ARSIP BULANAN : June 2016

MAKALAH TEKNOLOGI PEMBUATAN PUPUK HAYATI

02 June 2016 14:14:51 Dibaca : 7053

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai macam penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif yang menjadi pilihan bagi banyak orang yang ingin hidup sehat. Pertanian organik sebagai suatu system bertani yang selaras dengan alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian suatu aliran yang siklik dan seimbang (Gunalan 1996).
Secara perlahan tapi pasti system pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dengan system pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestarianya dan dapat mengonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan (Gunalan 1996).
Dalam usaha peningkatan produksi tanaman tanaman perkebunan lainnya maka mutu intensifikasi perlu untuk ditingkatkaan. Salah satu usaha yang dapat ditempuh yaitu dengan meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Respon tanaman terhadap penggunaan pupuk akan menigkat bila menggunakan jenis pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian yang tepat. Pemupukan bertujuan untuk memelihara dan memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan unsur hara atau zat hara kedalam tanah yang langsung atau tidak langsunng dapat menyumbangkan bahan makanan pada tanaman. Pemupukan juga memperbaiki pH tanah dan memperbaiki lingkungan tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Dalam hal ini pupuk yang mengandung mikroorganismme lah yang mampu memperbaiki sifat –sifat tanah.
Pupuk hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersedian P dalam tanah.
Pemupukan dapat dikatakan berhasil baik bila kita mengetahui unsur hara apa yang kurang terdapat dalam tanah atu unsur makan apa yang dibutuhkan oleh tanaman. Gejala kekurangan unsur hara dapat dilihat dengan tidak normalnya petumbuhan tanaman. Disamping mengetahui unsur hara apa yang kurang, perlu juga mengetahui berapa jumlah yang kurang itu sehingga kita bisa memberikan dalam jumlah yang benar dan efektif .
Bahan organik juga berperan sebagai sumber makanan dan energi mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba.
Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu sistem pengolahan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik atau pupuk hayati dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pupuk hayati ?
2. Bagaimana Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati serta fungsinya.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu dapat menambah wawasan bagi kami mahasiswa tentang Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pupuk Hayati
Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomisetes atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiosis atau non simbiosis.
Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan non simbiosis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik. Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting hizobacteria). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping menambat N2, juga menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain), menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida dan melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al. 1999).
Subha Rao (1982) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat dari istilah pupuk hayati. Definisi pupuk hayati sebagai preparasi yang mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat atau selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepat proses mikrobial tertentu untuk menambah ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih, permukaan tanaman, atau tanah.
Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulan multistrain dapat berasal dari satu kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih. Pada mulanya hanya dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu kelompok fungsional.
2.2 Sejarah Pupuk Hayati
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan sebagainya. Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir yang terjadi setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik, harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik karena subsidi pupuk dicabut.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama diproduksi di Amerika Serikat.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri Bacillus megaterium. Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu pertama kali perhatian lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 , tapi hanya untuk keperluan penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran . Pada waktu itu inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Setelah dicabutnya subsidi pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.
2.3 Fungsi Pupuk Hayati
Pupuk hayati memiliki peran utama dalam budidaya tanaman, yakni sebagai pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium
2. Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi.
3. Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.
4. Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon tumbuh.
5. Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya organisme patogen semakin kecil.
2. 4 Kualitas Pupuk Hayati
Berdasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari parameter berikut (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Jumlah populasi mikroorganisme dimana jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.
2. Efektifitas mikroorganisme dimana tidak semua mikroorganisme memberikan pengaruh positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit. Hanya mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai pelarut fosfat.
3. Bahan pembawa dimana fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
4. Masa kadaluarsa dimana sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.
2.5 Jenis-Jenis Pupuk Hayati
Sekarang ini dikenal dua jenis pupuk hayati berdasarkan kandungan mikroorganismenya, yakni pupuk hayati tunggal dan pupuk hayati majemuk. Pupuk hayati tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki satu fungsi, semisal mikroba dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya memiliki lebih dari tiga jenis mikroba (Simanungkalit RDM et al. 2006).
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-negara maju lebih banyak jenis tunggal. Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran biasanya berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4, Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.
Berikut ini macam-macam pupuk hayati yang banyak digunakan yaitu (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Agronik Farming, yaitu pupuk hayati yang mengandung unsur hara makro berupa N, P, K dan unsur hara mikro berupa MgO, SO4, CaO. Mikroorganisme didalamnya besifat majemuk yaitu mikroba pelarut fosfat 6.650.000 cfu/g dan Azospirilium 1.000.000 cfu/g. Cara pemakaiannya yaitu dengan mencampurkan 1 cc pupuk tersebut ke dalam 1 liter air. Hal ini karena pupuk hayati ini cair dengan konsentrasi yang tinggi. Pupuk hayati ini memiliki keunggulan yaitu dengan meningkatkan hasil panen 20-50%, dapat, mengurangi biaya produksi hingga mencapai 30% dan tidak diperlukan lagi pupuk kimia (N,P,K).
2. Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil), yaitu pupuk hayati yang bersifat majemuk dengan memiliki 4 jenis mikroba didalamnya berupa Azospirilium lipoverum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata, Aspergillus niger. Cara penggunaannya yaitu dengan melakukan kombinasi dengan 25-50 % dosis pupuk kimia. Penggunaan pupuk ini setara dengan menggunakan 100% pupuk hayati, sehingga penggunaan pupuk ini akan mengurangi biaya total pemupukan. Keunggulan dan manfaat dari pupuk ini yaitu mengandung 2 jenis bakteri pengikat N2 dari udara yang tumbuh di daerah rhizosfer yang dapat menambahkan N yang diserap akar tanaman, satu jenis bakteri pelarut P dapat meningkatkan jumlah hara yang dapat diserap akar tanaman baik yang berasal dari partikel pupuk maupun dari partikel tanah, satu jenis mikroba lagi yakni jamur dapat meningkatkan daya pegang tanah terhadap air dan hara tanah, serta dimana keempat jenis mikroba dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan dapat menghasilkan zat tumbuh yang berguna bagi akar tanaman.
3. M-BIO merupakan kultur campuran mikroba yang menguntung dengan paten CMF-21 diantaranya bakteri pelarut Fosfat, Lactobacillus sp, Yeast, dan Azospirilium sp. kandungan pupuk ini yaitu N, P, K, S, Mo, Fe, Mn, dan B. Cara pemakaian pupuk ini yaitu dengan melakukan penyemprotan (penyiraman) dengan konsentrasi 1 ml M-BIO per liter air setiap minggu. Keunggulannya yaitu mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi, melatutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman, mengikat Nitrogen udara, menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif untuk pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kadar BOD dan COD perairan dan menekan bau busuk.
4. Pupuk Hayati Mikroriza Zeoriza.
2.6 Teknologi Pembuatan Pupuk Hayati
Ada tiga macam pupuk Hayati dan cara pembuatannya :
a. Pupuk Cair
1. Siapkan bahan baku (100 kg kotoran ternak)
2. Siapkan mikroba yang akan digunakan (azospirillum, azotobacter, dan trichoderma), sebanyak 0,5% untuk masing2 jenis mikroba, boleh juga digunakan mikroba jenis lain.
3. Tambahkan 20% air.
4. Campur semua bahan itu dalam drum dan digaduk hingga tercampur rata. Setelah itu drum ditutup rapat dan disimpan di tempat teduh selama 21 hari.
5. Setiap 3 hari, ia mengecek suhu larutan. Suhu dijaga pada 27-30oC supaya mikroba tidak mati kepanasan.
6. Jika suhu melebihi 30oC, turunkan dengan mengaduk dan menambahkan air secukupnya.
7. Proses pembuatan selesai bila cairan dalam drum tidak berbau, warna hitam kental, dan suhu stabil 27oC. Itu dicapai pada 21 hari kemudian.
8. Saring cairan nutrisi untuk memisahkan cairan dan sisa-sisa kotoran.
9. Pupuk hayati hasil saringan itu siap digunakan. Encerkan 1 ltr pupuk cair, dalam 10-20 liter air bersih. Hasil pengenceran itulah yang ia gunakan sebagai penyubur dengan cara dikocorkan ke tanah dekat pangkal batang beragam sayuran itu.
b. Pupuk Padat
1. Siapkan bahan baku dengan memanfaatkan limbah rumah tangga, jerami, serbuk gergaji, dan kotoran ternak, dengan perbandingan 1 :1.
2. Susun semua bahan baku itu seperti kue lapis masing-masing setinggi 30 cm. Di antara 2 bahan itu disemprotkan cairan mikroba berdosis 0,5% secara merata di atasnya.
3. Proses pembuatan pupuk hayati padat juga berlangsung selama 3 pekan.
4. Aduk tumpukan setiap 3 hari, untuk menjaga suhu 27-30ºC.
5. Setelah 21 hari semua bahan baku berubah warna menjadi hitam dan remah, berarti proses pembuatan pupuk hayati berhasil dan siap pakai.
c. Pupuk Hayati dari Akar
1. Buat larutan nutrisi dengan cara melarutkan 100 g gula merah, gula pasir, atau molase ke dalam 1 liter air.
2. Tumbuk15 g akar beragam tumbuhan dan masukkan ke dalam larutan nutrisi.
3. Tambahkan 5 g tanah subur dan 5 g kompos.
4. Campur semua bahan itu dalam drum atau ember yang memiliki pompa sirkulasi.
5. Peram selama 2 hari, cairan dalam drum sudah bisa digunakan sebagai starter.
6. 10% starter dibiakkan kembali dalam 2,5-5% larutan nutrisi. Tambahkan juga 10% bahan hijauan yang sudah dihancurkan.
7. Fermentasi selama 5 hari. Selama proses fermentasi sesekali cairan dalam drum diaduk. Setelah itu pupuk hayati siap digunakan.
8. Encerkan larutan itu, 1 liter pupuk dengan 10-50 liter air. Hasil pengenceran itulah yang digunakan sebagai penyubur.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pupuk hayati adalah pupuk yang berasal dari mahluk hidup yang dimanfaatkan untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia.
2. Pupuk hayati memiliki simbiosis dengan mikroba dan akar tanaman sehingga penggunaannya dapat menambah ketersediaan unsur hara.
3. Jenis-jenis pupuk hayati yaitu:
• Agronik farming,
• Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil).
• M-BIO dan mikoriza zeoriza.
3.2 Saran
Kesadaran masyarakat pertanian tentang manfaat dan pentingnya mikroba penyubur tanah dalam teknik pertanian masih rendah, sehingga diperlukan penjelasan, penyuluhan, dan sosialisasi di berbagai kalangan, serta perlu adanya peranan dari instansi terkait khususnya dalam bidang pertanian termasuk pejabat pertanian, penyuluh dan petani tentang pemanfaatan pupuk hayati guna program peningkatan produksi pertanian.

DAFTAR PUSTAKA
Cattelan AJ, Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth- promoting rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual. Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic Industrial Forum, Tokyo.
Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan Lingkungan. Majalah sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya
Lingga, Pinus, Marsono. 2009. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.
Saraswati RDH et al.. 1998. Pengembangan Rhizo-plus untuk Meningkatkan Produksi, Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai, Laporan Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun (1995/1996-1997-1998). Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
Simanungkalit RDM et al. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture.Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi.
.

LAMPIRAN