ARSIP BULANAN : March 2013

MAHASISWA DAN KEPEKAAN SOSIAL

14 March 2013 15:03:09 Dibaca : 3583

Menjadi mahasiswa adalah idaman setiap generasi muda. Dengan berstatus mahsiswa banyak kesempatan akan diperoleh untuk mengenbangkan potensi diri. Untuk dapat menjadi mahasiswa tentu tidak mudah selain kepintaran juga dibutuhkan ekonomi yang memadai. Mahasiwa seakan langsung mendapatkan status terhormat dalam masyarakat sebagai intelektual muda yang energik.
Semasa menjadi mahasiswa kita akan diperkenalkan berbagai macam ilmu pengalama baru yang dahulunya belum didapakan sebelum menjadi mahasiswa. Ilmu yang didapatkan tentunya akan bertambah sesuai dengan jenis pendidikan yang diambil. Tetapi yang lebih penting adalah pengalaman-pengalaman baru yang akan menjadi cikal bakal pembentukan karakter sebagai generasi muda cerdas.
Mahasiswa akan dilatih untuk bersikap, bertindak, berkomunikasi dengan benar, menghargai orang lain, melakukan lobi-lobi serta membiasakan diri untuk mengabdikan ilmu dan pengalaman tersebut kepada masyarakat paska ,enjadi mahasiswa. Berbagai embel-embel melekat ditubuh mahasiswa sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadapa kekeloporan yang menjadi identitas perjuangan mahasiswa. Mulai dari agenda of change, social control, moral forece, kaum intelektual dan sebagainya.
Embel-embel tersebut tentunya tidak dating begitu saja, tetapi diberikan lewat proses panjuang yang melewati berbagai periode pergerakan bangsa yang selalu melibatkan mahasiswa dan pemuda.
Mahasiswa selalu menjadi pilar utama dalam setiap perubahan yang ada di negeri ini. Sejarah mencatat bagaimana semangat pemuda mendesak soekarno hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia 17 Agustua 1945, sebagai pelopor Orde Baru lewat aksinya menumbangkan kekuasaan Soekarno tahun 1966, sampai menumbangkan rezim otoritarian Soeharto Mei 1998. Wajar bila hariman siregar tokoh malaria mengatakan bahwa kekuatan mahasiswa adalah pilar ke lima demokrasi.
Mana yang lebih penting dari semua iru adalah sikap kepekaan yang harus dimiliki setiap mahasiswa melihat gejala-gejala sosial yang cendrung menyudutkan kepentingan masyarakat. Keelokaan ini harus secara nyata dilakukan sebagai tanggung jawab mereka mewakili kaum muda tersisik yang telah mendapat legitimasi penghargaan dengan berbagai embel-embel dari masyarakat.
Banyak persoalan uang harus menjadi sorotan mahasiswa dalam rangka mewujudkan perannya sebagai agen perubah terhadap kebikakan salah yang dilakukan penguasa terhadap rakyatnya. Mahasiswa harus melakukan advokasi terhadap penindasan yang dilakukan oleh kekuasaan yang zalim terhadap rakyatnya. Menurut Arbi Sanit ada beberapa hal yang menyebabkan mahasiswa harus peka terhadap permasalahan sosial di masyarakat di antaranya pertama, mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik mempunyai pandangan luas untuk bergerak di antara lapisan masyarakat. Masyarakat terlanjur percaya dengan kemampuan mahasiswa menjadi agenda pelopor perubahan dikomunitas mereka berada.
Dengan lamanya pendidikan yang dilalui, mahasiswa juga memiliki proses sosialisasi politik terpanjang diantara angkatan muda lainnya. Dengan demikian mahasiswa akan mudah berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Diharapkan mahasiswa dapat menjadi problem solver terhadap permasalahaan yang mendera masyarakat. Kedua, kehidupan di kampus membentuk gaya hidup unik dikalangan mahasiswa. Mereka diajarkan untuk berakulturasi dengan sosial budaya yang belum mereka kenal. Mereka menemukan akan disuguhkan oleh budaya baru untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman mereka. Ketiga, mahasiswa sebagai kalangan kaum muda sebab mahasiswa akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan struktur ekonomi dan memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat. Keempat, mahasiswa sering terlibat dalan pwmikiran perbincangan dan penelitian membahas masalah masyarakat yang menumgkinkan mereka tampil dalan forum ilmiah yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karir sesuai dengan sidang keahliannya.
Mahasiswa harus memiliki akselerasi dalam menentukan strategi gerakan memaknai kepekaan masalah sosial tadi. Sebaiknya mahasiswa memilih wilayah transformatif dan misi korektif. Maka untuk mewujudkan misi tersebut yang harus dilakukan mahasiswa secara pribadi adalah memiliki paradigma yang perspektif motivasi tinggi untuk maju, potensi sebagai pelaku perubahan sosial, disiplin dan etos kerja yang tinggi komitmen kebersamaan yang tinggi dan mencerninkan manusia modern yang berbudaya.
Untuk melakukan sebuah perubahan tidak cukup dengan mengandalkan kemampuan pribadi tetapi yang lebih penting perlu ditunjukan oleh kemampuan dalam membangun organisasi yang solid. Menurut Agussalim Sitompul, yang perlu diagendakan mahasiswa secara institusi adalah pertama, Studying bahwa mahasiswa harus melakukan pengkajian penelitian dan pembangunaan secara intensiaf sesuai dengan tuntutan zaman, waktu, keadaan, dan tantangan mahasiswa hari ini. Kedua, Capacity Building, yaitu penguatan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai potensi dasar yang memungkinkan mahasiswa untuk tetap eksis. Ketiga, Voicing yaitu bagaimana mahasiswa melakukan interaksi secara eksternal dengan lingkungannya. Keempat, Nertworking, yaitu kemampuan mahasiswa mencari patner dalam memainkan peranya untuk ikut peka dengan kondisi sosial masyarakat.
Dengan telah dilakukanya keempat agenda tadi maka mahasiswa akan mampu mewujudkan tanggung jawabnya dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur dan sejahtera. Sudah sepatutnya dipersiapkan kapasitas dan kapabilitis sedini mungkin. Membaca, menulis dan diskusi adalah kunci sukses intelektual mahasiswa dalam mengawalkan perubahan.

 

http://revimartadasta.blogspot.com

Revi Marta Dasta

 

Kuliah Yang Berkualitas Tidak Harus Mahal

14 March 2013 14:55:15 Dibaca : 8572

Belakangan ini banyak orang yang menganggap bahwa biaya pendidikan yang mahal berarti kualitasnya sangat bagus artinya output mahasiswa yang dihasilkan lebih berkualitas dari pada kuliah yang biayanya relatif murah.

Sebenarnya Mutu pendidikan(khususnya dalam dunia perkuliahan) tergantung pada Dosen yang menyampaikan materi dan kekreatifan dari mahasiswa tersebut juga sangat berpengaruh pada mutu pendidikan yang dihasilkan oleh Akademi tersebut, bukan dari biaya yang sangat mahal.karena Dosen yang mengajarpun sama-sama S2, dan memilki keprofesional dalam mengajar.

Mahasiswa dalam mencari ilmu di perkuliahan berbeda dengan Anak SMA/SMK, mahasiswa lebih ditekankan pada kekreatifan diri dalam mengembangkan ilmu yang di peroleh dari perkuliahan artinya dosen menyampaikan meteri dan mahasiswa mengembangkan ilmunya dengan sumber berbagai buku yang bersangkutan dari materi tersebut, sedangkan model pembelajaran Anak SMK/SMA lebih ketat dalam pengawasan dari pihak guru, artinya seorang siswa di paksa untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru karena biasanya setelah pembahasan satu Bab habis kemudian dilanjutkan dengan ulangan harian.

Tidak hanya itu saja pengetahuan bisa di dapat dengan membaca berbagai sumber ilmu, tapi pengalaman organisasipun juga mempengaruhi pengetahuan, misalnya dalam kampus: ikut organisasi dema,ikut program ukm,ikut program dari perkuliahan,dll. Kalau di luar kampus: ikut aktif dalam organisai IPNU,IPM,pemuda karang taruna,IRMAS,dll. Sehingga selain dalam pemahaman materi mahasiswa juga bisa mengembangkan/mencari ilmunya lewat organisasi.

Kesimpulannya bahwa bagus atau tidaknya kualitas mahasiswa tergantung pada kekreatifan masing-masing bukan tergantung pada kemahalan biaya pendidikan.

 

http://stikap.com

Mahasiswa dan Tanggungjawab Sosial

14 March 2013 14:53:48 Dibaca : 2332

Di era globalisasi saat sekarang ini dimana persaingan semakin ketat, banyak orang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesuksesan. Tidak sedikit yang menyatakan “mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal”. Permasalahan ini hampir menyangkut semua lini kehidupan mulai dari tingkat bawah sampai atas. Mahasiswa sebagai pribadi terdidik memiliki tanggungjawab untuk ikut serta dalam menghadapi permasalahan sosial yang melanda negeri ini.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin mencapai 37,17 juta jiwa atau 16,58 persen, pada tahun 2008 mencapai 34,96 juta jiwa atau 15,42 persen. Meskipun jumlahnya menurun namun angka itu tetap terhitung jumlah yang cukup tinggi. (Koran Tempo, 4 Maret 2009)

Tahun 2000 jumlah pengangguran lulusan universitas mencapai 277.000 orang, pada tahun 2001 meningkat menjadi 289.000, pada tahun 2005 mencapai 358.000. Sedangkan untuk tingkat SLTA menurut BPS pada bulan Agustus 2008 tercatat sebanyak 9,39 juta orang (8,39%) dari total angkatan kerja sekitar 111,4 juta orang. (Kompas, 22 September 2006)

Kondisi sosial-ekonomi yang sulit seperti ini tidak menutup kemungkinan akan membangun paradigma “mencari yang halal susah”, jika keadaan terus berlanjut maka akan membangun paradigma “mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal”. Paradigma yang terakhir ini sudah menjadi slogan sebagian orang, jangan sampai akan menjadi paradigma baru lagi yaitu “Halal atau haram yang penting bisa bertahan hidup”

Iman Sebagai Pondasi Menghadapi Masalah Sosial

Merujuk dari asal kata iman yang biasa diartikan dengan percaya, iman berasal dari akar kata yang sama dengan “aman” dan “amanat”. Karenanya iman harus membawa rasa aman dan menjadikan seseorang mempunyai dan menjalankan amanat. Agar iman yang dimiliki seseorang dapat menumbuhkan adanya perasaan aman serta semakin menjadikannya mempunyai amanat, sesungguhnya tidak cukup, bahkan tidak bisa hanya bermodal percaya semata. (Nasihun Amin, 2009 : 85).

Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i berpendapat arti iman adalah: “Iman adalah sesuatu yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota tubuh”

Jika melihat definisi iman di atas maka syetan tidak dapat dimasukkan kedalam kategori beriman. Karena syetan percaya kepada Allah hanya sebatas meyakini dengan hatinya, dan mengucapkan dengan lisannya tanpa menerapkannya ke dalam perilakunya sehari-hari.

Konsekuensi dari iman yang harus menciptakan seorang yang amanat dan menciptakan rasa aman sesungguhnya sudah merupakan tugas manusia terutama bagi para mahasiswa yang bergelut dalam bidang keilmuan dan sebagai makhluk yang telah diberikan bekal berupa akal oleh Allah SWT. Ketika amanat telah diberikan, maka selanjutnya sudah merupakan kewajiban manusia untuk melaksanakan amanat. Dalam menjalankan amanat, sisi hukum ikut berperan serta demi terlaksananya amanat. Allah SWT berfirman :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa : 58)

Kesempurnaan penciptaan manusia dengan diberikan akal oleh pencipta untuk mengelola dan memakmurkan alam semesta, masih memerlukan hukum sebagai pembatas bagi manusia agar tidak melampaui batas. Hal ini karena manusia juga memiliki kecenderungan untuk berbuat kerusakan di maka bumi atau dengan kata lain manusia memiliki kecenderungan untuk tidak melaksanakan amanat yang telah diberikan. Kecenderungan ini tidak lepas dari unsur jasmaniyah manusia yang terbuat dari tanah yang lebih condong kearah nafsu dari pada unsur ruh manusia yang lebih condong kepada urusan ilahiyah.

Implementasi Iman dalam Masalah Sosial

Iman bukan saja yakin dalam hati dan mengucapkan dengan lisan terhadap apa yang disampai oleh Rasulullah tapi juga melaksanakan melalui perbuatan dengan melaksanakan segala amanat sehingga dapat menciptakan rasa aman bukan saja bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya. Implementasi iman yang demikian akan memecahkan segala masalah sosial yang ada.

Kebodohan yang melanda akan dapat diatasi jika benar-benar iman kepada ayat yang berbunyi “Iqro !” (bacalah !) baik membaca dalam artian luas maupun sempit. Pengangguran dapat berkurang drastis dengan mengamalkan ayat “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi , dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Aljumuah : 10). Kemiskinan dapat ditekan dengan iman kepada hadits “Carilah duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan carilah akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”

Mahasiswa Sebagai Ujung Tombak Kemajuan

Mahasiswa yang umumnya adalah anak muda dan tentunya juga berjiwa muda haruslah memiliki semangat maju yang pantang menyerah. Gemblengan universitas haruslah menjadikan mahasiswa insan yang tahan banting dan dapat mengatur arus zaman menuju ke arah yang lebih baik dan lebih maju, bukan menjadi insan yang lembek yang selalu terbawa arus sehingga tidak dapat menentukan arah sendiri melainkan selalu mengekor kepada orang lain.

Masih segar diingatan kita bagaimana kekuatan orde baru dapat dihancurkan oleh kekuatan mahasiswa yang peduli dengan kondisi sosial negaranya. Ini menandakan peran serta mahasiswa sangat luar biasa urgent. Sebegitu urgentnya peran mahasiswa dalam mengukir sejarah negeri ini jangan sampai menjadi kurang indah bagi mahasiswa itu sendiri dengan turut menyumbang angka pengangguran terdidik setelah ia lulus kuliah.

Untuk bertanggungjawab terhadap masalah sosial sekitarnya, seseorang terutama seorang mahasiswa harus dapat bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Itu semua dapat terlaksana manakala yang bersangkutan memiliki iman yang mantap sehingga dapat mengimplementasikan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam itu sendiri. Tidak hanya sekedar keyakinan dalam hati dan ucapan dengan lisan tetapi juga dibuktikan melalui tindakan nyata.

Setelah Globalisasi mendatangkan masalah yang tidak sedikit untuk dihadapi. Persaingan ketat yang dilakukan kebanyakan hanya untuk menguntungkan diri pribadi. Perjuangan yang telah dilakukan oleh para nabi seharusnya menunjukkan kepada umatnya bahwa kesuksesan yang sesungguhnya bukanlah apa yang diperoleh oleh diri pribadi saja melainkan juga lingkungannya.

Semua manusia saling terhubung satu dengan lainnya, sehingga untuk menjadi pribadi yang benar-benar bertanggungjawab, manusia harus saling mengingatkan satu sama lain dengan nasihat menasihati dalam kebenaran dan nasihat menasihati dalam kesabaran, seperti yang tercantum dalam surat Al-‘Ashr dan akhirnya melaksanakan perintah kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Adalah tugas utama mahasiswa untuk kembali mengokohkan iman dan mengimplementasikan iman dalam kehidupan.

 

http://stikap.com

Mahasiswa Islam, Peranan dan Tanggungjawab

14 March 2013 14:47:16 Dibaca : 3791

Apabila berbicara mengenai mahasiswa, sudah pasti kita terbayang susuk tubuh muda yang sedang berada di menara gading dan mempunyai daya intelektual yang tinggi. Mahasiswa memiliki karakter positif lain seperti idealis dan energik. Apa yang dimaksudkan dengan idealis ialah mahasiswa masih belum dipengaruhi oleh kepentingan peribadi, juga belum terbebani oleh beban sejarah atau beban tanggungjawab dan jawatan. Ertinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, tanpa adanya percampuran dan bebanan yang terlalu besar. Manakala energik pula bermaksud mahasiswa biasanya siap sedia melakukan kerja-kerja yang dibebankan oleh suatu ideologi yang dia telah yakini kebenarannya. Sebagai contoh adalah para sahabat yang segera meninggalkan malam pertamanya manakala mendengar perintah jihad.

Dalam sejarah Islam, banyak contoh dan kisah yang boleh kita kiaskan kepada dunia mahasiswa dan dunia pemuda. Kisah Nabi Ibrahim, Umar al-Khattab, zaid bin Harithah, Abu Ubaidah al-Jarrah, Ashabul Kahfi dan ramai lagi yang boleh diambil iktibar. Berdasarkan pemerhatian yang boleh kita lihat dari latarbelakang sejarah Islam, kita dapat meringkaskan peranan mahasiswa Islam yang besar ialah

 

a) Menjadi generasi pewaris : Iaitu generasi yang meneruskan nilai-nilai murni yang ada pada sesuatu kaum sebagaimana yang dinyatakan pada ayat 21 surah at-Thur.

 

b) Menjadi generasi pengganti : Iaitu generasi yang menggantikan kaum yang telah rosak dengan nilai yang lebih baik seperti mencintai Allah, lemah lembut kepada orang Islam, tegas terhadap orang bukan Islam dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang mencela sebagaimana yang dinyatakan pada ayat 54 surah al-Maidah.

 

c) Menjadi generasi perubah : Iaitu generasi yang memperbaiki dan memperbaharui kecacatan yang ada pada sesuatu kaum sebagaimana yang dinyatakan pada ayat 42 surah Maryam.

 

Menyedari kekuatan yang ada pada mahasiswa, sudah pastilah di sana ada tanggungjawab yang perlu dilaksanakan oleh seorang mahasiswa berdasarkan peranan-perana tertentu lebih-lebih lagi seseorang itu digelar Mahasiswa Islam.

Masyarakat Amerika Latin amat berbangga dengan insan yang bernama Che Guevara. Che Guevara juga menjadi ikon kepada penganut fahaman sosialis-komunis marxisme kerana amat berjasa kepada mereka. Guevara telah turun dan berkhidmat kepada masyarakat bukan sahaja di negara asalnya Argentina, bahkan seluruh negara Amerika Latin ketika dia masih digelar mahasiswa. Bakti yang dia lakukan telah manjadikannya hero bagi kebanyakan orang Amerika Latin. Kita tidak perlu berbicara mengenai ideologi yang dianut oleh Guevara tetapi apa yang hendak disingkapkan ialah beliau merupakan ikon mahasiswa atau ikon orang muda kepada orang Amerika Latin dan juga negara-negara yang berfahaman sosialis termasuklah Syria.

Itu kisah di Amerika Latin dan Che Guevara yang berfahaman sosialis-komunis marxisme. Di Malaysia, jarang sekali kita mendengar di mana mahasiswa Islam menjadi ikon dan idola kepada masyarakat. Penghujung dekad 60-an dan awal 70-an mungkin menjadi tempoh masa yang boleh dibanggakan oleh mahasiswa. Berdasarkan dimensi baru selepas akta Darurat (1948-1960), mahasiswa memberikan harapan kepada masyarakat berdasarkan keintelektualan yang ada pada mereka dengan memberi keutamaan kepada isu-isu kebajikan. Demonstrasi Baling 1974 merupakan antara pahatan sejarah yang sukar dilupai kerana mahasiswa telah berjaya mengumpul penduduk-penduduk Baling untuk bangkit menunjuk perasaan kepada kerajaan terhadap nasib mereka. Tidak cukup dengan itu, mahasiswa turun sekali lagi di Masjid Negara selepas itu bagi tujuan yang sama. Namun begitu, satu perkara yang mesti diketahui ialah gerakan dan fahaman sosialis banyak melatari potret perjuangan mahasiswa pada waktu itu, bukannya daripada golongan Islamis.

Kita menyedari bahawa untuk mencari ikon mahasiswa Islam sebanyak bilangan di jari kita amat payah lantaran lemah dan lesunya mahasiswa Islam. Justeru itu, beberapa tanggungjawab segera yang perlu dilakukan oleh kita semua sebagai mahasiswa Islam ialah :

Memperkemaskan Ilmu Dan Penyampaiannya

Mahasiswa Islam sekalipun masih belum layak untuk digelar ulama, namun mereka perlu sedar bahawa tugasan sebagai ulama yang bakal disandang bukanlah satu tugas untuk menjadikan pencarian sesuap rezeki sebagai tujuan utama. Bidang ini bukan bidang untuk menjadi terkenal, disanjung dan dipuja. Bahkan bidang menggalas nubuwwah peninggalan para rasul terdahulu ini adalah untuk memastikan Islam dijadikan sebagai raja yang memutuskan segala perkara dari sekecil-kecil perkara hingga sebesar-besar urusan. Perkara ini amat berhajat kepada kefahaman kepada apa yang dipelajari, bukan setakat ‘hafalan buta’ ketika menghadapi imtihan.

Tugasan juga kita bukan sekadar berpencak di gelanggang pidato dan syarahan sehala semata-mata, bahkan tugasan kita adalah untuk turun ke medan dan menerangkan kepada masyarakat dengan kaedah yang berkesan tentang ilmu yang kita ada. Sekarang ini, menguasai cara penyampaian sama pentingnya dengan apa yang kita hendak sampaikan kepada mad’u.

Menghidupkan Budaya Membaca

Berdasarkan laporan kajian tabiat membaca yang dibuat oleh UNESCO pada tahun 2008 menunjukkan bahawa rakyat Malaysia membaca 12 buah buku setahun, berbanding hanya 5 muka surat setahun pada tahun 2004. Satu tinjauan rambang juga telah dibuat terhadap sebahagian ahli PPMS pada tahun 2008 menjelaskan bahawa secara puratanya hanya membaca 2 buah buku setahun. Ini membuktikan bahawa amalan membaca di kalangan mahasiswa Islam masih jauh ketinggalan berbanding rakyat di Malaysia sementelah lagi negara-negara maju seperti Jepun.

Kita tertunggu-tunggu pimpinan kelahiran mahasiswa Malaysia Syria yang berupaya mencetuskan wawasan besar, berfikiran matang dan menjangkau jauh kehadapan. Kegagalan kita melahirkan pemimpin pemikir (qiyadah-mufakkirah) telah mengakibatkan kelesuan kebangkitan Islam lantaran amalan asas untuk mendapatkan ilmu masih tidak sebati dalam jiwa kita. Walaupun masih bertatih, saya mencadangkan supaya ahli-ahli PPMS hari ini memulakannya dengan budaya cinta membaca sehingga boleh mewujudkan kelompok pembaca yang boleh membantu meningkatkan keupayaan proses pembelajaran dan pemahaman kita dalam kehidupan. Bersetuju dengan kata-kata Napoleon Benoparte : “Read, you will conquer the world ” yang bermaksud “Bacalah, nescaya kamu akan menakluk dunia!” Kita akan cuba sedaya upaya untuk merealisasikan takrifan masyhur bagi istilah ulama’ :

العالم هو أن يعلم الشيء في كل شيء ويعلم كل شيء في الشيء

“Ulama ialah orang yang mengetahui sebahagian perkara dalam semua bidang, dan mengetahui semua perkara dalam satu bidang yang dikhususkan”

Menumpu Kepada Proses Pembinaan Karakter Daie

Menyedari institusi tarbiah merupakan tunjang kepada kekuatan proses pembinaan, seharusnya kita serius dan bersungguh-sungguh mengambil berat tentang pelaksanaan dan keberkesanan program tarbiah. Kita sepatutnya menyedari tanggungjawab menjayakan misi tarbiah ini bersama-sama dengan tidak hanya melepaskan peranan menjayakan perjalanan tarbiah hanya kepada biro atau lajnah tarbiah semata-mata. Oleh sebab itu, perjalanan tarbiah yang direncanakan perlu menjadi agenda bersama di semua peringkat dan lapangan yang ada.

Era kebangkitan Islam pada masa akan datang adalah lebih mencabar dan berhajatkan seorang pemimpin Islam yang berjiwa daie, mampu berdepan secara bersemuka dengan mana-mana pihak, membina jambatan antara mereka yang tidak sealiran dan mengkaji pelbagai jenis aliran pemikiran semasa. Mahasiswa Islam mesti mula membina pemikiran mereka dengan pemikiran daie yang berjiwa besar dan menghindari daripada pemikiran agamawan-bangkangan semata-mata. Asas Islam yang menjadikan kita sebagai fundamentalis tidak seharusnya menyebabkan kita menjadi tertutup, syadid dan bersikap keras dalam semua perkara. Karakter daie inilah yang menjadikan kita mengurangkan perkataan ‘itu haram’, ‘jangan’ dan ‘ini tak boleh’ sebaliknya lebih menumpukan kepada penyediaan alternatif yang bersifat ‘ini yang halal’, ‘silakan yang ini’ dan ‘buatlah yang macam ni’ kerana amanah ilmu yang ada dipundak mahasiswa Islam untuk menjadikan mereka sepertimana kata-kata masyhur ; (نحن الدعاة لا قضاة)

MENGOPTIMUMKAN PENGGUNAAN MASA

Mahasiswa Islam sering mendengar cerita berkatnya masa ulama-ulama yang menjadi tauladan kepada umat. Tetapi kebanyakan mereka tidak langsung mengambil pengajaran daripada betapa berdisiplinnya ulama dalam menyayangi dan mengatur masa mereka. Ambillah pengajaran riwayat hidup Imam an-Nawawi yang walaupun hidupnya hanya lebih 40 tahun tetapi mutu umurnya seolah-olah lebih seratus tahun. Seterusnya bandingkan realiti pengurusan masa mahasiswa Islam sekarang yang banyak dihabiskan dengan tidur dan hiburan.

KESIMPULAN

Mahasiswa Islam memegang tanggunjawab yang besar dalam menyiapkan diri menghadapi cabaran mendatang. Lantas, tidaklah tepat sekiranya mahasiswa Islam hanya berpeluk tubuh dan membuang masa tanpa melakukan tanggungjawab. Binalah diri anda, pahatkanlah sejarah dan ciptalah zaman. Moga dengan tanggungjawab yang dilaksanakan akan dapat mendaulatkan Islam suatu hari nanti.

 

http://ilmuanmuda.wordpress.com

Mahasiswa dan Tanggungjawab Sosial

14 March 2013 14:36:40 Dibaca : 2801

Mahasiswa adalah kelas tersendiri yang dilahirkan oleh Perguruan Tinggi. Sedangakan Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang tidak sekedar untuk kuliah, mencatat pelajaran, pulang dan tidur. Tapi harus dipahami bahwa perguruan tinggi adalah tempat untuk penggemblengan mahasiswa dalam melakukan kontempelasi dan penggambaran intelektual agar mempunyai idealisme dan komitmen perjuangan sekaligus tuntutan perubahan. Penggagasan terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan dari suplemen utama, yaitu mahasiswa Sebagai kelompok yang lahir dari perguruan tinggi, maka mahasiswa dapat digolongkan sebagai kelompok intelektual.

Intelektual adalah orang yang mempunyai kelebihan dibanding masyarakat pada umumnya. Kelebihan ini bisa berupa lebih cerdas, lebih pintar dan lebih luas wawasannya dibanding masyarakat awam. Intelektual memiliki peran penting di tempat mereka tinggal, mereka dianggap bisa memberi solusi terhadap masalah yang sedang berkembang di masyarakat yang mandek sehingga menuju masyarakat yang lebih baik.

Edward Said mengatakan bahwa intelektual adalah pencipta sebuah bahasa kebenaran kepada penguasa, menjalankan kebenaran itu dan senantiasa bersifat oposisi terhadap penguasa dan tidak akomodatif. Jadi, mahasiswa sebagai kaum yang katanya intelektual, haruslah mengatakan yang benar dan bersikap oposisi terhadap penguasa zalim serta tidak akan pernah mau bekerjasama dengan kekuasaan, apalagi yang korup dan menindas. Berbeda dengan Said, seorang Komunis Italia bernama Antonio Gramsci mengatakan bahwa setiap orang itu intelektual, tetapi tidak setiap orang menjalankan fungsi intelektual tersebut. Gramsci membagi dua kategori intelektual, yaitu intelektual tradisional dan intelektual organik.

Intelektual tradisional adalah ilmuwan yang menempatkan diri sebagai kelas tersendiri, terpisah dari masyarakat, seperti dosen, professor dan lain lain. Kelompok ini cenderung menguntungkan penguasa. Sedangkan intelektual organik adalah intelektual yang melibatkan diri dalam kelas tertentu, baik kelas penguasa maupun masyarakat. Tetapi menurut Gramsci, hanya yang melebur didalam kelas rakyat jelatalah yang menjalankan fungsi keintelektualannya. Sedangkan yang melebur dalam kelas penguasa sama saja seperti intelektual tradisional.

Ali Syari’ati menyebut intelektual sejati sebagai rausyanfikr. Menurut syari’ati seorang intelektual tidak boleh bersikap netral, dia harus berpihak secara ideologis dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual, harus menjadi intelektual organik ataupun rausyanfikr. Mahasiswa sebagai kelas menengah harus mampu menjadi jembatan antara masyarakat dan kelas penguasa, karena dalam klasifikasi sosial dia berada ditengah-tengah diantara kedua kelas tersebut. Dalam tanggungjawab sosialnya, mahasiswa mempunyai dua peran penting sebagai social control dan social pressure. Mengontrol jalannya pemerintahan agar sesuai dengan relnya dan mempressure setiap kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Peran sosial untuk mengawasi lembaga negara dan sebagai kelompok penekan inilah yang selalu dijalankan oleh mahasiswa. Sebagaimana janji mereka pada Sumpah Pemuda 1928, yang menghasilkan tiga pemahaman yaitu satu Nusa satu bangsa dan satu bahasa. Saat inipun peran sosial politik terus dimainkan, mahasiswa masih dan akan terus mengawasi dalam setiap tindak tanduk eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Siap ataupun masih bersiap, mahasiswa telah ditakdirkan untuk berjibaku dengan masalah dan tantangan hidup yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. Tantangan yang ada bukanlah pilihan, namun ini menjadi wajib bagi mereka yang mengerti akan arti perjuangan untuk terus memberikan yang terbaik bagi bangsa ini.

Mahasiswa sekarang dihadapkan pada kenyataan tentang potret buruk bangsa ini dan masalah internal yang menerpa mereka yaitu apatisme. Peran krusial mahasiswa sebagai agen sosial, akan hancur sia-sia jika mereka terjerumus dalam keadaan yang sedemikian. Harapan besar ada pada mahasiswa, merekalah yang akan mewarisi perjuangan generasi terdahulu melawan ketidakadilan. Sesungguhnya mahasiswa diciptakan untuk membangun kembali bangsa ini yang telah jauh terjatuh, perlahan namun pasti jelas akan tiba masa mahasiswa membawa keadilan yang merata untuk segenap rakyat Indonesia. Peran dijalankan dengan penuh tanggung jawab untuk mewujudkan Indonesia yang dicita-citakan oleh kita semua.

 

http://sosbud.kompasiana.com