Roleplayer "MAAF"

13 January 2015 14:56:06 Dibaca : 2480

CONTOH NASKAH ROLE PLAYER

“MAAF”

Pelaku 1: Sry Ade Muhtya Gobel, sebagai Ade
Pelaku 2: Fuad, sebagai Kak Fuad (Kakak dari Ade)
Pelaku 3: Kurniawan Muchtar, sebagai Ayah
Pelaku 4: Siti Latifa, sebagai Sila (Sahabat Ade yang biasa berkata bijak
Pelaku 5: Yasin Nasilla, sebagai Yasin (Sahabat Ade, tapi Non muslim)

Kata “Maaf” adalah kata yang sangat bermakna dan terkadang sulit diucapkan. Cerita ini akan menggambarkan permasalahan-permasalahan yang biasanya terjadi dalam masyarakat. Isi cerita ini bukan bermaksud untuk menyinggung orang lain, ataupun bermaksud menggurui. Semoga cerita dapat bermakna.

***

Disudut ruang kecil yang terdapat sebuah meja kecil nan lucu yang bertumpukkan banyak buku-buku. Ade dalam keadaan melamun, terlihat seperti ada yang menjadi beban dalam pikirannya. Ade kembali teringat pada sosok ibunya yang telah pergi, rasa rindu pun berkecamuk dalam hatinya.

“Ayah kok jam segini belum pulang? Segitu sibuknya yah sampai-sampai jarang di rumah,” gumam ade yang terpaku pada sebuah novel yang sedang dibacanya.
Tiba-tiba handphone berdering, nama Ayah tampil dilayar kaca handphone.

“Assalamualaikum ayah, ayah dimana ? kok jam segini belum pulang ? kakak belum pulang nih, ade takut sendirian.” Ketus ade tanpa memberikan kesempatan ayahnya berbicara.

“Maaf , ayah kayaknya pulang agak telat, nanti ayah telpon kakakmu buat temenin kamu di rumah, sudah dulu yah, ayah mau lanjut kerja dulu,” dengan cepat ayah berbicara dan langsung memutuskan telpon tanpa meninggalkan salam.
Beberapa saat kemudian lonceng rumah pun berbunyi,

“Kak, kemana ajah sih loe ? aku sendirian tau,”

“Aish, manja loe de, biasanya juga sendiri,” sambil mencubit gemes pipi Ade.

“Ehh, gimana kabar sahabat loe de ? itu loh yang kecil-kecil imut,” tanya kak fuad sambil meneguk minuman yang ada di tangannya.

“Huh, mau tau ajah, kalau urusan sila cepet banget,” Balas Ade dengan langkah meninggalkan Kak Fuad.

***

Esok harinya dengan cuaca yang cerah, mentari mulai menampakkan dirinya, sehingga cahayanya memasuki celah-celah ventilasi di setiap ruangan, di ruang keluarga terlihat pemandangan yang tak begitu hangat, perbincangan Ade dan Ayahnya semakin menampakkan perdebatan.

“Kenapa sih semenjak ibu nggak ada ayah jarang di rumah ? pulangnya telat, selalu saja kerja, kerja, dan kerja. Nggak ada waktu untuk aku.”

“Kerjaan ayah tuh banyak, waktu Ayah bukan hanya untuk kamu, dan kakakmu. Ayah kayak gini, cari uang yang banyak semua demi kalian. Jadi kamu kuliah ajah yang bener, nggak usah nanya-nanya lagi kenapa ayah kayak gini. Kamu kan udah gede bukan anak kecil lagi, kamu nggak harus sama ayah terus,” Jawab ayah dengan nada suara yang sedikit tinggi.

“Tapi aku juga butuh Ayah buat nyemangatin aku, buat support aku. Aku nggak butuh uang Ayah, yang aku butuh kasih sayang. Kenapa Ayah lebih mementingkan kerja’an dari pada aku dan kakak.” Ade menangis dan langsung meninggalkan Ayah di ruang keluarga.
Kak Fuad mendengar perdebatan itu langsung menuju ke ruang keluarga,

“Seharusnya Ayah nggak bicara kayak gitu ke Ade, Ayah nggak pernah ngerti apa yang dia rasakan, aku nggak bakalan nuntut apa-apa kok dari Ayah. Aku hanya minta kasih sayang Ayah ke Ade yang seperti dulu. Semenjak ibu pergi sikap Ade berubah-ubah. Emosinya nggak stabil, wajar kalau Ade minta waktu Ayah untuk dia.”

Mendengar perkataan Kak Fuad, Ayah terdiam dan tak bisa berkata-kata apalagi. Ayah menyadari sikap yang selama ini diperbuat, tidak membuat semuanya menjadi baik-baik saja.

***

Di dalam ruangan kuliah, Yasin dan Sila sedang menanti kedatangan Ade,

“Gimana kabar kamu de?” sahut sila

“Iya, ada cerita apalagi nih?” sambung Yasin, seraya mendekat kearah Ade.

“Yah, masih sama kayak kemarin-kemarin,” jawab Ade dengan wajah yang murung.

“Maaf ya de, aku bukannya mau ikut campur dalam masalah kamu. Tapi aku sebagai sahabat kamu hanya ingin tahu apa bener Ayah kamu sibuk dengan pekerjaannya ? Kan bisa ajah sibuk ama yang lainnya.”

“Astafirullah, kamu nggak boleh bicara seperti itu Yasin, dalam Islam kita nggak boleh ber-Suudzon kepada orang lain. Itu bisa menyebabkan fitnah. Sesungguhnya fitnah itu adalah hal yang paling dibenci oleh Allah SWT,” Jawab Sila dengan tegas.

“Aku nggak fitnah atau apalah yang kamu bilang. Aku cuman mau memastikan apa iya Ayahnya bener-bener sibuk.”

“Itu sama saja kamu menuduh Ayah Ade yang nggak bener. Dan itu bisa menimbulkan fitnah, yang bisa saja melukai perasaan orang lain,”
Ade yang sejak tadi terdiam dan mendengar perdebatan itu tiba-tiba marah dengan suara yang cukup lantang.

“Udah berdebatnya? Puas bicaranya ? Dan kamu Yasin, aku nggak nyangka kok bisa kamu berfikir seperti itu ke Ayahku. Walaupun aku marah ke Ayah, tapi aku nggak pernah kepikiran kalau Ayah berbuat seperti itu,”

Yasin pun kaget, ternyata pernyataan yang ia ucapkan membuat Ade marah. Secepatnya ia meminta maaf kepada Ade atas perbuatannya yang telah membuat Ade tersinggung dan marah.

“Maaf yaa de, aku nggak bermaksud menuduh Ayah kamu, aku minta maaf atas kelancangan pertanyaanku tadi,” Pinta Yasin ke Ade dengan wajah penyesalan.

“Iya-iya nggak apa-apa. Jangan lagi kamu berfikir tentang Ayah seperti itu, maaf juga suara Ade agak keras,”

“Nah gitu dong saling memaafkan itu hal yang paling baik daripada bermarahan, lagian kamu juga sih,” Sambil menepuk bahunya Yasin. ”Iya bu guru bawel,” ucap Yasin dengan nada meledek.
Kehangatan persahabatan Ade, Sila, dan Yasin kembali terasa, setelah tadi suasana yang sedikit memanas.

***

Setelah proses perkuliahan semua mahasiswa keluar dari ruang kuliah, yang tertinggal hanya Ade, Sila, dan Yasin.

“Main ke rumah yuk, sekalian kerja tugas kelompok” ajak Ade.

“Ayo, kebetulan juga aku nggak punya agenda hari ini,” sahut sil

“Yah, sebentar gue mau ibadah, trus gimana dong ?” tanya Yasin yang sedikit kecewa.

“Ohh iya hari ini jadwal kamu ibadah, nggak apa-apa deh, kita bisa ngerti. Sesama umat manusia kan harus saling menghargai,” jawab Sila seperti biasanya yang selalu bijaksana.

“Haduh, ibu guru mulai lagi deh kata-kata bijaknya,” ledek Yasin pada Sila.

Ade hanya bisa tersenyum melihat keakraban 2 sahabatnya tersebut. Walaupun ada perbedaan agama di antara mereka bertiga, tetapi rasa persaudaraan, saling pengertian, toleransi tetap mereka jaga.
Tiba-tiba di depan pintu muncul Kak Fuad,

“Hai Kak Fuad, kemana ajah? Kok baru kelihatan?,” tanya Yasin.

“Nggak kemana-mana kok, disini ajah,”

“Hmm, kayaknya punya maksud nih kesini. Mau lihat Sila kan? Ayo ngaku, ayo ngaku,”

“Apa’an sih Yas,” ucap Sila dengan wajah yang tersipu malu.

“Cie-cie, Sila ampe malu gitu loh kak,” ledek Ade.

“Haduh, kalian apa-apa’an sih, kasihan Silanya jadi malu. Oh iya mau pulang bareng gue atau nggak?,”

“Iya-iya pulang bareng. Guys, aku pulang dulu yah. Daahhh,”

“Daaahhh,” sahut Sila dan Yasin

Ade pun pulang bersama-sama Kak Fuad. Sesampainya di rumah, Ade kaget dengan keberadaan Ayah di rumah yang nggak biasanya jam segini ada di rumah.”Kalian udah pulang yaa?,” tanya Ayah kepada Ade dan Kak Fuad.

“Iya, tumben Ayah jam segini udah pulang. Biasanya sibuk banget ampe lembur,” jawab Ade sedikit sinis.

“Kamu masih marah ya sama Ayah? Ayah minta maaf, maafin Ayah karena terlalu sibuk dengan pekerjaan Ayah. Ayah nggak merhatiin kamu dan kakakmu lagi. Semenjak ibu pergi, Ayah mikirnya hanya cari uang untuk kalian. Ayah nggak mikirin perasaan kalian,” ucap Ayah dengan wajah yang sedih, yang menggambarkan penyesalan atas apa yang selama ini Ayah perbuat.

Ade yang duduk di samping Ayah, mendengar ucapan Ayah tersebut mulai merasa bersalah juga, karena sering marah-marah ke Ayah.

”Ayah maafin Ade juga ya. Ade nggak bermaksud buat marah ke Ayah. Aku mau kasih sayang Ayah ke aku dan kakak itu nggak hilang karena kesibukan Ayah,”

“iya sayang, kamu nggak salah kok. Ayah ngerti kenapa kamu bersikap seperti itu ke Ayah, Ayah yang salah, maafin Ayah,”
Dari kejauhan Kak Fuad mengamati perbincangan Ade dan Ayah.

“Ya Allah, terima kasih atas kebahagiaan yang telah Engkau kembalikan dalam keluargaku,” doa Kak Fuad.

“Berpelukannnnnnnnn,” teriak Kak Fuad yang langsung mendekati Ade dan Ayah.

Akhirnya Ayah menyesali atas segala sikap yang telah ia perbuat dan keadaan yang selama ini hilang bagi Ade telah kembali yaitu Kasih Sayang.