiap pemeluk agama untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masih sebatas nilai normatif yang belum diwujudkan sepenuhnya. Izin pendirian rumah ibadah, penghancuran rumah-rumah ibadah atau larangan bagi agama lain untuk berkembang di sebuah daerah tertentu hanyalah sederet contoh kecil yang dapat dikemukakan. Bung Karno mengatakan bahwa paham ketuhanan yang hendak diwujudkan di Indonesia bukan dalam arti mendasarkan negara atas ajaran agama tertentu, tetapi mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berketuhanan dengan menghormati satu sama lain. Karena itu, memperjuangkan kepentingan politik, apapun bentuknya, dengan mendasarkannya pada imperatif agama tertentu justru menjadi ancaman yang serius bagi keberlangsungan hidup agama lain. Selain itu, pemaksaan kehendak atas nama ajaran agama tertentu dalam proses perundang-undangan juga sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa.
Karena itu, kado istimewa yang harus kita berikan pada hari ulang tahun Pancasila yang ke-66, adalah penegasan kembali akan komitmen kita, bahwa Pancasila benar-benar ingin kita jadikan sebagai dasar atau fondamen kehidupan bersama. Tanpa komitmen itu, negara perlahan-lahan akan hancur, karena masing-masing orang atau kelompok memperjuangkan kepentingannya sendiri. Sayang memang, sebuah republik yang didirikan dengan susah payah akhirnya harus hancur karena ego dan kepentingan sesaat masyarakatnya sendiri.
Sumber: http://jeremiasjena.wordpress.com/category/artikel-populer/page/2/
Rekayasa Sosial Demi Mencegah Terorisme?
Rekayasa Sosial Demi Mencegah Terorisme?
Sidney Jones, peneliti senior International Crisis Group Working to Prevent Conflict Worldwide menolak anggapan umum bahwa kekerasan dan terorisme dalam bentuk bom bunuh diri disebabkan oleh rendahnya pendidikan atau kemiskinan para pelakunya (Kompas.com, 21 April 2011). Meskipun bukanlah hal baru dalam kajian mengenai terorisme, asumsi atau hipotesa semacam ini menarik karena bisa menjelaskan aksi bom bunuh diri yang terjadi di Cirebon beberapa waktu lalu, di mana tingkat pendidikan dan ekonomi pelakunya tidak bisa dikatakan rendah. Demikian pula justifikasi atas perekrutan beberapa mahasiswa di Malang (Jawa Timur), bukan untuk menjadi calon teroris, tetapi menjadi anggota kelompok radikal yang menginginkan pendirian NKRI bukan atas dasar Pancasila.
Bagaimana pun juga, sinyalemen semacam ini harus ditanggapi positif, misalnya dengan memicu penelitian ilmu sosial secara ekstensif dan mendalam soal motivasi orang dan/atau kelompok tertentu yang menghalalkan cara terror dan kekerasan demi mencapai tujuan politiknya. Sayangnya, penelitian semacam ini belum banyak dilakukan di Indonesia, persis ketika kita terlalu sibuk mengurus hal-hal lain seputar korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, atau skandal seks anggota DPR. Bagi saya, penelitian sosial mengenai pandangan ideologis atau epistemologi sosial yang melatarbelakangi lahirnya kelompok radikal atau terorisme seharusnya lebih giat dilaksanakan karena …. Alasan pragmatis.
Pertama, pada tataran rekayasa sosial demi kehidupan bersama dalam sebuah masyarakat pluralis, dta mengenai keadaan real masyarakat mutlak diperlukan. Misalnya, mengapa kelompok masyarakat tertentu begitu mudah direkrut menjadi anggota kelompok radikal? Jika bukan karena alasan ekonomi atau alasan rendahnya pendidikan, apa alasan utamanya? Apakah valid mengatakan bahwa aksi kekerasan massa bermotifkan ajaran agama merupakan bagian dari solidaritas semesta dari kelompok agama tertentu dalam rangka membela kepentingan saudara-saudaranya di belahan dunia tertentu yang “menderita” kekerasan dan ketidakadilan karena dominasi negara-negara Barat?
Kedua, penelitian sosial semacam ini sangat penting tidak hanya dalam merumuskan kebijakan-kebijakan publik, tetapi juga dalam rekayasa dan desain kurikulum pendidikan nasional. Tentu hal ini masih bisa diperdebatkan, misalnya apakah etis menyertakan ideologi dan kepentingan bangsa dalam desain kurikulum pendidikan nasional? Untuk ilmu-ilmu eksak, jawabannya bisa saja “tidak”, tetapi tidak untuk ilmu sosial. Justru muatan kepentingan bangsa berdasarkan ideologi Pancasila selaku penjamin pluralitas kehidupan berbangsa dan bernegara sangat dibutuhkan sangat dibutuhkan.
Kadang atas nama kebebasan dan demokrasi, kita melupakan kepentingan bangsa. Mungkin menarik juga melakukan penelitian sosial untuk mengevaluasi buku-buku teks ilmu sosial dan agama yang digunakan di sekolah-sekolah dasar dan menengah di seluruh Indonesia. Saya tidak mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial harus disusupi muatan kepentingan bangsa (pluralitas, Pancasila, persatuan dan kesatuan, dan sebagainya). Tetapi kalau kita tidak cukup jeli dan waspada terhadap cara berpikir dan argumentasi yang sifatnya eksklusif, yang cenderung mengkategorikan masyarakat berdasarkan “kelompok kita” dan “kelompok mereka”, “orang seagama” dan “berbeda agama”, atau “the we” dan “the they”, maka kita sebetulnya sedang menggali kubur kehancuran negara kita sendiri.
Saya teringat beberapa hari lalu bersama seorang rekan mahasiswa asal Indonesia, beragama Islam dan kawan dekat saya, makan siang di restoran mahasiswa bersama seorang rekan peneliti (berprofesi sebagai Medical Doctor) dari Mesir. Semula dia mengira saya seorang Muslim, mungkin karena berpikir bahwa mayoritas orang Indonesia adalah Muslim, karena itu saya adalah seorang Muslim. Dalam obrolan kami tersebut, dia membangun serangkaian argumentasi yang menurut saya cukup menyudutkan inti ajaran Kekristenan, misalnya anggapannya bahwa keyakinannya seputar keesaan Allah dan konsep tri tunggal (trinity) dalam kekristenan sebagai hal yang non-sense dan sulit dibuktikan. Ketika dia berbicara agak tendesius dan intoleran, temanku mungkin merasa tidak nyaman, dan mengatakan kepada rekan dari Mesir itu kalau aku seorang Katolik.
Saya bisa melihat kekagetan rekan dari Mesir itu. Tetapi yang menarik setelah itu adalah dia menanyakan apakah kami bisa “berdebat” mengenai agama, dan ketika saya mengatakan tidak apa-apa, dia lalu “menyerang” habis-habisan pemahamanku saya mengenai trinitas, bagaimana saya bisa menjelaskan paham Allah yang Esa dalam kerangka trinitas. Tentu saya tidak bisa menjelaskan secara menyakinkan, karena pemahaman saya pun bukanlah yang terbaik. Tetapi, kalau pun pemahaman saya mengenai trinitas adalah yang terbaik, apakah saya sanggup memuaskan dia?
Di sinilah saya melihat sesuatu sikap yang persis berbeda dengan rekan saya dari Indonesia yang adalah seorang Islam. Dalam dialog antaragama, menurut saya, yang harus terjadi bukanlah “perdebatan” mengenai siapa yang paling benar, tetapi sebuah sharing iman dan pengalaman rohani serta berbagi kepedulian dan komitmen sosial untuk memajukan kehidupan sosial. Alasannya, perdebatan di tingkat inti ajaran, kredo, dan teologis, tidak akan pernah mencapai kesepakatan persis ketika agama-agama mengklaim diri sebagai yang paling benar dan otentik.
Contoh ini saya kemukakan untuk membantu menjelaskan pentingnya memiliki pemahaman yang holistik mengenai kelompok sosial dan agama yang berbeda dengan kita. Saya teringat penelitian UIN Syarifhidayatullah belum lama ini yang mengatakan bahwa guru-guru agama di Indonesia adalah kelompok yang paling tidak toleran. Taruhlah jika kebanyakan guru agama di Indonesia demikian keadaannya, dan mereka mengajarkan murid-muridnya untuk bersikap radikal terhadap agamanya tanpa bersikap toleran terhadap agama lain, bayangkan apa efek sosialnya. Tentu saya tidak mengatakan bahwa muatan pendidikan agama harus dikontrol negara. Lagi-lagi, kalau pun dikontrol negara, tidak ada jaminan bahwa kita tidak akan mengajarkan intoleransi kepada para siswa dan orang-orang di sekitar kita.
Sekali lagi, ini semua hanyalah contoh. Yang ingin saya katakan adalah bahwa kita perlu membaca separah apakah keadaan sosial masyarakat Indonesia? Apakah kita cukup toleran, menerima kehadiran orang lain yang berbeda secara suku dan agama sebagai bagian dari realitas sosial, atau menerimanya dengan sikap kebencian, rasa muak, dan keinginan untuk meniadakan mereka. Bagi saya, penelitian sosial bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sekaligus membantu kita merekayasa kehidupan sosial kita menjadi lebih baik lagi.