Jajar legowo pada jagung
Jajar legowo adalah suatu cara tanam yg didesain untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui peningkatan populasi tanaman dan pemanfaatan efek tanaman pinggir; dimana penanaman dilakukan dengan merapatkan jarak tanaman dalam baris dan merenggangkan jarak tanaman antar legowo.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melakukan pengujian penanaman jajar legowo pada jagung. Berbeda dengan padi, penerapan sistem legowo pada tanaman jagung lebih diarahkan pada peningkatan penerimaan intensitas cahaya matahari untuk optimalisasi fotosintesis dan asimilasi serta memudahkan pemeliharaan tanaman, terutama penyiangan gulma baik secara manual maupun dengan herbisida, pemupukan, serta pemberian air.
Pemanfaatan sistem legowo ini juga dikaitkan dengan upaya peningkatan produksi melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) jagung. Dengan peningkatan IP maka hasil panen dapat meningkat dan pengelolaan lahan menjadi lebih produktif.
Anjuran populasi tanaman untuk jagung adalah berkisar antara 66.000 – 71.000 tanaman/ha. Untuk itu, jarak tanam biasa yang diterapkan adalah 75 cm x 20 cm (1 tanaman/lubang) atau 70 cm x 20 cm (1 tanaman/lubang). Pada wilayah yang mempunyai masalah tenaga kerja, dapat diterapkan jarak tanam 75 cm x 40 cm (2 tanaman/lubang) atau 70 cm x 40 cm (2 tanaman/lubang).
Jika penanaman dilakukan dengan cara tanam legowo, agar populasi tanaman tetap berkisar antara 66.000 – 71.000 tanaman/ha, maka jarak tanam yang diterapkan adalah 25 cm x (50 cm – 100 cm) 1 tanaman/lubang atau 50 cm x (50 cm – 100 cm) 2 tanaman/lubang (populasi 66.000 tanaman/ha).
Hasil pengujian varietas jagung hibrida Bima-19 URI dan P-27 pada musim tanam MK 2 2014 (setelah padi) di Kabupaten Grobogan tidak menunjukkan perbedaan nyata antara jarak tanam legowo 2:1 25 cm x (40 cm – 70 cm) 1 tanaman/lubang (populasi 72.727 tanaman/ha) dan tegel 40 cm x 70 cm 2 tanaman/lubang (populasi 71.429 tanaman/ha), dengan rerata akumulatif hasil biji kedua varietas berturut-turut 9,11 t/ha dan 8,99 t/ha pada kedua jarak tanam tersebut.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, direkomendasikan bahwa pemilihan legowo 2:1 dengan jarak tanam 25 cm x (40 cm – 70 cm) 1 tanaman/lubang belum terbukti secara nyata meningkatkan hasil dibanding jarak tanam tegel 40 cm x 70 cm 2 tanaman/lubang. Meskipun secara jumlah populasi tanaman lebih banyak dibanding jarak tanam di atas, namun rapatnya jarak antar legowo kemungkinan merupakan faktor yang menyebabkan efek tanaman pinggir (yang menguntungkan pertumbuhan tanaman) kurang terlihat perannya dalam meningkatkan hasil.
Uji lapang selanjutnya masih dengan varietas Bima-19 URI dan P-27, pada musim tanam MK 2 2015 (setelah padi) di Kabupaten Demak. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa legowo 2:1 jagung dengan jarak tanam 25 x (50 – 100) cm 1 tanaman/lubang (populasi 66.000 tanaman/ha) signifikan memberikan produktivitas lebih tinggi dibanding legowo 4:1 jarak tanam 25 x (50 – 100) cm 1 tanaman/lubang, namun tidak berbeda nyata dengan produktivitas yang diperoleh dari jarak tanam tegel 40 x 70 cm dengan 2 tanaman/lubang (populasi 71.429 tanaman/ha).
Produktivitas yang diperoleh berturut-turut untuk tegel, legowo 2:1, dan legowo 4:1 adalah 10,05 t/ha; 10,91 t/ha; dan 9,06 t/ha. Memperhatikan hasil ini, legowo 2:1 dengan jarak tanam 25 x (500 – 100) cm 1 tanaman/lubang direkomendasikan diperbaiki untuk memberikan jumlah populasi tanaman yang lebih tinggi dan dengan efek tanaman pinggir yang lebih nyata untuk menghasilkan produktivitas yang signifikan lebih tinggi. Sebagai alternatif yang bisa disarankan adalah legowo 2:1 dengan total jumlah populasi antara 66.000 – 72.727 tanaman/ha.
sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
PERBEDAAN MONOKULTUR DAN POLIKULTUR
Berikut ini perbedaan-perbedaan antara monokultur dan polikultur, antara lain :
Teknik polikultur dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan sebab setiap sudut lahan bisa ditanami dengan jenis tanaman yang sesuai. Sebaliknya pada teknik monokultur hal tersebut tidak mungkin dilakukan.
Karena hanya menanam satu jenis tumbuhan, hasil panen pada pola monokultur pun meliputi satu komoditas saja. Berbeda dengan pola tumpangsari yang dapat memanen berbagai jenis tumbuhan.
Berkebalikan dengan pola penanaman monokultur, pola penanaman polikultur dapat mengatur populasi tanamannya sedemikian rupa tergantung jenis tumbuhan yang dibudidayakan.
Pada monokultur, ekosistem yang terbentuk tidak stabil. Sedangkan pada polikultur, pola ini dapat menstabilkan pembentukan ekosistem.
Secara tidak langsung, monokultur dapat menyebabkan ledakan serangan hama dan penyakit. Tetapi tumpangsari justru dapat memutuskan mata rantai serangan organisme pengganggu tanaman.
Karena ada banyak spesies tanaman yang dipelihara, hama yang menyerang lahan polikultur pun bermacam-macam namun dalam jumlah yang sedikit. Sementara itu, hama yang menyerang tanaman biasanya lebih banyak.
Tingkat kesulitan dalam merawat lahan monokultur jauh lebih mudah daripada lahan polikultur karena hanya ada satu jenis tanaman yang ditanam di dalamnya.
Tanaman yang dipelihara dengan sistem monokultur dapat diintensifkan sehingga hasil panennya pun dapat meningkat. Upaya pengintensifan tersebut sulit diterapkan pada tanaman-tanaman yang dibudidayakan dengan sistem polikultur.
Macam Jenis Pola Tanam
a. Monokultur
Pertanian monokultur adalah pertanian dengan menanam tanaman sejenis. Misalnya sawah ditanami padi saja, jagung saja, atau kedelai saja. Tujuan menanam secara monokultur adalah meningkatkan hasil pertanian.
Penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidakmantap. Buktinya tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama itu akan menyerang wilayah yang luas. Petani tidak dapat panen karena tanamannya terserang hama. Kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Di sisi lain, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah terserang hama maupun penyakit.
Polikultur
Polikultur berasal dari kata poli yang artinya banyak dan kultur artinya budaya. Polikultur ialah pola pertanian dengan banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang terusun dan terencana dengan menerapkan aspek lingkungan yang lebih baik.
Dengan pemilihan tanaman yang tepat, sistem ini dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut :
a. Mengurangi serangan OPT (pemantauan populasi hama), karena tanaman yang satu dapat mengurangi serangan OPT lainnya. Misalnya bawang daun dapat mengusir hama aphids dan ulat pada tanaman kubis karena mengeluarkan bau allicin,
b. Menambah kesuburan tanah. Dengan menanam kacang-kacangan- kandungan unsur N dalam tanah bertambah karena adanya bakteri Rhizobium yang terdapat dalam bintil akar. Dengan menanam yang mempunyai perakaran berbeda, misalnya tanaman berakar dangkal ditanam berdampingan dengan tanaman berakardalam, tanah disekitarnya akan lebih gembur.
c. Siklus hidup hama atau penyakit dapat terputus, karena sistem ini dibarengi dengan rotasi tanaman dapat memutus siklus OPT,
Memperoleh hasil panen yang beragam. Penanaman lebih dari satu jenis tanaman akan menghasilkan panen yang beragam. Ini menguntungkan karena bila harga salah satu komoditas rendah, dapat ditutup oleh harga komoditas lainnya.
Kekurangan sistem polikultur adalah:
a. Terjadi persaingan unsur hara antar tanaman,
b. OPT banyak sehingga sulit dalam pengendaliannya.
Tanaman Polikultur Terbagi Menjadi
a. Tumpang sari (Intercropping)
Tumpangsari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama. Beberapa keuntungan dari sistem tumpangsari antara lain pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok, peningkatan produksi total persatuan luas karena lebih efektif dalam penggunaan cahaya, air serta unsur hara, disamping dapat mengurangi resiko kegagalan panen dan menekan pertumbuhan gulma
Keuntungan tumpang sari yaitu:
· Mencegah dan mengurangi pengangguran musim
· Memperbaiki keseimbangan gizi masyarakat petani
· Adanya pengolahan tanah yang minimal
· Jika tanaman tumpang sari berhasil semua, masih dapat diperoleh nilai tambah
· Mengurangi erosi dan jika salah satu tanaman gagal panen, dapat diperoleh tanaman yang satu lagi (Thahir, 1999).
Salah satu jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman sela pada tanaman jagung adalah tanaman kedelai. Tanaman jagung dan kedelai memungkinkan untuk ditumpangsari karena tanaman jagung menghendaki nitrogen tinggi, sementara kedelai dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas sehingga kekurangan nitrogen pada jagung terpenuhi oleh kelebihan nitrogen pada kedelai
Jagung dan kedelai yang ditanam secara tumpang sari akan terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara, air dan sinar matahari. Sehingga pengaturan sistem tanam dan pemberian pupuk sangat penting untuk mengurangi terjadinya kompetisi tersebut.
b. Tumpang gilir ( Multiple Cropping ),
dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum.
Faktor-faktor tersebut adalah :
· Pengolahan yang bisa dilakukan dengan menghemat tenaga kerja, biaya pengolahan tanah dapat ditekan, dan kerusakan tanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat dihindari
· Hasil panen secara beruntun dapat memperlancar penggunaan modal dan meningkatkan produktivitas lahan
· Dapat mencegah serangan hama dan penyakit yang meluas
· Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi
· Kondisi lahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya erosi
· Sisa komoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau
Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
http://1.bp.blogspot.com/-7e-lE9cWu2c/UPo12CgxBdI/AAAAAAAAAiU/bh_kmitX6K8/s400/gambar+43.png
c. Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ),
Merupakan pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda).
Pada umumnya tipe ini dikembangkan untuk mengintensifikasikan lahan. Dengan demikian kemampuan lahan untuk menghasilkan sesuatu produk pangan semakin tergali. Oleh karena itu pengelola dituntut untuk semakin jeli menentukan tanaman apa yang perlu disisipkan agar waktu dan nilai ekonomisnya dapat membantu dalam usaha meningkatkan pendapatan.
d. Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ),
Merupakan penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit.
Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
http://2.bp.blogspot.com/-hgIja6uuZKY/UPo2XfIO3RI/AAAAAAAAAiw/Z-olPRZvzk0/s400/POLA+TANAMA+CAMPURAN.png
e. Tanaman bergiliran ( Sequential Planting)
Merupakan penanaman dua jenis tanaman atau lebih yang dilakukan secara bergiliran. Setelah tanaman yang satu panen kemudian baru ditanam tanaman berikutnya pada sebidang lahan tersebut.
PERBEDAAN TUMPANG SARI DAN MONOKULTUR
Tumpang sari
Monokultur
Akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari),
Populasi tanaman (berbeda) dapat di atur sesuai yang dikehendaki
Dalam satu areal diproduksi lebih dari satu komonitas
Tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal
Kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah.
Tidak terjadi peningkatan efisiensi
Tidak dapat mengatur populasi, karena hanya terdapat satu jenis
Hanya memproduksi satu komonitas
Tidak ada peluang bila satu jenis tanaman yang diusahakan gagal
Kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah.
Syarat – syarat Tumpang Sari
- Famil harus sama agar pola pertumbuhan dan bahan makanan yang diperlukan sama dan tidak saling menghambat pertumbuhan
- Bagian tanaman yang dipanen setidaknya harus sama agar hama yang akan menyerang tidak focus pada satu jenis tanaman saja
- Syarat tumbuh tanaman harus diperhatikan agar tidak saling berebut kebutuhan nutrisi.
- Sistem perakaran harus berbeda, jika sistem perakaran sama maka tanaman tersebut akan memperebutkan unsure hara yang terkandung dalam tanah yang dapat mengakibatkan penghambatan tubuh tanaman.
Budidaya jagung manis BONANZA F1
Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menyediakan media tumbuh bagi tanaman agar dapat menyerap hara dalam jumlah optimum. Untuk tanah yang relatif berat pengolahan dilakukan agak intensif, sedangkan pada tanah yang relatif ringan pengolahan minimum dapat dilakukan. Pengolahan lahan pertama dimulai 15 hari sebelum tanam, yaitu membalikkan atau membajak tanah, selama satu minggu tanah dibiarkan untuk memperbaiki aerasi dan drainase tanah serta membunuh organisme tanah yang bisa mengganggu tanaman. Satu minggu kemudian dilakukan pengolahan kedua dengan meratakan tanah dan membentuk petakan-petakan penanaman. Diantara petakan dibuat saluran air atau parit dengan lebar 35 cm. Pada tanah-tanah yang kurang subur diatas petakan-petakan penanaman disebar pupuk kandang 2.5 ton/ha, kemudian diaduk secara merata.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada petakan-petakan yang telah dibentuk. Pada saat tanam, tanah harus lembab tetapi tidak becek, jarak tanam yang digunakan 75 cm x 25 cm. Tanah ditugal dengan kedalama 2 cm pada musim hujan, dan 4 cm pada musim kering, kemudian dilakukan penanaman. Bila kondisi lahan optimum gembur, aerasinya dan drainasenya baik digunakan satu benih perlubang tanam, tetapi jika kondisi lahan kurang optimum digunakan 2 benih perlubang tanam. Untuk menghindari serangan serangga ditaburkan karbofuran disekitar benih.
- Pemeliharaan
Penjarangan tanaman dapat dilakukan pada umur 2 - 3 minggu setelah tanam. Dipelihara tanaman yang sehat dan tegap sehingga diperoleh populasi tanaman yang diinginkan. Penyulaman dapat dilakukan pada umur satu minggu setelah tanam. Periode kritis persaingan tanaman dan gulma terjadi sejak tanam sampai peride sepertiga atau seperempat dari daur hidupnya. Penyiangan pertama dilakukan pada umur 15 hari setelah tanam dan harus dijaga agar tidak merusak atau menggangu akar tanaman. Penyiangan kedua dilakukan sekaligus pembumbunan pada waktu pemupukan kedua. Pembumbunan dilakukan untuk memperkokoh batang, memperbaiki drainase dan mempermudah pengairan. Capaian hasil yang optimal pada pertanaman jagung akan diperoleh salah satunya dengan melakukan pemupukan yang tepat. Dosis pemupukan pada penanaman jagung perhektar sebagai berikut:
No Umur Tanaman Jenis pupuk Dosis per tanaman
1. Basal
Urea
SP-36
KCL
25 g
25 g
25 g
2. 2 MST Urea 25 g
3. 6 MST Urea 25 g
4. 8 MST Urea 25 g
- Pemanenan
Tanaman jagung Bonanza F1 dapat dipanen pada umur 83 hari setelah tanam untuk tujuan konsumsi segar. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihat langsung kondisi tongkol atau dengan menekan langsung ibu jari biasanya berada pada sepertiga biji jagung. Pada pertumbuhan optimum tanaman jagung Bonanza F1 mampu menghasilkan 33-34 ton/ha dengan populasi 53000 untuk jagung segar.
Kategori
- Masih Kosong