ARSIP BULANAN : April 2015

Etika & Filsafat Komunikasi -- Part 02

14 April 2015 20:45:24 Dibaca : 2927

(lanjutan -- Part 02)

Konsep dan Teori

5. Tema pokok – MC – Simbolis

Dalam komunikasi dikenal sebuah teori tentang interaksi manusia, yaitu teori interaksi simbolik. Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang menjadi ciri khas manusia, yaitu komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek. Perspektif ini mengatakan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra mereka. Teori interaksi simbolik ini memiliki tujuh prinsip sebagai berikut:

1) Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah,diberkahi dengan kemampuan berpikir. Manusia dan hewan adalah makhluk hidup, tetapi manusia diberkahi dengan kemampuan berpikir, sedangkan hewan tidak.

2) Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. Manusia memiliki kemampuan berpikir yang memang sudah diberikan oleh sang pencipta,tetapi kemampuan berpikir manusia tersebut dapat terbentuk dan semakin berkembang melalui interaksi sosial.

3) Dalam interaksi sosial, manusia mempelajari makna dan simbol yang memungkinkan mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yaitu berpikir. Manusia berpikir untuk menginterpretasi makna dari simbol-simbol yang mereka temukan dalam kehidupan mereka.

4) Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan dan interaksi yang khas manusia. Makna dan simbol yang telah diinterpretasi melalui berpikir oleh manusia kemudian dilanjutkan dengan tindakan dan interaksi-interaksi selanjutnya yang kemudian menjadi kebiasaan manusia dalam sehari-harinya.

5) Manusia mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi mereka atas situasi. Dengan berpikir pula, manusia kemudian tidak hanya menginterpretasi makna dan simbol dalam kehidupan mereka, tetapi juga memodifikasi atau mengubah makna dan simbol tersebut, atau bahkan menciptakan simbol-simbol mengenai hal-hal yang ada di sekeliling mereka.

6) Manusia mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan mereka memeriksa tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.

7) Pola-pola tindakan dan interaksi yang berkelanjutan ini membentuk kelompok dan masyarakat. Kelompok masyarakat ini lalu membuat kesepakatan atas hal-hal yang ada di sekeliling mereka mengenai simbol-simbol dan maknanya yang kemudian mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai makhluk simbolik.

Bagi Blumer keistimewaan pendekatan kaum interaksionisme simbolis ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan pada tindakan itu.

Pendekatan interaksionisme simbolik berkembang dari sebuah perhatian ke arah dengan bahasa; namun Mead mengembangkan hal itu dalam arah yang berbeda dan cukup unik. Pendekatan interaksionisme simbolik menganggap bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual.

Dari sini kita bisa membedakan teori interaksionisme simbolis dengan teori-teori lainnya, yakni secara jelas melihat arti dasar pemikiran kedua yang mengacu pada sumber dari arti tersebut.Teori interaksionisme simbolis memandang bahwa “arti” muncul dari proses interaksi sosial yang telah dilakukan. Arti dari sebuah benda untuk seseorang tumbuh dari cara-cara di mana orang lain bersikap terhadap orang tersebut. Sehingga interaksi simbolis memandang “arti” sebagai produk sosial; Sebagai kreasi-kreasi yang terbentuk melalui aktifitas yang terdefinisi dari individu saat mereka berinteraksi.
Pandangan ini meletakkan teori interaksionisme simbolis pada posisi yang sangat jelas, dengan implikasi yang cukup dalam.

Pendapat

Dari teori dan konsep diatas bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik karena dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering menggunakan simbol-simbol. Seperti salah satu contoh penggunaan simbol dalam kehidupan sehari-hari adalah simbol-simbol pada peraturan lalu lintas, misalnya lampu lalu lintas atau lebih sering disebut lampu merah oleh masyarakat luas yang terdiri dari tiga warna yaitu merah,kuning, dan hijau. Warna-warna tersebut masing-masing memiliki makna tersendiri yakni warna merah yang memerintahkan para pengguna jalan untuk berhenti, warna kuning yang memerintahkan untuk berhati-hati, dan lampu hijau yang memerintahkan untuk kendaraan jalan.

Simbolik merupakan hal-hal yang mengandung simbol-simbol. Jadi, dapat dikatakan bahwa makhluk simbolik merupakan makhluk yang menggunakan hal-hal yang simbolik atau mengandung simbol-simbol. Simbol-simbol yang dimaksud disini bukan sekedar simbol-simbol tak bermakna, tetapi hal-hal tersebut memiliki makna masing-masing dan tidak satupun simbol yang tercipta tanpa memiliki makna tersendiri. Misalnya, warna merah dan warna putih pada bendera Indonesia, warna merah pada bendera tersebut dianggap sebagai simbol keberanian dan warna putih dianggap sebagai simbol kesucian.

Simbol-simbol dalam kehidupan manusia juga erat kaitannya dengan budaya. Dalam suatu kebudayaan, masyarakat dalam kebudayaan tersebut sering menggunakan simbol-simbol dalam melambangkan sesuatu.
Berdasarkan beberapa pemaparan contoh di atas, dapat di katakan bahwa manusia dalam menggunakan atau menciptakan simbol-simbol yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka berasal dari pengalaman hidup mereka. Seperti yang menciptakan lampu lalu lintas setelah melihat kecelakaan lalu lintas. Maka dari itu, manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik.

Oleh sebab itu, setiap manusia dapat berinteraksi dengan hal-hal di sekelilingnya dengan menggunakan aturan seperti saat seseorang melakukan kesalahan kepada orang lain, dia harus meminta maaf kepada orang tersebut. Akan tetapi berbeda dengan hewan, hewan tidak perlu meminta maaf kepada hewan lainnya ketika melakukan kesalahan, karena hewan tidak memiliki akal untuk berpikir bahwa mereka harus berinteraksi dengan hewan lainnya dengan menggunakan aturan.

Dalam berinteraksi, manusia menggunakan akal mereka untuk memahami hal-hal yang ada di sekeliling mereka dan melalui pemahaman tersebut kemampuan berpikir manusia terbentuk dan semakin berkembang menjadi luas.
Jadi, interaksi manusia di mediasi oleh penggunaan simbol-simbol, oleh interpretasi, atau oleh penetapan makna dari tindakan orang lain. Mediasi ini ekuivalen dengan pelibatan proses interpretasi antara stimulus dan respon dalam kasus perilaku manusia.
Pendekatan interaksionisme simbolik memberikan banyak penekanan pada individu yang aktif dan kreatif ketimbang pendekatan-pendekatan teoritis lainnya.

Dengan mengetahui interaksionisme simbolik sebagai teori maka kita akan bisa memahami fenomena sosial lebih luas melalui pencermatan individu. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna; makna tersebut didapatkan dari interaksi dengan orang lain; makna tersebut berkembang dan disempurnakan saat interaksi tersebut berlangsung (George Herbert Blumer).

Berdasarkan diagram diatas, sudah jelas bahwa interaksionalisme simbolik itu membantu manusia dalam berinteraksi dengan apapun. Oleh karenanya, manusia bertindak terhadap sesuatu berdasar makna-makna yang dimiliki benda itu bagi mereka. Asumsi ini menjelaskan prilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi simbolik dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula.

Makna-makna itu pula merupakan hasil dari interaksi sosial dalam masyarakat manusia. Dalam sudut pandang ini, makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis didalam seorang individu yang menghasilkan makna, melihat makna sebagai suatu yang terjadi di antara orang-orang. Makna adalah “produk sosial” atau “ciptaan” yang dibentuk dalam dan melalui pendefinisian aktivitas mausia ketika mereka berinteraksi.

Dan kemudian makna-makna seperti symbol dimodifikasikan dan ditangani melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh setiap individu dalam keterlibatannya dengan tanda-tanda yang dihadapinya. Blumer menyatakan bahwa proses intepretatif ini memiliki dua langkah.

Dalam kehidupan sehari - hari kita sebagai manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya agar tetap eksis di dunia. Dengan berhubungan tersebut kita menggunakan berbagai bentuk komunikasi baik verbal ataupun non verbal.

Dalam hal ini, manusia sebagai pelaku komunikasi secara sadar dalam interaksionalisme simbolik, karena manusia dalam berinteraksi meberikan tindakan. Oleh karena itu,jujur atau tidak jujur,sadar atau tidak di sadari. Dari kita bangun tidur; membuka mata,sampai kita tertidur lagi. Tak sedikit kita menemui,memakai dan memaknai begitu banyak jumlah “simbol-simbol” dan “tanda” entah itu dalam bentuk gambar,tulisan,ucapan,ungkapan ataupun perbuatan tingkah laku.

Contohnya, orang biasanya menyampaikan cinta dengan bunga, warna merah artinya marah, warna hitam bersedih dan masih banyak yang lainnya. Ada simbol yang ada semenjak kita lahira (simbol bawaan) ada; semisal kita menggelengkan kepala artinya tidak mau atau mengedipkan mata sebelah artinya oke tapi secara diam-diam saja. Juga ada simbol yang kita buat karena kebutuhan (simbol terapan). Seperti sandi dan lambang-lambang tertentu yang hanya di mengerti orang-orang tertentu saja.
Simbol bawaan, akan senantiasa melekat di ruang kesadaran dan dalam sekejap dengan mudah dapat ditangkap oleh lawan komunikasi kita.

Berkaitan dengan Tindakan maka manusia bisa menjadi manusia penuh, seperti tiap kita menyikapi permasalahan pasti orang lain akan dapat menyimpulkan siapa kita. Teori interaksionisme simbolis memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam pengertian yang mendalam. Maksudnya ialah manusia merupakan makhluk yang ikut serta dalam interaksi sosial dengan dirinya sendiri dengan membuat sejumlah indikasi sendiri, serta memberikan respon pada indikasi. Manusia bukanlah makhluk yang sekedar berinteraksi lalu merespon, tetapi juga makhluk yang melakukan serangkaian aksi yang didasarkan pada perhitungan yang matang atau tindakan yang matang pula.

Interaksionisme Simbolik adalah suatu teori tentang pribadi atau individu, tindakan sosial, yang dalam bentuknya yang paling distingtif tidak berusaha untuk menjadi suatu teori makro dalam masyarkat.
Penjelasan-penjelasan mengenai tindakan–komponen teoritis–tetap sederhana, tetapi ini bisa dilihat sebagai suatu pilihan yang sadar dalam rangka menangkap beberapa kerumitan situasi nyata. Dan tugas teoritis yang ditunjukannya ialah pengembangan dari penjelasan teoritis canggih yang berlangsung lebih dalam pada aspek-aspek tindakan individu, tanpa kehilangan kerumitan dari dunia nyata.

Karena itu, bisa dikatakan tindakan dan tingkah laku itu adalah tanda. Yaitu tanda siapa dia yang bertindak dan yang berlaku. Jika dia begitu pasti dia orangnya begitu, adalah simbol.
Tapi saya tidak setuju jika bentuk tubuh adalah tanda, seperti umpamanya kulitnya agak merah orangnya suka marah dan lain sebagainya.

Terkadang dalam interksionalisme simbolik selalu ada yang namanya Dramaturgi yang merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai rentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Diri adalah pengaruh dramatis yang muncul dari suasana yang ditampilkan (interaksi dramatis), maka ia mudah mengalami gangguan.

Konsep dan Teori

6. MC sebagai Makhluk Sosial (Blumer dan Mead)

Manusia dikatakan mahluk sosial yaitu mahluk yang di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia di katakan mahluk sosial, juga di karenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial (social need) untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Kemampuan dan kebiasaan manusia berinteraksi antar individu maupun kelompok ini disebut juga dengan zoon politicon. Istilah manusia sebagai zoon politicon pertama kali di kemukakan oleh Aristoteles yang artinya manusia sebagai binatang politik. Manusia sebagai zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas, seperti negara. Seringkali di dasari oleh kesamaan ciri atau kepentingan masing-masing. Misalnya, orang kaya cenderung berteman dengan orang kaya. Orang yang berprofesi sebagai artis, cenderung mencari teman sesama artis.

Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, di sadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa di katakana kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi
dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai. Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain.

Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu:

a) Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.

b) Perilaku manusia mengharapkan suatu penilaian dari orang lain.

c) Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain

d) Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.

Dalam teori George Herbert Mead, dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972), mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. Menurut mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap Play Stage, tahap Game Stage, dan tahap Generalized Other.

Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para pakar berbicara mengenai bentuk-bentuk sosialisasi, Seperti sosialisasi setelah masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.

Sedangkan dalam teori George Herbert Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama dalam interaksi manusia, yaitu tentang pemaknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya kepada ‘komunitas’ yang lebih besar yakni masyarakat.

Dari teori Mead dan Blumer, pengertian Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.

Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah,manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.

Pendapat

Dari penjelasan konsep di atas tentang manusia sebagai makhluk sosial, hal tersebut sudah menjadi kesepakatan masyarakat umum tentang definisi manusia. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk bersosialisasi.Bersosialisasi disini berarti membutuhkan lingkungan sosial sebagai salah satu habitatnya maksudnya tiap manusia saling membutuhkan satu sama lainnya untuk bersosialisasi dan berinteraksi.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara.

Manusia pun berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Namun potensi yang ada dalam diri manusia itu hanya mungkin berkembang bila ia hidup dan belajar di tengah-tengah manusia. Untuk bisa berjalan saja manusia harus belajar dari manusia lainnya.

Dari gambaran diatas jelas bagaimana manusia itu sendiri membutuhkan sebuah interaksi atau komunikasi untuk membentuk dirinya sendiri malalui proses meniru. Sehingga secara jelas bahwa manusia itu sendiri punya konsep sebagai makhluk sosial.
Yang menjadi ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosialadalah adanya suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang lainnya.

Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi dengan sesamanya. Ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya, ia selalu hidup sebagai warga suatu kesatuan hidup, warga masyarakat, dan warga negara. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial baik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan pertentangan yang diakibatkan oleh interaksi antarindividu. Tiap-tiap pribadi harus rela mengorbankan hak-hak pribadi demi kepentingan bersama Dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri.

Manusia juga mempunyai perasaaan emosional yang ingin diungkapkan kepada orang lain dan mendapat tanggapan emosional dari orang lain pula. Manusia memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri pengakuan, dan berbagai rasa emosional lainnya. Tanggapan emosional tersebut hanya dapat diperoleh apabila manusia berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dalam berhubungan dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kantmengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan.

Dalam pelaksanaannya interaksi sosial, manusia dihadapkan pada berbagai kondisi serta factor-faktor yang berpengaruh dalam perjalanan hidup manusia. Faktor-faktor ini didukung juga dengan keberadaan norma serta unsur interaksi sehingga pelaksanaanya bisa berjalan selaras dengan kelangsungan hidup manusia selama dibumi. Tidak mungkin ada orang yang bisa tidak melakukan interaksi sosial selama hidupnya bahkan orang-orang yang disebut “anti sosial” saja tidak akan tahan tidak melakukan interaksi sosial. Oleh karena itu, interaksi sosial sangatlah penting selama manusia hidup.

Dalam teori George Herbert Blumer, bahwa manusia disebut sebagai makhluk sosial, karena manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka kenakan kepada pihak lain tersebut, yang kemudian pemaknaan muncul dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara alamiah. Di sinilah, George Herbert Blumer menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan.

Sementara itu George Herbert Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini adalah dasar bagi masyarakat manusiawi (human society). Konsep dari George Herbert Mead tentang ‘diri’ (self). Konsep diri menurut George Herbert Mead sebenarnya kita melihat diri kita lebih kepada bagaimana orang lain melihat diri kita. Konsep diri adalah fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada konsep diri. Nah, konsep diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan melalui konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa (language).

Sedangkan menurut teori George Herbert Mead yakni Mind, Self, and Society. Mind identik dengan simbol. Sesuatu akan dianggap sebagai simbol jika ada sesuatu yang lain yang terdapat di dalamnya. Sesuatu yang memiliki satu makna saja atau tanpa melalui proses interpretasi, maka belum bisa disebut dengan simbol, mind bukanlah suatu benda melainkan suatu proses sosial. Mind atau yang biasa dianggap sebagai akal budi identik dengan penggunaan simbol-simbol. Mind inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwamind itu merupakan penerapan atau identik dengan simbol-simbol di mana simbol sendiri ada dua jenis yaitu gerak-gerik dan bahasa.

Kemudian Self memiliki sifat dinamis. Self berada di luar diri individu namun tetap berinteraksi dengan dunia luar. Self sendiri dibagi menjadi tiga macam yaitu play stage (tahap bermain), game stage (tahap pertandingan) dan generalized other (harapan-harapan, standar umum, kebiasaan yang berlaku pada tempat tersebut).
Sedangkan Society, Mead melihat masyarakat secara kecil dan menganggap lembaga organisasi hanyalah merupakan respon yang biasa saja atas tingkah laku masyarakat. Mead hanya menyatakan bahwa masyarakat ada sebelum ada individu dan proses mental atau proses berfikir terbentuk dari masyarakat. Jadi, bagi Mead pola interaksi dan institusi sosial itu hanya merupakan respon yang biasa terjadi dalam masyarakat.

Jadi manusia adalah makhluk yang selalu menggunakan simbol dan simbol untuk menjaga eksistensinya, dari masa - ke masa siimbol selalu berubah sesuai budaya lingkungan dan daerah dimana simbol itu terdapat. Dalam artian lain Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/pengertian-filsafat/ (diakses, 08 Apr 2015)

http://filsafat-ilmu.blogspot.com (diakses, 08 Apr 2015)

http://inespratiwi.blogspot.com/2012/11/ilmu-teori-dan-filsafat-komunikasi.html (diakses, 08 Apr 2015)

http://etika-filsafat-komunikasi.blogspot.com/2007/11/pemikiran-pemikiran-filsafat-komunikasi.html (diakses, 09 Apr 2015)

http://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/ (diakses, 09 Apr 2015)

http://anisfatayati.blogspot.com/2013/04/teori-teori-kebenaran-dalam-filsafat.html (diakses, 09 Apr 2015)

http://gowithdflo.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-hakikat-filsafat.html (diakses, 10 Apr 2015)

http://hendymanajaerpendidikan.blogspot.com/2013/05/hakikat-pengetahuan-filsafat.html (diakses, 10 Apr 2015)

http://sinaukomunikasi.wordpress.com/2011/08/20/interaksi-simbolik/ (diakses, 10 Apr 2015)

http://lauraerawardani.blogspot.com/2014/04/interaksionisme-simbolik.html (diakses, 09 Apr 2015)

http://azenismail.wordpress.com/2010/05/14/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-makhluk-sosial/ (diakses, 09 Apr 2015)

http://setya-wa2n.blogspot.com/2012/09/manusia-sebagai-mahluk-sosial.html (diakses, 10 Apr 2015)

Etika & Filsafat Komunikasi -- Part 01

14 April 2015 20:40:22 Dibaca : 3040

Nama : Yasin Nasila

NIM : 291414010

Kelas : A – Ilmu Komunikasi

M.K : Etika dan Filsafat Komunikasi

 

Konsep dan Teori

1. Pengantar Filsafat

Secara etimologis, filsafat diambil dari bahasa Arab, falsafah berasal dari bahasa Yunani, Philosophia, kata majemuk yang berasal dari kata Philos yang artinya cinta/suka, dan kata Sophia yang artinya bijaksana. Dengan demikian secara etimologis, filsafat memberikan pengertian cinta kebijaksanaan. Sedangkan secara terminologis, filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya.

Filsafat dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagat raya yang selanjutnya berkembang ke arah kosmologi. Filsafat ini kemudian menjurus pada filsafat spekulatif pada Plato dan metafisika pada Aristoteles. Filsafat merupakan sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran tentang Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia itu.

Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang melalui dua jalur. Jalur yang pertama ilah filsafat alam (natural philosophy) yang mempelajari benda dan peristiwa alamiah. Yang kedua adalah yang menyangkut tujuan dan kewajiban manusia seperti etika, politik, dan psikologi disebut filsafat moral (moral philosophy). Sebutan itu kemudian dirasakan terlampau sempit dan diperluas menjadi filsafat mental dan moral (mental and moral philosophy).

Isi filsafat ditentukan oleh objek yang dipikirkan. Ada dua objek dalam filsafat diantaranya: Objek Material, yaitu segala yang ada dan mungkin ada, jadi luas sekali dan tidak terbatas. Objek material antara filsafat dengan sains (ilmu pengetahuan) sama, yaitu sama-sama menyelidiki segala yang ada dan mungkin ada. Tapi ada dua hal yang membedakan diantaranya:

a) Sains menyelidiki objek material yang empiris. Sedangkan filsafat menyelidiki bagian yang abstraknya.

b) Ada objek material filsafat yang memang tidak dapat diteliti oleh sains seperti tuhan, hari akhir (hal-hal yang tidak empiris). Jadi objek material filsafat lebih luas daripada sains.

Objek Formal (sikap penyelidikan), yakni penyelidikan yang mendalam atau ingin mengetahui bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang objek yang tidak empiris. Objek ini hanya dimiliki oleh filsafat saja. Sains tidak mempunyai objek forma. Karena objek sains hanya terbatas pada sesuatu yang bisa diselidiki secara ilmiah saja, dan jika tidak dapat diselidiki maka akan terhenti sampai disitu. Tetapi filsafat tidaklah demikian, filsafat akan terus bekerja hingga permasalahannya dapat ditemukan sampai akar-akarnya.

Ada lima metode yang digunakan untuk memecahkan problema-problema filsafat yaitu: metode deduksi, induksi, positivisme, kontemplatif dan metode dialektik.
Filsafat juga terdiri atas tiga cabang besar yaitu: ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan :

- Ontologi membicarakan hakikat (segala sesuatu), ini berupa pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu. Ontologi adalah reori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realitas ialah kenyataan yang selanjutnya menjurus pada suatu kebenaran

- Epistimologi membicarakan cara memperoleh pengetahuan itu. Istilah epistemologi pertama kali dicetuskan oleh L. F. Ferier pada abad 19 di Institut of Methaphisycs (1854). Buku Encyclopedia of Phylosophy, dan Brameld mempunyai pengertian yang hampir sama tentang epistemologi. Epistemologi aalah studi tentang pengetahuan, bagaimana kita mengetahui benda-benda

- Aksiologi membicarakan guna/nilai pengetahuan itu. Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai.

Menurut Francis Bacon, seorang filsuf renaisance, akal manusia mempunyai 3 macam daya, yaitu: ingatan, imajinasi, dan pikiran. Daya ingatan menciptakan sejarah, daya imajinasi menciptakan puisi, dan daya berpikir menciptakan filsafat. Filsafat terdiri atas 3 bagian, yaitu”

1. filsafat tentang Tuhan atau teologi,

2. filsafat tentang alam atau kosmologi,

3. filsafat tentang manusia atau antropologi.

Pendapat

Dari konsep dan teori yang di paparkan di atas, Filsafat adalah ilmu yang berguna, yang mengawang (tidak menginjak bumi). Ahli - ahli filsafat sering disebut dengan filsuf - telah mencoba untuk mengerti dan mendalami hakikat hidup dan kehidupan (termasuk alam semesta) dengan suatu pemikiran yang mendalam sebagai kekhasan pemikiran filsafat. Para filsuf mencari hakikat Tuhan, hakikat alam semesta dan hakikat manusia diharapkan dapat mewujudkan gagasan-gagasan yang dapat diterapkan dalam hidup pribadi dan hidup bermasyarakat. Orang pertama yang menggunakan kata philosophia adalah Phytagoras. Sesungguhnya manusia belum sepenuhnya memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yang dimaksud dengan kebijaksanaan .

Struktur/sistematika filsafat berkisar pada tiga cabang flsafat yaitu teori hakikat (ontologi), teori pengetahuan (epistemologi) dan teori nilai (aksiologi).

Dalam kajiannya, Ontologi adalah studi filosofis tentang hakikat ini, eksistensi atau kenyataan seperti itu, serta menjadi kategori dasar dan hubungan mereka. Ontologi sebagai bagian dari cabang utama filsafat yang dikenal sebagai metafisika, ontologi berkaitan dengan pertanyaan mengenai apa yang ada entitas atau dapat dikatakan ada, dan bagaimana badan tersebut dapat dikelompokkan, terkait di dalam hirarki, dan dibagi menurut persamaan dan perbedaan.

Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu. Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base”.

Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada.

Sedangkan dalam kajian Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan linkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologi juga dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat, sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.

Manfaat mempelajar filsafat diantaranya adalah manfaat dari sisi pengetahuan dan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dari sisi pengetahuan filsafat disebuat sebagai induk dari setiap disiplian ilmu pengetahuan, maka untuk memahami ilmu pengetahuan dan mampu me-interdisipliner-kan kita butuh filsafat. Filsafat dalam kehidupan sehari-hari bisa dijadikan patokan utama dalam mengembangan kebutuhan-kebutuhan manusia serta piranti dalam memahami proses keseharian secara mendalam dan jelas.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan mendasar manusia yang tidak terletak pada wewenang metode – metode khusus.
Jadi, filsafat membantu untuk mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya. Kemampuan ini dipelajari melalui 2 jalur yaitu:

• Secara sistematik, artinya filsafat membahas metode – metode mutakhir untuk menangani permasalahan mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan, baik pengetahuan biasa maupun ilmiah, tentang tanggung jawab, keadilan dan sebagainya.

• Secara historis, melalui sejarah filsafat kita belajar untuk mendalami, menanggapi, serta mempelajari jawaban yang dibahas oleh para pemikir dan filsuf terkemuka.

Dalam konsep/teori diatas ada dua objek filsafat yakni Objek material dan Objek formal. Objek material filsafat ialah segala sesuatu yang menjadi masalah, segala sesuatu yang yang dipermasalahkan oleh filsafat. Objek material filsafat ialah sarwa yang ada, yang pada garis besarnya dapat kita bagi atas 3 persoalan pokok: Hakikat Tuhan, Hakikat Alam dan Hakikat Manusia. Sedangkan Objek formal filsafat ialah usaha untuk mencari keterangan secara radikal (sedalam – dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat. Menurut Oemar Amin Hoesin, objek formal filsafat tidak lain ialah mencari keterangan yang sedalam – dalamnya tentang objek material filsafat (segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada).

Ada lima metode yang digunakan untuk memecahkan problema-problema Filsafat yaitu: metode deduksi, induksi, positivisme, kontemplatif dan metode dialektik.

a) Metode Induktif, Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilrnu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila bertolak dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan ¬pernyataan universal.

b) Metode Deduktif, Deduksi adalah suatu metode yang menyimpan bahwa data¬-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.

c) Metode Positivisme, Metode ini dikeluarkan oleh August Comte. Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui yang faktual yang positif. Dia menyampingkan segala uraian persoalan di luar yang ada sebagai fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika yang diketahui positif, adalah segala yang nampak dan segala efode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang gejala-gejala saja.

d) Metode Kontemplatif, Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkanpun akan berbeda-beda seharusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.

e) Metode Dialektis, Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jaujab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Pidato mengartikannya diskusi logika. Kemudian Kini dialekta berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam dan metode peraturan, dan juga analisis sistematika tentang ide mencapai apa yang terkandung dalam pandangannya.

Konsep dan Teori

2. Filsafat dan Ilmu Komunikasi

Filsafat dan Ilmu Komunikasi diartikan sebagai “kegiatan berpikir dan mengkaji secara lebih mendalam, cermat, dan kritis terhadap proses komunikasi yang meliputi ontologinya, epistemologinya maupun aksiologinya dan mencoba memperoleh jawaban yang tepat dengan terus menanyakan jawaban-jawaban untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses komunikasi tersebut.” (Kriyantono 2012:47)

Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos,pathos,dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponen filsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.

Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Adapun pengertian filsafat komunikasi menurut para pakar antara lain:

1. Richard Lanigan
Richard Lanigan mengatakan, bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini :

• Apa yang aku ketahui?

• Bagaimana aku mengetahuinya?

• Apakah aku yakin?

• Apakah aku benar?

Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi terhadap : Metafisika, Epistemologi, Aksiologi dan Logika.
Filsafat dalam ilmu komunikasi ini mengisyaratkan mengenai kebenaran sejati yang mesti ditemukan dalam ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi lahir karena para ahli terdahulu yang meneliti mengenai kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Baik dalam menyampaikan pesan ataupun bagaimana caranya.

2. Stephen W. Littlejohn
Penelaahan terhadap teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan empat tema :

a) Tahap Metatheoritical; Meta mempunyai beberapa pengertian:

- Berubah dalam posisi (changed in position)

- Di seberang, di luar atau melebihi (beyond)

- Di luar pengertian dan pengalaman manusia (trancending);

- Lebih tinggi (higher)

b) Tahap Hipotetikal adalah tahap teori di mana tampak gambaran realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan.

c) Tahap Deskriptif, tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.

Sedangkan empat tema dimaksud adalah :

a) Tema Epistemology (pertanyaan mengenai pengetahuan) adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia.

b) Tema Ontology (pertanyaan mengenai eksistensi); Ontology adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud/sifat fenomena yang ingin kita ketahui.

c) Tema Perspective (pertanyaan mengenai focus); Suatu teori terdapat pada fokusnya

d) Tema Axiology (pertanyaan mengenai nilai). Cabang Filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi pakar komunikasi, ada tiga persoalan aksiologis :

- Apakah Teori Bebas Nilai ?

- Sejauh mana pengaruh praktek penyelidikan terhadap obyek yang dipelajari?

- Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial?

3. Whitney R. Mundt
Whitney R. Mundt tidak menghitungkan filsafat komunikasi sebagai filsafat yang sebenarnya. Filsafat komunikasi menampilkan kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan negara. Mundt dalam filsafatnya menyatakan penjelasan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik dimana keseimbangan kekuatan selalu bergeser.

Pendapat

Setiap ilmu mempunyai filsafatnya, begitu pula ilmu komunikasi. Filsafat suatu ilmu merupakan landasan pemikiran dari ilmu yang bersangkutan, titik tolak bagaimana ilmu itu bermaksud mencapai tujuannya yaitu kebenaran. Komunikasi atau publishtik sejak semula mempunyai arti yang erat dengan pengertian dengan perkataan orang mengenai perkataan publik. Dalam bahasa Latin, kata publik berasal dari populus yang berarti ditujukan pada rakyat atao orang banyak, artinya terbuka untuk umum. Selanjutnya kata itu membentuk suatu ilmu yang dinamakan ilmu publishtik atau ilmu komunikasi, untuk membentuk suatu pengabdian dalam masyarakat, maka ilmu ini ingin menjadikan masyarakat ideal yang harmonis serta adil. Dimana menurut ilmu publishtik, syaratnya adalah bahwa keadaan ideal ini dapat dicapai dengan mencari kebenaran dan pembentukan pemikiran-pemikiran yang dianggap benar di masyarakat.

Komunikasi yang harmonis dapat berlangsung apabila komunikator dan komunikan memberi arti yang sama pada lambang yang sama. Pangkal komunikasi yang harmonis adalah berfikir secara analisis, logis, dan kreatif. Dengan demikian, saat penggunaan proses komunikasi, mau tidak mau komunikan dan komunikator haruslah mendengar dengan teliti, menyelidiki dengan mendalam, menganalisa hubungan dengan sangkut paut apa yang telah dikatakan dan dialami oleh pembicara. Untuk dapat berbicara dengan baik, maka yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menganalisa terhadap komunikan

2. Menganalisa apa yang hendak dikatakan

3. Menganalisa untuk mengatur pembicaraan mana yang dianggapnya adalah yang terpenting dan yang kurang penting.

4. Menganalisa mana yang lebih baik dikatakan

5. Menganalisa mana yang harus dikatakan kembali demi jelasnya pesan.

Dengan demikian dalam berkomunikasi, tugas dari komunikator maupun komunikan adalah untuk berdasarkan analisa, berfikir, dan berkomunikasi secara sistematis dan logis dengan cara mengadakan seleksi dari fakta ataupun pendapat yang dimilkinya. Jelaslah bahwa filsafat dan ilmu komunikasi memiliki hubungan yang tidak terpisahkan, karena saling terkait satu sama lain.

Kemudian Filsafat memilki hubungan yang sangat erat dan terkait dengan berbagai disiplin ilmu, terutama agama, sosiologi, antropologi, komunikasi, dan pendidikan. Karena pangkal tujuan dari semua disiplin ilmu adalah mencapai kebenaran, dengan pengumpulan berbagai fakta-fakta yang saling berkaitan satu sama lain.

Bilamana suatu disiplin ilmu tidak mengandung filsafat, maka itu merupakan kemustahilan. Karena pada hakikatnya, filsafat lah yang menunjukkan pada kebenaran, sehingga sesuatu yang diharapkan oleh suatu disiplin ilmu akan tercapai. Namun lain halnya pada disiplin ilmu agama, di sini filsafat yang sejati adalah filsafat yang berdasarkan pada agama, disebabkan keterbatasan akal yang terlibat dalam suatu pemikiran yang mendalam dalam berfilsafat, dikhawatirkan akan memberi pamahaman di luar akidah.

Dalam konsep filsafat komunikasi, ontologi membahas ada tidaknya, epistemologi membahas mengapa dia ada, dan aksiologi membahas bagaimana cara menerapkannya dan apa pula manfaatnya. Didalam konsep lain, filsafat dan ilmu komunikasi juga membahas logika (benar tidaknya), estetika (indah tidaknya), dan etika (baik buruknya).

Dalam filsafat komunikasi yang dianggap benar adalah fakta dan realitas eksternal & internal. Konsep ontology dalam komunikasi, ada karena diri sendiri dan ada karena orang lain. Dan konsep aksiologi dalam komunikasi, ada manfaat dan nilai kegunaan. Serta konsep epistemologiny dalam komunikasi, bagaimana cara memperolehnya. Tujuan dari ilmu komunikasi adalah mempengaruhi orang lain. Seperti dalam teori komunikasi, yakni:
[S – R] → [Stimulus – Respon]
[S – O – R] → [Stimulus – Organisme – Respon]

Ilmu komunikasi berasal dari ilmu terapan yang akarnya berasal bisa dari ilmu elektronika, psikologi, sosiologi, dan lain - lain.
Dalam hal ini, filsafat komunikasi berarti menggali secara mendalam baik segala hal maupun fenomena komunikasi itu sendiri. Hal ini dapat bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru atau bahkan memperbarui dan menyempurnakan teori yang sudah ada. Kegiatan berfilsafat ini berdasarkan keingintahuan dan keragu-raguan manusia akan segala sesuatu yang berada di sekitarnya secara khusus fenomena komunikasi yang didalamnya meneliti hasil hubungan dan interaksi antarmanusia yang mana interaksi tersebut merupakan objek material ilmu komunikasi.

Manusia sebagai mahluk sosial akan selalu berhubungan dengan manusia lain melalui komunikasi. Retrokira sebagai ilmu mengenai pernyataan antar manusia diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles. Gagasan awal mengenai pernyataan antarmanusia dinyatakan dalam model sederhana, yaitu komunikator, pesan, dan komunikan. Perkembangan selanjutnya menjadi ilmu komunikasi dengan model yang lebih rumit, ada komunikator, pesan, komunikan, media, dan efek. Mempelajari komunikasi sebagai ilmu akan menjadi dasar bagi seseorang untuk memahami komunikasi dari tinjauan filsafati. Mengerti filsafat ilmu komunikasi akan mempermudah seseorang dalam menyusun pikirannya sebagai isi pesan komunikasi. Isi pesan yang tersusun secara logis, etis dan estetis merupakan usaha agar proses komunikasi efektif.

Dalam komunikasi terdapat 5 unsur yang harus di perhatikan, yakni :

1. Who? (siapa / sumber). Sumber atau komunikator adalah pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu negara sebagai komunikator.

2. Says What? (pesan). Apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan kepada penerima (komunikan), dari sumber (komunikator) atau isi informasi. Merupakan seperangkat symbol verbal atau non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna, symbol untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan.

3. In Which Channel? (saluran / media). Wahana atau alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak atau elektronik, dan lain-lain).

4. To Whom? (untuk siapa / penerima). Orang / kelompok / organisasi / suatu negara yang menerima pesan dari sumber. Disebut tujuan (destination) atau pendengar (listener) atau khalayak (audience) / komunikan / penafsir / penyandi balik (decoder).

5. With What Effect? (dampak / efek). Dampak atau efek yang terjadi pada komunikan (penerima) setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya pengetahuan, dll.

Contohnya seperti, Komunikasi antara dosen dengan mahasiswanya. Dosen sebagai komunikator harus memiliki pesan yang jelas yang akan disampaikan kepada mahasiswanya atau komunikan. Setelah itu dosen juga harus menentukan saluran untuk berkomunikasi baik secara langsung (tatap muka) atau tidak langsung (media). Setelah itu dosen harus menyesuaikan topic/diri/tema yang sesuai dengan si komunikan, juga harus menentukan tujuan komunikasi/maksud dari pesan agar terjadi dampak/effect pada diri komunikan sesuai dengan yang diinginkan.

Dari contoh teori dan contoh di atas, sudah jelas bahwa komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan (penerima) dari komunikator (sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung atau tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator. Yang memenuhi 5 unsur who, says what, in which channel, to whom, with what effect.

Konsep dan Teori

3. Kebenaran

Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Ada dua pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran). Persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itu yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin hidup tanpa kebenaran. Berdasarkan potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi:

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia.

2. Tingkatan ilmiah, pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, diolah pula dengan rasio.

3. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya.

4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan

Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indera.

 Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

Kebenaran dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis dan kebenaran semantis. Kebenaran epistemologis adalah kebenaran yang berhubungan dengan pengetahuan manusia. Kebenaran ontologis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada hakikat segala sesuatu yang ada atau diadakan. Sedangkan kebenaran semantis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat dalam tutur kata dan bahasa. Adapun teori-teori kebenaran menurut filsafat adalah sebagai berikut :

1. Teori Korespondensi
Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek (informasi,fakta,peristiwa,pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide,kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.

2. Teori Konsistensi atau Koherensi
Teori ini merupakan suatu usaha pengujian atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap reliabel jika kesan-kesan yang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme
Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau metode problem solving dalam pengajaran. Dan artinya sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan.

4. Teori Performatif
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti empiris.

5. Teori Struktural
Teori ini menyatakan bawa suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau pwerspektif tertentu dan ada komunitas imuwan yang mengakui atau mendukung paradigm tersebut Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut.

Pendapat

Dari penjelasan teori diatas, kebenaran itu tergantung dari konteks, maksudnya “menurut saya benar, tetapi belum tentu menurut dia itu benar”. Dalam pengertiannya, kebenaran ada dua macam, yakni kebenaran ilmiah (kebenaran yang diuji dengan keilmiahan) dan kebenaran non-ilmiah (kebenaran yang tidak perlu keilmiahan seperti kebetulan).
Kebenaran itu juga sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebenaran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.

Kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupakan pemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual). Substansi kebenaran adalah di dalam intaraksi kepribadian manusia dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya. Semua teori kebenaran itu ada dan dipraktekkan manusia di dalam kehidupan nyata di mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.

Dalam teori kebenaran filsafat itu dijelaskan ada tiga macam teori yakni:

1. Teori Korespondensi, berdasarkan teori ini, Apabila keduanya terdapat kesesuaian (correspondence),maka preposisi tersebut dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran.

2. Teori Koherensi, menganggap suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.

3. Teori Pragmatik, Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode proyek atau metode problem solving dalam pengajaran.

4. Teori Performatif, Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil, dan sebagainya. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran pemegang otoritas.

5. Teori Struktural, Teori ini menyatakan bawa suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau pwerspektif tertentu. Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bias melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Fungsi dari paradigma adalah sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum yang tidak tertulis.

Dalam filsafat, mencari kebenaran amat penting karna kebenaran adalah salah satu tujuan dalam filsafat. Kebenaran adalah tujuan utama dalam berfilsafat. Manusia sadar akan keterbatasan dirinya. Ia akan mulai memikirkan hal-hal kecil dan kemudian memikirkan bahwa di luar manusia pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.
Dari konsep/teori di atas, bahwa kebenaran itu adalah hasil dari seseorang yang berfilsafat. Tapi, hasil filsafat itu akan dikatakan benar jika dipercaya kebenarannya dan dapat dibuktikan.

Seseorang yang mencintai kebenaran, akan bersikap dan bertindak sesuai kebenaran. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis.

Kebenaran yang kita pegang sebagai kebenaran saat ini, mungkin suatu saat hanya akan menjadi suatu pendekatan kasar dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sifat manusia yang selalu meragukan sesuatu dan ingin mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang sejati, yaitu kebenaran yang mutlak diluar jangkauan manusia.

Dalam bahasan ini, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama ataupun langgeng, melainkan bersifat relatif, sementara dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril.

Dalam pemahaman lain, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi yang pertimbangan itu berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berhubungan dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yag sudah ditetapkan atau diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah.

Kita dapat mengelompokkan kriteria kebenaran yang cenderung menekankan satu atau lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh karena teori- teori kebenaran (koresponden, koherensi, pragmatism, performatif dan struktural) itu lebih bersifat saling menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan

Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu. Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu adalah objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini adalah kebenarna tertinggi, dimana semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini : Agama sebagai teori kebenaran, Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi, fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya.

Kebenaran dalam filsafat ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum. Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, abadi dan universal.
Jika kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan, maka benar-benar ada kebenaran teologis dalam kaitannya dengan penciptaan. Ideologi kemudian muncul secara rasional dan bebas, yang ingin mewujudkan hakekat "Kebenaran".

Konsep dan teori

4. Hakekat Filsafat

Filsafat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena filsafat merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan dan mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka masing-masing dalam kehidupan yang nyata.
Filasafat philoshopia berarti cinta pada ilmu pengetahuan atau hikmat . Cinta dalm kebijaksanaan orang yang cinta pada ilmu pengetahuan disebut “philosophos” atau failasuf dalam ucapan bahasa Arabnya.

Prof. Ir. Poedjawijata dalam hal pembatasan nama filsafat itu menyatakan: “Adapun kata filsafat itu kata Arab yang berhubung rapat dengan kata Yunani bahkan asalnyapun dari bahasa Yunani pula. Kata Fhiloshopia itu merupakan kata majemuk yang terdiri dari filo dan sofia. Filo artinya cinta dalm ari yang seluas-luasnya, yaitu ingin dank arena itu lalu berusaha menapai yang di inginkan. Sofia artinya bijaksana atau pandai tahu dengan mendalam. Jadi menurut namanya sajafilsafat boleh ingin tahu dengan mendalam atau cinta kepada kebijaksanaan.

Banyak definisi filsafat yang dikemukakan oleh para filosof diantaranya :

1. Plato (427SM–348SM),filsafat adalah ilu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

2. Aristoteles (382SM–322 \SM),filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan etestika.

3. Descartes (2590–1650),filsafat ialah kumpulan segala ilmu pengetahuan dimana Tuhan, Alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.

4. Immanuel Kant (1724 – 1804),filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya metafisika, etika, agama dan anthropologi.

Pengertian filsafat juga berarti ilmu yang memperlajari akan fakta-fakta dari kenyataan yang ada dengan menggunakan logika, etika, estetika dan teori ilu pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebenaran.

Isi filsafat ditentukan oleh abyek apa yang dipikirkan. Obyek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada.
Obyek yang diselidiki oleh filosof ada obyek material, yaitu segala yang ada tadi tentang obyek material ini banyak yang sama dengan obyek materia sains
Selain obyek materia, yaitu sifat penyelidikan. Obyek forma filsafat adalah peyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris.

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada di alam semesta dan merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Serta membahas 3 hal penting yaitu:

• Tuhan (Teologi).

• Manusia (Humanologi).

• Alam (Kosmologi).

Ciri ilmu filsafat yang membedakan dengan ilmu lain adalah:

• Filsafat membahas ilmu secara sinopsis (menyeluruh).

• Filsafat itu mendasar (radikal) atau membahas tuntas dari awal.\

• Filsafat selalu menanyakan sesuatu dibalik persoalan yang dihadapi dan dipelajari oleh ilmu (spekulatif) tersebut, menetapkan dan mengendalikan pada pikiran rasional dan berusaha mencari kebenaran.

Ada beberapa aliran filsafat yang merupakan pemikiran-pemikiran para pilosof dan berkembang dalam masyarakat dan mempraktekkannya, seperti:

• Empirisme yaitu menekankan pada pengalaman dan penghayatannya terhadap duniadan kehidupan.

• Rasionalisme yaitu pemikiran dan pertimbangan terhadap akal sehat.

• Idealisme yaitu pemikiran yang berdasarka ide, materi, dan perkembangan pada pemikiran jiwa dan raga.

Pendapat

Berbicara mengenai hakikat filsafat itu tidak lah mudah, karena filsafat itu adalah mencari hakekat yang sebenar-benarnya. Filsafat itu adalah bapak dari semua ilmu, mengapa ? Karena semua ilmu pengetahuan mengkaji filsafat. Kalau berbicara tentang filsafat itu sama dengan berbicara semua cabang ilmu.

Dalam berfilsafat atau proses berfikir filsafat itu terdiri dari empat komponen dan tiga pendekatan, yakni : otak, panca indra, fakta, dan informasi awal, sedangkan tiga pendekatannya yaitu alam semesta, kehidupan dan manusia.
Filsafat adalah menyelidiki dan menelaah sebab suatu masalah dari objek tertentu untuk mencari hakikat kebenaran dengan cara berfikir yang logis. Filsafat juga dianggap sebagai kreasi berpikir dengan menggunakan metode-metode ilmiah untuk memahami dunia. Filsafat bertujuan untuk memahami dunia dan memperpadukan hasil dan ilmu pengetahuan ke ilmu pengetahuan special agar menjadi suatu pandangan hidup yang seragam. Itu merupakan tujuan Filsafat dari jaman Thales ( Bapak Filsafat ) hingga jaman sekarang.

Dari teori diatas, membahas tentang pengertian filsafat menurut para pakar filsafat atau filfuf ( secara terminologis ). Dan dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

Di masa sekarang ini, manusia bercorak individualistis, humanistis, romantis, sehingga manusia cepat beralih pada kepentingan-kepentingan dekat dan “dunia” memiliki arti yang lain bagi manusia. Kondisi manusia yang hidup di perkotaan, dengan kendaraan, perumahan, dan segalanya yang ada di kota, membuat manusia semakin jauh dengan dunia astronomis.
Filsafat itu juga adalah suatu usaha untuk memahami dunia dimana kita hidup. Karena kehidupan yang kita jalani penuh kekerasan, maka dorongan untuk ber filsafat terus muncul dan bersemayam dalam kehidupan modern. Tapi waktu sekarang ini sangat lah terbatas, sehingga untuk ber filsafat kita hanya mempunyai kesempatan untuk memikirkan sebagian masalah - masalah dengan mengajukan pertanyaan yang tidak menyeluruh, sehingga tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang menjadi hajat hidup banyak orang.

Ber filsafat berarti berpikir secara radikal. Para filsuf adalah pemikir yang radikal. Karena berpikir secara radikal, ia tidak pernah berhenti hanya pada suatu fenomena semata. Ia tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan, seperti dalam ciri ilmu filsafat.
Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional. Berpikir secara rasional berarti berpikir logis, sistematis, dan kritis. Berpikir logis adalah bukan hanya sekedar menggapai pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.

Bagi seorang pakar filsafat atau filsuf, hanya apabila akar atau realitas telah ditemukan, segala sesuatu yang bertumbuh di atas akar itu akan dapat dipahami. Hanya bila akar suatu permasalahan telah ditemukan, permasalahan itu dapat dimengerti sebagaimana mestinya.

Berfilsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal. Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat, tetapi dalam kegiatan atau problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat mencapai derajat pemikiran filsafat

Filsafat juga bukan hanya mengacu kepada bagian tertentu dari realitas, melainkan kepada keseluruhannya. Dalam memandang keseluruhan realitas, filsafat senantiasa berupaya mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Seorang filsuf akan selalu berupaya untuk menemukan asas yang paling hakiki dari realitas. Oleh karenanaya, para pakar filsafat atau filsuf adalah pemburu kebenaran. Kebenaran yang di buru oleh mereka adalah kebenaran hakiki tentang seluruh realitas dan setiap hal yang dapat di persoalkan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala sesuatu.

Tentu saja kebenaran yang hendak digapai bukanlah kebenaran yang meragukan. Untuk memperoleh kebenaran yang sungguh-sungguh dapat di pertanggungjawabkan, setiap kebenaran yang telah diraih harus senantiasa terbuka untuk dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih pasti. Demikian seterusnya.

Jelas terlihat bahwa kebenaran filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti lagi. Kebenaran yang baru ditemukan itu juga terbuka untuk dipersoalkan kembali demi menemukan kebenaran yang lebih meyakinkan. Dengan demikian, terlihat bahwa salah satu sifat dasar filsafat ialah memburu kebenaran. Upaya memburu kebenaran itu adalah demi kebenaran itu sendiri, dan kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang meyakinkan serta lebih pasti.

Salah satu penyebab lahirnya filsafat ialah keraguan. Untuk menghilang kan keraguan diperlukan kejelasan yang tepat. Ada filsuf yang mengatakan bahwa berfilsafat berarti berupaya mendapatkan kejelasan dan penjelasan mengenai seluruh realitas. Ada pula yang mengatakan bahwa filsuf senantiasa mengejar keje!asan pengertian. Ciri khas penelitian filsafat ialah adanya usaha keras demi meraih kejelasan intelektual (intellectual clarity). Dengan demikian, dapat mengatakan bahwa berpikir secara filsafati berarti berusaha memperoleh kekejelasan.

Mengejar kejelasan berarti harus berjuang dengan gigih untuk mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, dan yang gelap, bahkan juga yang serba rahasia dan berupa teka-teki. Tanpa kejelasan, filsafat pun akan menjadi sesuatu yang mistik, serba rahasia, kabur, gelap, dan tak mungkin dapat menggapai kebenaran.
Jelas terlihat bahwa berfilsafat sesungguhnya merupakan suatu perjuangan untuk mendapatkan kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Perjuangan mencari kejelasan itu adalah salah satu sifat dasar filsafat.

Mempelajari filsafat juga memiliki manfaat praktis. untuk memecahkan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu diterapkan

Mengkaji Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang dalamnya mempelajari metodologi serta hakekat kebenaran dan nilai dari ihwal terutama tentang manusia dan segala cita-citanya, dengan lingkungannya, agamanya, kehidupannya, ideologinya, hakekat dirinya dan lain-lain.

Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan konsep-konsep yang sifatnya umum, misalnya tentang manusia, tentang keadilan, tentang kebebasan, dan lainnya.

Berfilsafat juga terkadang kita tidak factual, kata lain dari tidak faktual adalah spekulatif, yang artinya filsafat membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan-dugaan tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa pemikiran filsafat tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk dalam lingkup kewenangan ilmu khusus.

(lanjutan.... Part 02)