Pengamatan Organ Dan Sistem Organ Pada Tumbuhan dan Hewan

27 October 2024 12:22:05 Dibaca : 63

A. Judul

Pengamatan Organ Dan Sistem Organ Pada Tumbuhan dan Hewan

B. Tujuan

1.      Menjelaskan Derivat-derivat Organ pokok tumbuhan

2.      Menjelaskan Bagian-bagian Akar pada tumbuhan

3.      Menjelaskan Bagian-bagian Batang pada tumbuhan

4.      Menjelaskan Bagian-bagian Daun pada tumbuhan

5.      Menyebutkan Bagian-bagian dari alat reproduksi pada tumbuhan

6.      Menjelaskan Bagian-bagian pada Cyprinus carpio

7.      Menjelaskan Bagian-bagian pada Oreochromis niloticus

C. Alat Dan Bahan

D. Prosedur Kerja

E. Hasil Pengamatan

F. Pembahasan

 

          Laporan praktikum ini berfokus pada pengamatan organ dan sistem organ pada tumbuhan dan hewan. Berikut pembahasan berdasarkan hasil pengamatan yang tertera dalam laporan:

1. Pengamatan Organ Tumbuhan:

          Pada tumbuhan, pengamatan dilakukan pada bagian akar, batang, daun, dan bunga. Setiap bagian ini memiliki fungsi khusus yang menunjang kehidupan tumbuhan:

          Akar: Sebagai organ utama untuk menyerap air dan nutrisi dari tanah, serta memberikan stabilitas.

          Batang: Berfungsi untuk mengangkut air dan nutrisi dari akar ke daun dan mendukung struktur tumbuhan.

          Daun: Tempat utama terjadinya fotosintesis, membantu dalam pembuatan makanan.

          Bunga: Alat reproduksi generatif yang menghasilkan biji melalui proses pembuahan.

          Tumbuhan yang diamati termasuk Amaranthus spinosus, Zea mays, Musa paradisiaca, dan Caesalpinia pulcherima dengan karakteristik morfologi berbeda, seperti tipe akar dan bentuk daun yang unik pada masing-masing spesies.

 

2. Pengamatan Organ Hewan:

          Hewan yang diamati dalam praktikum ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus). Pengamatan difokuskan pada struktur morfologi dan anatomi ikan:

          Ikan Mas: Memiliki tubuh lonjong dengan sisik besar, kumis, dan sirip yang membantu pergerakan serta pernapasan.

          Ikan Nila: Tubuhnya lebih ramping dengan struktur anatomi yang mendukung kemampuannya hidup di lingkungan berarus dan berkembang biak dengan cepat.

          Kedua jenis ikan menunjukkan adaptasi yang berbeda terhadap lingkungan perairan tawar.

3. Kesimpulan:

          Organ dan sistem organ pada tumbuhan dan hewan bekerja secara terkoordinasi untuk mempertahankan fungsi hidup. Pada tumbuhan, sistem ini lebih sederhana, sementara pada hewan lebih kompleks untuk menunjang pergerakan, pencernaan, pernapasan, dan reproduksi.

 

          Dengan memahami anatomi dan fungsi organ pada tumbuhan dan hewan, praktikan diharapkan mampu mengapresiasi adaptasi dan keragaman biologis yang mendukung kelangsungan hidup mereka.

 

G. Dokumentasi

 

A. JUDUL

Analisis Perbedaan Struktur Morfologi Pada Baketeri dan Jamur

B. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Untuk Morfologi Koloni Bakteri

2. Untuk Mempelajari Morfologi Koloni Jamur (Kapang dan Khamir)

C.Alat dan bahan 

a. alat

 

b. bahan

 

D. PROSEDUR KERJA

a). Morfologi Koloni Bakteri

 

b). Morfologi Koloni Jamur

E. HASIL PENGAMATAN

A. Bakteri Staphylococcus aureus

 

B. Bakteri Escherichia coli

C. Jamur

F. HASIL PEMBAHASAN

          Pada hari Selasa, 15 Oktober 2024, kami melaksanakan pra-lab untuk membuat media sediaan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Bahan-bahan yang digunakan meliputi 150 ml aquadest, 3 gr Nutrient Agar (NA), dan 1 gr bubuk powder. Semua alat yang digunakan telah disterilkan dalam laminar air flow. Campuran bahan tersebut dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang telah disterilkan, kemudian dipanaskan di hot plate selama 10 menit pada suhu 60°C. Setelah itu, media disterilkan dalam autoclave pada suhu 121°C selama 15 menit, sebelum dimasukkan ke dalam laminar air flow. Selanjutnya, media yang sudah disterilkan dibiarkan dalam inkubator selama 24 jam.

          Pada Rabu, 16 Oktober, kami melakukan penghitungan jumlah bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang telah diinkubasi. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa terdapat 78 koloni Escherichia coli dan 645 koloni Staphylococcus aureus, yang dihitung menggunakan alat colony counter.

          Langkah berikutnya adalah mengamati morfologi jamur. Kami mengambil sampel jamur dari roti dengan menggunakan pinset, kemudian meletakkannya pada kaca preparat yang telah disterilkan dengan alkohol. Sampel tersebut diteteskan dengan larutan pewarna Giemsa, dipadatkan dengan cover glass, dan kemudian diamati di bawah mikroskop.

         Menurut Syaifuddin (2017), kerusakan roti tawar biasanya disebabkan oleh pertumbuhan kapang, seperti Aspergillus flavus dan Rhizopus sp. Beberapa jenis kapang dapat menghasilkan aflatoksin yang berbahaya bagi manusia. Salah satu spesies kapang yang merugikan adalah Aspergillus flavus, yang merupakan penghasil utama mikotoksin aflatoksin, yang diketahui memiliki sifat mematikan dan karsinogenik.

         Mugiono (2015) menjelaskan bahwa khamir adalah fungi uniseluler, dengan beberapa jenis yang digunakan dalam pembuatan roti atau fermentasi minuman beralkohol. Khamir yang paling umum digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae, yang dimanfaatkan dalam produksi anggur, roti, dan bir dalam bentuk ragi.

 

DOKUMENTASI

A. Judul

Simulasi Percobaan Hukum Mendel Dengan Menggunakan Kancing Genetika Pada Persilangan Monohibrid dan Dihibrid

B. Tujuan Praktikum

1.      Mendefinisikan istilah gen, lokus, genotif, fenotif, genom, dominan, dan resesif.

2.      Menyusun Pesilangan dengan satu sifat beda (Monohibrid)

3.      Menyusun Persilangan dengan dua sifat beda (Dihibrid)

C. Alat dan Bahan

1)      Kantung Jas Laboratorium

2)      Kancing Genetika (Model Gen)

D. Prosedur Kerja

a.Monohibrid

 

a.dihibrid

 

E. Hasil Pengamatan

a. monohibrid

 

 

b. dihibrid

 

 

F. Hasil Pembahasan

1. Persilangan Monohibrid

          Persilangan monohibrid adalah persilangan dua individu dengan fokus pada dua sifat beda. Pada percobaan ini, kami melakukan persilangan monohibrid menggunakan kancing genetika (model gen) dengan menyilangkan bunga merah dan bunga biru dengan maksud untuk membuktikan hukum Mendel I. Bunga warna merah (MM) bersifat dominan yang disimbolkan dengan kancing genetika warna merah, dan bunga warna putih (mm) bersifat resesif yang disimbolkan dengan  genetika warna putih. Persilangan antara kancing merah (MM) dengan kancing putih (mm) diperoleh diperoleh F1 yang berwarna merah (Mm) karena kancing merah bersifat dominan. F1 disilangkan dengan sesamanya, diperoleh tiga macam fenotip yaitu merah-merah, merah-putih, dan putih-putih. Dengan genotip untuk merah (MM), merah-putih (Mm), dan putih-putih (mm). menurut hukum perbandingan Mendel, perbandingan fenotip untuk persilangan monohibrid adalah 3 : 1.

          Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan, untuk pengambilan 8x diperoleh data yaitu untuk warna merah sebanyak 2x, warna merah-putih sebanyak 4x, dan untuk warna putih sebanyak 2x. sehingga diperoleh perbandingan 2 : 4 : 2 yang mendekati angka rasio 1 : 1 : 1 atau 2 : 1. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan Mendel dan merupakan penyimpangan hukum Mendel I. Penyimpangan tersebut hanyalah penyimpangan semu yang dikarenakan adanya pengaruh dominasi suatu sifat, pada hal ini adalah warna merah. Dari hasil perhitungan chis-square yang kami lakukan kami mendapatkan hasil persilangan monohibrid tidak ada perbedaan (Ho) karena Ho dapat diterima, berdasarkan nilai dari tabel hitung nilainya lebih kecil dari chi-square yaitu 1,1 sedangkan dari table chi-square adalah 3,84.

2. Persilangan Dihibrid

          Persilangan dihibrid adalah persilangan dua sifat beda. Pada persilangan dihibrid kami mencoba untuk menyilangkan dua sifat beda yaitu warna dan bentuk. Dimana warna adalah warna Merah dan Kuning, sedangkan bentuk adalah bulat dan lonjong. Pada persilangan dihibrid kancing genetika berwarna merah merupakan warna merah, kancing genetika warna kuning tetap warna kuning, kancing genetika warna hijau adalah bulat sedangkan kancing genetika warna hitam merupakan bentuk lonjong dengan maksud untuk membuktikan percobaan hukum Mendel II dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pada percobaan ini dihasilkan fenotip setelah persilangan adalah merah-bulat, merah-lonjong, kuning-bulat, dan kuning-lonjong. Dengan perbandingan genotipnya adalah 16 : 6 : 10 : 15 atau 3 : 1 : 2 : 3. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan hukum Mendel II. Kemungkinan akan mendapatkan hasil yang sesuai jika melakukan percobaan beberapa kali. Hasil persilangan dihibrid yang kami lakukan mendapatkan hasil persilangan dihibrid, ada perbedaan (H1), Karena H1 tidak dapat diterima, karena berdasarkan dari tabel hitung nilainya 45,6 lebih besar dari chi-square 7,82.

 

DOKUMENTASI

 

 

A. Tujuan Praktikum

pada akhir praktikum ini para mahasiswa diharapkan dapat :

  1. Mengenal fase-fase mitosis dengan mengamati letak kromosom.
  2. Mengenal tahapan dalam pembuatan preparat metode squash yang digunakan dalam pengamatan mikroskop.

B. Alat Dan Bahan

  1. Ujung akar bawang merah (Allium cepa L.)
  2. Botol flakon
  3. HCI I N
  4. Alkohol 70%
  5. Acetocarmin
  6. Oven
  7. Silet atau cutter berkarat
  8. Tisu
  9. Gelas benda dan gelas penutup
  10. Kuas
  11. Bunsen

C. Cara Kerja

 

D. Hasil Pengamatan

Pada awal praktikum, para peserta diminta untuk menyiapkan alat dan bahan yang telah dipesan oleh asisten laboratorium. Setelah itu, mereka diinstruksikan untuk mensterilkan alat yang akan digunakan sebelum meletakkan sampel pada peralatan yang telah disediakan.

Langkah pertama yang kami lakukan adalah menempatkan umbi bawang di dalam cawan petri yang berisi air hingga akarnya tumbuh. Kemudian, kami memotong ujung akar yang telah berkembang menggunakan silet, dan mengambil bagian yang berwarna putih. Bagian tersebut diletakkan di dalam gelas arloji dan direndam dalam alkohol 70% selama 2 menit. Setelah 2 menit, alkohol 70% diserap menggunakan kertas saring.

Selanjutnya, kami merendam akar tersebut ke dalam larutan H2O2 1 N selama 5 menit. Setelah itu, potongan akar bawang diambil dari gelas arloji, dan ujungnya (tudung akar) dipotong lalu diletakkan di atas kaca benda. Langkah berikutnya adalah meneteskan larutan acetocarmine, lalu dicacah menggunakan silet berkarat, kemudian ditutup dengan kaca penutup.

Preparat kemudian dipanaskan di atas lampu spiritus dan dihaluskan dengan jempol atau ujung pensil yang tumpul. Setelah itu, preparat diamati di bawah mikroskop untuk melihat tahapan pembelahan mitosis.

 

Pada praktikum yang berlangsung pada 2 Oktober 2024, kami melakukan pengamatan mitosis pada Allium cepa L. Dalam praktikum ini, para peserta diharapkan dapat mengamati tahap-tahap pembelahan mitosis serta posisi kromosom. Namun, kelompok kami hanya berhasil melihat dua dari empat tahap yang seharusnya ada, yaitu profase dan telofase. Kami tidak dapat mengamati keseluruhan tahapan mitosis karena adanya beberapa faktor yang menyebabkan praktikum kali ini tidak berjalan dengan optimal.

Berikut pembahasan setiap fase mitosis dan letak kromosomnya:

1. Profase

Deskripsi: Pada fase ini, kromatin di dalam nukleus mulai mengental menjadi kromosom. Masing-masing kromosom terdiri dari dua kromatid yang saling terhubung di pusatnya oleh sentromer. Nukleolus menghilang, dan membran nukleus mulai terurai.

Letak Kromosom: Kromosom mulai terlihat sebagai struktur padat dan panjang di dalam nukleus, namun masih belum tersusun secara teratur. Nukleus sedang dalam proses membubarkan diri.

2. Metafase

Deskripsi: Pada metafase, kromosom terkondensasi sepenuhnya. Mereka bergerak ke tengah sel dan membentuk barisan di sepanjang bidang ekuator sel (lempeng metafase).

Letak Kromosom: Kromosom tersusun di tengah sel, terikat oleh serat mikrotubulus di sentromer, yang menghubungkannya dengan kutub-kutub sel. Posisi kromosom sangat teratur, dan ini adalah fase terbaik untuk mengamati struktur kromosom.

3. Anafase

Deskripsi: Sentromer dari setiap kromosom terpisah, dan kromatid kembar ditarik menuju kutub yang berlawanan. Masing-masing kromatid menjadi kromosom anak yang bergerak ke arah kutub yang berbeda.

Letak Kromosom: Kromatid, yang sekarang menjadi kromosom anak, mulai bergerak menjauh dari lempeng metafase menuju kutub sel. Pada akhir anafase, kromosom telah terpisah secara sempurna di setiap kutub.

4. Telofase

Deskripsi: Setelah kromosom mencapai kutub yang berlawanan, mereka mulai mengalami dekondensasi kembali menjadi kromatin. Membran nukleus terbentuk kembali di sekitar kumpulan kromosom pada tiap kutub, dan sitokinesis (pembelahan sitoplasma) dimulai.

Letak Kromosom: Kromosom berada di kutub-kutub sel dan mulai melonggar. Membran nukleus mulai terbentuk kembali, dan dua nukleus baru mulai tampak.

 

Pembahasan Umum

            Mitosis pada Allium cepa L. sangat berguna untuk pengamatan kromosom karena ukuran kromosom yang relatif besar dan jelas terlihat. Pewarnaan seperti aceto-orcein membantu membuat kromosom lebih mudah diamati selama fase pembelahan. Ujung akar bawang merah dipilih karena meristem akar aktif melakukan pembelahan, sehingga banyak sel yang sedang mengalami mitosis dapat ditemukan di area tersebut.

           

            Beberapa faktor dapat memengaruhi pengamatan fase mitosis dan letak kromosom pada Allium cepa L. Berikut adalah beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan 

1. Kualitas Sampel

  • Umur Sel: Sel yang berada dalam fase aktif pembelahan (misalnya, sel dari akar) lebih mudah diamati dibandingkan dengan sel yang lebih tua.
  • Bagian Tanaman: Pengambilan sampel dari bagian tanaman yang berbeda (seperti akar, batang, atau daun) dapat mempengaruhi jumlah sel yang sedang membelah.

2. Metode Persiapan

  • Pengawetan dan Pewarnaan: Teknik pengawetan yang baik dan pemilihan pewarnaan yang tepat (misalnya, asam asetat dan pewarna metil hijau) sangat penting untuk visualisasi kromosom.
  • Ketebalan Irisan: Irisan yang terlalu tebal dapat menyulitkan pengamatan, sementara irisan yang terlalu tipis bisa kehilangan struktur sel.

3. Kondisi Lingkungan

  • Suhu dan Kelembapan: Kondisi lingkungan yang ekstrem dapat mempengaruhi aktivitas sel dan hasil pengamatan.
  • Nutrisi: Tanaman yang tumbuh di tanah dengan nutrisi yang memadai cenderung menunjukkan mitosis yang lebih aktif.

4. Faktor Genetik

  • Variasi Genetik: Genotipe yang berbeda dapat mempengaruhi laju pembelahan sel dan struktur kromosom.
  • Mutasi: Adanya mutasi pada kromosom dapat mengubah morfologi kromosom yang diamati.

5. Waktu Pengamatan

  • Waktu Siklus Sel: Mitosis terjadi dalam siklus yang teratur, sehingga pemilihan waktu pengamatan dapat memengaruhi fase yang diamati (lebih baik di awal pagi atau sore).

6. Penggunaan Mikroskop

  • Kualitas Mikroskop: Mikroskop dengan resolusi tinggi memungkinkan observasi detail yang lebih baik.
  • Penanganan Lensa: Kebersihan dan penanganan lensa mikroskop yang baik penting untuk mendapatkan gambar yang jelas.

7. Pengalaman Pengamat

  • Keahlian Teknikal: Pengamat yang berpengalaman cenderung dapat mengidentifikasi fase mitosis dengan lebih baik.
  • Keterampilan dalam Menyiapkan Slide: Keterampilan dalam menyiapkan preparat yang baik akan memengaruhi hasil pengamatan.

Kesimpulan dari Pengamatan Fase Mitosis dan Letak Kromosom pada Allium cepa L.

           Pengamatan fase mitosis dan letak kromosom pada Allium cepa L. menunjukkan proses pembelahan sel yang terstruktur dan teratur. Pada setiap fase mitosis profase, metafase, anafase, dan telofase dapat diamati perubahan signifikan dalam morfologi dan posisi kromosom. Kromosom terlihat jelas pada fase metafase, dengan kromatid sister teratur di garis tengah sel, memudahkan identifikasi dan analisis.

           Selain itu, letak kromosom yang teratur dan jumlah kromosom yang spesifik (2n=16) pada Allium cepa memberikan informasi penting mengenai karakteristik genetik tanaman ini. Pengamatan ini juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kualitas sampel, metode persiapan, kondisi lingkungan, serta pengalaman pengamat.

           Secara keseluruhan, pengamatan ini memperkuat pemahaman tentang siklus sel dan proses mitosis, serta relevansi Allium cepa sebagai model studi dalam biologi sel. Hasil pengamatan ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai genetika dan pembelahan sel pada tanaman.

 

E. Dokumentasi

A. Judul

Percobaan Difusi Dan Osmosis  Berdasarkan Pada Solanum Tuberosum. Sifat Zat Dan Konsentrasi Larutan Berbeda

B. Tujuan

Mengamati proses terjadinya difusi dan osmosis

C. Alat Dan Bahan

  1. Gelas Beaker
  2. Pipet Tetes
  3. Pengaduk
  4. Stopwatch
  5. Larutan NaCl 50%
  6. Kristal CuSO4
  7. Larutan Eosin
  8. Aquadest
  9. Tuber Solanum tuberosum

D. Prosedur Kerja

 

E. Hasil Pengamatan

  • DIFUSI

               Pengamatan difusi menggunakan pewarna dan nutrisi (misalnya dalam medium agar atau air) dapat memberikan hasil yang menarik terkait pola penyebaran molekul pewarna dan nutrisi melalui medium tersebut. Berikut ini adalah beberapa hasil umum yang bisa diamati dari eksperimen tersebut:

1. Pewarna dalam Air atau Medium Cair

Penyebaran Awal: Ketika tetesan pewarna ditambahkan ke dalam air atau medium cair, awalnya terlihat konsentrasi tinggi pada lokasi penambahan.

Pergerakan Pewarna: Secara bertahap, pewarna akan mulai menyebar dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi lebih rendah, seiring dengan difusi molekul pewarna ke seluruh medium.

Gradien Warna: Pada awalnya, gradien warna yang terlihat jelas mungkin tampak di mana warna lebih pekat di pusat dan semakin memudar ke tepi.

Kesetimbangan: Setelah beberapa waktu, pewarna akan terdistribusi merata di seluruh cairan, dan tidak ada lagi gradien konsentrasi warna yang terlihat. Proses ini dapat dipercepat dengan pengadukan atau peningkatan suhu.

2. Difusi Nutrisi dalam Medium Agar

Penyerapan dan Penyebaran: Dalam medium agar yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba atau sel, nutrisi akan menyebar dari titik awal ke seluruh medium secara perlahan. Pengamatan ini sering dilakukan untuk mengetahui kecepatan difusi nutrisi dalam agar.

Zona Konsentrasi Nutrisi: Pada awalnya, nutrisi akan lebih terkonsentrasi di sekitar titik awal penambahan. Namun, seiring waktu, nutrisi akan mulai menyebar ke daerah lain melalui difusi.

Efek Mikroba: Jika medium agar digunakan untuk menumbuhkan mikroba, mikroba dapat memanfaatkan nutrisi yang berdifusi tersebut. Pertumbuhan mikroba sering terjadi lebih cepat di daerah yang memiliki konsentrasi nutrisi lebih tinggi, sehingga pola pertumbuhan dapat memberikan gambaran tentang pola difusi nutrisi.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Pengamatan

Suhu: Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju difusi, sehingga pewarna atau nutrisi akan menyebar lebih cepat.

Ukuran Molekul: Molekul pewarna atau nutrisi yang lebih kecil biasanya akan berdifusi lebih cepat daripada molekul yang lebih besar.

Viskositas Medium: Difusi di medium dengan viskositas tinggi (seperti agar) akan lebih lambat dibandingkan difusi dalam air.

Hasil eksperimen ini seringkali menghasilkan data visual yang jelas, seperti perubahan pola warna pada pewarna, atau pola pertumbuhan mikroba di sekitar sumber nutrisi.

HASIL PENGAMATAN BERAPA LAMA ANTARA NUTRISARI DAN PEWARNA YANG DIADUK DAN TIDAK DIADUK

NUTRISARI: DIADUK 2 DETIK.

      TIDAK DI ADUK 55 MENIT.

PEWARNA : DIADUK 2 DETIK

      TIDAK DIADUK 32 MENIT.

 

  • OSMOSIS

              Pengamatan osmosis pada Solanum tuberosum (kentang) biasanya dilakukan dengan memotong kentang menjadi potongan-potongan kecil dan merendamnya dalam larutan dengan berbagai konsentrasi, seperti air murni dan larutan garam (NaCl). Berikut adalah hasil pengamatan umum yang bisa diperoleh dari eksperimen osmosis pada kentang:

1. Kentang dalam Air Murni (Larutan Hipotonik)

Pengamatan Fisik: Kentang yang direndam dalam air murni (larutan hipotonik) biasanya akan membesar dan menjadi lebih keras. Ini karena air dari larutan (yang memiliki konsentrasi zat terlarut lebih rendah) akan masuk ke dalam sel-sel kentang melalui proses osmosis.

Penjelasan: Karena konsentrasi air di luar sel lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam sel, air akan bergerak masuk ke dalam sel kentang melalui membran semi-permeabel untuk mencapai keseimbangan. Hal ini menyebabkan sel-sel kentang membengkak dan turgid (tegang).

2. Kentang dalam Larutan Garam (Larutan Hipertonik)

Pengamatan Fisik: Kentang yang direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi tinggi akan menyusut dan menjadi lebih lembek. Ini karena air dalam sel-sel kentang keluar ke larutan garam yang memiliki konsentrasi zat terlarut lebih tinggi.

Penjelasan: Dalam kondisi hipertonik, konsentrasi air di dalam sel lebih tinggi dibandingkan dengan larutan di luar, sehingga air akan keluar dari sel menuju ke larutan luar. Ini menyebabkan sel-sel kehilangan air dan mengalami plasmolisis, di mana membran sel terlepas dari dinding sel karena kehilangan turgor.

3. Kentang dalam Larutan dengan Konsentrasi Sama (Isotonik)

Pengamatan Fisik: Jika kentang direndam dalam larutan isotonik (larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang sama dengan cairan di dalam sel kentang), tidak ada perubahan signifikan yang terlihat. Potongan kentang tetap pada ukuran dan kekerasan aslinya.

Penjelasan: Dalam larutan isotonik, tidak ada perbedaan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel, sehingga tidak ada pergerakan air yang signifikan ke dalam atau keluar dari sel kentang.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil:

Waktu Perendaman: Lama waktu perendaman akan memengaruhi tingkat perubahan osmosis pada kentang.

Konsentrasi Larutan: Konsentrasi larutan garam yang lebih tinggi akan menyebabkan osmosis yang lebih cepat dan lebih dramatis.

Ukuran Potongan Kentang: Potongan yang lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar, sehingga proses osmosis dapat terjadi lebih cepat.

Hasil ini menunjukkan bahwa osmosis mempengaruhi sel-sel kentang secara berbeda tergantung pada lingkungan larutan yang digunakan, dengan air yang bergerak masuk atau keluar dari sel untuk menyeimbangkan konsentrasi zat terlarut.

 

HASIL PENGAMATAN KENTANG YANG DIRENDAM DENGAN AQUADEST DAN NaCl SELAMA 60 MENIT.

 

F. Dokumentasi

 

 

 

SEKIAN TERIMA KASIH.....

Kategori

  • Masih Kosong

Blogroll

  • Masih Kosong